Secret Wife| Ketika Menikah T...

By shtysetyongrm

950K 41.5K 43.4K

Highrank 🥇 #1 Literasi (24 November 2023) #1 Literasi (30 Januari 2024) #3 Artis (31 Januari 2024) #1 Lite... More

|SW 1| Ijab Sah
|SW 2| Surat Perjanjian
|SW 3| Makan Malam Keluarga
|SW 4| Satu Kamar
|SW 5| Menantu Idaman
|SW 6| Couple Goals
|SW 7| Koas
|SW 8| Anala
|SW 9| Sedikit Rasa
|SW 10| Mulai Mencair
|SW 11| Rumah Tangga
|SW 12| Orang Lama
|SW 13| Pelakor & Istri Sah
|SW 14| Untuk Setara
|SW 15| Perjanjian Ulang
|SW 16| Semalam Berdua
|SW 17| Peduli
|SW 18| Langkah Awal
|SW 19| 22.00
|SW 20| Pemotretan
|Bab 21| Asa
|SW 22| Baik atau Buruk?
|SW 23| Tentang Arsa
|SW 24| Sedikit Rasa?
|SW 25| Dilema
|SW 26| Suami Idaman?
|SW 27| Terpesona
|SW 28| Lara Untuk Anindya
|SW 29| Anala
|SW 30| Insiden
|SW 31| Insiden 2
|SW 32| Arsa Mulai Bucin?
|SW 33| Sakit
|SW 34| Tertangkap Kamera
|SW 35| Isu Media
|SW 36| Tertangkap Basah
|SW 37| Harapan Seorang Ibu
|SW 38| Klarifikasi
|SW 39| Tentang Rindu
|SW 40| Peran Pengganti
|SW 41| Weekend
|SW 42| Pacaran Halal
|SW 43| Malam Minggu
|SW 44| Jatuh Dari Tangga
|SW 45| Pesan Rahasia
|SW 47| Perihal Nomor
|SW 48| Endors
|SW 49| Terciduk Paparazi
|SW 50| Kepergok Jalan
|SW 51| Duka Milik Arsa
|SW 52| Flashback
|SW 53| Mengenang Masa Lalu
|SW 54| Kabar Dating
|SW 55| Permintaan Arsa
|SW 56| Selesai
|SW 57| Ruang Singgah
|SW 58| Garis Dua
|SW 59| Kado Terindah
|SW 60| Perkara Nasi Padang
|SW 61| Bertahan/ Merelakan?
|SW 62| Teror
|SW 63| Perayaan
|SW 64| Anala
|SW 65| Matahari vs Malam
|SW 66| Malam Sendu
|SW 67| LDR
|SW 68| Salam Perpisahan
|SW 69| Pria Serba Hitam
|SW 70| Hukuman
|SW 71| Bincang Santai
|SW 72| Asa & Rasa
|SW 73| Kabar Buruk
|SW 74| Datang Lalu Pergi
|SW 75| Kabar Dibalik Kematian
|SW 76| Lembaran Baru
|SW 77| Tulisan Tangan Angga
|SW 78| Ngidam Tengah Malam
|SW 79| Perkara Sate Ayam
|SW 80| Dia Datang
|SW 81| Masa Lalu vs Masa Depan
|SW 82| Rencana
|SW 83| Dendam
Untuk Sahabat Secret Wife
|SW 84| Penyelamat
|SW 85| Anala & Lara
ISW 86I Negatif
I87I Negatif Narkoba
ISW 88I Kunjungan
|SW 89| Kita Nanti
|SW 90| Perayaan
|SW 91| LDR
Bab Baru
|SW 92| Calon Orang Tua
|SW 93| Welcome Baby A
|SW 94| Suami Siaga
Extra Part 1

|SW 46| Tamu Tak Terduga

8.6K 395 1K
By shtysetyongrm

Halo besti, ketemu lagi sama Arum di sini. Maaf sebelumnya hanya akan up satu kali untuk MALAM INI AJA GUYS, tapi part nya aku panjangkan ya guys. Jadi jangan khawatir 😭

