Unexpected (Completed)

By lucifford

50.1K 2.4K 165

Sekelompok gadis remaja "anti-popular" yang bersahabat, Autumn Styles, Demi Lovato, Miley Cyrus, Selena Gomez... More

Part 1 : Terrible Morning
Part 2 : Bad Luck Day
Part 3 : Bad Luck Day 2
Part 4 : What's Wrong With Them?!
Part 5 : Hmm, I Think I Like Him/Her
Part 6 : Jason Styles
Part 7 : CRAZY!!!!!!!!!
Part 8 : Broken
Part 10 : Big Trouble
Part 11: Elounor Broken Up
Part 12 : A Secret
Part 13 : You Got My Attention
Part 14 : Home Sweet Home
Part 15 : Special Gift For Christmast
Part 16 : Is This Love?
Part 17 : My Brothers Are In Love
Part 18 : New Year Eve (1)
Part 19 : New Year Eve (2)
Part 20 : Mistakes (1)
Part 21 : Mistakes (2)
Part 22 : Messed Everything
Part 23 : Regrets
Part 24 : Fixed
Part 25 : Love Day
Part 26 : I'm So Sorry
Part 27 : Madness, Jealousy
Part 28 : Everything Has Spoken+Epilog (Ending)
ร—ร—NOT AN EXTRA PARTร—ร—

Part 9 : Did I Care?

1.5K 72 5
By lucifford

Bagaimana pula aku menaruh buku ini ke tempatnya semula lagi? Tempatnya kan tinggi sekali. Waktu itu ada Cody yang membantuku mengambilnya, sekarang tidak ada siapa-siapa kecuali seorang pustakawan yang sedang mengantuk itu. Ya, aku sedang berada di perpustakaan yang lagi-lagi ini perintah Mr.Groof. Ia menyuruhku mengembalikan buku Sejarah ini ke perpustakaan. Lelaki tua itu selalu saja merepotkan aku. Mengapa tidak mengembalikannya sediri saja, sih? Tadi memang kelihatannya dia sedang terburu-buru, tapi tetap saja aku merasa direpotkan. Namun sifatku yang susah menolak permintaan tolong ini malah membuatku kesusahan sendiri. Sekarang sudah jam setengah 10 malam. Setengah jam lagi perpustakaan ini akan dikunci. Aku belum sempat bilang pada penjaga perpustakaan ini karena tadi kulihat dia sedang mengantuk berat. Dan karena kupikir aku takkan lama di sini, jadi aku tidak khawatir akan terkunci di sini. Maka dari itu aku harus cepat-cepat mencari akal untuk manuruh buku ini ke tempatnya semula sebelum jam 10 tepat.

Jika masih ada sela-sela kosong di barisan rak buku yang lumayan rendah, aku bisa meletakkannya di sana. Tapi ini penuh semua, sela yang kosong memang hanya di tempat awal buku ini aku ambil. Di sini tidak tersedia bangku kecil, yang ada adalah bangku-bangku panjang yang masing-masing bermuatan 10 orang untuk siswa-siswa duduk membaca buku. Tak mungkin kan aku menggeretnya kemari untuk aku naiki? Berat! Sedangkan tangga di simpan di dalam gudang. Malas sekali aku mengambilnya. Akhirnya aku paksakan kakiku untuk menjinjit setinggi mungkin dan tanganku mengulur sepanjang mungkin. Hampir sampai.. hampir sampai.. dan Yeah, sampai! Akhirnya!

BUGH BUGH BUGH!!! “AAAW!!!” What the?! Aduh, sakit! Sial! Aku tertimpa buku-buku yang terjatuh dari rak ini! Bagaimana bisa buku-buku ini sampai berjatuhan? Kepalaku… sakit sekali.

“Autumn?!”

Aku menoleh ke arah suara yang memanggilku. Kulihat samar-samar Justin dan Zayn. Benarkah itu mereka? Pandanganku buyar. Mungkin akibat kepalaku yang seketika menjadi pening seperti ini. Masih dengan memegangi kepalaku, aku melihat kedua orang itu berjalan mendekatiku.

“Kau kenapa, Autumn?”

Ternyata benar mereka. Dan yang barusan bertanya tadi adalah Justin yang kini sedang memegangi lenganku.

