"Skypaper"

By pipitsimatupang

219K 5.9K 124

"Aku mencintainya, sejak pertama kali Tuhan mentakdirkannya untuk bertemu denganku. Tapi apa? Aku serasa la... More

1. Aku imelda
2. Jauh sebelum ini
3. Sekali Seumur Hidup
4. In (not) Dream
5. Semburat tanya dalam amarah
6. "mungkin, karena aku mecintainya"
7. Sky
8. Separuh nafasku
9. Kiss???
10. Pilihan
11. Double date
12. Sahabat jadi cinta?
13. Animals
14. Hollyshit !
15. BFF
16. Nervoes
17 my Mom is Crazy
18. Garis bersinggungan
19. 'Pelampiasan?'
20. katakanlah aku egois
22. "...Aku dan amarahku "
23. "...kematian jiwaku"

21. "Aku berhenti--!"

6.9K 259 2
By pipitsimatupang

Aku mematuk diriku di cermin. Rambut yang kugerai, dengan make-up tipis dan lipstik merah menyala di bibirku. Merasa sempurna aku melangkah pasti keluar dari kamarku. Menghela nafas berkali-kali, menyakinkan diriku bahwa dia tidak akan menolakku. Tidak. Akan.

Aku tersenyum optimis meraih gagang pintu, membukanya secara berlahan dan tampaklah siluet tubuh yang tengah duduk bersandar di sisi tempat tidur sedang membaca buku. Aku tertegun.

Mendengar pintu kamarnya di buka, dia mengangkat dagunya berlahan menatapku datar.

Aku menyunggingkan senyuman keraguan di bibirku, kaku. Dia menautkan alisnya.

"He--hey--" kataku ragu mulai menampilkan deretan gigi putihku.

Tadi saja aku sudah sangat merasa percaya diri, tapi kenapa sekarang aku malah merasa kikuk mati gaya gini. Dan ini lagi, hembusan angin kenapa sangat terasa kencang, kakiku sampai gemetar karena rasa kedinginan dengan lingerie tipis sialan ini. Tatapan yang di berikan ya serasa menelanjangiku. Yah, baju ini jelas menampilkan tubuhku seluruhnya.

"Apa yang kau lakukan?" Dia mengeluarkan pertanyaan yang membuat aku spontan menganga."Kau mau berenang, malam-malam gini?"

Aku langsung mengatupkan rahangku menahan segenap emosi yang nyaris meluap dalam diriku, aku mengalihkan mataku sejenak lalu kembali beralih melihatnya "Aku ingin tidur denganmu!"

Mati aku, mulut sialan!

Aku merutuki diriku sendiri, memejamkan mataku dan menghirup udara dengan sesak. Aku sukses menjatuhkan harga diriku untuk pertama kalinya saat ini, didepan suamiku sendiri.

"Keluar!"

Suara dingin dan datar itu membuat mataku terbuka berlahan. Apa yang kudengar barusan? Aku hanya salah dengarkan? Dengan gemetar, aku mencoba memberanikan diriku menatapnya.

Dia melirikku "Apa sekarang kau tuli? Kubilang keluar!"

Aku mengerjabkan mataku "Apa salah aku ingin tidur denganmu?" Ucapku lirih dengan genangan air di pelupuk mataku. Ya Tuhan, kenapa dengan mulutku ini. Kenapa sekarang aku sangat menginginkannya, bahkan tidak memperdulikan harga diriku lagi?

"Kau tidak sadar, kau tampak seperti wanita murahan yang sedang mengemis kehangatan"

"Tapi aku memintanya kepada suamiku sendiri" Rungutku.

Oh-- ini gila. Ada apa denganku?!

"Aku bukan suamimu. Itu tidak akan bisa berubah"

Waktu serasa berhenti. Mata kami saling beradu. Aku sungguh kalah malu sekarang. Kenapa aku tidak memikirkannya? Dari awal aku bukan istrinya, tidak kemarin, sekarang ataupun selamanya. Tidak.

"Keluarlah! Atau aku sendiri yang akan menyeretmu!" Tegasnya.

Namun tidak sedikit pun aku berniat melangkahkan kakiku. Kenapa? Karena sekarang kakiku terasa terpaku di tempatnya dan serasa berat untuk di gerakkan. Bahkan mataku pun tak bisa kukedipkan, dengan nakalnya dia mengeluarkan tetesan air yang membentuk sungai kecil di pipiku. Aku merasa ingin detik ini juga, aku di panggil yang mahakuasa, atau setidaknya aku di kembalikan ke masalalu dan menarik perasaanku yang pernah jatuh cinta pada pria ini.