GIVE ME 1000 KOMEN UNTUK AKU UP DI PART SELANJUTNYA. KALAU BESOK AKU CEK BELUM 1000 AKU BAKAL NUNGGU DULU CAPAI TARGET GUYS. MOHON DI MAKLUMI UNTUK MALAM INI AJA GUYS 😭🥰🙌

TERIMAKASIH SUDAH TEMBUS KOMEN DI PART SEBELUMNYA 🌼🥰

SALING BANTU SPAM KOMEN YA GUYS. BIAR BISA TEMBUS TARGET. MOHON MAAF SEBELUMNYA AUTHOR BANYAK MAU 😭🥰

••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••

Berharap jadi satu-satunya tapi realita tak seindah ekspektasi yang ada. Dalam hati ingin menjadi salah satu, realita membuktikan bahwa keberadaannya bukan satu-satunya bagi Arsa. Memang paling benar jangan terlalu berharap pada manusia.
|SECRET WIFE|

HAPPY READING 💜

🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼

"Kok bisa, ya, perempuan sebaik Lo malah ketemu sama Arsa. Kasihan lihatnya," lirih Rio seraya menatap Anindya yang tengah tidur pulas di sampingnya, dengan kepala yang menghadap jendela.

Malam ini Rio memutuskan untuk menghantarkan Anindya ke rumah, tapi perempuan yang ada disampingnya memilih untuk ke rumah sakit saja karena rindu dengan papa Arsa. Sungguh luar biasa kebaikan Anindya. Sudah tahu disakiti malah berbuat baik ingin menjaga papa mertuanya, tapi kenapa Arsa tak bisa melihat segala upaya yang Anindya lakukan untuk dirinya? Rela menjadi artis, rela disakiti, bahkan sekarang masih mempunyai hati yang baik untuk menjaga papanya yang sakit. Bisa-bisanya masih bisa menyakiti perempuan sebaik Anindya ini.

Mata Rio terus menatap ke arah Anindya yang bahkan tidur pulas karena lelahnya. Ia merasa kasihan keberadaannya di samping Arsa justru hanya sia-sia saja. Pasalnya pria yang tak lain adalah sahabatnya itu masih tidak bisa melupakan mantannya. Padahal hadir nya Anindya seharusnya sudah cukup untuk menemani Arsa hingga hari tua. Tapi realita nya Arsa justru menyia-nyiakan keberadaan Anindya di sampingnya.

"Maaf pak sudah sampai," ucap sopir taksi tersebut pada Rio.

Benar saja saat ia menolehkan kepalanya, rumah sakit tempat papa Arsa di rawat pun terpampang nyata di hadapan mereka. Namun melihat bagaimana Anindya tertidur sangat pulas membuat ia tak tega untuk membangunkan atau menyentuhnya.

"Pak boleh gak kalau nginap di parkiran? Pasalnya saya gak mungkin membangunkan perempuan ini. Saya bayar mahal, deh, pak," ucap Rio pada sopir taksi yang tampak terkejut di hadapannya.

"Tinggal bangunkan saja mas. Saya juga cari nafkah buat istri dan anak saya. Saya juga mau istirahat," balas sopir taksi tersebut.

"Saya kasih dua juta, pak. Bapak bisa tidur di sini. Saya juga gak akan ganggu bapak. Boleh, ya, pak?" tanya Rio menawarkan sebuah kerja sama yang tentu saja akan saling menguntungkan.

Sopir taksi tersebut tampak menimang-nimang tawaran yang diberikan oleh Rio untuknya. Sedetik kemudian sopir itu menganggukan kepalanya membuat Rio tersenyum senang di tempatnya.

"Ya, udah kalau gitu saya mau cari makan dulu," ucap sopir taksi tersebut seraya keluar dari dalam mobilnya untuk mencari makanan.

"Maaf, ya, Nin," ucap Rio seraya menyampirkan jaket yang ia gunakan untuk menutupi badan Anindya yang terlihat kedinginan. Rio bahkan menaikan suhu AC di mobil agar Anindya tidak merasakan kedinginan.

