Beda Fakultas

By vstevan

298K 12.6K 1.2K

Kalian tidak perlu mencari tahu. Namun, Bagi kalian yang telah mencari tahu habis-habisan, aku apresiasi :) T... More

Our First Meet
Practice
We are a friend now
Jealous?
Very kind of him
Is this love?
Healthy
Missing
I am yours
First dating
Another dating
First night
"Aftermath"
Getting closer to my family
Porn
Busted!
My friend
Holiday!
Day 1 - Hello Bali!
Day 2 - Foreigner
Day 3 - Reunited
Day 5 - Bye Bali!
Happy Birthday!
The beginning of war
Other Man
The war
The end of war
Good bye
Coming back
Getting to know me
Shoot me down!
The reason
Sorry
Remorseful
Catch my heart (again) if you can
Very kind of her
Let's start it all again
Senja Baru

Day 4 - Honey moon

6.6K 265 24
By vstevan

1 Januari 2011

Aku kebangun gara-gara ada sms masuk. Sms dari Matt yang isinya ucapan happy new year. Aku balas seadanya. Aku liat jam udah jam 9. Aku liat ke samping ternyata Davan belum bangun. Kami tadi malam pulang jam 3 subuh. Acara tahun baruannya semarak dan rame banget. Makanya kami tidur pules. Apalagi Davan.

Aku hampir ketawa melihat ekspresi dia tidur. Mulutnya mangap. Langsung aja aku foto dia close-up muka. Lalu foto lagi dengan aku di sebelahnya sambil tersenyum. Dia pasti marah kalo dia tau difoto dengan pose begitu. Wakakak. Otak jahilku lagi muncul. Lalu aku naikin kaosnya ke atas sampe perutnya keliatan. Trus aku ambil lotion, abis itu aku buat bentuk love di perutnya pake lotion itu. Lalu aku foto lagi. Hahaha sip. Aku ngeliat ke bawah. Wah ada sesuatu menjendol. Aku nurunin selimutnya. Xixixi celananya "menggunung". Natural laki-laki di pagi hari. Otak mesumku muncul. Apa aku foto aja ya? Tapi jahat banget. Entar kalo fotonya diliat orang gimana. Aku juga gak rela. Cuma boleh aku doang yang liat huh. Gajadi deh. Hmm, apa lagi ya? Aku ngeliat ke sekeliling. Ada tissue. Aku ambil, aku buntel-buntelin jadi bentuk bola seukuran bola tenis, lalu pelan-pelan aku masukin ke mulutnya yang menganga. Abis itu aku foto lagi. Tiba-tiba dia bergerak. Davan bangun. Dia sadar ada sesuatu di mulutnya dan dia ngeliat buntelan tissue itu.

"Hemmhhh, kamu ngapain aku sih?"

"Hhehehe, enggak, aku gak ngapa-ngapain."

"Jahat ih."

"Enggak yeeey!"

"Itu bola tissue apaan?"

"Itu cuma buntelan tissue kok."

"Kamu taro di mulut aku ya tadi?"

"Kata siapa yee nuduh."

"Boong! Kamu ngerjain aku ya! Awas!"

Davan tiba-tiba nyergap aku sebelum aku sempet kabur. Ah sial. Seperti biasa, jurusan andalan dia kalo udah ngejailin aku, ngelitikin aku. Dan kayaknya kali ini dia gak ada ampun walaupun aku udah mohon-mohon, ngaku salah dan minta ampun.

"Davaaan, please nanti yang lain dengeeeer. Ahahahah."

"Gak peduli. Pokoknya aku mau gelitikin kamu sampe ngompol."

"Aha ahahaha jangaaaan! Nanti dimarahin ngompol di kasur ini! Ini kasur orang ihhh!"

"Biarin weeek, emang gua pikirin hah? Nih rasain!"

Dia terus gelitikin aku dengan membabi buta. Gak peduli sekeras apa aku berontak, mukul-mukul, nendang nendang, dia malah ngebekep tangan aku dengan satu tangannya dan tangan yang lain ngegelitik. Ini udah kelewatan.

"Van, van, van, udah, udah, udah, bentar lagi mau keluar, vaaaaaaaaaan!"

Dengan sigap Davan ngangkat aku dan ngegendong aku ngejauh dari kasur. Tiba-tiba,

Cuuurrrrrrrrrr

Aku pipis di celana. Davan buru-buru ngebawa aku ke kamar mandi dan nurunin aku. Abis itu dia langsung melorotin celana aku. Sial.

