Bonus Palsu

By mounalizza

761K 51.9K 5.4K

"Ceria itu datang membawa keramaian dalam hidupku. Sifat positivnya membuat aura kelamku tergantikan dengan s... More

Prolog
Bonus - 1
Bonus - 2
Bonus - 3
Bonus - 4
Bonus - 5
Bonus - 6
Bonus - 7
Bonus - 8
Bonus - 9
Bonus - 10
Bonus - 11
Bonus - 12
Bonus - 13
Bonus - 15
Bonus - 16
Bonus - 17
Bonus - 18
Bonus - 19
Epilog

Bonus - 14

30.7K 2.2K 208
By mounalizza

Rezky ƪ(‾_‾)ʃ

"Rez. Kita menikah saja yuk?"

Suatu kalimat sakti yang baru saja kudengar dari mulut seorang Maimunah.

Apa aku tidak salah dengar?

Muna mengajak aku menikah? Apa dia salah sarapan sebelumnya? Atau telingaku sudah kacau dalam mendeteksi suatu gelombang suara?

Ah Rezky jelas-jelas ini nyata. Lihat saja sekarang wajahnya. Merona bak tomat segar dan jangan lupakan jari tangannya yang saling bertautan. Muna sepertinya gugup. Hal wajar yang akan terjadi pada setiap wanita.

Tapi tunggu, kenapa tugas ini jadi berbalik Muna yang mengatakannya? Dan kenapa juga kau diam Rezky? Mirip perawan gugup saja kau. Ini tugasmu sebenarnya. Ayo Rez say something!

Haduh bibirku kelu, takutnya tadi aku salah mendengar. Munapun sekarang diam saja, bahkan menunduk.

"Mun..." panggilan apa itu Rezky. Ente bahlul.

Tuk tuk...

Mulutku langsung tertutup kembali karena suara ketukan kaca di jendela mobilku. Mengagetkan dan mengganggu saja.

"Kakak ipar mamen..." cengiran super menyebalkan menyambut di samping kaca mobil di posisiku. Nizar membungkuk di sana menyambut. Bodohnya tanganku melambai.

"Aku keluar Rez." kata Muna gugup dan langsung membuka pintu mobil.

Lalu acara ajakan kawinnya kandas begitu aja? Eits nikahnya. Yah gimana ini?

"Kakak ipar..." Nizar memelukku saat aku keluar dari mobil. Aku hanya diam tidak menolak. Masih gemetaran bro. Dilamar perempuan. Ini lebih menyakitkan daripada dikasih konflik mules-mules. Wibawa mau ditaro di mana ini. Ah Munaaa... Author mohon dirubah adegannya...!

"Kamu ko nggak sekolah Zar?" Muna sudah berada di antara kami.

"Guru memaksa aku memangkas rambut tapi pentasnya nanti malam. Tanggung sister." sitengil tetap aja tengil.

"Pentas apa sih? Apa perlu berdandan ala burung Cendrawasih?" sindirku.

"Temanya sih jiwa muda kreatif di tengah manusia renta."

Tema macam apa itu? Terus kreatif gitu dandan ala Cendrawasih? Sinisku dalam hati. Rezky fokus sama Muna tersayang di sebelahmu! Acara balas dendam nanti saja. Lagipula kau memang tidak terlalu marah dengan Nizar bukan? Kau cuma empet dan eneg dibuatnya.

"Mama mana Zar?"

"Udah berangkat kerja."

"Kakak ipar katanya mau bantu aku reparasi fashion!" aku melirik Nizar. Tak bisakah dia diam sebentar!

"Nanti yah. Munaa kita perlu bicara lagi perihal.."

"Tapi ini genting aku takut nanti malam salah kostum." ucap
Nizar memotong pembicaraanku.

"Nanti aja Zar. Kak Rezky mungkin masih sakit. Udah ayo kita masuk, enak aja kamu bolos sekolah tapi tetep keluyuran." Muna menarik tangan Nizar sepihak. Muna aku gimana ini?

Muna berhenti lalu menoleh ke arah aku. "Mau mampir Rez?" bodohnya aku menggeleng.

"Nanti jam makan siang aku jemput lagi yah." Muna mengangguk tersenyum malu menatapku. Cubiit dong! Gemes.

"Nanti siang kamu aku jemput yah!" jelasku sekali lagi.

"Siaran ulang niyeeee.." aku melupakan Nizar yang sedang terkikik geli menatap aku dan Muna yang berlagak malu-malu kucing.

"Kucing aja kalo malu kagak gini-gini amat. Pandang-pandangan ampe kaya lagi meneliti komedo." Nizar bicara apa sih?