Segitu perhatian nya Rio pada perempuan, tapi kenapa Rio tidak punya pacar? Jawabannya adalah Rio sangat profesional. Baginya Arsa adalah orang yang telah membantunya. Bisa dibilang ia punya hutang Budi pada Arsa yang sudah sangat sangat membantu dirinya dan keluarganya. Awalnya mereka hanya sahabat kala SMA tapi sampai sekarang ia pastikan mereka akan bersahabat dan rekan kerja selamanya. Mungkin hal tersebut membuat Rio ingin memberikan hal yang terbaik untuk Arsa, ya mungkin salah satunya adalah menjaga Anindya untuk tetap sehat dikala Arsa menemani Bianca. Jujur sebagai seorang pria, ia melihat Anindya begitu sempurna, bahkan jauh lebih sempurna secara fisik jika dibandingkan oleh Bianca. Tapi ia tidak akan jatuh cinta pada Anindya, karena Anindya adalah istri dari sahabatnya. Ia bukan sahabat yang memakan sahabatnya sendiri.

Saat menjaga Anindya, Rio ternyata dilanda rasa ngantuk. Ia pun akhirnya memutuskan untuk tertidur dengan posisi yang menjaga jarak dengan Anindya saat ini. Ia menjadikan jendela sebagai bantal dengan tubuh yang membelakangi Anindya saat ini. Ya, malam terasa begitu dingin saat dihabiskan di dalam mobil. Jalan raya yang sudah sepi, sopir taksi yang tak kunjung kembali membuat keadaan taksi hening tak ada interaksi. Semakin malam dan semakin gelap menjadi pertanda bahwa kehidupan kota sudah tamat saat ini.

🌟🌟🌟🌟

Suara burung berkicau tampak terdengar oleh salah satu indera yang menyadari malam telah berganti oleh fajar. Sayu-sayu ia mendengar beberapa mobil terhenti seolah makin dekat saat ini. Menyadari keributan yang ditimbulkan, Anindya membuka matanya. Tentu saja pemandangan yang ia temui pertama kali adalah gedung rumah sakit. Anindya tampak terkejut, ia segera menolehkan kepalanya hingga menemukan kak Rio berada di sampingnya. Ya, ia melihat Kak Rio tengah tertidur sedikit menjauh darinya. Ketika matanya lurus ke depan, ia melihat sopir taksi tengah tertidur di stir mobilnya. Apa ini? Jangan bilang kak Rio menyewa taksi ini hingga ia terbangun dari tidurnya? Kalau benar adanya, ia pastikan ia menyesal tidur di dalam mobil. Terlebih lagi jaket yang menutupi badannya sudah bisa ia pastikan milik kak Rio yang tampak kedinginan di sampingnya.

"Anindya, bisa-bisanya tidur di dalam mobil orang. Mana kaya kebo lagi," ucap Anindya merutuki dirinya sendiri. Untung saja hari ini hari Minggu. Ia bisa leluasa, tapi tidak bisa bebas saat dirinya merasa bersalah. Ia bahkan melihat jam yang melingkar indah di tangannya, saat itu ia menemukan jam sudah menunjukkan pukul 05.30 pagi. Anindya pun memutuskan untuk menaruh jaket itu di badan kak Rio, lalu keluar dari mobil secara perlahan-lahan.

"Kira-kira udah ada bubur belum, ya," ucap Anindya yang berjalan keluar dari halaman rumah sakit untuk mencari bubur ayam.

"Nah, itu dia ketemu." Anindya segera melangkahkan kakinya saat menemukan gerobak bubur ayam baru saja membuka warungnya.

"Pak udah bisa beli belum?" tanya Anindya pada penjual bubur ayam tersebut.

"Tunggu sebentar ya, mbak. Masih siap-siap dan baru datang," balas penjual tersebut membuat Anindya meraih kursi plastik dan duduk seraya menunggu penjual itu siap.

