Secret Wife| Ketika Menikah T...

shtysetyongrm рджреНрд╡рд╛рд░рд╛

969K 42.1K 43.4K

Highrank ЁЯеЗ #1 Literasi (24 November 2023) #1 Literasi (30 Januari 2024) #3 Artis (31 Januari 2024) #1 Lite... рдЕрдзрд┐рдХ

|SW 1| Ijab Sah
|SW 2| Surat Perjanjian
|SW 3| Makan Malam Keluarga
|SW 4| Satu Kamar
|SW 5| Menantu Idaman
|SW 6| Couple Goals
|SW 7| Koas
|SW 8| Anala
|SW 9| Sedikit Rasa
|SW 10| Mulai Mencair
|SW 11| Rumah Tangga
|SW 12| Orang Lama
|SW 13| Pelakor & Istri Sah
|SW 14| Untuk Setara
|SW 15| Perjanjian Ulang
|SW 16| Semalam Berdua
|SW 17| Peduli
|SW 18| Langkah Awal
|SW 19| 22.00
|SW 20| Pemotretan
|Bab 21| Asa
|SW 22| Baik atau Buruk?
|SW 23| Tentang Arsa
|SW 24| Sedikit Rasa?
|SW 25| Dilema
|SW 26| Suami Idaman?
|SW 27| Terpesona
|SW 28| Lara Untuk Anindya
|SW 29| Anala
|SW 30| Insiden
|SW 31| Insiden 2
|SW 32| Arsa Mulai Bucin?
|SW 34| Tertangkap Kamera
|SW 35| Isu Media
|SW 36| Tertangkap Basah
|SW 37| Harapan Seorang Ibu
|SW 38| Klarifikasi
|SW 39| Tentang Rindu
|SW 40| Peran Pengganti
|SW 41| Weekend
|SW 42| Pacaran Halal
|SW 43| Malam Minggu
|SW 44| Jatuh Dari Tangga
|SW 45| Pesan Rahasia
|SW 46| Tamu Tak Terduga
|SW 47| Perihal Nomor
|SW 48| Endors
|SW 49| Terciduk Paparazi
|SW 50| Kepergok Jalan
|SW 51| Duka Milik Arsa
|SW 52| Flashback
|SW 53| Mengenang Masa Lalu
|SW 54| Kabar Dating
|SW 55| Permintaan Arsa
|SW 56| Selesai
|SW 57| Ruang Singgah
|SW 58| Garis Dua
|SW 59| Kado Terindah
|SW 60| Perkara Nasi Padang
|SW 61| Bertahan/ Merelakan?
|SW 62| Teror
|SW 63| Perayaan
|SW 64| Anala
|SW 65| Matahari vs Malam
|SW 66| Malam Sendu
|SW 67| LDR
|SW 68| Salam Perpisahan
|SW 69| Pria Serba Hitam
|SW 70| Hukuman
|SW 71| Bincang Santai
|SW 72| Asa & Rasa
|SW 73| Kabar Buruk
|SW 74| Datang Lalu Pergi
|SW 75| Kabar Dibalik Kematian
|SW 76| Lembaran Baru
|SW 77| Tulisan Tangan Angga
|SW 78| Ngidam Tengah Malam
|SW 79| Perkara Sate Ayam
|SW 80| Dia Datang
|SW 81| Masa Lalu vs Masa Depan
|SW 82| Rencana
|SW 83| Dendam
Untuk Sahabat Secret Wife
|SW 84| Penyelamat
|SW 85| Anala & Lara
ISW 86I Negatif
I87I Negatif Narkoba
ISW 88I Kunjungan
|SW 89| Kita Nanti
|SW 90| Perayaan
|SW 91| LDR
Bab Baru
|SW 92| Calon Orang Tua
|SW 93| Welcome Baby A
|SW 94| Suami Siaga
Extra Part 1

|SW 33| Sakit

13.5K 510 348
shtysetyongrm рджреНрд╡рд╛рд░рд╛

Halo besti. Ketemu lagi dengan Arum. Terimakasih untuk teman-teman yang sudah komen di part sebelumnya. Di part ini GIVE ME 300 KOMEN😭💜 MOHON MAAF KIAN HARI KIAN BERTAMBAH KARENA BUTUH EFFORT UNTUK UP DI TENGAH KESIBUKAN KULIAH 😭😩