“Kau tidak lihat buku-buku ini berjatuhan? Pasti dia tertimpa olehnya, kau ini bagaimana.” sela Zayn. Justin tidak menanggapinya. Mereka membimbingku untuk bersender di dinding dan terduduk di lantai. Mereka ada di sisi kiri dan kananku.

“Masih sakit?” tanya Justin.

“Lumayan.” jawabku seadanya. Zayn dan Justin bangkit berdiri dan merapikan buku-buku yang berjatuhan tadi ke dalam rak. Setelah selesai mereka kembali duduk di sampingku dengan aku diantara mereka. “Kalian mengapa bisa ada di sini?” tanyaku, baru menyadari ternyata masih ada orang lain di perpustakaan ini selain aku dan pustakawan pengantuk itu.

“Aku memang sedang membaca buku di sini sejak makan malam usai.” jawab Justin.

“Aku tadi hanya kebetulan lewat hendak kembali ke Asrama, lalu kemudian aku mendengar suara gaduh dari luar dan kulihat dirimu yang sedang kesakitan.” jelas Zayn.

“Oh.” sahutku.

“Bagaimana kepalamu?”

“Membaik.” jawabku pada Zayn.

“Oh ya, bagaimana kau bisa tertimpa buku-buku itu?” tanya Justin.

“Tidak tahu. Mungkin aku tidak sengaja menyenggolnya ketika sedang berusaha meletakkan buku.” jawabku.

BLAM! Tiba-tiba saja semua lampu mati. Gelap! Gelap gulita! Tidak ada cahaya sama sekali. Ini pasti sudah jam 10 atau lebih. Pasti pustakawan itu yang mematikan lampunya dan pasti dia juga sudah mengunci perpustakaan ini. Bagus. Sudah kepalaku sakit, gelap, terkunci pula. Ditambah bersama kedua pria menyebalkan ini. Sangat bagus.

“Bagaimana ini? Kita pasti sudah terkunci di sini.” ucapku tanpa nada panik sama sekali. Yang ada malah nada emosi. Tidak ada tanggapan dari mereka berdua. “Hey! Bagaimana?” ucapku lagi. Dan mereka kembali bergeming. Tidak bersuara. Ada apa dengan mereka? Tidak dengar atau apa? “Justin? Zayn?” seruku. Mereka tidak menjawab lagi. Di sini sangat gelap, aku tidak bisa melihat sama sekali. Aku coba menyentuh lengan mereka masing-masing menggunakan tangan kiri dan kananku untuk memastikan mereka masih berada di sampingku atau tidak. Dan masih. Tapi.. keringat? Mereka berdua berkeringat dingin? Ada apa dengan mereka?

“Hey kalian kenapa? Bersuaralah aku tidak bisa melihat sama sekali.” ujarku. Kuambil iPhone-ku dan menyalakannya. Cahaya dari layarnya memang tak seberapa, tapi lumayan untuk penerangan. Kusorotkan cahaya itu pada wajah Justin dan Zayn secara bergantian. Ya ampun, mereka gemetar hebat! Peluh mengucur disekujur wajah mereka. “Zayn, Justin?!” Oke, aku mulai panik.

“Achluophobia.” akhirnya Justin mengucap, nada bicaranya parau.

Jadi, dia phobia gelap? Apa Zayn juga?

“Gelap sekali, aku… takut.” Zayn juga akhirnya menggumam.

Astaga! Bagaimana sekarang? Apa yang harus aku lakukan? Satu-satunya cahaya hanya dari iPhone-ku ini saja. Sedangkan mereka berdua ketakutan seperti melihat hantu. Bingung. Bagaimana ini? Bagaimana? Berpikir, Autumn, berpikir! “Ehm-Uhm a-aku akan mencari bantuan, kalian tunggu di sini.” ujarku hendak berdiri. Namun, tanganku di pegang oleh mereka. Bukan, aku dicengkram. Genggaman mereka terlalu kuat, kentara sekali kalau Justin dan Zayn memang benar-benar ketakutan.

“Tetaplah di sini.” ujar Zayn.

“Ya, jangan pergi.” sambung Justin.