Baiklah moment yang tadi gagal karena kebodohanku dan minimnya waktu. Andai tadi aku tidak bereaksi diam pasti status hubungan kami sudah berubah. Sabar Rez masih ada waktu. Nanti siang harus diperjelas.

"Kakak ipar sampai jumpa dilain kesempatan. Percepatlah waktu agar kakak bisa membantuku. Genting ini demi image yang menyandang diriku." suara Nizar hilang bersama bayangan tubuh gadis manisku. Muna baru saja melamarku!

Aku masuk ke mobil dengan badan lemas. Merutuki kebodohanku. Kenapa aku diam bak sapi ompong tadi?

Drt.. Getaran ponselku membuyarkan lamunan. Untung dari sahabatku tersayang. Akhir-akhir ini aku memang melupakan dirinya.

"Hallo cantik maaf aku jarang menjenguk masa pengasingan dirimu.  Apa kamu baik-baik saja? Selamat dengan keluarga baru yang kamu dapatkan cantik. Aku sedang di Surabaya nanti secepatnya ku kabari kalau sudah pulang ke Jakarta. I miss you Kim.."

Sahabatku menanyakan kabarku yang menghilang dari pandangannya. Aku sadar semenjak ada Muna dunia seolah sempit berkutat dengan dirinya. Ini memang tidak bisa dibiarkan karena pengendalian diri harus bisa aku kuasai. Jangan seperti tadi! Ah mengingatnya saja aku jadi muak sendiri.

Kenapa aku diam?

Baiklah sekarang pulang dan bertanya dengan kedua kakakku perihal kesiapan mereka menyambut Muna nanti di rumah. Haruskah aku jujur tentang ajakan menikah Muna? Tapi nanti aku ditertawakan lagi sama kakak mendengar reaksi sapi ompongku. Memalukan.

Dan benar saja.. Saat ini kedua kakakku plus papaku sedang mentertawakanku. Kalian kaget bukan? Papaku ada di Surabaya? Sudah kubilang walaupun kami berjauhan tetapi mereka tetap sayang dengan diriku. Papa memang sudah curiga karena perubahan anak lakinya ini. Semakin curiga lagi saat semalam Mbak Selina mengabarkan kedatanganku di Surabaya. Berhubung tugas di Jakarta sedang bisa digantikan papa langsung menyusul aku ke Surabaya. Ini seperti acara lamaran saja.

"Kamu tuh Rez, giliran Munanya maju eh malah jadi patung. Malu-maluin papa sebagai dokter internist aja." apa hubungannya?

"Malu-maluin Mbak juga.." mereka bertiga terus saja menggoda aku. Tau begini ngapain jujur sama mereka.

"Udah sana mandi yang rapi. Minum obat penahan gas alami. Nggak lucu pas kamu jemput dia eh malah merebak aroma tak sedap." ledek Mbak Karina. Aku sudah kebal, lebih baik aku bergegas menjemput Muna.

Tunggu aku Muna.

•••

Baiklah atur nafas dan hadapi Muna dengan senyum kepastian. Terima ajakan nikahnya. Aku sudah keluar dari mobil dan hendak masuk ke pintu pagar rumahnya. Sebelumnya aku memang sudah sms sedang diperjalanan menjemput Muna. Aku jujur jika di rumah mbakku ada keluargaku termasuk papa. Muna tidak membalas.

"Kakak ipar mamen.." kenapa ini penampakan harus ada di antara kami? Nizar sudah berdiri rapi di samping Muna. Tunggu, rapi? Jangan-jangan Muna berniat mengajak Nizar? Kenapa tidak sekalian mamanya saja. Biar langsung selesai acara ikat mengikat hubungan kami.

"Ayo kita berangkat." ajak Muna. Dia berjalan lebih dulu meninggalkan aku yang diam dan Nizar yang berjalan di sebelahku. "Ayo Zar." panggilnya hanya kepada si adik tengil. Muna malu mungkin yah sama aku? Bisa juga dia gugup begitu. Makanya jangan sok-sok-an mengambil alih tugas milik kaum adam. Beginikan jadinya. Emansipasi boleh tapi jangan yang ini juga.

"Kak Muna kesambet apa sih kakak ipar? Dari semenjak datang senyam-senyum nggak jelas." benarkah dia tersenyum terus? Apa dia benar-benar mau membuka dirinya untukku? Bahagianya hatiku.

"Yah yang ini juga. Haduh apa virus melebarkan diameter bibir akan mewabah ke diriku? Tunggu besok saja. Hari ini jadwalku padat banyak tua renta yang membutuhkan aku. " Fix gila nih anak. Aku mendorong lengannya. "Udah ayo berangkat."