Anindya melihat situasi sekitar. Jalan yang begitu sepi, udara yang begitu segar namun dingin membuat Anindya tampak tersenyum saat ini. Jarang sekali ia keluar pagi-pagi begini. Anindya kemudian meraih ponselnya. Ia melihat beberapa panggilan tak terjawab dari Riko dan Arsa. Kenapa mereka menghubungi dirinya? Saat mengetahui panggilan tak terjawab milik Arsa begitu banyak membuat Anindya mengirimkan pesan padanya.

Arsa toxic
Udah sampai rumah?

Maaf baru balas.
Aku di rumah sakit

Beberapa menit menatap layar ponselnya, tak sedikit pun Arsa membalas pesannya. Mungkinkah Arsa tidur bersama Bianca? Kalau iya apa yang mereka lakukan? Tapi merasa bodoh dengan segala pikirannya, Anindya pun menggelengkan kepalanya. Tidak boleh berprasangka buruk pada suami sendiri bukan? Saat ini ia mencoba untuk percaya, walau Arsa terus menerus berbicara soal Bianca atau masih berhubungan baik dengannya. Melupakan seseorang butuh proses bukan? Maka ia putuskan untuk tetap menemani Arsa walau butuh proses yang lama untuk melupakan Bianca.

"Mau pesan berapa mbak?" penjual bubur yang sudah siap pun bertanya pada Anindya.

"Pesan 5 bubur ayam pak. Dipisah semuanya ya pak. Yang satu tidak dikasih kacang pak," jelas Anindya pada penjual bubur ayam tersebut.

"Oke. Tunggu sebentar ya mbak," balas pedagang tersebut membuat Anindya menganggukan kepalanya.

Kurang lebih 10 menit lamanya, pedagang tersebut berhasil membungkus 5 bubur ayam, lalu menyodorkan bubur tersebut pada Anindya. Anindya pun menerimanya. Total bubur yang ia pesan hanya 50k dimana satu bungkus bubur ayam di hargai 10 ribu saja. Anindya kemudian menyodorkan uang 100 ribu pada penjual tersebut.

"Totalnya 50 ribu ya, mbak. Tunggu sebentar mbak. Kembaliannya biar saya cari dulu," ucap pedagang tersebut menerima uang dari Anindya.

"Gak usah kembalian pak. Ambil aja kembaliannya. Hitung-hitung saja sedekah subuh sama bapak. Doain perjalanan hidup saya lancar ya pak," balas Anindya tersenyum pada pedagang tersebut.

"Beneran? Semoga apa yang mbak cita-cita kan terkabul. Cepet dapat jodoh dan dipermudah segala urusannya," sahut tukang bubur tersebut merasa senang atas rejeki yang telah diberikan oleh Anindya untuk dirinya.

"Amin. Saya sudah dapat jodoh kok pak," timpal Anindya yang mengakui bahwa dirinya sudah menikah.

"Wah, Alhamdulillah. Semoga pernikahan nya di lancarkan dan cepat dapat momongan ya mbak," balas tukang bubur lagi dengan doa-doa baik untuk Anindya yang menganggukan kepalanya.

"Saya duluan, ya, pak. Terimakasih," ucap Anindya yang kemudian pergi.

Anindya melangkahkan kakinya dengan keresek berisi bubur yang ia bawa. Ia berjalan menuju parkiran dan melihat Kak Rio sedang berjalan ke arahnya.

"Astaga, Nin. Gue pikir Lo di culik. Gue sampe telepon Arsa barusan gara-gara Lo gak ada di mobil. Di ruangan papa pun gak ada," ucap Rio yang berhenti di hadapan Anindya dengan napas yang tersengal.

"Anindya habis beli bubur kak. Maaf gak bilang karena lihat kakak tidur jadi Anindya gak bangunkan," jelas Anindya.

"Kakak beneran telepon Arsa? Terus gimana responnya?" tanya Anindya penasaran. Pasalnya Arsa tak membalas pesannya.

"Arsa belum bisa ke sini. Makanya gue suruh cari lo dulu. Bianca belum bisa ditinggal katanya," balas Rio apa adanya tanpa ada hal yang ditutupi.