Akhirnya kuurungkan niatku, dan kembali duduk. Ya Tuhan, lalu aku harus apa? Aku tidak menyangka jika mereka akan setakut ini. Tunggu, tunggu, mengapa aku jadi peduli dengan mereka? Mereka ini kan menyebalkan. Tapi, aku panik, apakah itu tandanya aku peduli? Jahat memang jika aku tidak menolong mereka. Walau bagaimana pun juga, aku ini bukan orang jahat. Aku harus cepat cepat cari akal agar bisa keluar dari sini sebelum mereka mati ketakutan karena gelap.

Aku terdiam, berpikir keras. Demi dan Perrie! Ya! Mengapa baru terpikirkan? Aku hubungi saja mereka agar bisa membantu kami keluar dari sini. Kumainkan ibu jariku pada layar sentuh iPhone-ku, menghubungi Demi. Nada sambung pertama terdengar, kedua, ketiga.. di angkat.

“Halo, Autumn? Kau di mana? Ini sudah lewat jam sepuluh! Cepat kembali ke kamar atau kau akan mendapat masalah!” belum sempat aku berucap, bahkan bernapas, Demi sudah mengomeliku.

“Tenang dulu, Dem. Aku memang sedang dalam masalah.” sahutku.

“I’ve told ya! Come back here, now!”

“Bisakah kau dengarkan aku dulu? Aku terkunci di dalam perpustakaan dan di sini tidak ada cahaya sama sekali karena semua lampu sudah dipadamkan. Aku bingung harus berbuat apa. Kau harus membantuku. Aku mohon.”

“Apa? Bagaimana bisa?”

“Panjang ceritanya. Intinya aku harus keluar secepatnya dari sini.”

“Autumn, ini sudah lewat jam sepuluh dan kau tahu jika ada siswa yang berkeliaran di atas jam itu maka masalah besar akan menunggu. Untuk amannya, kau berdiam saja di sana sampai esok, aku yakin kau aman di sana.”

“Ya aku tahu, aku tahu. Aku tidak masalah jika harus bermalam di sini, tapi masalahnya…” aku menghentikan ucapanku. Haruskah aku mengatakan aku sedang bersama Zayn dan Justin? Dan mereka berdua sedang sangat ketakutan?

“Masalahnya apa?” tagih Demi.

“Pokoknya aku harus keluar Demi. Aku mohon tolong aku ya?”

“Apa masalahnya sebesar itu?”

“Aku mohon..”

“Oke, kau buatku khawatir sekarang. Baiklah tunggu aku, mungkin agak lama, karena kau tahu kan aku tidak boleh terlihat siapapun?”

Aku mengangguk. “Ya. Tapi usahakan secepat mungkin.”

“Baiklah. Just wait, okay?” sambungan terputus.

Aku menghela napas beratku. Sekarang kepanikanku sedikit berkurang. “Aku sudah menghubungi temanku untuk membantu kita.” ujarku.

“Ehm, Autumn. Kau mengkhawatirkan kami?” ucap Justin.

Aku tergelak. Aku pun tak tahu mengapa aku bisa seperti ini. Ya, mungkin karena jiwa kemanusiaanku masih mengalir kental di dalam darahku.

“Jangan besar kepala. Aku berbuat seperti ini karena aku tidak mau tidur di sini bersama kalian berdua. Berbahaya.” elakku.

Kudengar Justin dan Zayn sedikit terkekeh. Mereka tertawa? Entah mengapa, tapi aku lega mendengarnya. Itu berarti rasa takut mereka sudah berkurang.

“Aku tahu kau tidak sejahat itu.” gumam Zayn.

“Sudah kubilang, jangan besar kepala dulu. Aku tidak bermaksud membantu kalian, aku lebih mementingkan diriku sendiri.” Tetap saja, aku tidak mau membuat mereka besar kepala.

“Sial, aku sangat benci kegelapan.” ujar Justin.

“Ya, rasanya seperti tidak dapat melihat lagi.” sambung Zayn.

“Aku suka kegelapan. Tenang, sunyi, dan damai. Terasa tidak ada beban.” sahutku.

“Apa kau bersungguh-sungguh mengatakan itu? Bagaimana kalau kau buta?” tukas Zayn.

“Tidak seperti itu juga! Tak tahu kenapa tapi aku sama sekali tidak masalah ada di dalam kegelapan seperti ini.” tuturku. “Ya, untung saja kalian takut gelap.”

