My Apple

By mounalizza

337K 27.7K 1.6K

"Apel itu identik dengan warna merah. Nggak ada ceritanya warna hijau." "Tapi kenyataannya ada apel be... More

Perpisahan dan Pertemuan.
Aku dan Apel Hijau.
Aku dan Apel Merah.
Liburan dan Kesialan
Ambisi dan Khayalan
Kecewa dan Pelampiasan
Sedih dan Pasrah
Malu dan Resah
Panik dan Terlena
Ragu dan Takut
Lemah dan Kuat
Berani dan Nekat
Berdebar dan Bergetar
Pulang dan Pergi
Sendiri dan Sepi

Bahagia dan Derita

12K 1.6K 77
By mounalizza

"Hei botol kecap.. Aku malu tiba-tiba ikut dengan kamu." keluh Alvina di belakang Nizar. Mereka sudah sampai di depan kediaman keluarga Nizar. Alvina tidak tahu ini di daerah apa, yang jelas ia sudah seperti seorang wanita yang sedang mengunjungi rumah ibu mertua.

"Jangan malu, kamu ditunggu Tika keponakan saya." ujar Nizar tenang, Alvina menggerutu lucu. Bermaksud meminta ditenangkan lebih dalam kenapa malah sesantai itu. Dan tadi alasannya apa? Karena keponakannya? Padahal yang dikhawatirkan Alvina bertemu ibu dan kakak si botol kecap itu.

Alvina benar-benar demam panggung, bayangkan ia berada di negara asing tanpa keluarga yang menemani dan mempercayakan hidupnya kepada Nizar. Sekali lagi Alvina terlalu berkhayal.

Mengenai Nizar, semenjak duduk di pesawat sampai menapakkan kaki di negeri kangguru, pria itu seperti puasa bicara. Apa memang pita suaranya sudah kandas tertinggal di Selandia Baru? Alvina tak tahu, yang jelas cukup menjengkelkan. Sejak pagi hanya diam tanpa pergerakan yang berarti. Alvina benar-benar bosan. Sekalian saja dia ikut kontes mannequin challenge yang sedang menjamur di seluruh dunia. Apa Nizar menyesal yah mengajak Alvina? Tapi sejak tiga hari yang lalu Nizar yang sangat antusias.

Atau dia sedang dilanda gugup akan memperkenalkan Alvina kepada keluarganya? Memangnya siapa dirimu? Hanya seorang wanita yang ditunggu keponakannya si Nizar.

"Tunggu.." Alvina ikut berhenti mendadak. Nizar berbalik dan menatapnya serius. Memangnya kapan si botol kecap ini santai? "A-apa?"

"Saya punya kakak perempuan yang antik."

Apa bedanya sama kamu?

"Maksud saya intensitas dia bersuara sangat jauh di atas rata-rata." Alvina mengangguk saja. Ia menatap wajah Nizar, sejak tadi dia sulit mengambil kesempatan menatap wajah kaku itu.

"Ayo kita masuk." Nizar kembali berbalik mendahului Alvina.

"Liburan Alvina..." Ucapnya menghibur diri. Biarkan sajalah si pria itu. Mungkin ia yang terlalu gede rasa, tapi kan ia sempat dicium Nizar, dipeluk dan disayang..

Alvinaa kau benar-benar korban php..

"Apa saya membuat kamu tidak nyaman?" Dan selalu seperti ini. Nizar akan bertanya ia nyaman atau tidak. Alvina merasa kehilangan keaslian sifat Nizar sebenarnya. Paksaan Nizar dan sikap ketus tapi seolah sayang sebenarnya yang ia mau. Bukan seperti sekarang, menjaga jarak dan selalu memutus kontak mata. Ingin rasanya Alvina mencolok mata Nizar.

"Kenapa sih kamu selalu berkata itu?"

"Yah saya takut saja akan membuat kamu risih."

"Ah sudahlah ayo kita bertemu keluarga kamu." Alvina tanpa permisi menarik jemari tangan kanan Nizar. Seketika ia menoleh ke sumber objek yang ia sentuh.

"Tangan kamu dingin banget.." Teriak
Alvina tak percaya. Nizar terlihat serba salah. Ia memalingkan wajahnya dan melepas genggaman.

