Kakak • lrh

By ohsnapitshood

2K 490 164

"Kakak?" "Kakak kenapa harus pergi jauh?" "Kalo kakak pergi jauh, aku mau ikut, mau sama kakak... Kakak disin... More

Special thanks!
Kaka
Luke
Kaka
Luke
Kaka
Luke
Kaka
Luke
Kaka
Luke
Luke
Luke
Kaka
Luke
Kaka
Luke
Kaka
Luke
Kaka
Luke
Kaka
Kaka🍒
Luke
Kaka-kakak🍒
Kaka
Luke
Jack
Jack
Ben
Kaka
Luke
Luke
Jack
Ben
Jack
Kaka
Calum
Calum
Calum
Kaka
Kaka
Luke
Luke
Jack
Kaka
Jack
Luke
Kaka
Calum
Jack
Jack
Calum
Jack
Calum

Kaka

34 10 2
By ohsnapitshood

"Ka, bangun. Udah jam tujuh lewat, ayo buruan. Nanti telat masuk sekolahnya."

Aku menggeliat, dengan cepat lantas menggulung diriku sendiri di dalam selimut kakak. Sekolah? Apaan, tuh? Nggak pernah dengar. Jaman sekolah?

"Kaka," Kak Luke mencium dahiku lembut, setelah sesudahnya kembali mengelus rambutku, masih memerintahkanku untuk bangun. Sepertinya, ia nggak lupa kalau hari ini aku sekolah. Rese emang sekolah, nih. "Bangun, Ka. Udah jam segini, loh. Tas lo udah gue ambilin dari rumah, jadi tinggal berangkat aja. Yuk, bangun Ka."

"Kaka, ayo bangun." Sahutnya lembut sambil kembali mengelus kepalaku, yang malah membuatku makin ogah bangun. Tentu, aku lebih suka cara kak Luke membangunkanku. Kalau kak Calum? Pasti aku sudah disiram air kulkas sekarang, karena nggak bangun bangun.

Lagian apaan sih, sekolaaah aja yang dipikirin! Ugh, emangnya, nanti aku kalau udah gede terus mau kerja, semua pelajaran yang kupelajari di sekolah bakalan dipakai? Kalau aku nanti kerjanya nulis artikel majalah kayak kak Mali, masa aku harus pakai pecahan? Gunanya apa, coba? Pecahan yang begitu tuh, nggak berguna! Kecuali bisa mecahin kaca jendela bos kita nanti, nah baru berguna! Ini sih, cuma mecahin otak kita aja! Nggak ada gunanya!

"Nggak bangun sampai tiga, nggak gue kasih sarapan, ya." Ancamnya, yang jujur, nggak ada ngaruhnya buat aku. Ya, gimana mau ngaruh? Sarapan aja enggak pernah!

"Yaudah." Sergahku, "Nggak sarapan, nanti juga makan siang di sekolah."

"Nggak boleh gitu lo, ah. Harus sarapan. Udah ayo bangun, Ka."

Hari ini ada pelajaran apa, ya? Malas ah, kalau ada matematika.

Oh, hari ini kan nggak belajar, cuma latihan drama aja. Mantap, free time seharian.

"Kaka, ayo dong cepetan." Kak Luke kini menarik pipiku, membuatku meringis kesakitan. "Jangan malas malas ah, nanti nggak naik kelas."

Bodo amat.

"Biarin, aku suka kelas 4."

"Malu lagi, kalau teman lo semuanya pada naik kelas tapi lo enggak. Masa nggak malu sekelas sama adek kelas?" Tanya kak Luke. Yah, dia nggak tau aja, mau adek kelas, mau kakak kelas, mereka semua kan temanku. Jadi ya, santai aja lagi.

"Nggak, lah." Gelengku. "Dari kelas 1 sampai kelas 6, semuanya temanku. Ngapain malu?"

Kak Luke menghela nafas, kali ini menggendongku paksa, berjalan membawaku ke kamar mandi. Meskipun aku meronta, ia tetap nggak melepaskanku. Ih, dia tuh kenapa, sih?!

"Bisa mandi sendiri kan, Ka?" Tanyanya, "Nanti, kalau udah selesai mandi, langsung ke ruang makan ya."

Ruang makan? Ngapain?

"Ngapain kak?" Tanyaku, heran. "Kalau mau beres beres mah, nanti sore aja."

