Ga Peka Dih ✔

By _pathway

33.8K 1.1K 30

If I got second chance, I just wanna tell. "Aku sayang kamu." Supaya kamu tau kalau sebenarnya kita berada pa... More

REVISI
Permisi!!
(1) Tatapanmu ?
(3) Upacara Bendera
(4) Eh? Mamanya?
(5) Kamu
(6) Galau
(7) Ketemu lagi
(8) Nyaman
(9) Barengan
(10) Peduli
(11) Mantan
(12) Ga Peka Dih [a]
(13) Ga Peka Dih [b]
(14) Rumit
(15) Unexpected
(16) Farewell
(17) Cogan di Kafe
(18) Honesty (a)
(19) Honesty (b)
(20) Gone
Terimakasih
CEK CEK CEK
EIYYY!

(2) Sama dia ?

1.9K 73 3
By _pathway

Rara sudah selesai sarapan kemudian menghampiri bundanya untuk berpamitan seperti kebiasaan setiap harinya. Hari ini jadwal dia nebeng kakaknya karena matic kesayangannya lagi ada di bengkel, beruntungnya hari ini sang kakak ada piket jadi dia bisa berangkat lebih awal.

"Buru elah mas!"

Dan Randy tersedak mendengarnya, apalagi bunda yang hendak bersiap pagi itu ikut menahan tawa.

"Lo panggil gue pake mas, awas lo!" ujar Randy ketus seraya menunjuk wajah Rara jengkel.

Rara memeletkan lidahnya, "Mas Randy lama.." balasnya riang kemudian berlalu pergi diiringi suara salam yang menggema.

Tak butuh waktu panjang, hanya sekali hentakan lelaki itu bangkit dari duduknya kemudian mencium tangan bundanya lalu bergegas pergi. Fyi,Randy itu paling sensi kalo ada yang manggil dia pake 'mas' sebenernya sih ngga salah karena Ayahnya emang asli Jawa. Tapi orang kayak Randy mah tetep aja agak geli gimana gitu dengernya, saudaranya yang ada di luar Jakarta juga kalo ketemu manggilnya 'mas'. Beruntungnya sih jarang ketemu, jadi buat dia aman lah.

Butuh waktu 25 menit untuk sampai di sekolahnya karena jarak rumahnya yang bisa dibilang jauh. Namun, sesampainya di kelas ternyata hanya dia satu - satunya siswi yang sudah sampai. Yang lain mah cowok, ngga heran sih kalo emang cuma beberapa yang baru dateng karena masih jam setengah tujuh lebih lima.

"Ra, tumben pagi gini datengnya." ledek cowok berambut agak klimis sembari melangkah menuju bangkunya. Namanya Bagas Darma Pamungkas, ketua kelas IPA 3.

"Kok situ muji?" jawab Rara sarkas.

"Palingan bareng kakaknya gegara piket," sahut cowok yang sedang sibuk menyalin bukunya di bangku belakang. Aldo, namanya.

"Kok situ tau?" balasnya cepat. "Situ naksir saya ya? Maaf ya, ngga peka." lanjutnya yang berhasil mendapat timpukan tipe-x dari Aldo.

"Hafal kali tabiat lo, kakak gue juga piket hari ini." sahut Nando santai. Rara mengerutkan dahi mendengarnya, "Siapa?" tanyanya polos.

"Bang Dimas."

"Yang ngomong sama situ?" ujarnya kemudian.

Nando menghampiri Rara dengan wajah jengkelnya kemudian mengacak rambut gadis itu dengan gemas.

***

"Sekarang, kita bagi kelompok. Ibu yang akan bagi." kata bu Via tegas.

Sontak semuanya bersorak 'hu' pertanda tidak setuju. Bahasa itu materi yang hampir tiap hari presentasi, tiap mau ngerjain tugas kelompok—eh kelompoknya ganti, terus anggotanya dipilihin lagi. Pernah satu kali Aldo nanya, "Bu, kenapa ngga milih sendiri - sendiri sih."

Terus jawaban bu Via mengecewakan, "Nanti kalau kalian milih sendiri - sendiri. Pasti ada yang ngga kebagian kelompok, ini juga demi kalian. Supaya bisa bersosialisasi dengan baik."