"Ihihahahahaha." Dia ketawa-tawa.

"Puas lo hah!"

"Rasainn! Makanya, jangan ganggu singa tidur! Ah harusnya divideoin nih."

Aku menggerutu. Lalu ngelepas celana dan cepat-cepat aku lempar ke arah Davan. Tapi dengan sigap dia menangkis celanaku.

"Eitss gak kena! Ih jijik."

"Rasain!"

Tiba-tiba ada bunyi ketokan pintu.

"Davan, Ryan, ada apa sih ribut-ribut?" suara kakakku dari luar. Davan cepet-cepet keluar kamar mandi.

"Gak ada apa-apa kaak." Teriak Davan.

"Trus tadi apaan suara teriak-teriak?"

"Oh, itu, biasalah. Si Ryan memang nakal."

"Beneran kan ga ada apa-apa?"

"Gak ada kaak tenang aja. Nanti kalo si Ryan nakal lagi, saya yang tanganin. He hee."

"Dasar. Kalian tu suami istri harus akur. Gak boleh ribut-ribut yah!"

"Siap boss! Heeh? Apa? Suami istri?"

"Hahahaha." Suaranya perlahan-lahan menghilang. Dia udah pergi.

Davan masuk ke kamar mandi lagi.

"Apaan sih?"

"Dasar tuh kakak kamu sedeng. Masa kita dibilang suami istri?"

"Emang, dia mah sedeng."

"Lagian sih kamu berisik. Si kakak dateng deh."

"Yee kan gara-gara siapa coba? Yang gelitikin aku. Salah sendiri."

"Abis kamu tadi gangguin aku lagi tidur."

"Lah yang mulai duluan siapa?"

"Siapa emangnya?"

"Aku. Hehehehe."

"Yee dasar! Pengompol!"

"Hehehehe."

"Eh, berenang yuk! Kan hari terakhir nih kita bisa ngapa-ngapain. Besok udah pulang kan."

"Males ahh."

"Ahh udah hayuk. Aku ambilin celana ya."

Davan langsung ngeloyor keluar kamar mandi. Aku ngebilas badan sama celana bekas ngompolku.

"Nih celananya." Dia datang cuma pake celana boxer.

Abis itu kami langsung turun ke bawah. Kami langsung main air dan berenang-renang sebentar. Adik-adik aku langsung ikut-ikutan berenang dan main air sama kami. Si kakak cuma duduk ngeliatin sambil minum sirup. Kami sebor seborin dia pake air kolam biar dia ikutan renang. Eh dia malah kabur ke dalem.

Abis berenang kami makan siang di rumah. Abis itu kami diajak jalan-jalan lagi sama si papa, soalnya kan aku sama Davan kemaren sempet gak ikut. Kami sampai di rumah lagi jam 8 malam. Mama nyuruh kami packing karena besok jam 8 kami udah harus pergi ke bandara. Di jadwal, pesawat take off jam 10. Dengan malas-malasan aku beres-beres barang-barang bawaan, pakaian dan belanjaan serta oleh-oleh. Udah ah, sisanya besok pagi aja, aku udah ngantuk banget. Akhirnya aku izin duluan tidur ke Davan.