"Siapa yang mau beres beres?" Tawanya, entah kenapa, sambil kali ini menurunkanku dari gendongannya. "Sarapan lah, Ka. Mana ada orang pagi pagi beberes?"

"Sarapan?" Tanyaku, yang makin heran. "Nggak usah, kak. Ngapain? Nanti juga aku dapat makan di sekolah."

"Jangan gitu." Gelengnya, sambil berlutut menyamakan tingginya denganku didepanku, kali ini membantuku melepas baju, "Sarapan itu penting, lo bisa nggak konsentrasi belajar, kalau sarapan lo tinggal."

"Ng..." Aku menggumam, mengilas balik hari hariku tanpa sarapan, yang kayaknya biasa aja, nggak ngaruh sama apapun itu. "Enggak ngaruh sih, kak. Kata kak Cal, nggak usah sarapan juga nggak masalah, asal nanti kita makan siang."

"Calum ngomong gitu?" Tanyanya, yang kuangguki.

"Terus, tiap pagi dia nggak sarapan, dong?"

"Ya, enggak."

"Lo?"

"Enggak juga."

Ia menghela nafas,
"Lo nggak sarapan buat hari itu aja, atau konstan?"

"Konstan itu apa, kak?"

"Berkelanjutan. Maksudnya, lo tuh rutin nggak sarapan, gitu."

"Oh..." Kembali, aku menggumam. "Kalau tiap hari nggak sarapan itu namanya konstan atau rutin, kak?"

"Dua duanya." Jawabnya singkat. "Beneran lo nggak pernah sarapan?"

Aku menggeleng.

"Pas lo tes lari 200 meter yang lo bilang, lo juga nggak sarapan?"

Aku menggeleng -lagi-.

"Kaka, lo tuh..." Kak Luke mengacak rambutnya, kali ini tampak kesal. Duh, jangan jangan, aku bikin dia marah, lagi? Gimana, dong...

"Pokoknya, hari ini lo harus sarapan, gue nggak mau tau. Lo... Lo gila kali ya, nggak sarapan terus lari kayak gitu? Bisa lemas, Ka! Nanti lo bisa sakit, kalau gitu caranya!" Omelnya, yang membuatku sedikit ciut. Maksudku, sarapan kan bukan masalah besar. Kak Cal aja, nggak pernah masalahin mau aku sarapan, mau enggak, mau makan siang, mau enggak juga, dia nggak pernah protes, tuh. Kak Luke kenapa, sih?!

"I-Iya... Maaf deh, kak..." Lirihku, "Aku-"

"Jangan dimasukin hati," Ia kali ini tersenyum miris menatapku. "Maaf ya Ka, gue nggak maksud marah, kok. Pokoknya, hari ini harus sarapan. Oke?"

Aku mengangguk pelan, mengiyakan omongannya, sebelum akhirnya masuk ke kamar mandi.

Mau mandi?

Ya enggak, lah!

Orang mau tidur lagi di bathtub! Ngapain mandi?!

-

"Kaka!" Panggil Ashton, yang jujur ganggu kegiatan makan siangku banget. Mau apa, sih?! Pasti mau ngeledekin soal nilai ulangan harian IPA-ku kemarin, deh. Nggak mau dengar, ah!

"Ka, kok cuek, sih?!" Protesnya. Nih, yang gini gini, nih. Kan aturan aku yang protes, kenapa jadi dia?!

"Abis kamu berisik!" Protesku balik. Rasain, tuh. "Mau ngapain, sih?!"

"Kamu juga berisik!"

"Berisik apaan, sih?! Orang aku lagi makan!"

"Kamu nggak makan makanan sekolah!"

"Ya biarin aja, kali!" Heranku. Kan nggak ada undang undang tertulis, kalau aku harus tiap hari makan makanan sekolah, kan? "Kamu juga sering bawa bekal, aku nggak dibagi!"

"Orang kamunya nggak minta!"

"Aku minta sampai aku jambak kamu, kamunya nggak ngasih! Pelit!"

Ashton manyun, aku juga. Ih, kubilangin kak Luke juga lama lama, nih!

"Udah ah cepetan, mau ngomong apa?" Jengahku, yang lanjut makan bekal buatan kak Luke. Nggak tau ini makanan apa, tapi yang jelas ini ayam, dalamnya ada kejunya. Namanya apa, ya... Chicken korden blue? Ah, nggak ngerti, lah. Tapi ini enak banget!