Ada benernya juga sih tapi jawabnya itu lho, nge-gas. Dikata lagi di sirkuit apa.

Dan setelah pembagian kelompok dengan amat sangat adil sekali itu, mereka bergabung ke kelompoknya. And guess what? Ada delapan anggota kelompok Rara yang lima-limanya itu cowok semua?

'Are you kidding me? Bu, hempasin saya aja lah kalo gitu.' Ingin rasanya gadis itu berteriak seperti itu.

***

"Hai Ra," sapa kelimanya riang.

Bel pulang baru saja berbunyi tapi kelima cowok ditambah tiga cewek itu belum beranjak dari kelas karena hendak membicarakan tugasnya.

"Cantik deh," lanjut Aldo genit.

Senyum tak ikhlas pun dia berikan sebagai balasan.

Gadis itu memandang satu persatu wajah anggotanya, ada; Bagas, Aldo, Firzi, Rama dan... Nando. Again?

"Ra, bagi materi aja deh ya?" tanya Kia, anggota ceweknya.

"Kenapa ngga barengan aja, besok atau nanti gitu?" sahut Vani memberi usul. Rara hanya mengangguk-anggukkan kepalanya menatap Kia seolah mengatakan 'Setuju?' yang dengan santainya dibalas dengan isyarat 'Ok' dari jari tangannya.

Dan sahutan ricuh terdengar setelah Kia menyetujui.

"Lusa!"

"Jangan besok!"

"Hari Kamis."

"Hari sebelumnya Jum'at."

Sahutan Bagas, Rama, Nando dan Firzi berucap bersamaan. Kia dan Vani memutar bola matanya malas, sementara Rara menatap anggota cowoknya dengan jengah.

"Kenapa ngga besok?" tanya Kia heran.

"Gue, ada latihan futsal sama Rama, Aldo." jawab Bagas.

"Gue juga ekskul." kata Nando menimpali.

"Aing bimbel." ujar Firzi.

Rara berdehem malas, "Intinya hari Kamis semua kan?"

"Yash.. sayangku.." sorak Rama bergembira.

Rara menatap Kia dan Vani, keduanya mengangguk. Kemudian beralih ke aarah kelima anak buah cowoknya lalu berhenti di depan Nando. Ralat, tembus ke belakang Nando.

Pletak..

"Aw.. Sakit ih." ringisnya kesal. Tangannya mengusap-usap kepalanya. "Kenapa ih, jahat banget lo." gerutunya menatap Rama jengkel.

"Makanya, jangan ngelamun mulu. Disini itu...." Aldo menggantungkan kalimatnya kemudian mengisyaratkan agar mereka bergerombol mendekat, "angker." lanjutnya kemudian.

"Ya, makanya itu tadi gue ngeliat belakang lo." balasnya menunjuk Nando.

Kia dan Vani ngeri sendiri.

"Udah sore, ngga usah aneh-aneh." tukas Bagas tiba-tiba. Bener sih udah sore karena pulang sekolah jam tiga.

"Balik yuk!" ajak Vani sambil menarik Kia dan Rara.

Rara menggendong ranselnya, "Yuk!" balasnya. "Dah, cowok-cowok" lanjutnya enteng.

###

"Tuh kan.. Cuma kagum sesaat!" serunya girang.

Saat ini Rara membaringkan tubuhnya menatap langit-langit kamarnya yang berwarna biru gelap. Walaupun ngga ngapa-ngapain, cuma nyantai sambil tiduran itu rasanya... gimana gitu. Iya ngga sih?

Ngga diganggu tugas, chat dari grup, bahkan notification sosmed-sosmed. Tenang gitu, refreshing dikit bisa lah ya.

"Kak, ada Mia nih!" Bundanya dengan santainya melenggang masuk ke kamarnya yang tak dikunci. "Ngapain kamu?" tanyanya ketika mendapati putrinya berbaring di atas kasur dengan santainya.

"Nyantai bun, istirahatin badan."

"Ngga hape-an kan?" tanyanya penuh selidik.

"Sok, silakan ibu ndoro ayu. Monggo di cek hape-nya" balasnya seraya menunjuk ponselnya yang terletak di nakas.

Shinta mengangguk mengerti, "Udah gih, temenin adeknya. Turun gih!" titahnya.