"Kamu sakit?" Nizar dengan cepat menggeleng. "Terus kenapa?" cecar Alvina, Nizar berniat tak menjawab tetapi Alvina menahan Nizar. Untuk urusan memaksa ternyata Alvina juga mempunyai bakat. Apalagi kalau ia sudah mendekatkan wajahnya agar berhadapan dengan wajah Nizar. Bagai hakim yang sedang memberikan vonis, mau tak mau Nizar luluh. Kelemahan Nizar adalah menatap wajah Alvina.

"Kenapa?" pertegas Alvina. Nizar tak kuasa menahan kegelisahan.

"Saya gugup karena ini pertama kalinya saya mengajak manusia lain jenis untuk bertemu mama dan kakak saya. Puas!?" suara Nizar terdengar tak sabar karena harus menjelaskan alasan terselubungnya. Jadi dia diam dari tadi karena gugup melebihi Alvina?

"Sudah puas? Ayo saya semakin tak konsentrasi kalau wajah kamu terus di depan saya." Nizar berjalan cepat. Sementara Alvina diam tak berkutik, mencerna ucapan kaku Nizar yang lagi-lagi berdampak spesial bagi Alvina.

Melambung bahagia.

Ada seorang pria yang gugup bahkan suhu tubuhnya berubah karena dirinya?

"Gadis cengeng yang pemaksa, kamu sedang ikut mannequin challenge? Ayo cepat!" panggil Nizar. Alvina segera berjalan cepat mendekati Nizar. Menatap pintu rumah dengan cemas. Jika Nizar gugup harusnya ia lebih gugup. Tetapi kenapa rasa ceria terus bergelayut? Manja lagi di hatinya. Ingin rasanya Alvina segera masuk dan izin meminjam satu kamar tamu. Ia mau guling-gulingan di ranjang seorang diri. Ia butuh pelampiasan kebahagiaan.

Alvina sadar! Kembalilah ke dunia nyata nak..!!!

"Kalau saya nanti tiba-tiba masuk ke kamar dan lama keluar kamu tidak masalah kan bersama keponakan saya?"

"Memangnya kamu mau kemana?"

"Tadikan saya bilang ke kamar.." Nizar sepertinya tidak bisa diajak berbicara. Nada suaranya terdengar emosi dan selalu menggeram.

"Iya ngapain lama di kamar kalau ada aku di sini." Alvina semakin mendesak meminta penjelasan. Ia sudah merasa gugup dan semakin dibuat resah. Seenaknya saja pria ini melepaskan dirinya.

"Saya mules.." suara Nizar pelan tetapi dapat didengar Alvina.

Astaga pria kaku ini sedang demam panggung yang teramat parah. Alvina harusnya bisa mengerti. Sambil tersenyum ia mengangguk saja, mengikuti perintah Nizar. Ia bahkan ingin tertawa mendengar alasan Nizar.

Dan wajah Alvina semakin ceria saat pintu itu terbuka menampilkan sosok Atika di depannya. Gadis itu tersenyum lebar, menyambut Alvina bak teman lama yang sudah bertahun-tahun tak jumpa.

"Hai Atika.." sapa Alvina sopan.

"Mbaak akhirnyaa mau ke sini juga.. Ah aku jadi punya alasan nanti saat mbak pulang ke Indonesia. Aku mau ikut mbak ke sana. Tapi selama di sini mbak akan aku pandu berkeliling kota menikmati ramainya malam dan berbagai macam acara akan aku ajak mbak. Terus mbak akan tidur sama aku, tenang saja aku sudah menyiapkan khusus buat tamu spesial. Kalo mbak terbiasa tidur sendiri, aku akan tidur di kamar tamu... Terus nih yahhhhpp.."

Serangan suara bertubi-tubi itu segera dihentikan Nizar, pria itu menutup mulut keponakannya dengan tangan. "Bantu bawa koper uncle." singkat, jelas, padat dan sangat Nizar sekali. Ini yang Alvina nantikan sejak tadi.

Alvina terkikik melihat ulah Nizar. "Ayo kamu ikut saya!"

"Ah my boss yang satu ini memang tega.." suara Atika tertinggal jauh di belakangnya, Alvina melirik Nizar sambil berjalan, kali ini mereka berjalan berdampingan. Masuk ke sebuah rumah sederhana tetapi Alvina bisa merasakan kaya akan kasih sayang.