"Katanya, kamu kepilih buat jadi orang yang ngasih mawar biru ke pangeranmu besok." Jelasnya.

"Bercanda mulu, nggak lucu." Cuekku. Mana ada bercandaan kayak gini?

"Aku serius! Kata kepala sekolah begitu, makanya nanti habis makan siang, kamu disuruh ke ruangan kepala sekolah!" Sungutnya, yang kayaknya beneran bete sama aku sekarang.

Aku terdiam, masih mencoba mencerna apa yang baru saja dikatakan Ashton. Oh iya, jadi sebelumnya, di setiap drama sekolah kami, ada yang namanya sesi flower giving, dimana ada salah satu dari kita diberikan bunga mawar biru khusus -yang lain juga dapat, cuma mawar merah. Kasian deh lo-, juga sepucuk surat yang kita buat sendiri, terus dikasih langsung ke orangtua atau kakak yang kita ajak nonton drama yang kita peranin, waktu lagu penutup. Tapi, yang dapat kesempatan itu cuma satu orang tertentu, nggak tau deh kriteria dapat kesempatan flower giving itu kayak gimana. Epic, iya. Aku tau, kok.

"B-Boong kali?" Tanyaku lagi, masih nggak percaya dengan apa yang dikatakannya. "Kamu kali yang dapat, tapi kamu merendah gitu, terus nuduh aku yang dapat?"

"Enggak, Ka! Kamu yang dapat!" Dengusnya, kali ini tampak makin kesal menatapku. Ih, kok dia jadi kesal sama aku?!

"Udah, kalau emang kamu yang dapat, ngaku aja! Aku nggak bakal ngambil kesempatanmu, kok!" Gelengku, "Lagian-"

"Hood," Panggil seorang dari luar kelas, yang usut punya usut, ternyata deadpool sekolah, mr. Reynolds. "Sudah dengar dari mr. Irwin soal flower giving, kan?"

Aku mengangguk, masih dengan rasa bingung yang bergumul di kepala.

"I-Iya, udah..." Anggukku. "Terus?"

"Kamu dapat giliran untuk itu tahun ini." Senyum mr. Reynolds, yang sukses membuat Ashton makin jutek padaku. Aduh, nanti dia marah, nih...

Tapi biarin, ah. Peduli amat. Kan mereka yang milih aku buat dapat kesempatan itu. Jadi ya, bukan salahku.

"Jadi sekarang, habis makan siang, kamu buat surat, ya. Nanti, suratmu dikasih ke orang yang nonton kamu." Ujar mr. Reynolds. "Good luck, Hood."

Selepas mr. Reynolds pergi, akal licikku bekerja,

Panas panasin Ashton, ah! Emang enak, lagian kalau dimintain contekan nggak pernah mau nengok, sih!

"Aduh, gimana ya..." Tukasku, sedikit didramatisir. Sekalian pendalaman buat besok kan, lumayan. "Aku bingung nih, mau nulis apa. Tapi keren loh, aku dapat mawar biru!"

"Eh, teman teman!" Teriakku, yang ditujukan biar Ashton makin bete. Bodo amat, siapa suruh susah banget diajak kerjasama waktu ulangan? "Kalian tau nggak, siapa yang dapat mawar biru tahun ini?"

Mulai dari Brendon sampai Ryan mengedikkan bahu.
"Siapa, Ka? Emang, udah dikasih tau?"

"Udah dong!" Anggukku bangga, sesekali mencuri pandang ke arah Ashton, yang kini mendengus kesal.

"Siapa Ka, siapa?" Cecar Brendon. "Mamaku bakal datang nonton aku loh nanti! Bakal keren banget nih, kalau sampai aku yang dapat bunganya! Iya, kan? Siapa orangnya, Ka? Kasih tau, dong!"

"Aku!" Jawabku bangga, membuat air muka Brendon berubah tiba tiba.

"Oh..." Gumamnya, "Tapi, kamu... Siapa yang mau datang? Kak Cal kan biasanya-"

"Sssh, jangan sebut raksasa dari goa hantu itu, dia enggak bakal datang." Gelengku, menyerukan fakta bahwa emang kak Cal nggak akan pernah punya waktu buatku. "Kakakku mau datang, kak Luke, bukan dia."

"Itu kakakmu?" Tanya Ryan, yang kini juga menghampiriku. "Kakakmu banyak banget, Ka! Namamu juga 'Kaka', jangan jangan nanti kamu jadi kakak juga?"