Jam setengah 2 subuh aku kebangun. Tiba-tiba aku cenghar pisan (melek, seger, gak ngantuk lagi). Davan tidur di samping aku. Yah, malam ini malam terakhir kami di Bali. Sedih banget. Aku pasti nanti kangen banget momen-momen aku sama Davan di Bali ini. Aku turun dari kasur dan ngebuka pintu, melirik kiri kanan. Sepi dan gelap. Lalu langsung menutupnya dan pergi ke arah jendela. Aku ngebuka jendela. Angin sepoi-sepoi masuk ke dalam. Aku ngeliat pemandangan di luar jendela. Hmm, kapan ya hal ini bakal keulang lagi? Pokoknya lain kali aku sama Davan harus liburan bareng lagi ke luar kota. Ke luar negri kalo perlu. Dan cuma berdua, gak sama keluarga apa lagi temen-temen. Haha kayak bulan madu aja. By the way, udah tahun baru nih. Aku seneng banget bisa tutup tahun dan buka tahun bareng pacar aku. Pacar laki-laki pertamaku, dan semoga yang terakhir. Aku juga pacar laki-laki pertama dia dan harus juga yang terakhir hehe. Siapa sangka aku sama Davan bisa jadian. Dulu kami cuma temen deket, lalu jadi sahabat, eh, malah jadi pacar. Aku dulu gak ngarep loh bisa jadi pacar. Jadi temen deketnya dia aja aku udah seneng banget. Masih keinget jelas kejadian satu setengan bulan lalu. Aku ditembak sama Davan di Dago Pakar. Dia ngasih aku bunga. Haha hell yeah very romantic. Apa kata orang cowo dikasih bunga sama cowo. Mungkin tradisi Davan kalo mau nembak seseorang pasti dikasih bunga. Tapi masalahnya dia praktekin juga ke aku hahaha. It's okay though. I love him very much. Sampe sekarang bunganya masih ada. Walaupun udah agak-agak layu hehe. Aku inget-inget lagi, flash back beberapa bulan ke belakang. Aku tiba-tiba senyum-senyum sendiri, malu-malu sendiri dan berkaca-kaca. Gak kerasa ya setahun ini. Kayaknya cepet banget waktu ini berputar. Semoga di tahun yang baru ini aku bisa lebih baik lagi dari tahun kemaren dan aku masih bisa bersama Davan. Amin.

Aku liat ke kasur, aku senyum ngeliat wajah dia. Wajah polos yang masih tertidur. Makasih ya, udah mau nerima aku apa adanya. Aku sayang kamu, Davan.

Aku tutup jendela dan pergi ke kamar mandi. Aku nyalain air panas di bathub. Aku nyalain aromatherapy yang ada di situ. Setelah siap, aku pergi ke kasur lagi. Aku mandangin wajah perfect di depanku ini.

"Sayang. Bangun yuk."

Dia masih tidur.

"Davan sayang." Aku goyang-goyangin badannya.

"Sayaang. Bangun dong."

Dia menggeliat-geliat. Aku goyang-goyangin lagi.

"Yang, yang. Bangun."

Akhirnya dia melek.

"Hmm? Kenapa Step?"

"Bangun yang."

"Emang udah pagi? Jam berapa sekarang?"

"Masih jam 2an sih."

"Hahh. Ngapain kamu bangunin aku jam segini?"

"Davan sayang, sekarang kan malam terakhir kita di Bali. Besok pagi kita udah pulang ke Bandung yang."

"Hmmh. Emang kenapa?"

Aku natap mata dia lekat-lekat.

"Ooohh. Aku baru ngerti. Haha, kamu minta ya Sayang?"

Aku senyum lebar.

"Kok subuh-subuh gini sih yang? Kan dingin."

"Aku tadi kebangun yang. Trus gak bisa tidur lagi. Masa kamu tega ngebiarin aku diem aja gak ada kerjaan."

"Hehe."

"Lagian kan kalo sekarang orang-orang udah pada tidur. Jadi gak bakal ada yang dengerin."

"Hehe nakal ya kamu." Kata Davan sambil nyentuh hidungku. Posisi aku ada di atas dia sekarang.

(Izin cerita pake kata-kata yang puitis ya!)