"Suruh naik aja lah, males jalan bun."

***

Mia menyandarkan punggungnya pada bean bag Rara yang berada di pojok kamarnya, katanya nyaman gitu. Bentuknya sih biasa tapi katanya nyaman.

"Dek, kelas berapa sekarang?"

Mia tersenyum kikuk, "Tiga kak."

Rara membelalakkan mata tak percaya, "Cepet banget, terus mau lanjutin kemana nanti?"

"Ngga tau, kata mama sih nanti satu sekolah sama kak Rama. Soalnya aku bakalan dititipin di rumah tante Audia." jawabnya malu-malu. Rara tersenyum geli melihatnya.

"Kenapa ngga di sini aja biar kakak ada temennya," ujar Rara geli. "Tadi kesini cuma main gitu?" tanyanya.

"Ya sekalian silaturahmi," jawabnya pelan. "Kak Shasa ngga ada di sini ya?"

"Di rumah nenek," jawabnya sedih. "Kangen ya?"

Mila mengangguk antusias, "Banget. Em--"

Brak..

Pintu kamar bercat putih dengan stiker Avangers di depannya dibuka dengan kasar oleh Rama. Sepupunya, orang yang satu kelompok dengannnya. Parah..

"Kak Rama ngga sopan ih," tukas Mia kesal. Rara hanya melirik sinis.

Yang diketusin malah ngga ngerasa, dia berpindah duduk, nyempil di kasur Rara. "Ciwi-ciwi ngomongin apa nih?" tanyanya agak tertarik.

Rara melempar wajah cowok itu dengan bantal, "Ngomongin lo yang lagi lahiran!" ujarnya kesal.

Sementara Mia tertawa geli dengan tingkah sepupunya.

***

"Ra, ayam sama telor duluan mana?" Suara Rama membuat acara makan enak gadis itu terganggu. Sementara para orangtua tertawa geli, hari ini keluarga Rama dan Mia sedang mampir di rumahnya untuk urusan tertentu sekalian ngumpul karena jarang bertemu. Kebetulan juga tadi siang, Ayahnya Rara baru pulang dari dinasnya jadilengkap deh. 

"Ra.. jawab dong, cantik." Cowok itu menarik-narik lengan pendek yang dikenakan sepupu perempuannya itu, persis dengan seorang anak yang meminta es krim pada ibunya.

"Apa sih!" balas Rara jengah. Iyalah, males. Mau curhat-curhatan sama Mia kan keganggu gara-gara upil satu itu.

"Ayam sama telor duluan mana coba?" tanyanya keukeuh.

Rara melirik sinis kemudian berujar dengan santainya, "Tanya bapak lo sana!" jawabnya kelewat jengah.

Dan setelah itu suara batuk seorang pria paruh baya membuatnya menoleh. Ternyata, Om Aditya—bapaknya Rama—tersedak air putih mendengar ucapannya.

"Aduh om, maaf om. Abis anaknya tuh kayak sapi gila—eh astagfirullah." Gadis itu memukul mulutnya menyadari kesalahan ucapannya.

"Pa.. masa aku dikata-katain, kan sak---"

"Kesel sih om, masa tiba-tiba masuk kamar aku. Padahal kan mau cerita-cerita sama Mia, jengkel tau!" sungutnya sembari menunjuk Rama.

Bukannya menanggapi atau memberi saran para emak bapak malah ketawa.

Rara cemberut, Ferio—kakak Mia mencolek dagu gadis itu gemas seraya mengedipkan mata genit.

"Kok genit?!" serunya geli.

Ferio dan Randy saling bertos kemudian tertawa bersama.

---------------------------

a.n:

makasih sudah mau membaca.

komentarnya ditunggu ya? 

[rev;20/02/17] 

Thx

Continue Reading

You'll Also Like

583K 6.1K 26
Hanya cerita hayalan🙏
23.9K 2.2K 15
High rank #33 (8 Feb 2017) ------- Setiap orang pasti memiliki sebuah kelebihan.Tuhan memberikan kelebihan sebagai hadiah untuk setiap umatnya.Nt...
403K 1.5K 6
banyak adegan aww aww nya lohhhh, YAKINN GAMAU BACAAA #7 NENEN [3 - 1 - 23] #3 BXG [3 - 1 - 23]