My Apple

Par mounalizza

337K 27.7K 1.6K

"Apel itu identik dengan warna merah. Nggak ada ceritanya warna hijau." "Tapi kenyataannya ada apel be... Plus

Perpisahan dan Pertemuan.
Aku dan Apel Hijau.
Aku dan Apel Merah.
Liburan dan Kesialan
Ambisi dan Khayalan
Kecewa dan Pelampiasan
Sedih dan Pasrah
Malu dan Resah
Panik dan Terlena
Ragu dan Takut
Lemah dan Kuat
Berdebar dan Bergetar
Bahagia dan Derita
Pulang dan Pergi
Sendiri dan Sepi

Berani dan Nekat

11.4K 1.6K 80
Par mounalizza

"Itu.. Itu.."

"Itu apa?"

"Jaket itu kamu lepaskan saat kamu datang ke kamarku dalam keadaan mabuk." ucap Nizar memalingkan wajah. Sejak tadi ia sudah memutuskan untuk bertahan tidak menatap langsung wajah Alvina. Ini lebih baik jika pada akhirnya Alvina memang tidak mau didekati. Bukankah Alvina bilang dia pria aneh yang tak tahu cara merayu wanita?

Alvina bilang apakah ia diajarkan oleh ayahnya..

Ya Nizar tak pernah tahu bagaimana interaksi normal antaraanak dan figur ayah. Ia tak bisa memberikan contoh karena sosok ayahnya sudah lama tak ada di sekitarnya. Nizar bahkan lupa seperti apa rasanya.

"Mabuk?"

Alvina tetap mendekati Nizar. Berdiri di hadapannya. "Ap-apa benar waktu itu aku mabuk dan datang ke kamar kamu?" tanya Alvina gugup. Nizar mundur dan berjalan ke arah jendela. Sungguh ia tak mau dihadapkan situasi seperti ini.

Gejolak hatinya sedang bergerak tak karuan dan Alvina ada di sekitarnya. Bisa saja mulut pedasnya menyambar Alvina. Bisa juga ucapan kaku terlontar begitu saja, ia tidak mau Alvina semakin tak suka dengannya. Cukup diam dan menjauh. Sekali lagi, bukankah Alvina memintanya menjauh?

"Iya, ambil jaket itu dan pergilah ke kamar kamu. Ini sudah malam, saya mau tidur." Nizar berharap Alvina marah dan membanting pintu meninggalkan kamar, tetapi sayang dugaannya salah. Alvina mendekati Nizar kembali, berdiri di sampingnya sambil menepuk lengan Nizar.

"Kalau di mimpi aku datang ke kamar kamu, berbicara tentang keadaan kamar lalu membuka jaket ini dan segera berhambur ke tempat tidur. Benar itu?" selidik Alvina sambil terus berusaha mengingat, anehnya kilasan mimpi-mimpi itu terekam dengan mudahnya. Seaakan saat ini memori di isi kepalanya bisa merekam reka ulang mimpi.

Alvina ingat Nizar di dalam mimpinya berpakaian sama seperti sekarang. Putih dan terlihat pantas. Alvina menyukai penampilan Nizar yang ini. Bersahabat.

"Benar tidak?" tanya Alvina tak sabar. Nizar mengangguk tetap memalingkan wajah. Dasar gadis ini, tidak tahukah Nizar sedang menahan segala rasa.

"Lalu aku bergerak tak jelas..Di ran-jang..." Ucapnya menggeleng tak percaya. Nizar merasa malas mengingat aksi menggemaskan Alvina saat itu. Ia harus bisa menahan diri. Ingat Alvina minta kamu menjauhinya!

"Terus kamu meminta aku balik ke kamar tapi aku seperti gadis sinting menggeleng untuk tetap di kamar.." Alvina sangat malu jika itu benar.

"Hei benar tidak?!" Lagi-lagi Alvina menepuk lengan Nizar meminta kepastian. Nizar menggeser tubuhnya sambil mengangguk. "Iya..." ucapnya pelan.