"Ih, enggak mau." Gelengku, ogah. "Iya, kak Luke itu kakakku juga! Dia baik banget sama aku, terus tinggi banget lagi!"

"Aku belum pernah lihat." Brendon nimbrung. "Nanti kak Luke yang bakal nonton kamu?"

Aku mengangguk bangga.
"Iya, hehe. Nanti kalian harus lihat, ya!"

"Kenapa kak Luke, Ka?" Tanya Ryan, "Kan, biasanya kamu bilangnya kak Cal yang bakal nonton?"

"Dia bukan kakakku." Sergahku. "Pokoknya, nanti kalian harus lihat kakakku yang itu, ya! Oh iya, istirahat kedua main futsal yuk, Ry?"

Ryan mengangguk, meski air mukanya masih heran. Biarin ah, yang penting, aku harus kasihtau kak Luke, kalau aku dapat mawar biru!

-

"Kakak!" Seruku, setelah mengatur nafas, lantaran berlari kencang sebelum masuk mobil. Iya, hari ini, kayaknya kak Luke nggak kuliah. Buktinya, dia jemput aku pulang sekarang.

"Nggak usah lari, Ka. Nanti gue juga berhenti." Tawanya, sembari mengacak rambutku. "Kenapa? Semangat banget lo kayaknya..."

"Kakak tau nggak?" Tanyaku, yang lantas digelenginya.

"Apaan? Kena skors ya lo?"

"Ih, mana mungkin!" Protesku, membuatnya kembali tertawa. Kayaknya, kakak juga lagi senang, nih...

"Terus kenapa, dong?"

"Aku dapat mawar biru, kak!" Ujarku girang. "Nanti di akhir acara, aku bakal kasih kakak bunga mawar biru sama surat yang aku buat ke kakak! Nanti, kakak aku ajak naik panggung ya, kak!"

"Ngapain, ah." Senyumnya kecut, tapi tenang, bukan Kaka namanya kalau gitu aja nyerah.

"Ayo dong, kak! Itu hoki hokian loh, masa kakak nggak senang aku dapat?" Aku mengguncang lengannya pelan, "Ya, Kak? Ganteng deh."

"Emang." Jawab kakak, "Baru nyadar ya lo?"

"Nggak, nggak jadi. Jelek!" Cibirku. Ya lagian!

"Oh, gitu ya sama gue sekarang? Oke." Acuh kakak, kali ini langsung berfokus pada jalanan di depan. Ih, kakak mah!

"Ih, yaudah yaudah, kakak ganteng kok!" Sungutku. "Gajah tenggelem tapi, kak."

"Lucu banget, Ka." Timpalnya, yang kayaknya beneran ngambek sekarang. Duh, gimana nih?! Nggak nggak nggak, pokoknya kakak nggak boleh ngambek!

"Yaudah maaf, deh..." Ujarku, kali ini bergelayut pada seatbelt, berusaha mendapatkan perhatiannya. "Kakak beneran ganteng, kok... Kayak Tarzan."

"Tuh, kan." Sungut kakak -lagi-.

"Ih, aku beneran! Di disney kan yang paling ganteng menurutku Tarzan! Yang lain apaan, pangeran begitu aja, biasa!" Aku bersungut balik. Masa Tarzan dibilang jelek?! Aku aja mau gantiin Jane biar bisa sama Tarzan!

Tapi, ya... Tarzan mirip sama kakak, sih... Nggak nggak, jangan salah kaprah, miripnya dalam arti positif loh, ya.

"Masih banyak yang ganteng, Ka!" Elaknya, "Peter pan, terus itu tuh pasangannya si Mulan, siapalah namanya, gue lupa. Itu juga ganteng! Kenapa harus Tarzan, coba?"

"Ya enggak tau, aku sukanya sama Tarzan!" Gelengku. "Soalnya Tarzan kayak kakak, jadi tiap kali aku nonton Tarzan, pasti keingetan kakak."

"Mirip gimana?" Tanya kak Luke, yang lebih pantas disebut mencibir.

"Tarzan kan berani, kakak juga berani jemput aku malam malam waktu aku mangkir dari rumah. Tarzan kan sayang binatang, kakak juga sayang molly." Senyumku, menatap mata biru kakak. "Terus, Tarzan kan sayaaang banget sama Jane, kakak juga... Kakak juga sayang aku."

Kakak tersenyum tipis, menatapku dengan segera.
"Masa?"