Sungguh, aku tidak bisa berfikir lagi. Sampai kurasakan sebuah cekalan kuat menggenggam tanganku, menarik paksa aku mengikutinya dan dengan cepat tubuhku terhuyung keluar "Draakk!" Suara dentuman pintu tertutup keras menyadarkanku atas apa yang baru saja terjadi. Dia menyeretku keluar dengan kasar, hingga masih bisa kurasakan perih di lengan kananku.

Aku tersenyum, memeluk tubuhku. Berjalan berlahan ke kamarku. Aku kehilangan akal. Dengan masih memeluk tubuhku, aku terlelap dalam anganku. Aku lelah, aku ingin semua ini sampai di sini. Sudah cukup. Aku berhenti!

####

Aku memantulkan bola basket ke lantai berkali-kali, mataku menyusuri keranjang basket yang menjulang tinggi di atasku. Aku menarik nafas, mengangkat bola keatas kepala--sedikit berjinjit dan--

Mataku melotot. Aku tersentak kaget berbalik ke belakang.

"Apa sekarang kau sudah jadi seorang atlet?"

Aku menatapnya tak percaya. Dia.. aku langsung menghamburkan tubuhku kedalam pelukannya. Aku memeluknya kencang--bahkan sangat kencang. Seakan aku tidak ingin dia pergi, tidak lagi. Aku merindukannya. Sangat.

"Rain, kau mau membunuhku?" Dia sedikit berbatuk-batuk mengatakannya. Aku rasa dia hanya melebih-lebihkan. Aku tidak sekuat itu.

Aku tak perduli. Aku terus memeluknya dan malah semakin kencang, hingga aku tak bisa lagi membendung perasaanku, aku Terisak di pelukannya.

"Rain-- hey, kau kenapa? Kau menangis?" Tanyanya, menghentikan penolakannya yang tadinya berusaha melepaskan pelukanku.

Aku menggeleng dalam pelukannya.

Dia memegang lenganku, menjauhkan tubuhku dari tubuhnya. Aku menundukkan wajahku, berusaha menutupi tangisanku darinya.

"Rain? Katakan--ada apa?" Tanyanya lembut merengkuh wajahku dengan tangannya.

Aku mengangkat wajahku dengan bibir sedikit gemetar dan pandanganku berkabut. Aku menatap matanya "Sky--kau kemana saja? Aku merindukanmu" ucapku lirih dengan satu buliran lolos mengalir.

Dia tersenyum "Bukan itu yang ingin kudengar. Katakan, ada apa? Apa yang membuatmu merindukanku?"

Dengan kesal aku memukul dadanya "Apa maksudku dengan bertanya apa yang membuat aku merindukanmu hah?! Jadi, aku tidak boleh merindukanmu. Kau menghilang begitu saja. Kau mengabari Naomi tapi tidak denganku!"

Dia terkekeh "Jadi kau cemburu?"

"Menurutmu ?!" Aku menghapus air mataku dengan kasar.

"Baiklah--" Dia meraih tanganku dan mengajakku duduk di tengah lapangan basket. Kami sekarang berada di lapangan basket kampusku. Lapangannya tertutup, tampak seperti aula. Entah dari mana dia tau posisiku, mungkin dari Naomi. Aku tadi sempat bertemu dengannya, tapi aku bilang aku sedang tidak ingin masuk kuliah.

"Katakan-- ceritakan semua yang terjadi selama aku tidak bersamamu dan tidak berkomunikasi denganmu" Katanya menggenggam kedua tanganku.

Aku menatapnya jengkel "Jadi kau sengaja melakukannya?"

"Ayolah--aku tidak mau bertengkar denganmu. Sekarang ceritakan apa yang ingin kau ceritakan padaku"

"Notbad! Aku tidak mau, sebelum kau yang menceritakan padaku dahulu. Apa yang membuatmu menghilang bahkan memutuskan komunikasi kita. Kenapa kau berbohong padaku dengan tidak mengatakan bahwa sebenarnya kau itu pergi ke Paris dan bukan ke Bandung. Kenapa kau mengabari Naomi tapi tidak mengabariku. Dan-- kenapa, apa yang membuatmu kembali sekarang?!" Dengan amarah aku menarik tanganku dari genggamannya.