Anindya yang mendengar hal tersebut tersenyum masam. Bahkan saat mendengar kabarnya hilang Arsa tetap mementingkan Bianca? Harusnya ia tidak bertanya agar hatinya baik-baik saja. Tapi mau bagaimana lagi, nasi sudah menjadi bubur. Tidak mungkin ia mengembalikan waktu yang sudah terjadi.

"Lo kecewa, ya?" tanya Rio saat melihat Anindya tampak terdiam setelah mendengar jawabannya.

"Eh, enggak. Bianca datang lebih dulu. Anindya gak punya hak kecewa kak. Ini tolong kasihkan ke sopir taksi nya ya kak. Ini uang -----"

"Gak usah. Udah gue bayar kok," potong Rio menerima bubur tersebut. "Gue anterin buburnya, ya. Kalau Lo mau duluan ke ruangan gak apa-apa. Nanti gue nyusul, Nin."

"Oke, deh. Duluan ya kak," balas Anindya pergi dari hadapan Rio yang sudah berjalan ke arah sopir taksi untuk membagikan bubur ayam.

Anindya kembali melangkahkan kakinya. Kali ini tujuannya adalah ke ruang inap milik papa mertuanya. Anindya mencoba untuk mengkontrol rasa kecewanya agar sang mama mertua hanya bisa melihat ekspresi senang dalam dirinya, bukan ekspresi kesedihan atau pun kecewa pada anaknya. Ia lihat lorong rumah sakit begitu sepi dengan pengunjung, padahal malam sudah mulai berganti pagi. Ya, bisa jadi penunggu orang sakit sedang tidur di kamar masing-masing. Namun langkah Anindya tiba-tiba berhenti. Mengandalkan indera pengelihatan yang begitu tajam, ia melihat seorang pria dengan jaket dan masker terlihat mengintip. Kalau di pikir-pikir itu adalah ruangan dimana papa mertua nya di rawat. Tapi siapa?

"Eh ----" Anindya batal melanjutkan teriakannya, saat yang ia lihat selanjutnya membuat ia penasaran itu siapa. Ia melihat pria itu menaruh sesuatu berukuran besar di depan pintu, lalu membalikkan badannya. Saat itu lah pandangan mereka bertemu satu sama lain. Bahkan pria tersebut sempat terdiam di tempatnya, tentu saja hal tersebut membuat Anindya kembali melanjutkan langkahnya. Ia berjalan cepat hingga ia bisa melihat pria itu menatapnya saat ini.

"Kamu ngapain di ----" Anindya tak bisa melanjutkan kata-katanya. Matanya membulat sempurna saat tahu siapa yang ada di hadapannya. Masker yang terbuka, senyuman yang menyapa dirinya membuat ia tak percaya Angga baru saja singgah dari ruangan papa mertua. Untung saja ia tidak jadi meneriaki nya.

"Kak Angga," ucap Anindya tak percaya melihat Angga sepagi ini, di rumah sakit pula.

"Kaget, ya? Jangan bilang-bilang, ya. Cukup Lo aja yang tahu rutinitas pagi gue," balas Angga tersenyum pada Anindya.

"Rutinitas pagi?" tanya Anindya berusaha memastikan apa yang ia lihat saat ini.

"Ya, yang Lo lihat tadi," sahut Angga semakin membuat Anindya penasaran ditempatnya.

"Kakak yang ngintip tadi? Terus kakak naruh apa tadi?" tanya Anindya pada Angga.

"Bukan ngintip, tapi memastikan kalau orang yang di dalam baik-baik aja. Yang gue taruh tadi adalah makanan. Udah biasa gue kaya gitu," sambung Angga semakin mengeratkan penutup kepalanya.

"Lo gak dingin pakai baju kaya gitu? Lo gak mandi, ya?" tanya Angga saat melihat Anindya terdiam di hadapannya.

"Kok kakak tahu?" tanya Anindya tak percaya.

"Lo lupa kita ketemu? Terus Lo pakai baju ini juga?" tanya Angga membuat Anindya menepuk kepalanya karena lupa.

"Astaga iya," balas Anindya seraya tersenyum merasa malu pada Angga yang tiba-tiba membuka jaket miliknya, menyisahkan baju pendek berwarna hitam miliknya.