Tenang aja guys, setiap part aku lebihin 2k kok jadi jangan khawatir. GIVE ME 300 KOMEN GUYS. AKU TUNGGU SPAM DARI KALIAN🥰

•••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••

Selalu ada hal baik dalam sesuatu yang buruk, begitu pula sebaliknya. Semua kembali pada cara melihatnya.
|SECRET WIFE|

HAPPY READING 💜

🌴🌴🌴🌴🌴🌟🌟🌟🌟🌴🌴🌴🌴🌴

"Gue harus mulai dari mana, nih," lirih Arsa saat membuka kulkas yang penuh dengan sayuran dan makanan milik Anindya.

Ya, Arsa sendiri yang menawarkan untuk memasak, pada akhirnya dia sendiri yang kebingungan. Arsa menolehkan kepalanya, ia melihat Anindya tengah meringkuk di sofa dengan selimut dan obat penurun demam yang ia tempelkan di dahi miliknya. Tak mungkin ia bertanya dan membangunkan nya. Arsa yang dilanda rasa bingung akhirnya membuka ponselnya. Ia mengetikan sesuatu di sana, yang mana sesuatu tersebut adalah resep membuat sayur sop untuk orang yang sakit.

"Wortel, kentang, ayam, seledri, kol," ucap Arsa seraya membaca resep yang terpampang nyata di hadapannya.

"Oke, pertama-tama kita ambil dulu bahannya dari kulkas. Kayanya lebih berwarna dan bagus kalau di tambah jagung, sama brokoli, deh," tutur Arsa mengikuti keindahan yang ada dalam benaknya.

Dengan cepat Arsa membuka kulkasnya. Ia menaruh beberapa barang yang akan menjadi kombinasi sayur sop nya. Setelah menaruhnya di atas meja, ia segera memotong bahan-bahan yang ada. Ia memotong wortel tanpa mengupas kulitnya, memotong brokoli asal dan beberapa sayuran yang lainnya. Setelah semuanya siap, Arsa menumpangkan air di dalam sebuah wajan. Yap! Arsa memasak sayur sop menggunakan wajan, bukan menggunakan panci.

"Merica?" tanya Arsa saat melihat resep untuk membuat bumbu adalah menggunakan merica.

"Oke, google. Gambar merica," pinta Arsa meminta bantuan google karena ia tak tahu Merica yang mana. Google pun menunjukkan gambar merica membuat Arsa segera mencarinya di kulkas. Namun beberapa menit ia mencari, bumbu yang ingin ia temui tidak ada di dalam kulkasnya saat ini. Arsa yang tak mau ambil pusing pun melanjutkan masaknya dengan bahan-bahan yang ada saja.

Matanya terus melihat bagaimana cara memasak yang benar, seraya mempraktekkan. Ternyata susah juga memasak. Membutuhkan keahlian dan kesabaran, apa lagi jika tidak bisa memasak seperti dirinya. Ya, saat ini Arsa tengah menunggu air mendidih dengan bumbu yang ia cincang kasar saja saat ini. Ia juga menemukan bumbu racik sayur sop yang rupanya ia ambil secara asal kemarin. Berguna juga bukan?

"Oke, berdasarkan resep kita masukan semuanya ke wajan." Arsa mengambil semua bahan lalu memasukan tanpa perhitungan membuat air cipratan itu mengenai tangannya yang mulus saat ini. "Anjir panas bego."

Arsa terlihat segera mencuci tangannya menggunakan air. Baru saja ia memasukan wortel dan bahan lainnya tangannya sudah kena, apa lagi ia melanjutkan acara masaknya. Apa lagi yang akan ia dapatkan nantinya? Tapi melihat bagaimana Anindya membutuhkannya membuat Arsa tak pantang menyerah. Bahkan ia tetap melanjutkannya walau harus menjaga jarak aman dengan masakannya. Setelah semuanya beres, Arsa terlihat mencicipi makanan. Ternyata rasanya diluar dugaan milik nya, sangat asin. Ia pun bingung harus melakukan apa saat ini.