Dia tiba-tiba langsung menciumku. Aku menikmati ciumannya. Ciumannya beralih ke leherku. Dia menghisap leherku. Lalu ke pundak. Lalu ke dadaku. Balik lagi ke bibirku. Dia membuka kaosku lalu langsung mengemut putingku. Tiba-tiba aku berasa disengat listrik. Mengalir ke seluruh badanku, membangunkan semua yang tadinya terlelap. Aku mengerang. Davan semakin giat. Seperti ada trigger yang menambah semangat dia. Aku membuka kaosnya. Bibir kami bertemu kembali. Aku memelintir puting Davan. Davan mengerang tiba-tiba. Davan menggigit bibirku. Lidah kami saling mengikat di dalam mulut kami yang beradu. Bibirku turun ke lehernya. Lalu ke bahunya. Lalu aku membalas mengemut putingnya. Davan meremas kuat rambutku. Lalu bibirku turun ke deretan enam bantalan yang berjejer rapi. Aku mengecap semuanya. Aku ingin merasakan enam roti bantal padat yang sungguh menggiurkan ini. Davan masih mengerang sambil meremas rambutku dengan gemas. Aku merasakan ada sesuatu yang menyentuh leherku. Sesuatu yang sangat keras yang masih tertutup kain. Sambil aku masih mengecap perutnya yang putih bersih dan mulus itu, aku menyentuh sesuatu yang keras panjang menjulang itu. Aku menggenggamnya dan menggerakkannya naik turun. Lalu aku membuka boxer Davan. Terbebas sudah ia berdiri menjulang dengan gagahnya. Tegak ke atas menunjuk langit-langit. Nampaknya Volt mengisi penuh kapasistas tegangannya. Aku melihat sang empunya. Meminta izin terlebih dahulu. Davan menganggukan kepalanya. Lalu dengan senang hati aku memasukkannya ke dalam mulutku. Menyarungi dan menyelimutinya. Lidahku dengan semangat melingkupi, membasahi dan menandai semua yang bisa dilewati. Aku mengemut, menjilat, menghisap, mengecap dan melakukan apa saja yang bisa mulutku lakukan. Seperti anak kecil kepada permen lolipop favoritnya. Aku pijat dengan gerakan memutar naik dan turun. Aku menggenggam dan meremasnya dengan gemas. Bahkan kedua telapak tanganku masih cukup untuk menggenggamnya. Sungguh anugerah dari Maha Kuasa. Setelah dirasa cukup, bibirku turun ke buah-buah yang menggantung. Belum puas aku memetik, Davan menarik tubuhku ke atas dan membalikannya. Sekarang posisi kami bergantian. Davan di atasku. Davan kembali menciumku. Daguku, leherku, bahuku, dadaku. Davan mengemut putingku dan tangan satunya memilin yang satunya lagi. Aku mengerang. Aku meremas rambutnya dan memeluknya. Bibir Davan beralih ke perutku yang hanya terdiri dari satu bantalan kempes. Ya, perutku memang tidak memiliki 6 bantalan berjejer seperti kepunyaannya. Perutku hanya memiliki sedikit tonjolan kecil yang mungkin cikal bakal 6 bantalan itu. Rata. Tapi nampaknya Davan tidak protes dan tetap menyukainya. Tiba-tiba paha atasku merasakan sesuatu yang merayap. Ada yang menyelinap masuk. Ah, Davan menggenggam kepunyaanku. Dia meremas dan memijatnya naik turun. Setelah beres dengan perutku, Davan membuka boxerku tanpa minta ijin. Dia melihatku lalu tersenyum. Belum sempat aku membalas, Davan sudah memasukkannya ke dalam mulutnya. Dia melakukan seperti apa yang aku lakukan padanya tadi. Rupanya Davan balas dendam. Tapi dengan cara yang lebih keras. Setelah itu dia melakukannya juga pada buah-buahku di bawahnya. Dia menggigitnya. Aku mengaduh dan menjambak rambutnya. Davan meminta maaf sambil tersenyum tanpa dosa. Bibir kami beradu lagi, namun kali ini kami berpelukan erat. Namun nampaknya kepunyaan kami berdua beradu di bawah dan menahan badan kami untuk merapat. Lalu telapak tangan Davan menyatukan kepunyaan kami dan menggenggamnya. Sambil memeras, dia memijatnya naik turun. Aku merasakan badan dan hatiku terkoneksi dengannya dengan cara yang aneh. Davan lalu menaikkan kedua kakiku dan menumpukan ke atas bahunya. Dia kembali menciumi putingku sambil memijat kepunyaanku. Aku mendesah hebat. Davan tambah bersemangat. Lalu dia memasukkan jarinya ke dalam lubang anusku yang rapat. Aku tambah mendesah dan lubang anusku tambah merapat. Desahanku di telinganya merupakan sebuah cambukan. Aku tahu itu. Dengan tergesanya dia menciumi perutku. Aku tahu dia sudah tidak sabar untuk yang selanjutnya. Aku selalu tahu itu. Setelah dirasa semua foreplay ini cukup, dia mulai mematuk-matukkan kepunyaannya di luar lubangku.

"Sayang, lotion bayi di mana?"

"Itu ada di tas aku di yang luar."

