My Apple

By mounalizza

337K 27.7K 1.6K

"Apel itu identik dengan warna merah. Nggak ada ceritanya warna hijau." "Tapi kenyataannya ada apel be... More

Perpisahan dan Pertemuan.
Aku dan Apel Hijau.
Aku dan Apel Merah.
Ambisi dan Khayalan
Kecewa dan Pelampiasan
Sedih dan Pasrah
Malu dan Resah
Panik dan Terlena
Ragu dan Takut
Lemah dan Kuat
Berani dan Nekat
Berdebar dan Bergetar
Bahagia dan Derita
Pulang dan Pergi
Sendiri dan Sepi

Liburan dan Kesialan

15.2K 1.7K 74
By mounalizza

"Bisa jauhkan lengan anda?! Saya risih kalau terus menempel seperti ini?" Alvina mendengus jengkel mendengar teguran tak sopan yang diutarakan untuknya. Kenapa ia bisa dipertemukan dengan pria seperti ini. Namanya juga orang kelelahan, mana bisa diprediksi kemana tubuh ini mendekat. Andai Alvina sadar ia juga tidak sudi bergelayut di tubuh pria asing.

Alvina memang sedang berada di dalam bus pariwisata. Setelah turun dari pesawat yang membawanya ke negara yang sangat ingin ia kunjungi Selandia Baru. Perjalanan kembali dilanjutkan dengan kendaraan darat bus kecil untuk mereka.

Negara dengan bentangan menakjubkan dengan hasil pertanian yang cukup diakui dunia, terkenal dengan kebun apel menggugah selera dan inilah yang membuat Alvina semangat pergi ke negara ini. Apalagi Selandia Baru termasuk jajaran negara dengan tingkat polusi terendah di dunia. Alvina memang butuh udara bersih, menenangkan pikiran kacaunya. Alvina butuh udara segar guna kelangsungan hidupnya.

Sayang, semenjak di bandara pikirannya kembali dibuat suram. Bayangkan ia berada dalam satu grup wisata dengan pria terkaku yang pernah ia kenal di muka bumi.

Alvina tahu pria itu kalau tidak salah bernama Nizar. Pria yang menegurnya di tempat umum. Alvina masih ingat saat itu ia baru saja dicampakan oleh Dimas, mantan tunangannya dan cibiran drama yang sedang ia perankan tak akan pernah ia lupakan. Pria itu, Nizar menegurnya karena mengganggu laju jalannya.

Dan sekarang seolah kutukan terus mengintai, pria bernama Nizar itu satu tujuan dengannya. Ternyata Nizar juga sedang ikut paket travel ke negeri apel. Sesempit itukah dunia?

"Nona apa anda mendengarkan permintaan saya? Jauhkan tubuh anda dari saya." Lamunan Alvina terganggu dengan suara sinting pria di sebelahnya.

"Saya bukan kasur tempat seenaknya menempelkan tubuh anda yang lelah. Saya juga lelah dan saya harap anda bersabar. Bus yang kita tumpangi sebentar lagi sampai ke hotel. Nanti anda bisa menikmati ranjang itu sendiri dengan aneka gaya." Alvina malas berdebat dengan pria asing nan kaku selangit itu. Ia sendiri merutuki kebodohan tubuhnya yang seenaknya saja menyandarkan tubuhnya di tubuh pria asing.

"Maaf." Alvina kembali duduk tegak dan menatap arah depan dengan kesal. Di antara wisatawan yang ikut rombongan memang hanya Alvina dan Nizar yang datang seorang diri. Enam pasangan lainnya adalah suami istri yang memang sengaja pergi berlibur bersama. Mau tak mau Alvina dan Nizar duduk berdampingan karena memang tak ada tempat lagi.

Menyesal Alvina pergi berlibur sendiri. Tahu seperti ini kenapa ia tidak mengajak saudara-saudaranya.

"Dek lagi jalan-jalan berdua atau honeymoon?" Lama mereka terdiam menunggu bus sampai ke tempat penginapan. Seorang ibu di samping Alvina menyapa.

"Hah?" Alvina sempat menatap wajah datar pria kaku di sampingnya. Pria itu itu memejamkan mata. Entah malas berinteraski atau memang benar-benar tidur.

Semoga ia lama pergi ke alam lainnya! Kalau bisa selamanya. Sedikit tersenyum Alvina berharap.

Alvina lalu menoleh kembali ke arah ibu itu dengan sopan. "Nggak bu aku jalan sendiri. Mau cari suasana baru." jawab Alvina memasang senyuman manis.

"Oh saya kira sedang honeymoon." tatapan mata itu itu mengarah ke wajah Nizar. Alvina tertawa basa-basi. Bulan madu dengan pria aneh di sampingnya? Telan saja ia bersama ikan paus. Oh ralat, telan saja pria di sampingnya bersama ikan paus. Ia mau berlibur.