Arsa yang kebingungan akhirnya memutuskan untuk menelepon seseorang yang ia yakini akan paham bagaimana cara mengembalikan masakannya.

"Halo. Ada apa lagi? Gue lagi rapat sama agensi gara-gara Lo anjir."

"Santai bro. Cuman mau tanya cara ngatasin masakan yang keasinan gimana? Gue gak tahu," tanya Arsa yang memang betul-betul bingung ditempatnya.

"Lo telepon gue cuman mau tanya ini? Gak penting banget. Udah nyusahin gue, sekarang malah tanya hal yang gak penting kaya gini. Sialan."

"Gak usah banyak omong. Cepet ----" Belum sempat Arsa melanjutkan kata-katanya, panggilan telepon miliknya pun dimatikan begitu saja oleh Rio yang sangat-sangat menyebalkan saat ini.

"Apa gue telepon bunda, ya? Gak mungkin gue telepon mama. Yang ada fokus mama bakal terbagi kalau tahu Anindya sakit," tutur Arsa serba bingung ditempatnya saat ini.

Akhirnya karena tak tahu lagi, ia memutuskan untuk menelepon mama mertuanya sendiri. Satu kali panggilan tak ada jawaban, namun saat panggilan kedua, akhirnya mama mertuanya pun mengangkat teleponnya sekarang.

"Assalamualaikum nak. Ada apa?"

"Maaf Bun. Arsa mau tanya. Gimana cara ngatasin sayur sop yang keasinan? Arsa bingung harus gimana," tanya Arsa tanpa basa basi pada mertuanya.

"Memangnya Anindya tidak masak buat kamu? Kok kamu masak sendiri?"

"Anindya sakit, Bun. Arsa saat ini masih masak, tapi kebingungan gimana cara ----"

"Bunda ke sana sekarang. Apartemen Citra, kan?"

"Kok bunda tahu?" tanya Arsa tak percaya. Pasalnya yang tahu Apartemen ini hanyalah dirinya, Anindya, dan mamanya. Bagaimana mama mertuanya bisa tahu? Apakah Anindya yang memberi tahunya?

"Bunda otw ke sana nak. Tunggu bunda. Biar bunda yang masakan untuk kalian."

Tut.

Sambungan telepon yang terputus membuat Arsa kembali bingung. Akhirnya mengikuti arahan ia putuskan untuk mematikan kompor. Ia berjalan mendekati Anindya yang bahkan terlihat kedinginan. Padahal AC apartemen mereka sudah Arsa matikan. Melihat Anindya yang kedinginan membuat Arsa kembali menuju dapur. Ia membuatkan Anindya minuman hangat berupa teh lalu terlihat menghampiri nya.

"Nin," panggil Arsa seraya membangunkannya.

Perlahan-lahan Anindya tampak membuka matanya. Arsa yang melihat hal tersebut menempelkan tangannya di leher milik Anindya yang masih terasa sangat panas untuk ia rasa.

"Minum teh dulu, ya. Biar gak kedinginan," ucap Arsa membuat Anindya menggelengkan kepalanya.

"Kepala gue pusing," lirih Anindya yang merasakan badannya semakin panas dengan kepala yang sangat pusing saat ini.

"Gue bantu, ya," ucap Arsa yang kemudian mengangkat kepala Anindya. Ia duduk di sofa lalu mengarahkan kepala Anindya untuk menjadikan dadanya sebagai sandaran. Ia merapatkan selimut milik Anindya dan mengusap rambut Anindya yang terasa panas juga.


"Lo harus minum biar badan Lo gak kedinginan terus. Setelah makan gue panggilin Lo dokter, ya. Biar Lo cepat sembuh. Gak enak kalau Lo sakit," ucap Arsa lagi membuat Anindya membuka matanya sedikit untuk melihat bagaimana Arsa merawat dirinya saat sakit. Bahkan rela meminjamkan dadanya untuk ia bersandar selama minum teh hangat buatan nya.