Semangat Rezky.

Selama diperjalanan Muna hanya diam di sampingku. Dia lebih memilih memainkan kedua tangannya. Menggerakkan jari yang bertautan tanpa tahu kegunanaanya apa. Sementara Nizar, kalian mau tahu dia sedang apa di belakangku? Tepatnya duduk di tengah antara kami.

Nizar melatih ekspresi wajahnya dengan ponsel. Dia tidak bilang itu selfie tapi dia bilang ini olahraga senyum. Sinting.

"Kakak ipar nanti turunkan aku di daerah Kertajaya. Rumah kakak lewat situkan?"

"Iya, loh memangnya kamu nggak ikut kita?"

"Aku hanya menumpang saja karena bisa menghemat biaya. Era Nizar yang rajin menabung sudah terjadi." kenapa kalo Nizar yang berkata lebay aku eneg yah? Muna-ku kenapa diam saja. Aku butuh kelebay-an darinya. Aku butuh pasokan energi. Oke fix Rez kau lebay terlalu.

"Nggak apa-apa kalau kamu mau ikut kita."

"Jangan!" ah akhirnya Muna-ku mengeluarkan suara juga.

"Nggak apa-apa Muna. Keluargaku memang mau kenal dengan keluarga kamu juga."

"Tuh apa aku bilang. Sayangnya kakak tidak mengizinkan. Tapi maaf kakak ipar jam terbangku padat merayap. Atur janji dulu kalo mau ajak aku jalan." pura-pura nggak denger ah.

"Rez.." panggil Muna lembut.

"Iya sayang."

"Uhuy.." Nizar mengganggu.

"Nanti berhenti di toko kue yah. Aku tidak enak kalo tangan kosong begini." wajahnya merona merah.

"Kak biasa aja jangan semriwing kaya dapat hadiah rumah dari sabun cuci. Aku rindu kakakku yang energic." kali ini aku mengangguk dengan Nizar. Aku juga rindu dengan Muna yang apa adanya.

"Berisik ah sikat jeding."

"Nah kan enak didengarnya." ucapku dan Nizar bersamaan. Muna menatap aku dan Nizar bergantian. Aku juga baru sadar ternyata aku dan Nizar satu pemikiran.

"Berhenti di situ Rez! Kamu tunggu di mobil saja aku yang memilih." Muna menahan tanganku saat kami sudah menepikan mobil di sebuah toko kue. Muna juga menahan tanganku lagi saat hendak mengeluarkan dompet.

"Aku mau dari uangku." katanya serius. Aku membalas dengan anggukan. "Tunggu yah."

Baiklah kesempatan ini akan aku gunakan untuk menggali rasa ingin tahuku tentang Muna. Aku duduk menyamping bahkan sedikit membalikkan badan agar posisi kami saling berpandangan.

"Nizar bisa kita menjadi partner?" wajah Nizar seketika bergidik ngeri.

"Kau mau menduakan kakakku?" dramanya terlalu, dengan kesadaran penuh aku menjitak kepalanya. "Sinting."

"Hehehe yah kali gitu jeruk makan jeruk." tidak ada waktu Nizar untuk bercanda.

"Maksud aku kita jadi partner dimana kamu mendukung aku jadi kakak iparmu."

"Wah kalo itu sih tidak perlu diragukan. Aku mendukung hubungan kalian berdua. Aku bahagia diatas penderitaanku yang masih saja jones karena penolakan demi penolakan yang terjadi. Entah perbedaan komitmen atau daya pikir yang membuat teman sekelasku muak sama aku." aku melirik antara iba dan ingin tertawa. Terang saja muak, begini kelakuannya.

"Kamu tuh bukan hanya bikin wanita muak Zar tapi eneg." sekali lagi tanpa ragu aku menjitaknya. Entahlah aku suka interaksi dengan Nizar. Aku merasa punya adik laki-laki yang tidak pernah kudapat.

"Masa pake eneg juga kak?" dan Nizar tidak marah atau tersinggung dengan jitakanku.

"Mau aku ajarkan jadi pria idaman?" aku menaikkan alis. Dia mengangguk. "Mau pastinya. Kata kak Muna kakak ipar mantan playboy yah?"

Muna berkata seperti itu?

"Kapan dia bicaranya?"

"Kemarin malam saat kakak mewarnai rambutku. Dia bilang kakak playboy insap." aku terkikik mendengarnya.

