Ambisi dan Khayalan

14.3K 1.6K 68
                                    

Pusing, itulah yang dirasakan Nizar pria mapan yang sudah memasuki usia kepala tiga saat ini. Waktu baginya adalah sebuah kepentingan dan kemarin bisa dibilang ia telah menggunakan waktu itu dengan sia-sia. Tujuan awal mengunjungi negara Selandia Baru selain berlibur memang mau melihat peluang bisnis yang sekiranya bisa ia dapat. Mencari ide segar di tempat yang segar.

Selandia baru negara kecil dengan populasi penduduk sekitar empat juta manusia ini terkenal menyimpan ragam keindahan alam yang sangat memukau. Selalu ada celah keindahan alam di setiap tempat di sana. Negara ini terdiri dari dua pulau besar, selatan dan utara. Penduduk aslinya adalah orang Maori dan sekarang lebih didominasi keturunan Eropa. Bahasa yang digunakan sekarang Inggris dan Maori.

Keramahan penduduk asli menjadi daya tarik tersendiri di negara kecil ini, karena itu banyak diminati wisatawan mancanegara untuk datang berkunjung. Terlebih pemandangan alam memukai yang tersaji, sungguh negara ini memang layak dikunjungi. Itulah sebabnya Nizar nekat berlibur sendiri ke negara ini. Ia memang akan mengunjungi sang mama di Australia yang letaknya tak jauh dari Selandia Baru. Sekarang berlibur sendiri guna menyegarkan otak dan mencari ide cemerlang.

Nizar adalah pria dengan ambisi sukses selalu yang utama. Ambisi bisa saja menjadi khayalan, namun tidak bagi Nizar. Ia harus selalu yakin demi kesuksessan di depan mata.

"Pagi bos Nizar.." sapa Andi pemandu wisatanya kali ini dengan sopan. Nizar hanya mengangguk tanpa perlu repot-repot bersuara. Ada yang lebih penting selain berbasa-basi tak guna. Perutnya sudah lapar, karena semalam bisa dibilang ia kesusahan memejamkan mata. Tubuhnya memang lelah tetapi matanya tidak bisa terpejam. Selain karena peralihan waktu dan transit dari satu pesawat ke pesawat selanjutnya membuat ia rancu dengan waktu sebenarnya, Nizar juga teringat senggolan-senggolan tak sengaja dari si gadis patah hati.

Semua kejadian membuat pola tidurnya kacau dan rasa lapar menjadi berlebih. Ia harus mengisi energi sebanyak-banyaknya. Ini bukan mengenaskan tetapi kebutuhan. Nasib hidup sendiri, segala sesuatu harus dilakukan sendiri.

Liburan sendiri itu menyenangkan. Hidup sendiri juga berhak bahagia.

Nizar memindai pandangan ke seluruh ruangan. Beberapa orang yang ia kenal sedang duduk santai sambil menikmati sarapan paginya dengan wajah bahagia. Terang saja bahagia, berlibur sudah pasti menyegarkan isi kepala.

Pandangan Nizar terhenti pada satu titik. Gadis patah hati.

Kalau tidak salah namanya Alvina, ah ya si gadis pemilik gundukan kenyal itu sedang duduk menikmati potongan sandwich dan beberapa potong buah apel juga kiwi. Wajahnya sedikit lesu. Siapa perduli? Setiap manusia punya masalah dan kendala yang sebisa mungkin bisa diselesaikan masing-masing.

Nizar melangkah tenang. Mendekati Alvina. Selain yang lain berpasangan, entah kenapa kakinya tergerak sendiri ingin mendekati. Mengganggunya sedikit dirasa tidak masalah. Kicauannya kemarin yang mirip tikus kejepit bisa menjadi awal pagi yang cerah ini. Nizar memasang wajah mengejek.

"Ehem.." sengaja Nizar berdiri di depan Alvina sebelum dipersilahkan duduk. Biar bagaimanapun Nizar perlu persetujuan gadis itu.

Alvina menatap heran penampakan Nizar. Penilaiannya pagi ini untuk Nizar cukup berlebihan. Lihat saja sekarang, Nizar tetap setia memakai setelah jas resmi berwarna hitam pekat. Suram sekali aura pria ini. Alvina tersenyum mengejek.

Hidupnya mungkin kelam sampai warna saja sukanya yang gelap. Ah perduli setan dengan pria aneh ini.

"Kalau mau duduk silahkan! Nggak usah ehem ehem.." ketus Alvina. Terus terang ia risih melihat pemandangan berdiri seorang pria dengan pakaian resmi dipagi harinya. Lebih mirip bodyguard. Ah memangnya Alvina penyanyi Whitney Houston.

My Apple Where stories live. Discover now