"Kenapa Lo baik di saat gue sakit?" tanya Anindya yang menemukan Arsa tidak seperti biasanya.

"Apa gue harus sakit terus menerus supaya Lo baik sama gue, Sa?" tanya Anindya lagi membuat Arsa yang sedang memberikan teh pada Anindya menghentikan aktivitas nya.

"Kok Lo punya pikiran kaya gitu?" tanya Arsa pada Anindya.

"Lo mau tahu gak? Kenapa gue bisa jatuh sakit?" Anindya bertanya pada Arsa dengan mata yang terpejam karena pusing yang mendera saat ia membuka matanya.

"Kenapa?" tanya Arsa pada Anindya.

"Pikiran gue bukan cuman mikirin kuliah sekarang. Mental sama pikiran gue di hajar habis-habisan sama kenyataan Lo yang gak terima gue. Belum lagi gue harus mikirin kuliah, harus mikir terus menerus tentang ketakutan gue menjadi janda. Harus mikir gimana caranya Lo baik sama gue. Itu semua buat gue capek. Kerja fisik memang capek, tapi kerja pikiran lebih buruk dan bikin manusia capek. Gue stress, Sa. Jangan buat gue gila karena  gue yang terkesan ambis atas pernikahan kita," jelas Anindya membuat Arsa tak bisa menjawab apa-apa.

Yap! Anindya tahu Arsa tidak akan merespon perkataannya. Terbukti dengan dirinya yang terdiam membuat Anindya merasa sia-sia saja mengutarakan apa yang ia pikirkan sekarang. Benar memang ketika kita berjuang sendirian maka rasa sakitnya akan terasa dan begitu mendalam untuk dirasakan.

"Gue mau tiduran lagi," ucap Anindya saat Arsa tak merespon apa-apa. Ia tidak pantas bersandar seperti ini ketika hati Arsa dan raga Arsa milik Bianca bukan dirinya.

Anindya mengangkat kepalanya. Ia merubah posisinya untuk sedikit menjauh dari Arsa, lalu kembali tiduran di tempatnya. Sementara Arsa yang mendengar itu dari Anindya seolah tidak bisa merespon apa-apa. Ia seolah kehilangan kata-kata dan hanya bisa diam ditempatnya. Pada akhirnya bel apartemen yang berbunyi membuat Arsa tersadar saat ini.

"Itu pasti bunda," ucap Arsa yang ingin membuka pintu nya.

"Lo telepon bunda?" tanya Anindya tak percaya.

Arsa tak menjawab. Pria itu justru membuka pintu apartemen miliknya. Saat itu lah Anindya dan bundanya bertemu satu sama lain. Anindya berusaha untuk menyambutnya, namun tangan sang bunda berhasil menghentikannya.

"Tiduran aja. Bunda tahu kamu sakit." Vera kemudian menatap Arsa yang tersenyum dan menyambut kehadirannya. "Mana sayur kamu? Biar bunda yang teruskan."

"Maaf Bun buat bunda jauh-jauh ke sini karena Arsa. Ini sayur sop yang keasinan itu Bun," ucap Arsa menunjukkan pada bundanya.

"Astaga. Kamu potong wortel kaya mau buat kelinci aja. Gak kamu kupas lagi, ya?" tanya Vera yang merasa lucu dengan masakan Arsa. Pasalnya semua sayuran tidak di potong kecil-kecil dan ia yakini Arsa memotongnya secara asal.

"Enggak Bun. Arsa gak tahu. Soalnya ini pertama kalinya Arsa masak," sahut Arsa yang terlihat malu.

"Tuh, kaya gitu Anindya mau beli malah gak di bolehin sama Arsa Bun. Gaya doang mau masak padahal mah gak bisa," timpal Anindya dari ruang tamu membuat Vera tertawa karena hubungan anak dan menantunya baik-baik saja.