"Maaf untuk hari ini kita belum bisa pergi ke tempat-tempat yang dituju. Setelah sampai penginapan dan mendapatkan kamar diharap semuanya istirahat. Dan besok pukul tujuh waktu negara setempat berkumpul di lobi. Sarapan pagi di restoran hotel." ucap pemandu wisata sopan. Alvina sendiri hanya mengangguk dan sesekali ia melirik arah pria yang masih betah memejamkan mata di sampingnya.

Semenjak tahu mereka satu tujuan di bandara tadi, Nizar memang terlihat acuh dengan Alvina. Padahal sebelumnya sang keponakan menitipkan pesan untuk menemani Alvina di sini. "Bos titip Mbak Alvina yah! Dia saudara teman-temanku."

Dan sesuai prediksi Alvina, Nizar hanya menganggapnya angin lalu.

"Jangan berharap saya mau menemani wanita drama seperti kamu. Saya ke sini mau menikwatu sendiri. Bukan bertugas menemani wanita patah hati."

Alvina masih ingat suara tanpa malu itu di dalam pesawat. Dan saat itu juga Alvina bersumpah akan jauh-jauh dari Nizar. Namun sayang karena ia berangkat tanpa pasangan membuat situasi tak berpihak. Nomor urut mereka selalu berdampingan.

"Saya kan sudah bilang jangan menempel." Alvina terkejut karena lengannya di senggol kasar Nizar. Rupanya hobi Alvina melamun setelah berdekatan dengan Nizar semakin tak bisa dicegah. Dan gesekan kembali terjadi.

"Biasa aja dong. Namanya juga nggak sengaja. Segitunya amat nggak mau disentuh." Alvina menepuk gemas lengan Nizar. Pria itu sangat kaku memakai jas kerja. Sebenarnya dia mau berlibur atau bekerja sih? Kaku dan tak mengerti fashion sekali.

Nizar mengerutkan keningnya. Menatap berani wajah Alvina yang tanpa malu menatap perawakannya. Nizar melirik keadaan sekitar. Tak lucu jika ia berteriak karena wanita di sampingnya menempelkan tubuhnya seenaknya dengan dirinya.

Nizar mendekatkan mulutnya ke telinga Alvina. Ia berniat berbisik. "Mungkin senggolan tubuh anda pada saya tidak disengaja, tetapi gundukan kenyal milik anda itu mengganggu lengan saya. Tidak hanya mengganggu tapi bisa membangunkan yang lainnya." Sontak Alvina mundur dan menyilangkan buah dadanya. Nizar sendiri kembali memejamkan mata dan sedikit menggeser diri, merapat ke arah kaca jendela. Ia pria normal dan sudah sangat lama tidak berinteraksi dengan lawan jenis. Sekuat tenaga ia harus bisa menahan diri.

"Dasar gila." desis Alvina menahan malu. Ia tidak sengaja dan pria itu sungguh mesum. Pria memang sama saja. Seterusnya ia harus memakai jaket tebal. Kontak fisik dengan Nizar memang harus diminimalisir. Enak saja Nizar mendapat sentuhan gratis aset berharganya. Ah memalukan!

"Mesum." ketus Alvina yang masih bisa didengar Nizar. Pria itu berusaha tak menyahut. Sejujurnya ia sedikit lelah, dan tujuan berliburnya kali ini tak mau terganggu hanya karena wanita patah hati di sampingnya. Menjauhinya adalah opsi terbaik.

"Kenapa sendiri dek? Saya kira itu pacar kamu?" tanya salah satu ibu di depannya. Perjalanan masih belum sampai di tempat penginapan.

"Katanya kamu baru putus yah?" berada dekat dengan para kaum ibu memang tidak jauh-jauh dari bergosip. Dan seolah satu aliran Alvina dengan polosnya bercerita kegagalan cintanya dengan mantan tunangan. Anggap saja ia labil, tetapi ia memang butuh meluapkan segala kegundahan. Semua harus keluar dan dilupakan.

"Sabar yah dek kalau jodoh tidak akan kemana."

"Iya sekarang tenangkan pikiran. Nikmatilah masa ini sebaik-baiknya."

"Dasar pria egois. Kasihan kamu sudah menyiapkan gaun pengantin dan yang lainnya."

"Iya bu aku juga mau menenangkan diri. Mungkin cinta kami cukup sampai di sini. Dia memang pengecut." ucap Alvina lirih. Biar bagaimanapun ia masih berharap Dimas mau mengalah untuk dirinya. Sayang segala sesuatunya tak sesuai harapan.