"Jadi kita jadi partner nih? Kakak emang butuh informasi apa?" oke lama-lama Nizar memang bisa diandalkan. Dia cepat tanggap dengan isi hatiku. Dia tidak hanya calon adik iparku tapi bisa jadi adik laki-laki.

"Tapi nih kakak ipar kalau mau jadi partner-ku kakak harus mengikuti prosedur yang ada. Pertama siapkan fotokopi KTP, KK, ijazah SMA yang sudah dilegalisir juga surat keterangan berkelakuan baik dari kepolisian setempat. Kirim ke alamat rumahku dan tunggu kabar selanjutnya. Email balasan akan dikirim berikut nomor rekening." baru juga gue puji ni makhluk, sabar Rezky. Buang jauh-jauh kemuakan dan eneg yang meradang secara tiba-tiba ini.

"Bagaimana kak?" tanyanya serius. Oh God Rezky bisa gila kau lama-lama.

"Janji mau membantu aku demi kelangsungan kebahagian Muna?" rayuku dengan cara masuk ke dunia Nizar.

Gila lama-lama lo Rez! Biarkanlah aku sudah terlanjur menggilai kakak perempuannya.

"Oke siap kakak ipar. Nizar akan menjadi pembela utama demi kebahagiaan yang kakak ipar ciptakan untuk seorang wanita bernama Maimunah dimana tidak lain dan tidak bukan mempunyai hubungan darah denganku. Satu tingkat kebaikan lagi telah dilakukan di era kebangkitan Nizar." Apa kata lo dah.

"Minta no ponsel kamu Zar. Pokoknya setiap perkembangan Muna akan aku pantau selama di sini. Dan aku butuh kamu." aku harus melakukan ini. Ya aku sudah berfikir untuk memberikan Muna waktu berlama-lama di Surabaya. Kemungkinan lusa aku kembali ke Jakarta. Biar bagaimanapun masadepanku untuk Muna bergantung dengan nafkah yang sedang kukumpulkan. Semua harus seimbang.

Setelah bertukar nomor ponsel. "Janji dukung aku Zar!"

"Pastinya kakak ipar mamen. Dari semua mantan Kak Muna yang layak diterima di hati aku hanya kakak seorang. Yang lain kutukupret." aku tak bisa menahan gelak tawa saat Nizar berkata itu. Banggakah aku disandingkan dengan mantan Muna yang lain sesuai penilaian remaja yang kadar tengil-nya sedikit membuatku eneg?

"Muna pasti bahagia bersamaku."

"Harus kakak ipar. Selama ini aku tahu kakak memendam kekesalan dengan semua." ucapan Nizar yang membuatku penasaran. Memendam kekesalan dengan semua?

Ceklek.

"Maaf lama kuenya sempat dipotong dulu." Muna masuk dengan bawaan kotak kue cukup besar. Kotak kue itu di dudukan di pahanya.

"Ada lagi yang mau dibeli?" tanyaku lembut. Muna menggeleng. "Udah semua ko."

"Ayo kakak ipar aku sudah telat. Terlambat akan mengurangi kemajuan sifat baruku."

"Beli apa Muna?"

"Lah itu kan bisa dilihat! Kue kakak ipar." Nizar menjawab.

"Kamu gugup?"

"Udah biasa kakak ipar, doakan dong pentas ini berhasil, tua renta nih." Nizar lagi yang menjawab.

"Kenapa diam saja?" tanyaku memegang tangan Muna.

"Suara harus disimpan kakak ipar. Percuma jika dibuang begitu saja. Terbengkalai tanpa bekas." haruskah aku menyumpal mulut Nizar?

"Aku belum pernah bertemu keluarga pacar." cicit Muna pelan. Ah Muna menjawab juga. Muna bahkan mengeratkan genggaman tangannya. Bisaku tebak dia sangat gugup.

"Kenapa papa kamu datang juga? Ini membuatku takut." tanya Muna pelan. Ah ini bukan dirinya.

"Takut hanya terjadi pada jiwa yang tidak labil." belum ku membuka mulut Nizar sudah mengganggu. Baik aku dan  Muna tidak menghiraukan.

"Kebetulan sekarang papa punya waktu kosong, begitu mendengar aku ke Surabaya dia ingin menyusul."

"Tapi Rez ini menegangkan."

"Yailah kak kalo tegang yah dielus-elus nanti juga lemah sendiri." Nizar berkicau, Muna meremas tanganku tapi masih tetap bertahan dengan kegugupannya.

"Kan ada aku Muna jangan tegang." tenangku padanya.

"Tegang terjadi jika dua aliran ada indikasi untuk menyatu." oke sepertinya ocehan Nizar mulai melantur.

"Aku bawa kue lapis legit."