"Iya." Anggukku, yang langsung memeluk kak Luke, nggak peduli kedua tangannya masih bertumpu pada setir. "Aku juga sayang kakak!"

"Iya iya, gue sayang, kok." Tawa kak Luke, yang kali ini mengecup pucuk kepalaku. "Mau nempel sampai kapan nih, Ka? Susah nyetir nih gue."

"Ih, sebentar aja." Sungutku, masih enggan melepaskan pelukanku pada kakak.

"Mau tau rahasia, nggak?" Bisikku, yang membuat kak Luke kembali menatapku.

"Apa tuh?"

"Tapi kakak diem diem aja, ya?"

Kak Luke mengangguk.
"Iya, iya. Apaan emangnya?"

"Aku kentut." Bisikku, membuatnya ngerem mendadak.

"KAKA, JOROK BANGET LO ASLI!" Serunya, membuat tawaku sontak meledak begitu aja. Harusnya aku nggak usah bilang, ya!

"PANTESAN DARITADI BAU BUSUK, GUE KIRA ADA BINATANG MATI DI MOBIL, TAUNYA ELU!" Kak Luke kali ini membuka lebar lebar kaca jendela mobil, mengusir bau kentut yang memenuhsesaki mobil. Tapi serius deh, tadinya aku nggak niat kentut di mobil!

"Kentut lo kayak parfum tante tante, Ka." Gerutu kak Luke, yang masih belum menutup kaca jendela mobil.

"Wangi ya, kak?"

"Tahan lama!" Sungutnya, yang kembali sukses membuatku terbahak. Lagian dicium!

"Siapa suruh dicium?" Godaku, kali ini ia menutup kaca jendela mobil, kayaknya baunya berkurang.

"Ya lo kentut di tempat tertutup gini! Harusnya gue yang nanya, 'gimana caranya lo nggak nyium?!'"

"Yaudah yaudah, maaf!" Tawaku. "Kak, kayaknya aku mau kentut lagi, deh."

"Diluar!" Serunya, yang lantas menepi. "Kentutnya diluar, jangan di sini lagi! Asli, kentut lo busuk banget, Ka! Pengharum mobil gue aja terkontaminasi kayaknya!"

"YAH, KAK! KEBURU KENTUT DISINI!" Seruku balik, yang sebenarnya enggak, cuma mau ngerjain kak Luke aja, hahaha!

"KELUAR, KA!" Tukasnya, menaikkan kerah baju sampai ke hidung. "GILA LO, ABIS MAKAN APA SIH?!"

"Makan tikus!" Candaku, membuat mata biru kakak lantas membesar.

"Serius?"

"Iya!"

"Kan gue bawain bekal, kok malah makan tikus, sih?!" Sebalnya, membuatku kembali tertawa. "Muntahin, Ka! Lo... Duh, masa makan tikus, sih?! Jorok lagi!"

"Bercanda!" Cengirku, yang nggak nahan lihat wajah kakak. "Aku makan bekal kakak, kok! Tadi tuh aku dikasih makanan sama temanku juga, kata dia kalau makan itu kentutnya bisa bau."

"Terus lo makan, gitu?"

Aku mengangguk.
"Iya."

"Udah tau gitu kenapa dimakan, Ka?!" Kak Luke makin bete, tapi entah kenapa bawaanku maunya ngetawain dia aja. "Tapi lo sakit perut nggak?"

"Enggak, kok." Gelengku. "Kak, nanti kita beli makanan yang temanku kasih, yuk!"

"Ogah." Malasnya, kali ini kembali menjalankan mobil.

"Yah, kak." Cengirku, "Ayo kak, beli itu."

"Nanti lo nyerang gue pakai kentut lo, lagi. Nggak mau, ah!"

"Enggak, beneran!" Gelengku mantap. "Kita kerjain molly pakai itu, kak! Kita kentutin molly aja, gimana?"

"Gila ya lo?" Tawanya, "Bisa mati dia!"

"Nggak apa apa, biarin!" Sergahku.

Duh, kalau aku kentut lagi, kakak marah nggak ya?

Sembari menahan kentut, aku memutar otak, gimana caranya biar kentut di mobil, tapi nggak ketauan kakak.

Oh, iya. Pintar kamu, Ka!

Otak licikku kembali bekerja. Dengan cepat, aku menangkap kentut sendiri, yang ditujukan untuk kak Luke.

"Kak, nih!" Aku melepaskan kentutku sendiri, yang dengan cepat membuatnya terbatuk. Aku jahat banget, ya...