"Okey--okey" Dia mendengus pasrah "aku akui aku salah. Maaf. Itu semua dadakan, diluar rencana. Saat di jalan aku di hubungi untuk melakukan penerbangan ke Paris dan bukan ke Bandung, lebih tepatnya untuk mengatasi sedikit masalah di salah satu cabang di sana. Maaf banget aku tidak mengabarimu, aku hanya tidak bisa fokus jika sudah menyangkut denganmu. Aku tidak bermaksud apa-apa sungguh"

Aku memicingkan mataku menatapnya, melihatnya yang tampak frustasi "menyangkut aku? maksudmu? Oh, Kau sudah muak gitu dengan aku dan segala kerumitan yang mencakup hidupku?"

"Astaga-- Rain. Bukan seperti itu" Dia mendesah meraih tanganku "dengar, jika aku sudah muak, sudah pasti aku tidak akan ada di sini. Aku juga sangat nerindukanmu, sangat. Bahkan sangat mengkhawatirkan mu, ingin tau apa kau sudah membaik? Tapi ada hal yang harus ku selesaikan, aku harus menahan rasa itu agar aku bisa kembali lagi padamu, menemuimu"

Tanpa sadar mataku berkaca-kaca, aku memutar bola mataku.

"Dan, apa yang tengah terjadi?"

Aku menjatuhkan pandanganku padanya "apa?"

"Entahlah, ini perasaanku saja atau memang kau memanggilku sambil menangis? Aku merasakan itu, entahlah-- seperti mimpi"

Aku langsung menghamburkan tubuhku ke pelukannya, membenamkan kepalaku di dadanya dengan tangisku yang pecah.

Dia terdiam. Kami membisu, tak seorangpun dari kami membuka suara. Hanya suara sesenggukanku yang terdengar.

"Aku sudah menjadi istrinya yang sesungguhnya" kataku

Sky mengeryit.

Aku menegakkan tubuhku. Aku menarik nafas dalam "Aku sudah jadi istrinya yang sesungguhnya Sky"

"Memang selama ini kau telah jadi istrinya kan? Sah!"

Aku memutar bola mataku jengah "Aku sudah tidak perawan lagi" kataku cepat sedikit jengah.

Wajahnya datar. Tidak mengeluarkan respon, hanya diam melihatku. Apa segitu sulit buatnya untuk mencerna perkataanku yang kurasa cukup sederhana.

"Sky.." kesalku

"Maksudmu-- kau telah making love ? Ehm--melakukan hubungan suami istri" Tanyanya polos dengan masih wajah bingung dan datarnya.

Oh--Gosh !
Kenapa dia mendadak jadi bodoh seperti ini.

Aku hanya mengangguk

"Kau sudah melakukan 'itu'?" Skak. pertanyaannya sukses membuat wajahku bersemu merah. Aku menunduk..

"Ya--ia dan ia!" Aku memberenggut. "Sialan!" Aku langsung buang muka darinya.

Dan-- sepersekian detik. Tawanya langsung terdengar membahana di aula ini, membuat aku mendesis malu dengan cepat aku mencubit lengannya. pertanda memintanya untuk tutup mulut. Tuhkan bener, Responnya pasti seperti ini. Dia pasti akan menjahili dan menggodaku habis-habisan.

"Jadi-- kau sudah tidak perawan, dan oh astaga! Bagaimana rasanya Mel? Apa seperti yang di katakan orang-orang? Enak gitu? Hahaha" Tawanya semakin keras, dan makin-semakin keras.

Aku semakin mengencangkan cubitanku "Tutup mulutmu Sky. Kau menyebalkan!"

"Aw--!" Dia langsung membekap mulutnya, menarik nafasnya berusaha menetralkan nafasnya dan menahan tawanya. kini hanya terdengar seperti cekikikan.

"Dan aku ingin berpisah"

Cekikannya terhenti seketika.

Aku menunduk. Tak ingin melihat ekspresinya.

Dia merengkuh wajahku. Aku berusaha tidak membalas tatapannya. Sekalipun wajah kami berdekatan, tapi aku berusaha menghindari matanya.

"Ada apa?" Sekarang Sky dewasa kembali lagi. Dia tampak tau makna dari tiga kata yang baru saja ku-utarakan.

Aku menatapnya dengan pandangan yang berembun. Karena dengan cepat kelopak mataku telah di genangi air "Aku rasa bukan hal yang memalukan, walaupun aku sekarang tidak perawan lagikan? Rasanya, wajar saja. Akukan sudah menikah" aku mencoba menyunggingkan senyuman dibibirku. Dan aku tau, ini sia-sia. ini terlihat hambar.