"Kenapa kagak bawa rujak cingur kak? Khas Surabaya." Muna mulai melepas tanganku dari genggamannya. Ah mengacaukan saja Nizar. Aku melirik wajah Nizar di kaca spion mataku memberikan kode untuk dia diam sejenak, tapi tatapan kodeku dibalas cengiran tengil bahkan dia memamfaatkan berkaca merapikan rambutnya.

"Kakak ipar pentas kali ini adalah titik perjuanganku. Dunia harus tahu kalau aku mampu membuat perubahan. Mudah-mudahan pertunjukanku bisa berguna bagi khalayak ramai. Apalagi aku membantu para lansia untuk tetap semangat. Doakan aku kakak ipar." aku mengangguk. Yah kasihan juga daritadi dia seperti patung yang tidak diperlukan.

"Semangat Zar." senyumku tulus dari kaca spion menatap calon adik ipar. Biar megelin tapi aku mulai menyukainya.

"Emangnya pentas apa sih Zar?" Lama-lama aku penasaran.

"Aku ikut pentas senam lansia sehat bugar. Malam ini aku ingin membuktikan kalau anak muda bisa berkreasi senam ala lansia dan memadu padankan dengan kemajuan zaman. Kalo aku menang gayaku akan dipakai untuk rekaman senam lansia di tahun ini. Makanya semangat aku merubah gaya sebenarnya sebagai bagian dari keseriusan aku agar para lansia nantinya semangat dengan gerakanku."

Oke calon adik iparku ini sepertinya fix sedeng, tengil, banyak gaya dan ada keanehannya. Pentas seni senam lansia?

HARUSKAH AKU BERTERIAK?

Rezky mengangguk saja dan jangan didengarkan. Hari ini fokuslah dengan sang kakak dan ajakan kawinnya. Si tengil beserta kesibukan nggak jelasnya abaikan saja. Membuang waktu, menguras pikiran dan berindikasi membuat gila.

Sekarang saja aku mulai gila. Munapun lebih memilih diam. Muna sayang apa yang terjadi padamu. Setengah hari ini kamu berubah. Apa karena aku tidak menjawab lamaran kamu? Tapi sampai detik ini kita tidak punya waktu melanjutkan.

"Rez apa aku perlu ke salon sebentar?" Muna kembali bertanya pelan kepadaku.

"Alami lebih bagus kak, biar keluarga kakak ipar tahu bopeng-bopeng yang ada pada tubuh kakak. Belum lagi keahlian kakak dalam bercakap dan mengolah kata. Wah jangan dihilangkan itu." aku ingin tertawa mendengar si tengil menyambar pertanyaan untukku tetapi melihat Muna mendengus kesal ku urungkan.

"Rez menepi ke kiri!" perintah Muna sedikit ketus. Aku mengangguk dan mencari tempat parkir. Kami berhenti di depan ruko sepi. "Ada apa Muna?"

"Tempat acara lomba joget nenek-nenek di mana?" ketus Muna menatap Nizar.

"Perlu diperjelas ini untuk lansia semua gender. Dan dikoreksi ini bukan sekedar joget tapi senam kebugaran dimana bermamfaat bagi kesehatan tubuh. Tulang belulang dan daya pikir semakin bertambah."

"Masih jauh nggak?" Muna kembali berbicara singkat.

"Dua lampu merah lagi belok kiri terus lurus belok kanan. Putar di persimpangan dan menatap air mancur lalu kembali balik lurus di mana ada patung kuda kalo mau turun foto sejenak nggak masalah lalu masuk ke boulevard dan ikuti sepanjang jalan kenangan nanti ada lapangan basket untuk perumahan sampai deh."

"Turun." teriak Muna kesal. Aku menahan tangan Muna. "Nggak apa-apa sayang kita antarkan Nizar."

"Iya kakak. Tega nian kau membuang aku di tengah jalan ramai begini."

"Biasanya kamu juga jalan sendiri. Udah cepet sikat jeding turun atau aku bilang sama mama kamu setiap malam tegang di kamar nonton taxi taxi-an!!! Bu Sita bilang yah sama aku." ancam Muna, seketika Nizar menggeleng. Bandel yah Nizar, jadi ingat masa lalu.

"Wah jangan kakak. Itu hanya bentuk penasaran namanya juga jiwa muda yang mudah tersulut. Api berkobar tanpa batas, daripada hidup dengan rasa ingin tahu. Mending makan tempe."

"Udah cepet keluar cari angkot kan ada!!!" ketus Muna. Nizar mengangguk pasrah, aku hendak mengambil dua lembar uang berwarna merah. Kenapa aku jadi kasihan yah? Namanya juga anak muda, Muna ini nggak tahu rasanya jadi remaja laki penasaran dengan hal begituan.