"Jadi benar?" ucap Alvina panik, malu dan segala rasa menjadi satu. Ia mengetuk kepalanya berkali-kali. Terlebih saat mengingat dengan sabarnya Nizar menuntun dirinya ke kamar dan membantu dirinya tidur di ranjang. Membukakan sepatu..

"Kamu juga bantu aku melepas sepatu?" yakin Alvina.

Nizar menatap jendela. "Lebih tepatnya merengek minta dilepaskan." Alvina semakin menggeleng. Dan satu tindakan Nizar dalam mimpinya yang selalu ia ingat adalah..

"Kamu mengusap kepala aku juga kan yah?" Alvina menarik lengan Nizar agar mereka saling bertatapan.

"Jawab itu benar atau tidak?" Nizar mengangguk tetapi ia malas bertatapan dengan Alvina.

"Oh.." Alvina melepaskan tangannya di lengan Nizar. Jika dalam keadaan mabuk saja Nizar tetap baik dengannya, kenapa ia harus takut dengan Nizar saat ia sedang tersadar? Toh saat itu besar kemungkinan orang mengambil kesempatan keadaan mabuk Alvina sangat bisa terjadi. Tetapi Nizar..

Alvina menunduk malu, sudah berkali-kali Nizar meminta maaf perihal aksi tangan nakalnya saat sedang tidur dan tak mau menerima permintaan maaf. Sedangkan dirinya, sempat nakal datang ke wilayah pribadi Nizar dalam keadaan mabuk. Lebih beresiko dan sampai pagi menjelang ia terbangun dalam keadaan baik-baik saja. Bahkan usapan itu sangat menenangkan.

Ia juga bersalah.

"Ma-maf." ucap Alvina kikuk. Nizar masih diam walaupun ia memberanikan diri berhadapan dengan Alvina. Beruntung gadis itu sedang menundukkan kepala. Konsentrasi Nizar bisa kacau jika wajah cantik Alvina ia lihat.

"Aku marah saat tangan kamu..." Alvina tidak sanggup menjelaskan. Hal memalukan dan sekuat tenaga ingin ia lupakan. Nizar mengerti jika Alvina tidak menyelesaikan ucapannya.

"Tapi aku malah menganggap permintaan maaf kamu angin lalu.." cicit Alvina gugup. Ia mengingat ucapan Tante Kim perihal latar belakang keluarga Nizar.

"Aku minta maaf kalau malam itu aku mabuk mengganggu kamu." Nizar masih setia menatap Alvina yang menunduk kikuk. Ia hanya diam menikmati gerakan gelisah Alvina.

Sebenarnya Nizar juga menikmati aroma Alvina yang hanya bisa ia cium di jaketnya setiap malam. Sayang aroma di jaket itu lambat laun berubah menjadi aroma miliknya. Mungkin terlalu sering dipeluk. Apa ia minta saja yah parfume Alvina untuk ia gunakan di setiap bajunya? Fokus Nizar!

"Tapi saat tahu kamu tidak marah dan menjaga aku, sungguh aku semakin merasa bersalah. Aku terlalu berlebihan. Kamu pria baik-baik, maaf aku pernah menuduh kamu mesum dan jahat." Alvina menautkan kedua tangannya. Ah mirip sekali dengan remaja labil. Nizar menyunggingkan senyum.

"Aku malu.." lirih Alvina yang semakin gugup karena tidak ada reaksi dari Nizar di depannya. Apa sekarang saatnya ia menatap Nizar? Tapi kan malu..

"Dimaafin nggak?" tanya Alvina sedikit memaksa. Alvina benar-benar tegang. Lama sekali Nizar bereaksi? Tulikah?

"Hei botol kecap..." Yah Alvina ingat, ia memanggil Nizar dengan sebutan itu. Dia suka memanggil itu, tapi Nizar marah nggak yah sekarang? Dia masih diam saja..