“Kenapa memang?” tanya Justin.

“Siapa tahu saja kalian berniat macam-macam denganku. Ya, kan? Di sini gelap, tak ada yang melihat. Tapi aku tidak khawatir karena tubuh kalian saja gemetar seperti berada di dalam balok es besar seperti itu. Berkutik pun tidak bisa.” ujarku sedikit menertawakan mereka.

“Ehm, kau tau Zayn? Sebenarnya aku sudah tidak terlalu takut lagi. Mungkin kita bisa sedikit bersenang-senang dengan gadis pemarah ini.” ucap Justin. Apa-apaan ucapannya itu? Menggelikan.

“Yea, aku juga sudah tidak takut.” sahut Zayn.

Apa maksud perkataan mereka itu? Awas saja kalau mereka berpikiran macam-macam! Tak segan akan kurobohkan rak-rak ini sampai menimpa tubuh mereka. “Apa maksudnya itu?” selaku.

“Kenapa, Autumn? Jangan-jangan kau sendiri yang berpikiran macam-macam terhadap kami. Di sini kan kau sendiri yang tidak takut gelap.” tutur Zayn. Nada bicaranya sangat memuakkan.

“Ha-ha. Lucu sekali Malik!” ledekku. “Sudahlah diam saja kalian. Dan bersabarlah menunggu temanku datang.” Mereka berdua kembali tertawa.

******

Demi memasukkan iPhone miliknya ke dalam saku celana. Ia baru saja bercakap dengan Autumn di telepon dan sekarang dia kebingungan.

“Autumn ada-ada saja. Sekarang bagaimana cara aku menolongnya? Perrie juga sudah tidur. Terpaksa lah aku sendiri saja.” ucap Demi pada diri sendiri. Lebih tepatnya menggerutu. Ia bangkit dari tempat tidurnya dan meraih lampu senter di dalam laci meja. Demi membuka pintu kamar secara perlahan dan memunculkan kepalanya ke luar pintu, melihat keadaan di luar kamar. Tidak ada siapa-siapa. Lorong Asrama ini juga sudah gelap. Dengan langkah hati-hati, Demi keluar kamar lalu menutup pintunya kembali.

Lampu senternya belum ia nyalakan, waspada supaya tidak ada yang melihat. Siapa tahu masih ada penjaga Asrama yang hilir-mudik di lorong ini. Kepalanya tak berhenti mengawasi sekitar. Sebelumnya, belum pernah Demi melanggar peraturan seperti ini. Jadi terang saja saat ini rasanya menegangkan, layaknya seorang pencuri yang sedang mengincar sesuatu untuk dicuri. Dengan langkah kaki yang hampir tidak bersuara, Demi menuruni satu per satu anak tangga. Perpustakaan terletak di lantai dasar. Jika sudah turun dari tangga ini, itu berarti dia sudah tidak berada di area Asrama Putri. Dan akhirnya dia sampai di bawah. Ia berbelok ke kanan hendak melewati koridor utama, lalu..

“AAA--“

“Ssssssssttttt!”

Tiba-tiba Niall muncul di sana dan langsung membungkam mulut Demi karena sontak tadi Demi berteriak terkejut. Niall mendorong tubuh Demi hingga punggungnya menyentuh tembok, bersembunyi tepat di bawah tangga. “Jangan berisik nanti ada yang melihat!” ucap Niall berbisik, masih membungkam mulut Demi dari depan.

“Mmmpphhh..” Demi mengerang. Niall melepaskan telapak tangannya. “What the f*ck are you doin’ in here?” ujarnya berbisik namun ada penekanan di setiap katanya.

“Kau sendiri sedang apa keluar Asrama saat jam terlarang seperti ini?” tanya Niall tanpa menjawab pertanyaan Demi.

“Bukan urusanmu.” ketus Demi. “Menyingkir dari hadapanku!” Demi mendorong tubuh Niall menjauhi tubuhnya. Karena tadi jarak tubuh mereka amat sangat dekat. Demi melangkah melanjutkan misinya.

“Kau mau kemana?” Niall meraih tangan kiri Demi.

“Perpustakaan.” Demi menjawab lalu melepaskan pergelangan tangannya dengan kasar.