"Jangan Rez." Muna sadar uang itu ingin kuberikan untuk adiknya.

"Nggak baik menghalangi rezeki anak sholeh kak." sindir Nizar yang tangannya sudah menjulur yakin jika uang itu untuknya. "Hati-hati Zar."

"Kakak ipar mamen memang yang terbaik. Jaga kakak tersayangku yah. Buatlah ia tersenyum. Ohiya aku tahu kakak ini sedang demam panggung. Makanya..." Nizar berhenti berbicara karena Muna menatap tajam.

"Oke bye..."

"Ayo jalan." ajak Muna mendesah lega.

"Tunggu sampai Nizar masuk angkutan umum." Muna kembali diam dan menatap tingkah Nizar di depan sana. Raut wajah Nizar sangat santai tanpa beban. Itu ekspresi Muna sehari-hari, tapi tidak dengan Muna sekarang. Apa benar dia demam panggung?

"Rez..." panggilnya pelan. Nizar sudah masuk ke angkutan umum. Oke Rezky jangan buang kesempatan ini. Terjang! Ini efek kehadiran Nizar.

"Kenapa? Mengulang ajakan tadi pagi? Hei kamu mengambil alih tugasku." aku mencubit pipi merahnya.

"Maaf yah." katanya pelan. "Kamu benar mau menikah denganku?" dia mengangguk.

"Tadi pagi bahkan kamu masih bimbang Muna. Apa yang membuat kamu berubah secepat ini?" bodoh kau Rezky kenapa bertanya. Iya aja udah! Mending ajak ke w.o pesan cattering, undangan, pelaminan, baju pengantin dan tak lupa paket honeymoon.

"Karena aku nggak mau kamu sakit lagi seperti semalam. Aku berfikir kalau kamu hidup sendiri siapa yang mengurusi. Aku tinggal sehari aja pola makan kamu berubah. Padahal selama di Jakarta aku selalu rutin mengingatkan kamu. Aku berfikir kalau aku tidak ada nanti kamu sakit."

Semudah itukan alasan Muna? Aku antara ingin tertawa dan bingung. Mungkin Muna mengungkapkan rasa cintanya seperti ini. Hanya saja dia tidak tahu. Pelajari sifat bonus istimewamu Rezky!

"Tapi ini berumah tangga Muna sayang. Aku memang belum punya pengalaman tapi saat ini aku merasa aku sudah siap. Dan kamu pasti tahu bukan rumah tangga itu bisa diwujudkan dari dua orang manusia yang menginginkan komitmen?"

"Mama sempat bilang aku nggak boleh takut sama kehidupan rumah tangga dan aku sadar saat ini kemauan itu ada. Bantu aku Rez. Aku sadar kemarin-kemarin tidak perduli. Tapi tadi pagi setelah kamu berkata apa aku tega membuat kamu bertepuk sebelah tangan? Itu terus terngiang dan aku mau kamu tahu kalau sebenarnya kamu tidak bertepuk sebelah tangan..." aku memotong penjelasan Muna. Aku sadar dia sedang gugup menjelaskan.

"Ssssst.. Udah aku sudah mengerti maksud kamu. Sekarang saatnya bagianku." aku memegang tangannya. Menatap wajahnya yang sudah sangat merah. Ini pertama kali aku melihat wajah Muna sangat tersipu malu.

Now!

"Will you marry me?"

Muna mengangguk dan sebelum kata-kata keluar dari mulutnya aku langsung membungkamnya. Ciuman kebahagiaan tidak ada nafsu di sana. Ini hadiah terindah yang pernah ku dapat. Bonus terindah.

"Thanks dear." Muna hanya mempererat pelukannya. Aroma khas Muna membahana di penciumanku.

"Ayo kita ketemu papa dan kakakku." dia mengangguk dan kami kembali melanjutkan perjalanan. Baik aku dan Muna sama-sama tersenyum.

"Sorry tadi Nizar ganggu banget. Ingin rasanya aku melempar dia ke kandang macan. Eh tapi jangan deh biar ngeselin dan banyak gaya Nizar tetep adikku tersayang. Cuma aku nggak abis pikir aja dari tadi dia ganggu perjalanan. Coba kalo dia nggak ikut mungkin debaran yang dari tadi aku rasa sudah pulih kembali. Benar-benar merusak moment, menyita waktu dan perasaan." Muna-ku sudah kembali pemirsah.

"Rezky dengerin aku nggak?"