"Pakai jaket gue, ya. Minimal tubuh Lo hangat." Angga menyampirkan jaket tersebut di pundak Anindya yang bahkan tak bisa berbuat apa-apa ketika Angga memperlakukan dirinya seperti itu. Bahkan senyuman yang senantiasa hadir saat bersama dirinya membuat Angga terlihat orang baik di kaca matanya.

"Lo ngapain ----"

"Anin!" panggil seseorang pria dari arah belakang, membuat Angga dengan cepat memakai maskernya.

"Jangan kasih tahu dia, Nin," bisik Angga sebelum pada akhirnya pergi dari hadapan Anindya yang terdiam ditempatnya.

"Itu Angga?" Rio melihat jelas seseorang yang mirip sekali dengan Angga memberikan jaket yang saat ini dikenakan oleh Anindya. Ia melihat jelas wajahnya.

"Bukan kak. Dia orang baik," balas Anindya kemudian kembali melanjutkan kata-katanya membuat Rio yang penasaran ikut menyusulnya.

Benar saja, saat ia berhenti tepat di sebuah pintu, ia melihat kotak makanan.

"Kotak dari siapa, nih," ucap Rio yang melihat Anindya mengambil kotak makanan tersebut.

"Dari Arsa. Dimakan, ya, ma." Anindya membulatkan matanya saat membaca sebuah pesan yang ada di atas kotak makan tersebut. Dari Arsa? Tapi yang mengirimkan adalah Angga. Kenapa? Kenapa kotak makan ini bertuliskan Arsa?

"Widih perhatian juga tuh bocah," puji Rio saat Anindya membaca tulisannya.

Anindya tak menjawab. Anindya justru masuk ke dalam dan menemukan mama mertuanya sedang mengurus papa mertuanya. Menyadari keberadaan dirinya, mama mertuanya pun tersenyum dan memeluknya.

"Mama rindu sama kamu nak. Maaf, ya, kemarin gak tahu ketika kamu sakit. Makanya mama gak datang. Kemarin malam bunda kamu ke sini nak. Bahkan sampai malam," ucap Mama Vera seraya memeluk menantunya.

Anindya pun membalas pelukan sang mama mertua. Jujur ia juga merindukan nya.

"Anindya juga rindu sama mama," balas Anindya pada mama mertuanya.

"Eh, ada Rio juga. Kemana Arsa?" tanya Vera saat melepaskan dan menemukan Rio asisten pribadi anaknya bersama Anindya.

"Arsa lagi sibuk, ma. Tapi dia titipkan makanan yang ada ditangan Anindya untuk mama," ucap Rio membuat pada akhirnya Anindya menyerahkannya.

"Oh, kalau ini mah setiap hari mama dapat dari Arsa. Arsa emang anak yang pengertian. Tiap hari menunya juga ganti-ganti. Makanya mama gak pernah pesan makanan dari luar," balas Vera menerima makanan tersebut dengan hati yang senang.

"Mama udah pernah kasih tahu Arsa soal ini?" tanya Anindya membuat Vera dan Rio menatapnya.

"Kasih tahu gimana nak?" tanya Vera pada Anindya saat ini.

"Soal makanan ini ma."

"Kenapa harus kasih tahu, Nin? Kan makanan itu dari Arsa. Mama, ya, gak perlu kasih tahu lagi, lah. Arsa, kan, anaknya mama," sahut Rio membuat Vera ikut menganggukkan kepalanya.

"Ayo kita duduk aja. Kita makan ini sama-sama."

Anindya dan Rio pun duduk. Anindya meraih satu bungkus bubur ayam tanpa kacang kesukaan papanya. "Anindya beli bubur untuk papa. Gimana keadaan papa ma?"

"Alhamdulillah udah lumayan baikan. Tapi belum di perbolehkan untuk pulang," balas Vera atas pertanyaan menantunya.

"Boleh aku suapin papa?" tanya Anindya pada mama mertua nya.