"Iya saya maafkan." Ah akhirnya Alvina bernafas lega. Rasanya damai dan seaakan beban terlepas. Menunduk Alvina! Wajahmu sedang tersipu.

"Saya memang pria mesum, awalnya saya terganggu dengan senggolan itu kamu di lengan saya." wajah Alvina semakin memanas. Bertahan menunduk adalah jalan terbaik saat ini.

"Saya juga berkali-kali membayangkan bagaimana rasanya melumat bibir kamu." Alvina yakin pipinya memerah. Apa maksudnya Nizar berbicara jujur seperti ini? Baru saja mereka saling memaafkan, kenapa membahas keburukan sendiri? Dasar aneh. Ingin rasanya ia membenturka kepala Nizar.

"Cukup.." dan Alvina dengan berani menatap wajah Nizar. Sejenak mereka saling menatap, mengunci pandangan lalu Nizar lebih dulu membuang muka.

"Ya sudah sebaiknya kamu keluar! Saya mau tidur." Nizar bahkan membalikkan badannya. Alvina merasa tersinggung. Enak saja dengan gamblangnya berbicara ketertarikan dan dihempaskan begitu saja.

"Kenapa kamu tidak mau menatap wajah aku?" Berani sekali Alvina menghadap Nizar dan memaksa wajah Nizar menatapnya.

"Saya sedang menahan sesuatu. Saya mohon mengertilah.." Nizar tak bisa menghindar. Gadis ini sungguh nekat, kemana arah wajah Nizar bergerak, wajah Alvina ada di hadapannya.

"Memangnya harus menahan sampai nggak mau melihat wajahku?"

"Iya.. karena wajah kamu membuat saya semakin susah konsentrasi. Tidakkah kamu dengar tadi? Saya selalu membayangkan bibir kamu." ucap Nizar cepat dan lugas.

Alvina mundur satu langkah. Nizar memang berbeda. Lihat saja caranya berucap! Masih kaku dan aneh, tetapi Alvina merasa tertantang.

"Apa? Kamu memang sama saja dengan pria lain yah?!" ketus Alvina lalu segera mundur dan berniat keluar kamar. Nizar membiarkan Alvina tersinggung, ia memang sengaja. Alvina keluar kamar dan rasa gelisah ini bisa reda.

Seolah tersadar memang itu kemauan Nizar, Alvina kembali mendekati Nizar.  Berdiri di depannya. "Kenapa balik lagi? Saya mau tidur." ketus Nizar.

"Mata kamu masih terang, belum redup. Jangan bohong!"

"Redup? Saya bukan lampu." Nizar semakin ketus, Alvina tidak tersinggung. Ia tahu itu usaha Nizar agar ia marah. Klasik..

"Lihat aku." Paksa Alvina memegang bahu Nizar. "Kamu tertarik sama bibirku?" Nizar menghempaskan tangan Alvina.

"Ayo selesaikan kesalahpahaman ini. Cium aku!" Alvina sendiri tak percaya kenapa ia bisa senekat ini.

"Ayo cium aku dan masalah kita selesai." Nizar melirik tak percaya. Gadis cengeng dan tukang ambek ini menantang dirinya? Menawarkan sesuatu yang menggiurkan. Berciuman?

"Ayo Mas Nizar..." Panggil Alvina pelan. Sekarang ingatannnya benar-benar terkumpul. Ia juga memanggil Nizar dengan sebutan Mas.

Mendengar itu Nizar langsung menyambar bibir Alvina. Menyatukan bibirnya dengan perasaan campur tak terkira. Alvina meletakkan kedua tangannya di dada Nizar, tanpa sadar ia membalas ciuman Nizar.

Jika beberapa hari yang lalu ia benar-benar tak siap dan terkejut saat Nizar memaksanya berciuman, tapi kali ini sungguh berbeda. Ia ikut menikmati. Perlahan tapi pasti tangan Alvina sudah berpindah, ia mengalungkan di leher Nizar. Tangan Nizarpun sudah seenaknya melingkari pinggang Alvina.