Davan lalu menurunkan kakiku dan turun di kasur untuk mengambil lotion bayi. Aku memang selalu membawanya kalo bepergian. Dan lotion ini memang selalu dipakai Davan saat bercinta denganku. Aku suka wanginya, begitu juga Davan. Wangi lotion ini selalu menghiasi saat-saat indah kami. Setiap aku mencium lotion ini, aku pasti langsung teringat akan kami. Setelah mendapatkannya, Davan langsung naik ke kasur dan menaruh kembali kakiku ke atas pundaknya. Lalu dia mengoleskan banyak-banyak lotion itu ke batangnya. Juga ke batangku sambil sedikit memijit. Dia tidak memakai sarung pengamanan, karena dia memang tidak biasa memakainya. Kami tidak pernah sekalipun memakainya semenjak pertama kami melakukannya. Bukannya tidak mau, tetapi kami malu untuk membelinya. Kami pun percaya kami berdua sama-sama bersih sebab kami tidak pernah melakukannya dengan orang lain sebelumnya dan kami berdua sama-sama pertama kali melakukannya dengan kami berdua. Kami percaya itu.

Kemudian Davan mengolesi jarinya dengan lotion lalu perlahan memasukkannya ke dalam lubangku. Dia melumuri sekitarannya dengan lotion. Setelah itu dia menyentuh-nyentuhkan kepunyaannya ke kulit pinggulku. Lalu ke lubangku, seolah-olah menyapukan dan meratakan lotion memakai kepunyaannya. Dengan perlahan dia memasukkan batangnya ke dalam lubangku. Aku mengerang. Awalnya dengan gerakan lambat, lalu semakin cepat dan cepat. Aku mendesah cukup keras namun aku tahan. Davan melakukannya dengan menggebu. Nampaknya hasratnya sedang membuncah. Aku hanya bisa merintih dan membiarkan Davan melakukan apa yang dia inginkan. Aku memberikan tubuhku untuknya. Kami bersatu, jiwa dan raga kami.

Bosan dengan posisi itu, aku biarkan Davan mengatur. Dia berbaring telentang di sebelahku, lalu mengangkatku. Dengan perlahan, aku duduk turun dan dia mengarahkan batangnya. Dengan posisi aku menduduki selangkang Davan dan kepunyaannya sudah berada di dalamku, aku bergerak naik turun. Aku berpegang pada paha Davan. Lalu dia memijitkan kepunyaanku. Jujur aku letih dengan posisi seperti ini, tapi nampaknya Davan menikmatinya.

"Sayang, aku capek."

"Yaudah, kamu diem ya."

Kemudian aku diam dengan setengah jongkok. Lalu Davan yang melanjutkan gerakan. Dia bergerak naik turun sambil memijit kepunyaanku. Aku merintih. Antara sakit dan nikmat tidak bisa dibedakan. Sudah bercampur dan melebur. Lalu Davan mengganti posisi lagi. Dia membaringkan aku di sebelahnya. Aku membelakanginya. Kemudian Davan mengangkat kakiku sebelah atas dan dia memasukkan kembali batangnya. Sembari demikian, dia mencium telinga dan tengkukku sambil memelukku. Dia juga memain-mainkan dada dan putingku. Aku berasa terbang ke surga menembus langit ke tujuh. Aku sudah pasrah. Aku membiarkan Davan menguasai semuanya. Aku hanya diam mengikuti permainannya. Davan juga merintih dan mendesah keenakan. Aku sangat menyukai desahan suara bassnya. Sungguh manly. Dia memang lelaki perkasa idamanku.

Untuk menenangkan diri, Davan melepaskan kepunyaannya lalu membalikkan tubuhku untuk menghadapnya. Bibir kami kembali beradu sambil berpelukan. Dia selalu melakukan ini di tengah-tengah pertandingan untuk menahan dinding pertahanan agar tidak cepat jebol.

"Aku cinta kamu Sayang." Kata Davan di tengah-tengah kami berciuman.

"Aku juga cinta kamu."

Baru saja Davan ingin merancang posisi baru, aku menahannya.

"Sayang, aku baru inget. Aku tadi udah ngisi bathub pake air panas. Aku juga udah nyalain aromatherapy. Kita lanjutin di sana yuk!"

"Hah, di kamar mandi? Basah-basahan dong yang? Dingin kena air."

"Enggak kok. Kan pake air panas."

"Di sini aja deh Yang."

"Ih aku udah capek-capek nyiapinnya. Kita coba suasana baru dong Yang."

"Masa kita main kuda-kudaan di bathub?"

"Ya dicoba aja dulu."

"Enggak ah, entar masuk angin."

Aku diem.

"Udahan ah." Kataku ngambek. Aku balik badan.

"Aduh Sayang, nanggung gini. Masa di tengah-tengah udahan?"