"Papa baru aja tidur lagi. Nanti aja, ya, nak. Biarkan papa kamu istirahat dulu aja," balas Vera membuat Anindya menganggukkan kepalanya lalu menutup kembali buburnya.

Saat mama mertua nya membuka makanan tersebut, tatapan Anindya terus menatapnya. Ternyata selama ini Angga rutin mengirimkan makanan itu untuk mama Arsa. Tapi kenapa harus secara misterius seperti itu? Bukankah seharusnya Angga mengatakan bahwa ia yang mengirimkan? Tapi hal yang ia temui justru di luar dugaan. Ia melihat pesan tersebut bertuliskan nama Arsa bukan nama Angga. Siapa Angga? Apa hubungan Angga dengan Arsa dan keluarganya?

Sikap Angga yang begitu misterius bahkan mengirimkan kotak makanan atas nama Arsa membuat ia penasaran apa dan kenapa alasan dibalik itu semua. Sampai sekarang ia masih penasaran tentang hal tersebut.

"Mama selama makanan itu gak kenapa-kenapa kan?" tanya Anindya membuat Vera yang ingin memasukan makanan itu dalam mulutnya terhenti.

"Iya, gak kenapa-kenapa nak. Kenapa?" tanya Vera aneh atas pertanyaan Anindya.

"Gak pernah sakit perut?" tanya Anindya lagi membuat Rio tertawa mendengarnya.

"Astaga. Berasa Arsa mau macem-macem sama mamanya sendiri. Ngakak gue, Nin," sahut Rio yang tak paham apa-apa.

"Hehehe. Maaf cuman tanya aja. Soalnya makanan cepat saji kadang-kadang gak sehat buat kesehatan orang tua mah. Anindya cuman mengkhawatirkan itu aja kok ma," timpal Anindya tertawa dan menjelaskan alasannya bertanya seperti itu. Selain untuk memastikan, ada hal lain yang ingin ia pastikan dengan benar.

"Alhamdulillah sejauh ini enggak. Arsa tahu betul makanan kesukaan mama. Buah-buahan pun dia tahu apa yang mama suka. Jadi sejauh ini gizi dan makanan yang dia kirim kesukaan mama dan sehat buat mama," sahut Vera kembali membuat Anindya berpikir keras ditempatnya.

Anindya hanya bisa tersenyum di hadapannya. Ia melihat mama mertuanya makan begitu lahap dan itu membuat dirinya senang. Ya, setidaknya Angga mengirimkan makanan sehat dan bergizi untuk mama mertuanya bahkan selama makan pun tidak menimbulkan masalah. Namun kata-kata mamanya yang mengutarakan bahwa Arsa tahu makanan kesukaan dirinya padahal Angga yang mengirimkan membuat ia terus memikirkan ada apa dengan keluarga Arsa? Siapa Angga? Jika Angga sampai tahu makanan kesukaan mama Arsa, sudah bisa dipastikan hubungan mereka berdua dekat bukan? Kalau Angga orang lain, tidak mungkin akan sedetail ini saat mengirimkan makanan.

"Lo gak makan, Nin?" tanya Rio saat Anindya justru terdiam seolah-olah sedang memikirkan sesuatu yang berat saat ini.

"Duluan aja kak. Anindya gak lapar," balas Anindya mempersilahkan Rio untuk makan.

"Oke. Gue makan duluan ya." Rio baru saja akan memasukan bubur itu dalam mulutnya, namun notifikasi pesan dari ponselnya membuat ia menaruh sendoknya. Ia membuka dan ia pikir itu adalah Arsa. Namun saat membuka notifikasinya, ternyata pesan tersebut berasal dari nomor yang bahkan tak ia kenali.

+629578********
Lo Rio, kan?

Penasaran siapa yang mengirimkan pesan pada dirinya, Rio pun segera membalasnya.

Iya, Lo siapa? Tahu nomor gue dari mana?

Gak penting gue tahu dari siapa.
Bilangin ke sahabat Lo jangan pernah
Sia-siakan Anindya
Anindya berharga buat gue

Secara spontan, Rio menatap Anindya yang saat ini tengah memakan buah apel di sampingnya.