“Untuk?” Niall kembali menggenggam tangan Demi.

“Menyelamatkan seseorang.”

“Siapa?”

“Aku bilang bukan urusanmu! Kau ini hanya menghambatku saja.” Demi melangkah meninggalkan Niall. Kesal sekali dia padanya.

“Aku temani.” Niall mengiringi langkah Demi.

Demi berhenti. “Tidak perlu! Sudahlah pergi sana! Kau hanya akan merepotkanku.”

“Justru aku akan melindungimu. Tidak baik wanita berjalan sendirian di tengah kegelapan.” ujar Niall.

Apa dia bilang? Sungguh, berlebihan sekali orang ini! Dia pikir ini adalah daerah antah-berantah yang aku tidak tahu sama sekali arah kembali menuju Asrama? Bahkan ini masih di dalam Asrama! Eerrrgggh! Demi mendumal dalam hati. Demi kembali melanjutkan perjalanannya, masa bodo dengan kelakuan Niall. Jika ia ingin ikut, ya sudah. Resiko tanggung sendiri. Demi mulai menyalakan lampu senternya karena di koridor ini mulai sangat gelap. Perpustakaan sudah terlihat di depan mata. Ia terus berjalan hingga akhirnya sampai di depan pintu masuk perpustakaan.

Demi mengintip lewat jendela. Benar-benar sangat gelap di dalam sana. Pantas saja Autumn memintaku cepat menolongnya, mungkin ia sebenarnya ketakutan. Batin Demi.

“Hey, sebenarnya kau ke sini untuk apa?” tanya Niall yang sedari tadi rasa ingin tahunya belum terjawabkan.

Rahang Demi mengeras. Banyak tanya sekali si pirang ini! “Autumn terkunci di dalam.” jawabnya, sembari mencoba memutar gagang pintu perpustakaan itu. Dan… terbuka?!

“Katamu tadi dia terkunci?” tanya Niall lagi.

Demi juga tidak habis pikir. Autumn bilang ia terkunci di dalam, tapi pintu perpustakaan ini tidak terkunci sama sekali?! Kenapa Autumn berbohong padanya?

“Dia bilang padaku kalau dia terkunci di dalam. Ya sudah, ayo masuk!” Sambil melangkah masuk, Demi menyoroti lampu senternya mengitari ruang perpustakaan itu. Benar-benar sangat gelap dan menyeramkan.

“Autumn..” seru Demi sedikit mengeraskan suaranya. Tidak ada yang menyahuti. Ia kembali berjalan lebih ke dalam.

“Autumn..” serunya lagi lebih kencang dari yang sebelumnya.

________

-Bersambung-

Continue Reading

You'll Also Like

1.1M 40.6K 93
๐—Ÿ๐—ผ๐˜ƒ๐—ถ๐—ป๐—ด ๐—ต๐—ฒ๐—ฟ ๐˜„๐—ฎ๐˜€ ๐—น๐—ถ๐—ธ๐—ฒ ๐—ฝ๐—น๐—ฎ๐˜†๐—ถ๐—ป๐—ด ๐˜„๐—ถ๐˜๐—ต ๐—ณ๐—ถ๐—ฟ๐—ฒ, ๐—น๐˜‚๐—ฐ๐—ธ๐—ถ๐—น๐˜† ๐—ณ๐—ผ๐—ฟ ๐—ต๐—ฒ๐—ฟ, ๐—”๐—ป๐˜๐—ฎ๐—ฟ๐—ฒ๐˜€ ๐—น๐—ผ๐˜ƒ๐—ฒ ๐—ฝ๐—น๐—ฎ๐˜†๐—ถ๐—ป๐—ด ๐˜„๐—ถ๐˜๐—ต ๏ฟฝ...
11.5M 298K 23
Alexander Vintalli is one of the most ruthless mafias of America. His name is feared all over America. The way people fear him and the way he has his...
756K 28K 103
The story is about the little girl who has 7 older brothers, honestly, 7 overprotective brothers!! It's a series by the way!!! ๐Ÿ˜‚๐Ÿ’œ my first fanfic...
90.5M 2.9M 134
He was so close, his breath hit my lips. His eyes darted from my eyes to my lips. I stared intently, awaiting his next move. His lips fell near my ea...