"Dengerin sayang." aku mengelus pipi Muna dan dia kembali berkicau perihal Nizar dengan segala kenakalannya. Muna mendapat aduan dari Bu Sita yang berkerja dengan mereka. Anak bandel itu sungguh membuat Muna pusing. Tenang sayang Nizar sekarang adikku juga, aku akan menjaganya.

•••

"Jadi ini pacarnya Rezky?" kami sudah sampai di rumah Mbak Selina. Sekarang sedang duduk menikmati jamuan makan siang. Mbak Selina sengaja meletakkan aneka makanan di taman belakang rumahnya, agar suasana santai terjalin.

"Rezky itu adik kita yang paling nakal." cetus Mbak Selina. Haduh kenapa ganggu sih.

"Selina." tegur papaku yang sedang memangku keponakanku Alia. Papa dari awal terlihat setuju dengan kehadiran Muna.

"Rezky orangnya gimana Muna? Pasti mesum." bisik Mbak Karina. Wajah Muna memerah menahan malu. Sejak kedatangan kita ke rumah kakak, Muna memang terlihat demam panggung. Berkali-kali dia meremas tanganku.

Bip.
MunaLebay : rez aku benar2 demam panggung. Ini lebih tegang drpd ujian nasional atau mendengarkan nyanyian Nizar. Aku takut salah bicara tau sendiri kamu aku nyerepet tanpa henti. Bantu aku yah kalo salah2 bicara. Apalagi aku berhadapan dengan tiga dokter. Salah-salah bicara aku bisa disuntik. Aku menderita kaku mulut tak berkutik. Apa obatnya Rahulku? Oh inikah rasanya bertemu calon mertua dan ipar? Akankah nantinya mereka menyiksa aku? Sejauh ini aku belum disuruh cuci piring. Rez kalo disuruh milih aku cari mukanya bermain dengan keponakan kamu aja. Tapi papa kamu malah mangku dia. Masa aku rebut. Mendadak aku mau menjambak Nizar."

Aku terkikik membaca pesan gugup nan panjang calon istriku. Aku tidak membalas pesannya tapi aku mencolek pinggangnya membuat dia menggelinjang geli. Meja sempat bergoyang karena pergerakan spontan Muna. Aku semakin tertawa karena wajah Muna mengerucut hati-hati menatapku. Dia semakin malu.

"Rezky kamu ini iseng banget ketahuan Muna sedang gugup sama kita." kakak pertamaku Selina menjewer telingaku.

"Muna takut disuntik sama mbak." mulutku semakin iseng menggoda.

"Bohong mba." kilah Muna menahan malu.

"Santai saja nak. Kami senang karena kamu membuat Rezky bahagia." papa berkata lembut menatap Muna.

"Iya om." cicit Muna.

"Kapan kami bisa ke rumah kamu melamar?" tanya Selina. Kakak keduaku ini memang selalu langsung kalau berbicara.

"..." Muna hanya menunduk malu. Cium boleh nggak sekarang?

"Nanti aku tanya dengan mamanya. Jika waktu dekat ini bisa akan aku kabari. Yah kan Mun?" Muna mengangguk.

"Iya.." siang hingga sore kami saling bercengkrama. Muna habis ditanya aneka pertanyaan dari dua kakakku. Beruntung seiring waktu Muna bisa menguasai rasa gugupnya. Papaku hanya tersenyum melihat interaksi aku dan Muna. Aku lihat rasa lega dari papa. Putramu memang sudah berubah.

"Salam sama keluarga Muna. Main kesini yah kalau kesepian." Mbak Selina memeluk Muna.

"Nanti honeymoon nya di Australi saja. Mbak akan pindah ke sana." goda Mbak Selina.

"Papa tunggu kiriman makanan saat di Jakarta dari kamu. Dua putri papa jarang sekali mengirimkan makanan dulu." papa menepuk pundak Muna.

"Iya om..eh pa.." gugup Muna. Sebelumnya papa memang meminta Muna memanggilnya papa. Muna terlihat kelu saat mengucapkan Papa.

"Yah pa kan kita dulu sibuk." kedua kakakku memeluk papa dengan manja. Aku melirik sekilas wajah Muna yang menegang. Ia sempat memalingkan pemandangan itu.

"Aku balik dulu semua." Muna membungkuk.

"Arrrhhh..." teriak Muna pelan di dalam mobil. Ia mengatur nafasnya dan lagi-lagi tingkah Muna menarik tanganku menempel di dadanya.

Ah ini lagi.

"Aku berdebar kencang yah." aku menarik tanganku. Kudekatkan wajahku dan kukecup pipinya. "Itu wajar, kemarin saat aku bertemu dengan mama kamu juga begitu."