Sky hanya diam menatapku intens. Mencoba menyelamiku melalui mataku. Ini kebiasaan Sky-- dia tidak mau bertanya padaku jika aku sedang sedih ataupun marah. Dia lebih memilih untuk diam, menatapku, memelukku, setia di sisiku, menunggu hingga aku sendiri yang menceritakannya padanya. Pertanda bahwa aku suda merasa baik untuk membaginya.

"Aku tidak akan lupa dengan kata yang terucap di antara kita. Itu bukan hanya perjanjian diantara kita Sky, tapi itu sudah menjadi komitmen dalam hidupku. Aku sudah siap dengan segala kemungkinan, aku hanya akan menikah sekali seumur hidupku. Aku berjanji pada diriku, dan kepada Tuhan, jika nanti aku berpisah dari Arjuna aku tidak akan menikah lagi. Tidak. Akan. Perceraian tidak ada dalam kosa kata di hidupku" Tegasku masih setia beradu pandang dengannya. Namun air mata sialan ini masih setia mengaliri pipiku

Dia membawaku kedalam pelukannya "Pikirkan lagi-- sekali lagi--sekali lagi dan lagi--"

"Cukup Sky-- jangan meminta aku memikirkannya lagi" Aku mencoba melepaskan pelukannya, namun dia semakin mengeratkan pelukannya "Aku lelah Sky setiap memikirkannya, hanya membuatku tambah merasa sakit. Bisakah.. kali ini saja, aku melakukannya tanpa berfikir. Bukankah mencintainya aku juga tak berkompromi dengan fikiranku, kenapa meninggalkannya aku harus berfikir berkali-kali. Sudah cukup. Aku tidak bisa hidup dengan orang yang menganggap aku murahan--sudah cukup Sky. Jangan menyuruhku untuk bertahan pada orang yang tidak pernah menganggapku" Teriakku mengeluarkan isi hatiku.

Dia melepaskan pelukannya. Tangan besarnya merengkuh kembali wajahku, menghapus air mataku yang mengalir dengan ibu jarinya. Kening kami saling bersentuhan, aku bisa merasakannya hembusan nafasnya menerpa wajahku.

Kututup mataku, berusaha menenangkan batinku "Bawa aku pergi Sky" ucapku putus asa.

Namun degan Cepat aku merasakan kehilangan sentuhan Sky, mataku langsung terbelalak saat melihat tubuh Sky sudah tertidur di lantai tepat di bawah Arjuna yang tengah membabi buta memukuli wajah Sky.

Aku langsung berdiri menarik tangan Arjuna.

"Lepaskan!" Teriakku histeris "lepaskan dia brengsek--!!!"

Namun dia mengacuhkanku. Sky tidak bisa membalas, karena posisinya yang tengah terlentang di lantai. Tentu saja, siapapun tidak akan siap menerima serangan yang begitu cepat seperti ini.

"Arjuna lepaskan dia! Lepaskan dia---!!!" Aku makin menangis histeris melihat darah segar mengalir dari sudut bibir Sky, aku langsung memeluk Sky membenamkan wajahnya di dadaku "BERHENTI ATAU AKU SENDIRI YANG AKAN MEMBUNUHMU BRENGSEK!" Kataku dingin dengan tatapan ingin membunuhnya.

Tangannya langsung terhenti di udara.

Dia tertawa, laku menegakkan tubuhnya, merapikan jaket hitam kulitnya.

"Jadi ini yang kau lakukan, mencari kepuasan dengan pria lain!?"

Aku terpaku. Mencoba mencerna perkataan yang baru di ucapkannya.

"Aku tidak masalah jika kau bermesraan dengan pria mana pun, termasuk pria yang kau katakan sahabatmu ini. Tapi bisakah kalian mencari lokasi lain? Kalian lupa ini dimana? Kalian ingin mempermalukanku?"

Aku menyunggingkan senyuman "Itu bukan urusanmu. Kau lupa, jika tak seorang pun di kampus ini yang tahu pernikahan kita selain Naomi dan kekasihnya. Jadi kau tak perlu khawatir. Kau tidak akan menanggung malu atas kelakuanku. Dan kurasa kau tidak perlu menasihatiku. Kau tidak lebih baik dariku!" Balasku. Tentu saja. Dia tidak pantas memberiku nasihat mengingat dia yang pernah berciuman panas di perpustakaan. Hm-- lihatlah, dibagian mana aku yang sama dengannya?! Dia lebih buruk dariku, bahkan jauh.

"Oh, ternyata kau tidak ada bedanya dengan wanita di luar sana. kau berlagak sok polos, ternyata kau sama saja dengan kebanyakan perempuan sialan diluar sana yang haus akan kehangatan dan belaian . Murahan. Bitch!" Ucapnya berlalu pergi .