"Hargai effort suami kamu, nak. Biar bunda yang perbaiki. Kamu duduk aja nak Arsa. Laki-laki wajar gak bisa masak, gak wajar kalau gak bisa kerja. Bunda tahu kamu capek. Jadi kamu ikut berbaring aja di sofa sana."

Perkataan sang mama mertua yang seolah memahami dirinya membuat Arsa membaringkan tubuhnya di hadapan Anindya yang juga sama-sama membaringkan tubuhnya di sofa. Ia terus melihat Anindya yang bahkan meromet kecil karena ulahnya yang menghadirkan bundanya ke apartemen milik mereka. Arsa yang melihat itu hanya terdiam dan tertawa saja ditempatnya.

"Apa yang kamu rasakan, Nin?" tanya Vera dari arah dapur.

"Pusing, demam, tapi dari tadi mual terus," balas Anindya apa adanya.

"Kamu sudah halangan bulan ini?" tanya Vera sebagai ibunya.

"Belum, Bun. Anindya halangan kalau akhir bulan saja. Ini masih pertengahan jadi belum," balas Anindya apa adanya.

"Sudah tespeck?" tanya Vera dengan pertanyaan yang merujuk.

Tespeck? Jangan bilang bundanya mengarah ke arah sana.

"Ngapain harus tespeck Bun? Anindya gak mungkin hamil," sahut Anindya yang menolak pikiran bundanya.

"Gak ada yang gak mungkin kalau udah punya suami sayang. Coba kamu cek dulu. Siapa tahu bunda mau dapat cucu, kan," sambung bundanya membuat Anindya tertawa keras. Membuat Arsa yang melihat hal tersebut menatapnya.

"Kita gak pernah melakukan hubungan suami istri Bun. Tidur bareng aja bi ----"

"Anin," potong Arsa cepat, saat tahu Anindya keceplosan.

Anindya yang paham maksud Arsa segera menutup mulutnya tak percaya. Astaga! Kenapa mulutnya lemes sekali. Padahal ia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak memberi tahu siapa pun tentang keadaan rumah tangganya dengan Arsa saat ini.

"Maksudnya tidak pernah? Selama menikah kalian belum pernah -----"

"Kami tidak melakukannya setiap hari bunda. Arsa yang masih ada kerjaan di tambah Anindya yang masih koas membuat kami memutuskan untuk tidak melakukannya setiap hari. Betul kan?" Arsa memberikan jawaban yang semoga saja bisa diterima oleh mama mertuanya yang bahkan sudah menyajikan SOP Anindya saat ini.

"Bener nak?" tanya Vera yang duduk di tengah-tengah mantu dan anaknya. "Ayo selagi hangat dimakan biar keluar keringatnya."

"Betul banget. Iya bunda ini Anindya mau makan," balas Anindya mencoba menyembunyikan apa yang terjadi sebenarnya.

Tatapan Vera menatap Anindya dengan penuh kasih sayang. Tak terasa putri satu-satunya sudah menikah dengan anak dari sahabatnya. Melihat Anindya yang tampak pucat dan tirus membuat hatinya sebagai seorang ibu terluka.

"Kamu jarang makan, ya? Sekarang kamu kurusan. Ada masalah?" tanya Vera membuat Anindya menggelengkan kepalanya cepat.

"Bunda tahu kamu bohong nak. Kalau kamu banyak pikiran setelah menikah harusnya kamu cerita sama bunda. Bunda ini ibu yang melahirkan kamu. Kalau kamu kenapa-kenapa bunda sedih lihatnya. Apa Arsa gak kasih kamu makan?" tanya Vera membuat Arsa yang mendengar hal tersebut menggelengkan kepalanya.

"Arsa bahkan rela masuk berita demi Anindya. Berita Arsa yang di supermarket itu semua Arsa lakukan untuk Anindya bunda. Arsa gak akan tega kalau Anindya gak makan," balas Arsa membela dirinya dari fitnah.