"Wow-wow enak sekali anda bilang mantan tunangan anda itu pengecut." entah bagaimana ceritanya Nizar sudah duduk tegak ikut bergabung dengan pembicaraan para kaum wanita perihal kandasnya hubungan cintannya dengan mantan tunangannya.

"Apa maksud kamu?" desis Alvina jengkel. Apa maksudnya pria ini? Tiba-tiba menimpali curahan hatinya.

"Mantan tunangan anda itu berprinsip. Jelas dia harus kuat memilih. Seorang pria itu harus kuat tak bisa digoyahkan oleh wanita." balas Nizar yakin. Alvina menatap mata Nizar tanpa takut.

"Berarti dia nggak mau berkorban demi aku dong? Demi cinta?" sembur Alvina kesal. Komunikasi mereka disaksiksa ibu-ibu di sekitar mereka.

"Anda sendiri bagaimana? Menyerah? Cinta itu harus ada yang mengalah. Sebagai seorang wanita harusnya kalianlah yang mengambil itu. Pria sebagai pondasinya. Anda saja yang egois malas berkorban. Ah saya lupa anda senang melakukan drama." ejek Nizar seenaknya. Alvina diam tak berkutik. Ia menyelami mata tajam Nizar.

Benarkah ia terlalu egois? Dan malas bertahan demi cinta?

"Sudahlah kalau jodoh juga tak akan kemana." salah satu ibu menengahi. Tatapan Nizar dan Alvina terputus. Nizar kembali memejamkan mata. Menyesali aksi semburannya yang tak pada tempatnya. Nizar sudah tak tahan mendengar curahan egois Alvina sejak tadi.

Wanita dan kemanjaannya. Ah paket sempurna untuk mempersulit tujuan hidup pria. Dan Alvina salah satu di antara mereka.

"Aku mau liburan senang, kenapa belum apa-apa sudah sial." ucap Alvina sengaja di samping Nizar.

"Jadi wanita itu harus bisa bertahan. Menyerah hanya semakin membuat kalian nyata seperti kaum lemah." ucap Nizar tetap memejamkan mata. Alvina geram dan dengan kesadaran penuh ia menginjak sepatu Nizar.

"Aw.." Nizar mendelik menatap Alvina.

"Aku bukan wanita lemah. Mau bertarung?" tantangan nekat Alvina. Ia duduk tegak tanpa takut ke arah Nizar. Membusungkan dadanya angkuh. Sontak membuat naluri alami Nizar menatap pemandangan dua gundukan berharga Alvina tanpa malu.

"Dasar gila.." Alvina memukul lengan dan mencubit lengan Nizar. Pria gila yang terang-terangan menatap payudara dirinya ini memang harus diberi pelajaran.

"Dasar wanita aneh." Nizar lebih memilih menatap pemandangan jalan yang sudah menggelap.

"Nggak tahu diri." Alvina memunggungi tubuh Nizar. Beruntung pertengkaran mereka tidak terlalu didengar yang lain. Mereka sibuk berceloteh.

"Baik semuanya kita hampir sampai di penginapan. Setelah makan malam bapak dan ibu semuanya bisa istirahat di kamar masing-masing. Besok kita mulai menikmati tempat wisata." suara pemandu membuat hati Alvina lega. Ia bisa semakin berkarat berdekatan dengan pria sinting di sebelahnya.

"Nggak usah gede rasa sama aset anda. Saya tidak tertarik.." Nizar berdiri dan mendahului Alvina untuk keluar dari kendaraan.

"Dasar sinting.." Alvina menghembuskan nafas tenang. Berusaha mengatur emosi agar acara liburannya sesuai rencana. Melupakan kenangan cinta yang kandas. Berharap kesialan cukup sampai di sini.

"Aku butuh apel merah.." ucapnya sambil berdiri menyusul yang lainnya ke luar kendaraan.

***

Tbc.
Rabu, 23-11-16
Mounalizza

Hai.. aku sampai lupa sama lapak ini.. hahahah

Continue Reading

You'll Also Like

275K 17.3K 41
[Repost] Narayana Pratiwi yang mendadak hidupnya seperti di negeri dongeng. Namun, tak selamanya hidup layaknya di dongeng itu indah. Reinan Wiryawa...
287K 16.8K 50
Apa pernah kalian menjadi nomor dua? No, kita tidak membicarakan nomor dua pada lomba lari atau peringkat di kelas. Tetapi nomor dua di hati seseoran...
3.5M 228K 66
"Dia adalah sekretaris Dirjen yang aku kenal saat acara penandatanganan kesepakatan kerjasama antara perusahaanku dengan Kementerian tempatnya bekerj...
Home By nleera

Fanfiction

1.2K 228 10
Di saat dia harus pulang, ternyata 'rumahnya' menghilang dari peta..