"Kenapa kak?" tanya Anindya saat tiba-tiba Rio menatap dirinya.

"Eh, enggak. Gue keluar bentar ya."

Rio pun keluar dari ruangan. Ia berjalan dan duduk di depan. Ia memutuskan untuk menelepon orang yang baru saja mengirimkan pesan. Nomornya berdering namun panggilannya tidak di jawab. Bahkan beberapa kali hingga pada akhirnya Rio memutuskan untuk mengakhiri.

+629578********
jangan telepon gue
Gua ingatkan sekali lagi jangan macem-macem
Gue punya foto-foto Arsa sama Bianca  atau pun Anindya
Kalau karir Arsa mau selamat pastikan dia
Tetap baik sama Anindya

"Sialan, siapa anjir," ucap Rio saat membaca pesan dari nomor yang sama.

Rio yang merasa pesan ini sangat penting, apa lagi sampai-sampai bawa Bianca, sudah dipastikan orangnya tidak bisa diabaikan seperti ini. Pasti orang ini mengetahui segala hal yang berhubungan dengan Anindya dan Arsa, bahkan lebih tahu dari dirinya atau pun orang-orang terdekat keduanya.

"Arsa jawab anjir," ucap Rio yang merutuki Arsa tak menjawab panggilan nya saat ini. Namun ketika mencoba untuk menghubungi nya lagi, akhirnya pria itu menjawab panggilan nya.

"Gue otw ke rumah sakit. Lagi di jalan. Kenapa?"

"Lo dapat pesan misterius gak?" tanya Rio tanpa basa basi lagi.

"Jangan bilang Lo dapat juga?"

"Iya, anjir. Dia ngancem hubungan Lo sama Bianca terus bawa-bawa Anin juga," balas Rio memperkecil suaranya.

"Kita bahas nanti. Gue bentar lagi sampai."

Tut.

"Gue curiga sama Angga. Apa Angga udah tahu hubungan Arsa sama Anindya? Terus karena Angga suka sama Anin, dia ngancem gue kaya gini?" tanya Rio dengan segala pikiran khawatir nya. Pasalnya orang ini bukan hanya mengetahui hubungan Bianca dan Arsa, tapi mengetahui hubungan Anindya dengan Arsa juga seolah-olah orang ini ada di tim yang mengharapkan Anindya tidak menerima luka dari Arsa. Apakah Angga pelakunya? Mengingat bagaimana orang tersebut sangat-sangat menginginkan apa yang Arsa raih dalam hidupnya.

"Angga bukan, sih?" tanya Rio pada dirinya sendiri.

#TBC

3239K KATA DI PART KALI INI. SEMOGA KALIAN SUKA GUYS. GIVE ME 1000 KOMEN UNTUK UP PART SELANJUTNYA 🥰💜

JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK KALIAN DAN TERUS BANTU AKU DENGAN CARA SPAM KOMEN YA GUYS. YUK SALING BANTU BIAR BISA CAPAI TARGET🌟💜

SIAPA KIRA-KIRA YANG NEROR ARSA DAN RIO LEWAT PESAN? YUK TETAPKAN ORANGNYA DARI SEKARANG 🥰🌟 JANGAN LUPA KOMEN DI BAWAH 👇

SAMPAI BERTEMU DI PART SELANJUTNYA 🥰

Continue Reading

You'll Also Like

751K 35.7K 39
Alzan Anendra. Pemuda SMA imut nan nakal yang harus menikah dengan seorang CEO karena paksaan orang tuanya. Alzan kira yang akan menikah adalah kakek...
267K 21.1K 100
"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar...
69.8K 2.4K 40
Sequel dari Gema: My Dosen Husband Perjalanan Hidup dari seorang Adira Ayu memanglah sangat buruk. Dirinya mendapatkan siksaan bertubi-tubi dari sang...
1.5K 270 6
Hidup lagi capek-capeknya, malah ketemu sama Pilot ganteng?!!! *** "Eh sorry Om, maaf gak sengaja, buru-buru soalnya pesawat *** 10 menit lagi boardi...