"Saya kasih tau sekali lagi, keponakan saya dan mama-nya punya gaya berinteraksi seperti tadi. Panjang kali lebar, dan kakak saya lebih parah. Jadi saya mohon kamu memaklumi." Nizar seakan sudah bisa menebak tingkah sang kakak. Ini yang membuat Nizar khawatir sepanjang jalan. Dia takut sang kakak menyinggung urusan pribadi dan berujung bertanya hubungan mereka berada di tahap apa?

Mereka belum membahas jenis hubungan apa yang sedang dibina. Nizar juga bukan pria yang senang berhubunga denga lain jenis. Jika boleh jujur ini yang pertama kali semenjak usia dewasa melekat pada Nizar.

Sedangkan Alvina, setahu Nizar hasil menguping gosip ibu-ibu di dalam mini bus, dia memegang prinsip anak tak boleh jauh dari orangtuanya. Nizar juga sempat mendengar kalau Alvina anak tunggal. Hati kecil Nizar masih takut akan jawaban Alvina jika sang kakak dengan mulut busanya bertanya.

Nizar takut kecewa dan tak siap.

"Nizaaar..." Suara lembut yang sangat dirindukan Nizar datang mendekat.

"Mamaaaaa..." dan pria itu berhambur memeluk orang yang sangat berjasa di hidup Nizar. "Kamu itu jarang sekali datang. Mama rindu kamu..."

"Nizar kan sibuk ma, jadi orang sukses buat mama."

Alvina melihat itu, memperhatikan tingkah pola Nizar yang penuh kehangatan memeluk erat sang mama. Ada kelembutan, ketulusan di sana. Tameng kaku dan keras seolah hilang begitu saja, tunduk akan sebuah sihir seorang ibu. Mendadak Alvina merindukan pelukan sang mama.

"Eh ini dia wanita yang kamu..."

"Ma ini temannya Tika, Alvina namanya." Nizar memotong ucapan sang mama. Ia tidak mau Alvina canggung.

"Alvina, salam kenal tante.." Alvina memberikan salam hormat.

"Tante Mira." sambut sang mama dengan lembut. Mira bahkan mengusap pipi Alvina. "Kamu cantik sekali..." Nizar segera memalingkan wajah. Lihat saja gadis itu tersipu malu, membuat keinginan Nizar mengecup pipinya tumpah ruah. Dipadu dengan rasa bergejolak di sekitar perut. Sungguh ia belum pernah segugup ini.

"Kakak kamu menunggu di ruang keluarga, ayo!" Dan rasa gelisah terus bertambah. Ia tidak siap menghadapi sang kakak dengan serentetan kalimatnya. Baiklah hadapi, jika sudah keterlaluan sumpal mulutnya dengan tisu, tapi nanti suaminya marah.. Ah persetan..

"Hyung..." Nizar berhambur memeluk seorang pria tua dengan sangat sayang. Sambil tersenyum mereka berpelukan mesra. Sebenarnya aneh di mata Alvina, tetapi ia suka melihat Nizar tersenyum. Sejak memeluk sang mama Nizar juga memasang senyum. Andai Nizar juga memberikan senyum itu untuk Alvina.

"Selamat datang my brother.." pria tua dengan perawakan gempal itu melirik Alvina, mengangguk sopan. Alvina membalas dengan anggukan sopan.

"Dia kakak ipar Nizar, namanya Rezky." beritahu Mira di samping Alvina.

"Dan yang sedang duduk lemas di sana kakak perempuan Nizar, Muna namanya." tunjuk Mira ke arah sofa di depannya. Wanita dewasa sedang duduk lemas menatap keadaan sekitar.

Nizar yang juga ikut melihat langsung mendekati sang kakak. "Kakak kenapa sakit?" Nizar berlutut di depan Muna sang kakak. Memegang tangan Muna dengan sayang.

"Dia sakit gigi dan harus puasa berbicara beberapa hari ini." jelas Rezky langsung duduk di samping sang istri merangkul sayang pundaknya.

"Apa? Kakak sedang sakit gigi?" Muna mengangguk lemah. Penampakan wajahnya berbeda, satu pipinya terlihat mengembung akibat sakit gigi sepertinya.

"Syukurlah aku bisa bernafas lega." ucap Nizar jujur sambil menerjang sang kakak dengan pelukan kegembiraan. Muna sang kakak langsung mencubit pipi Nizar karena kesal.

"Kamu itu kakaknya sakit kenapa bahagia?" Mira berbicara sambil menggandeng tangan Alvina, membawanya duduk di sofa. Nizar duduk di samping Muna.