"Biarin. Aku udah gak mood."

"Iya iya, aku ngalah. Kita lanjutin di bathub ya Sayang. Kita ke sana yok."

"Udah terlambat."

"Please Yang. Jangan gitu ah. Kamu sayang kan sama aku?"

Davan meluk aku lalu cium-ciumin tengkuk aku.

"Please Sayang, ayok kita lanjutin." Davan memohon.

"Yaudah."

"Horay!"

Lalu dengan sigap Davan bangun dan menggendong aku. Aku di bawa ke dalam kamar mandi.

"Wahh, harumnya ya."

Kata Davan begitu kami udah sampai di dalam. Lalu Davan menurunkan aku ke Bathub.

"Waaaa."

Kataku begitu kulitku bersentuhan dengan air. Lalu Davan ikut menceburkan diri ke dalam.

"Yah sayang, aku lemes lagi."

"Hehe, yaudah kita ulangi lagi." Kataku tanpa dosa.

Posisi kami sekarang berhadapan dengan Davan di atasku. Kami berciuman lagi. Lidah kami kembali bertautan. Davan mengesap bibir bawahku dan menggigitinya pelan. Untuk membangikan gairah Davan, aku memilin-milin putingnya. Dia mengerang tertahan. Davan lalu memagut leher dan dadaku, juga putingku. Aku kembali bergairah. Kali ini aku yang menyatukan kepunyaan kami yang telah mengeras dan menggenggamnya. Aku pijit dengan gerakan naik turun.

"Davan, ambil sabun dong. Kita buat busa yuk."

Lalu dia mengambil sabun cair dan melumerkannya ke dalam air dan badan kami. Tak lama kemudian bathub sudah terisi dengan busa yang melimpah. Badanku pun tak terlihat tertutup busa. Kemudian Davan kembali menciumku dengan nafsunya. Wangi aromatherapy dan hangatnya air menimbulkan sensasi tersendiri. Davan lalu duduk di pinggir bathub dengan posisi mengangkang ke arahku. Aku tahu maksudnya. Aku lalu memasukkan kembali kepunyaan Davan ke dalam mulutku dan melumati serta memagutnya habis-habisan. Aku mengecap sambil tanganku memijitnya naik turun. Davan merintih dengan keras pertanda permainanku sempurna. Aku menjilati dan menghisapnya terus menerus seakan-akan ada susu sapi yang keluar darinya. Davan lalu menggerakan selangkangnya maju mundur seakan-akan mulutku adalah lubang anusku. Setelah beberapa lama, dia melepaskan kepalaku. Dengan sigap Davan membalikkan tubuhku dan dia ada di belakangku sekarang. Aku menunggingkan diri dan bersiap-siap menerima kedatangannya. Davan lalu memasukkannya ke dalam lubangku dengan perlahan. Kedua tangannya memilin putingku. Aku berpegangan pada pinggir bathub. Aku mendesah keras untuk menyemangati Davan. Lalu dengan gerakan cepat Davan menggenjot dan memompaku. Aku mengerang menikmati semua ini. Tiba-tiba tangan Davan yang satu memijit batangku sembari yang satunya masih memelintir putingku. Aku benar-benar dibawa melayang olehnya. Setelah itu, Davan kembali mengganti posisi. Davan berbaring di bathup sedangkan aku di atasnya, namun kami tidak berhadapan. Aku kembali duduk di selangkangannya. Setelah batang Davan tertancap mantap, aku menggerakan badanku naik turun. Kali ini dengan sekuat tenaga. Air dan busa membuatku serasa melayang sehingga aku tidak begitu kelelahan. Davan memegang pinggangku seolah-olah dia yang menaikkan dan menurunkan badanku. Setelah itu, aku berdiri lalu menindih dan memeluknya. Kami berciuman lagi sambil tertawa bermain busa. Setelah puas bermain busa, Davan mendorong badanku ke belakang sehingga aku sekarang terbaring di bathub menghadapnya. Davan meletakkan dan mengaitkan kaki-kakiku di pinggiran bathub sehingga kini lubangku dapat terbuka lebar. Dengan berlutut Davan kembali memasukkan kepunyaannya dengan leluasa. Dengan sekuat tenaga aku mencoba untuk merapatkan lubangku dan mencengkeram dengan keras. Lalu Davan menggenjotnya tanpa ampun. Selagi menggenjot, Davan menciumiku dan aku memeluknya. Tangannya memijit kepunyaanku dan menggerakkannya naik turun dengan cepat. Aku mendesah tak tertahankan. Desahan favorit Davan ini aku keluarkan dengan sangat keras dan ini membuatnya menambah frekuensi gerakan maju mundurnya.