"Tapi kamu jahat nggak bantu aku." dia mendorong tubuhku. Aku tertawa. Hari yang menyenangkan.

"Kamu kalo sama Nizar ko bisa langsung akrab yah?" siapa juga bisa langsung akrab sama Nizar bahkan muak sekaligus.

"Kedua kakakku menyukai kamu. Santai saja jangan panik."

"Ini yah rasanya pertama ke rumah calon keluarga baru? Arrhh aku mau menikah." teriaknya sambil mengangkat kedua tangannya. Aku mengemudikan mobil sambil tertawa. Kami benar-benar seperti pasangan baru yang bahagia.

"Masuk dulu mama sudah pulang. Tadi aku susah sms mama kalo kamu melamar aku. Eh aku sih tadi, hihihi kamu jangan bilang-bilang aku malu."

"Iya." kami sudah sampai dan mama Muna menyambut di ruang tamu.

"Mamaaa.." Muna langsung memeluk sang mama dengan erat. Ini kedua kalinya aku melihat adegan indah itu. Mahal dan tidak bisa dibeli oleh siapapun.

"Selamat yah sayang." kecupan lembut dari seorang ibu.

"Buatkan minuman buat pacar kamu. Oups calon suami kamu." goda mama Muna. Aku menunduk merasa tidak enak. Biar bagaimanapun aku harus meresmikan lamaran kepada orangtuanya.

"Maaf tante aku mendahului. Tadi memang aku sudah melamar Muna dan sekarang waktunya aku meminta restu dari tante." saat ini kami hanya berdua.

Drt.. Drt.. Siapa sih ganggu aja. Tak kuhiraukan panggilan ponselku.

"Kenapa tidak diangkat?" tanya Tante Mira. "Nanti saja tante." ini lebih penting.

"Apa tante merestui?" tanyaku hati-hati, dia mengangguk. Lega rasanya. Asyik jadi nikah.

"Tapi.." duh tapi apa nih? Aku benci kata tapi.

Bip.

"Angkat dulu siapa tahu penting."

"Ini hanya pesan tante." aku memegang ponselku. Tante Mira menunggu aku membaca pesan. Baiklah masih ada waktu.

Papa : rez, selina dan karina sudah menjelaskan sedikit kehidupan muna. Sebelum menikah papa mau kamu menyatukan kembali jalinan kasih Muna dan ayahnya. Biar bagaimanapun kamu harus meminta restu dari ayahnya juga.

Aku terdiam membaca isi pesan itu. Kumasukan kembali ponsel itu tanpa niat membalas lalu mataku kembali menatap Tante Mira yang sedari tadi menatap pergerakanku. Bukan waktunya mengurusi hal sensitif itu.

"Tapi apa tante?" sambungku kembali.

Tante Mira duduk dekat di sampingku. Berbicara pelan seolah ini menjadi rahasia kami berdua.

"Restu dari papa Muna juga wajib kalian dapatkan. Bahkan mantan suami tante itu yang harus menikahkan kalian. Ini alamatnya di Jakarta kalo kamu mau bertemu!"

Apa? kenapa ini begitu sulit kusetujui?

"Apa Muna mau? Maaf tante tahu sendirikan trauma anak tante." tanyaku sangat gugup.

"Tante percaya kamu bisa meluluhkan Muna. Menerima lamaran kamu saja dia lakukan. Tante sadar Muna sudah jatuh cinta dengan kamu." aku diam dan mencerna tugas berat ini.

"Kamu pasti bisa." Tante Mira memberikan secarik kertas.

Bisakah? Ini sama saja membuat Muna kembali mundur bahkan kabur meninggalkan aku.

TBC...
Jumat, 05 Februari 2016
-mounalizza-

Continue Reading

You'll Also Like

51.6K 1.9K 37
Elayne, seseorang yang sangat ingin dicari Jihan. Karena Elayne sudah mencuri naskahnya dan menerbitkan naskah itu tanpa minta izin padanya. Jihan be...
2.5K 469 21
[Inspired by the drama: Oh My Venus] "Beyond Boundaries-Melewati Batas" Winna Soraya menjalani hidupnya selama hampir tiga puluh tahun terkungkung d...
769K 105K 67
Ketika kebahagiaan lepas dari genggaman. Kala yang tersisa hanyalah cacian dan cibiran. Saat akhirnya hadir sekelumit harapan. Apakah harus mempermas...
2.4M 248K 31
[Medical Content] Love is not just a word. You will know until you read this story till the end. Kisah ini bermula di Rumah Sakit Fatmawati. Antara d...