"Ia-- aku murahan. Aku pelacur, aku haus akan kehangatan. Aku jablay-- dan bodohnya aku, bodohnya aku karena kau orang pertama yang memberikannya padaku. Aku pelacur!!!" Teriakku tak perduli jika nantinya ada yang akan memdengarku.

"Berhenti Mel-- sssstthh" Sky menempelkan telunjuknya di depan bibirku.

Aku menunduk melihatnya wajahnya yang memar dan darah yang mengalir di sudut bibirnya. Aku mengangkat tanganku mengelap darahnya berlahan "Lihatlah-- dia sanggup mengatakan itu padaku, padahal dia tau, dia orang pertama untukku. Dia sanggup menganggap itu bukan berarti apa-apa, hanya aku yang menganggap itu istimewa" dia meringis, aku menghentikan tanganku, menatapnya "jangan meminta aku untuk berfikir lagi. Kalaupun nantinya aku menyesal, itu lebih baik. Dari pada aku harus mati karena rasa sakit yang membunuhku secara berlahan. Aku lelah Sky. Aku mau berhenti"

"Lakukanlah" Dia menyingkirkan anak rambut yang menutupi wajahku "sudah cukup air matamu untuknya" ucapnya menghapus air mataku.

"Wajahmu terluka. pasti sangat sakit" Kataku membantunya untuk duduk.

Dia terkekeh memegang pipinya yang terlihat lebam "Ini tidak berarti apa-apa di bandingkan luka dan rasa sakitmu Mel. Kau bahkan Lebih kuat dariku"

Aku langsung menatapnya kesal sambil menghapus wajahku kasar "Sialan!"

Aku membawa Sky ke klinik kampus, mengompres lukanya dan mengolesi salep.

"Mel"

"Hm?"

Dia kembali diam. Dari tadi itu yang di lakukannya berkali-kali. Menyebalkan.

Sebenarnya aku tahu apa yang dipikirkannya. Dia mengkhawatirkanku "Aku akan pulang ke rumah, nanti aku akan menghubungimu untuk menjemputku. Aku tidak akan bercerai. Itu tidak ada di kamusku dan kau tahu itu. Jika nantinya Arjuna akan menikah dengan Kissanda atau siapapun itu, itu urusannya. Kau tidak perlu mengkhawatirkanku. Cukup selalu ada untukku. Sampai akhirnya kau menemukan wanitamu" kataku tanpa melihatnya, hanya berkonsentrasi mengolesi salep pada wajahnya.

Dia tersenyum "Bagaimana jika wanita itu dirimu?"

Aku menghentikan tanganku "Bagus kalau begitu. Kita akan selalu bersama, kau tidak akan meninggalkanku sambil menunggu Arjuna mati"

Dia terkekeh.

"Jadi aku harus mendoakannya mati agar bisa mendapatkanmu?"

Aku tertawa.

Rasanya mungkin, memang harusnya dia mati. Aku sangat membencinya.

####

Hollaaa--- akhirnya aku bisa update.
Maaf yah kelamaan. Barus bisa kembali nulis karena kesibukan di bulan 12 full. Ada yang nungguin gak sih? Belum basikan ni cerita?

Hehe-- walaupun aku pengangguran tapi aku banyak acara loh istilahnya PENGACARA (pengangguran banyak acara) *Wkwkwk

Oh ia--selamat tahun baru semuanya.
Semoga tahun ini, tahun berkat untuk kita semua *amin

Maafnya kalo ceritanya gaje banget.
Bentar lagi End kok.
Ooppss-- :*

Cipok basah dariku pipit f3 simatupang
Lov u all

Continue Reading

You'll Also Like

6.6M 339K 60
[SEBAGIAN DIPRIVATE, FOLLOW AUTHOR DULU SEBELUM BACA] Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusakny...
431K 25.2K 29
Seperti yang kau bilang sembilan tahun yang lalu. Aku tidak pantas untukmu. Jadi sekarang, menjauhlah dari hidupku. -Elina Desma Gloria- *** "Aku min...
2.1M 10.1K 17
LAPAK DEWASA 21++ JANGAN BACA KALAU MASIH BELUM CUKUP UMUR!! Bagian 21++ Di Karyakarsa beserta gambar giftnya. 🔞🔞 Alden Maheswara. Seorang siswa...
957K 88.7K 52
Ini adalah Kisah dari Kila. Kila Prastika yang ternyata memiliki seorang bapak kos yang kebelet kawin ... "Nikah sama saya, kosmu gratis seumur hidu...