Sebenarnya apa yang sedang mereka luapkan? Kenapa lama sekali saling mencecap?

"Hhh...hhh..." Nizar sadar ia sudah terlalu lama menikmati bibir Alvina. Lihat saja, polesan pemerah bibirnya sudah kacau tak karuan. Alvina sedikit terkikik saat menatap wajah Nizar yang terlihat lucu, sapuan pemerah bibir milik Alvina juga menempel di bibir dan pipi.

"Berantakan.." Alvina mencoba membersihkan dengan tangannya. Nizar menahan tangan Alvina.

"Tidurlah, saya tidak mau kamu di sini. Berbahaya." ucapnya pelan sambil terus memeluk. Alvina tahu niat baik Nizar. Ia mengangguk.

"Selamat malam." cicit Alvina yang sudah melepaskan pelukan. Nizar hanya mengangguk. Ia masih mengatur debaran di hati. Sungguh ini sangat diluar pemikirannya. Ia bisa menikmati kembali rasa bibir Alvina. Sangat indah terlebih kali ini Alvina membalas. Tidak ada yang membahagiaakan selain dua belah pihak setuju.

"Saya harap kamu mau ikut dengan saya ke Melbourne. Jika kamu mau, besok akan saya urus keberangkatannya." ucap Nizar sebelum Alvina keluar kamar.

Dan setelah pintu itu tertutup Nizar langsung mengetikan pesan kepada kakak ipar.

Me : malam ini  kami berciuman dan dia membalas.. 😅

Hyung : besok pagi saat bertemu lagi jangan mencium bibirnya kembali. Cium keningnya saja.

Nizar akan mengikuti semua tips dari sang kakak ipar. Kakak yang selalu ia hormati sejak remaja. Semua perintah sang kakak ipar memang membuahkan hasil. Berharap Alvina mau ikut dengannya ke Melbourne. Ia mau mengenalkan Alvina dengan sang mama. Jika memang mereka punya rasa ketertarikan, Nizar akan langsung melamarnya..

Tapi bukankah Alvina punya satu prinsip? Gadis itu gagal menikah karena tidak mau pindah ikut dengan suami bukan? Dan jika mereka memang berjodoh Nizar tidak akan mau tinggal di ibukota. Hidup Nizar sudah terkunci di kota Apel Malang. 

"Sadar Nizar, memangnya dia mau menikah denganmu.." Nizar merebahkan  dirinya di tempat tidur sambil memegang jaket Alvina. Sungguh bodoh gadis itu, pergi begitu saja meninggalkan jaket, mungkin Alvina terlalu gugup akan kemesraan yang mereka lakukan tadi.

"Malam gadis manis.." Nizar pasti bermimpi indah malam ini. "Dia memanggilku mas Nizar.."

***
Tbc
Selasa, 29-11-16
Mounalizza

Continuer la Lecture

Vous Aimerez Aussi

380K 20.7K 18
Apa jadinya jika kamu menyukai orang yang akan menyiapkan pernikahanmu? Itulah yang dirasakan Kean Mardika. Ia yang sebentar lagi akan menikah harus...
21.8K 2.9K 41
[ CERITA INI IKUT SERTA DALAM #WWC2020 ] TAMAT~ {Dimulai 21 Oktober 2020 - 8 Desember 2020} MAGIC IN CAFE Rank 🏆 #1 Contest (06/10/2021) #1 Kopi (01...
4.1M 110K 32
(WARNING 18+ FOLLOW DULU BARU BACA) "Metta mau nenen" "Iya, Samudra" "Metta mau peluk" "Sini" "Metta mau buat anak" "Ayo" Ini cerita tentang Samudra...
2.9M 136K 46
Kisah cinta tentang mereka.. Tentang anak manusia yang suka membuat hidup lebih berwarna. Ada yang mau menikah, ada yang dipaksa menikah. Ada yang b...