"Aaahhh Sayang, bentar lagi aku mau keluar."

"Iya Sayang, aku juga. Kita keluarin bareng-bareng yah."

Davan mempercepat gerakannya. Baik gerakan selangkangannya maupun tangannya yang memijit kepunyaanku. Aku merintih dan mendesah dengan keras begitu juga Davan. Dengan sisa tenaganya, Davan mengerahkan semuanya untuk semakin mempercepat, semakin cepat, makin cepat, cepat dan cepat. Aku benar-benar sedang menuju puncak dan hampir sampai puncak ketika tiba-tiba Davan melepaskan batangnya dan,

Crroooooottttttttt crrooootttttt

"Aaaaaaaaahhhhhhhhhhhhh."

Maniku dan Davan bersamaan memuncrat dengan sangat kencang dan tinggi. Sangat banyak sehingga melumeri badan kami dan sekitar kami. Aku dan Davan melenguh sangat panjang dan keras. Aku dan Davan benar-benar seperti di surga rasanya. Aku melihat Davan meram melek dan seperti tak sadarkan. Benar-benar hebat malam ini. Tidak seperti biasanya. Perasaanku seperti melayang dan terbang bersama Davan. Davan terbaring. Aku mendekatinya dan menciumnya.

"Kamu hebat banget malem ini sayang."

"Hehehe. Kamu juga. Luar biasa."

Kami lalu terdiam sambil berbelukan dalam bathub. Air dalam bathub sudah banyak berkurang akibat aktivitas kami barusan.
Setelah itu, kami membereskan semuanya. Kami membasuh dan menyabuni tubuh kami. Setelah beres, kami handukan dan kembali ke kasur.

"Lain kali kita main di bathub lagi ya hehe." Kata Davan.

"Huuh, katanya tadi nggak mau, tapi sekarang ketagihan."

"Hehehe, kan tadinya belum ngerasain."

"Hahaha."

Aku langsung tiduran di kasur. Aku sangat capai dan letih. Sangat mager untuk berpakaian.

"Sayang, udah gak usah pakaian. Udah sini aja bobo temenin aku."

"Entar kedinginan dong."

"Kan ada selimut ini."

"Hihi, yaudah deh yuk."

Aku dan Davan kini bertelanjang bulat ditutupi selimut. Sebelum tidur, kami berciuman dulu sambil berpelukan.

"Sayang udah jam berapa nih?"

"Jam 4 astaga."

"Woow lama juga kita main ya? Gak kerasa loh."

"Yaiyalah gak kerasa. Kamu mompa terus kerjaannya. Yang kerasa cuma enak."

"Apaan sih, aku gelitikin nih."

"Hehehe iya enggak enggak."

"Yaudah tidur yuk. Entar pagi gak kebangun."

"Yuk deh. Good night Sayang." Kataku.

"Night too Sayangku." Davan mencium keningku sekali lalu kami tidur.

Aku bersumpah, pasti aku bermimpi Aku dan Davan bercinta setelah ini. Malam ini termasuk malam yang tidak pernah akan aku lupakan seumur hidupku. Bagaimana tidak? Kami menyentuh nirwana dengan pelangi malam ini.
Ini yang dinamakan bulan madu.

(Bahasa puitis mode: off)

Continue Reading

You'll Also Like

157K 11.3K 45
[LOVE or LUST: Season 2] - [COMPLETED] _____________ ✔ FOLLOW terlebih dahulu sebelum membaca karena akan ada beberapa chapter yang di private dan ha...
501K 11.8K 17
Seperti apapun seorang YAOI dia tetaplah manusia !!!
899K 84.2K 52
Ini adalah Kisah dari Kila. Kila Prastika yang ternyata memiliki seorang bapak kos yang kebelet kawin ... "Nikah sama saya, kosmu gratis seumur hidu...
TWENTY FOUR By Abiyasha

General Fiction

92.9K 7.7K 32
Jealousy is dangerous. Kehidupan Satya dan Lukas dibelokkan oleh sebuah kecemburuan, hingga membuat mereka harus berjalan di setapak yang berlawanan...