"Sinting lo, ya?!" Serunya, namun tangan kanannya lantas bergerak ke belakang, dengan cepat menangkap sesuatu dan menciumkannya padaku.

"KAKAK IH, BAU BANGET!" Gantian, aku yang terbatuk. Kak Luke licik banget, dia kentut juga!

"Rasain!" Ledeknya. "Emang lo doang yang bisa?"

"Bau banget kak, asli!" Aku berusaha membuka jendela, yang ternyata nggak berhasil, karena di lock oleh kakak. Ah, kacau nih kakak!

"Kak, bau banget!" Aku menutup hidungku rapat rapat. "Buka kak jendelanyaaa!"

"Enggak!" Ia memeletkan lidahnya. Ih, nyebelin! "Cium tuh kentut gue!"

"Kakaaaaak!" Seruku gondok. "Bauuu!"

"Bodo amaaat!"

Aku menutup setengah wajahku dengan kerah baju, persis seperti yang kak Luke lakukan tadi.

"Makanya, jangan kentut sembarangan!" Cibirnya. "Tandingan lo masih ada, nih."

"Besok aku bawa kantong sampah yang gede, ah!" Sebalku. "Biar kentut kakak kutaruh situ!"

Kakak nggak menjawab, justru tertawa makin keras sekarang.

Awas aja, sampai rumah, pasti kubalas!

-

"Nulis apa, Ka?"

Aku terlonjak kaget, ketika menemukan kak Luke yang sekarang berdiri di sampingku, tampak heran dengan apa yang sedang kutulis.

Gawat nih, sampai dia tau!

Iya, aku lagi nulis surat untuknya, yang bakal kukasih besok. Kan nggak lucu kalau sampai ketauan sekarang.

"Bukan apa apa kok, kak!" Gelengku, lantas memasukannya ke dalam amplop yang sudah kuhias dengan macam macam. "Kakak ngapain? Kok belum tidur?"

"Mau nugas, tapi meja gue lo pakai." Ia mengedikkan bahu. "Udah jam segini Ka, tidur gih."

"Nggak mau, ah." Gelengku.

Um, iya, karena belakangan aku selalu tidur sama kak Luke, rasanya jadi aneh kalau tidur sendiri. Kayak anak kecil sih, tapi biarin aja. Brendon sama Ashton juga masih tidur sama mamanya, kok!

"Besok susah loh dibangunin." Sahut kakak, kali ini duduk di kursi meja belajarnya.

Jangan belajar dong, kak...

"Yaudah nggak apa apa, nggak mau tidur tapi." Gelengku, yang sebenarnya ngantuk, tapi ogah tidur sendiri.

"Kakak sendiri malah belajar, nggak tidur." Sungutku, membuatnya lantas tertawa.

Kakak ngetawain apaan, sih...

"Yaudah, yaudah." Ia mengangguk, kemudian menghampiriku. "Lo mau tidur sama gue, nih?"

Aku mengangguk pelan.

"Bilang dong." Senyumnya tipis, "Yaudah, yuk."

Kak Luke ikut berbaring di sampingku, kali ini ia mengelus rambutku. Tentu, ini adalah hal yang paling aku suka dari kak Luke. Kalau kak Cal... Mana mungkin begini.

"Besok yang semangat ya, Ka. Jangan grogi." Senyumnya, sambil memelukku. "Bikin gue bangga. Oke?"

Aku mengangguk mantap.
"Oke, kak."

"Gitu, dong." Ia menjawil hidungku, kemudian kembali memelukku.

"Sleep tight, baby."

Continue Reading

You'll Also Like

100K 8.5K 29
Üniversitesinin serseri çocuğu jungkook, kız arkadaşını rahatlatmak için kayda aldığı inlemelerini yanlışlıkla yeni atanan rektörü Kim Taehyung'a ata...
278K 22.2K 15
Tek başına bebeğiyle Seule taşınan omega jeon jungkook ve komşusu safkan alfa kim taehyung . Omegaverse! SafkanAlfatae! Omegakook! Text&Düzyazı!
217K 20.4K 27
010 ***: hamileyim jungkook: sen kimsin
93.4K 11.1K 49
Jungkook, erzağının bitmesiyle kendine yiyecek birşeyler ararken, Taehyung'un liderlik yaptığı bir küçük bir şehirle karşılaşır. Jungkook, açlığını d...