"Hhai.." Muna menyapa pelan Alvina. Suaranya seperti bergumul tak jelas.

"Jangan banyak berbicara kak, nikmati saja sakit giginya. Ah aku senang sekali, segala kekhawatiran sirna." Nizar sepertinya bisa bernafas lega, karena kondisi menguntungkan ia rasa. Bahagia di atas penderitaan orang lain.

"Sudah, kamu lelah nak?" Sapaan lembut Mira membuat Alvina hanya bisa tersipu. Dan itu tak luput dari pandangan Nizar.

"Sebaiknya Tika mengantarkan kamu untuk istirahat." ucap Mira lagi.

"Jangan sungkan di rumah ini. Anggap kami keluarga kamu." balas Rezky. Alvina juga mengangguk malu. Lalu tatapannya mengarah kepada Muna. Wanita itu sepertinya ingin berbicara, tetapi memang keadaan sekitar pipinya melarang ia banyak berucap.

Senyum dan anggukan seolah dipahami Alvina kalau wanita itu menyambut baik kedatangan Alvina.

"Aku di sini, siap membantu mbak Alvina istirahat.." Atika juga tampak ramah menerima Alvina. Keluarga ini menerima Alvina dengan baik.

"Ayoo mbaak kita ke kamar.." Atika menarik tangan Alvina.

"Saya permisi dulu tante, kak.."

Sepeninggal Alvina dan Atika, Muna menarik lengan Nizar agar menatap tangannya. Muna sedang memberikan kode pada tangannya. Meniru adegan remasan ke sekitar dadanya sambil mendelik menatap Nizar.

"Kakak..." protes Nizar. Tetapi protesan Nizar tidak hanya didiamkan Muna, sang mama Mira berdiri lalu menjewer telinga Nizar.

"Dasar nakal. Mama senang anak mama sudah kembali seperti dulu, tapi tidak seperti itu caranya." Nizar tak bisa berkutik lagi. Jika sudah bersatu antara sang mama dan kakak tercinta jelas tidak ada lagi harapan. Kakak ipar tercinta juga tidak bisa membantu.

"Lihat gadis itu begitu cantik, mama tak enak hati menatapnya." Mendengar itu Nizar mengangguk polos.

"Iya ma dia sangat menggemaskan."

"Tapi bukan berarti kamu seenaknya meremas dada sembarangan! Nikahi dia baru boleh menyentuh tubuhnya." sekali lagi Nizar mendapatkan jeweran di telinga kanan kirinya. Mira dan Muna masih gemas dengan kenakalan Nizar.

"Hyung..." Rezky hanya terkikik angkat tangan. Kali ini dia tidak bisa membantu.

"Jadi kapan kamu akan melamar dia sayang untuk jadi menantu mama?" Nizar melebarkan matanya. Ini terlalu dini mama!

"Terlalu cepat ma, aku bahkan belum mengajaknya berpacaran." Nizar mendadak lugu di hadapan keluarga.

"Selain itu dia anak tunggal, dan tidak akan mau jauh dari kedua orangtunya." ada nada putus asa disuara Nizar.

"Semua bisa diatur. Asal kamu bisa menyatukan satu tujuan yang sama dengannya. Ada caranya brother.." Nizar mengangguk ke arah Rezky.

Bisakah ia menyatukan satu tujuan dengan Alvina? Tapi ini terlalu cepat.

***
Tbc
Kamis, 01-12-16
Mounalizza

Continue Reading

You'll Also Like

Home By nleera

Fanfiction

831 139 8
Di saat dia harus pulang ke 'rumah', tapi ternyata 'rumahnya' menghilang dari peta.
1M 89.7K 86
{BXB}{LOKAL}{NON-BAKU} Cerita ini tentang Elvan Maulana yang punya pacar anak IPA kelas sebelah tuh cewek cantik banget awalnya si baik-baik aja samp...
2.9M 314K 27
Rayaana, perempuan berusia 26 tahun yang sudah diteror masalah calon pendamping sama Ibunya. Menikah bukan masalah komitment, Bagi Rayaana menikah ad...
80.3K 6.6K 23
Saat selesai memberi makan seekor kucing dipinggir jalan,Gavin tertabrak motor sehingga para warga membawanya kerumah sakit. saat terbangun,dia dibua...