"Tapi kamu tega memberi izin anak bunda untuk kerja? Kamu sendiri yang bilang gak setuju kalau Anindya masuk artis. Kenapa bunda lihat dia sekarang masuk agensi? Bahkan pemotretan kaya gitu. Kamu gak cemburu lihat istri kamu kaya gitu?" tanya Vera menatap Arsa yang akhirnya mendapatkan pertanyaan tak terduga dari mertuanya.

Arsa bingung harus menjawab apa. Sementara Anindya yang mendengar pertanyaan tersebut hanya membiarkannya untuk mengetahui isi hati Arsa dan melihat ekspresi tertekan Arsa yang sedang di interogasi oleh bundanya. Biarkan saja. Biar Arsa merasakan bagaimana bundanya marah dan memarahi anaknya jika salah.

"Maaf, Bun," balas Arsa yang pada akhirnya tak bisa membela dirinya di hadapan mama mertua nya.

"Kamu ini kepala keluarga. Selain harus mencari nafkah, kamu harus menjaga istri kamu dan perasaan nya. Jangan mau kalah sama istri. Kamu seharusnya tegas membantah Anindya, bukan malah mengizinkan dia. Anindya itu tipe orang yang gampang kepikiran kalau ada apa-apa. Tanpa kalian kasih tahu ke bunda, bunda tahu kalau saat ini Anindya kurus karena memikirkan sesuatu yang bunda gak tahu itu apa," jelas Vera menasehati Arsa dan Anindya.

"Belum lagi kamu akan menjadi seorang ayah ke depannya. Tanggung jawab kamu bukan lagi Anindya, nak, tapi ada anak kamu juga. Jangan hanya mengejar karir di dunia, tapi kejar juga kehidupan akhirat nantinya. Bunda bukan ingin mencampuri urusan kalian, tapi setidaknya bunda minta kamu jaga anak bunda. Berat melepaskan Anindya untuk menikah. Bunda harap kalian menjaga satu sama lain, bukan justru sebaliknya," tutur Vera lagi yang benar-benar didengarkan oleh Anindya dan Arsa.

"Selama ini mas Arsa selalu jaga Anindya kok, Bun. Seperti sekarang ketika Anindya sakit bahkan mas Arsa rela gak kerja demi merawat Anindya. Bahkan mas Arsa jemput Anindya di rumah sakit," ucap Anindya membuat Arsa menatapnya tak percaya.

Arsa kira Anindya akan bercerita tentang keburukannya, tapi ternyata Anindya menutupi aibnya sebagai suami yang tidak pernah sempurna dan tidak bisa menjaga istrinya.

"Memang harus seperti itu. Dia, kan, suami kamu. Dulu ketika menjadi anak kami, orang yang bertanggung jawab atas kamu adalah ayah. Sekarang sudah ada suami, ya nak Arsa yang harusnya menjaga kamu, nak. Syukurlah bunda senang kalau memang faktanya seperti itu," sahut Vera tersenyum pada mantu dan anaknya.

Vera kemudian menepuk bahu Arsa. Ia tersenyum pada menantunya membuat Arsa tersenyum juga. Entah mengapa ia merasakan ada hal lain dalam hubungan anaknya hingga anaknya menjadi kurus dan tertutup padanya. Anindya juga sempat mengatakan bahwa ia ingin menjadi artis agar setara dengan Arsa. Sampai sekarang pernyataan Anindya belum bisa ia pecahkan.

"Bunda boleh bicara sama kamu, kan?" tanya Vera pada Arsa.

"Boleh bunda," sahut Arsa dengan gugup.

"Sejelek apa pun Anindya, dia tetap istri kamu. Mau level kamu beda, pendidikan atau hal apa pun itu dia tetap istri kamu. Kalau sampai bunda tahu kamu selingkuh dan menyakiti Anindya, orang pertama yang akan menjemput Anindya secara paksa dan memakai kamu adalah bunda. Kamu paham?" tanya Vera membuat Anindya menatap sang bunda tak percaya.

"Bunda, itu gak mungkin," balas Anindya cepat.

"Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Perempuan jika diberikan harapan akan menjadi Boomerang untuk kehidupan. Kamu ingat itu, Arsa?" Vera menatap serius menantunya.

Arsa hanya bisa menganggukkan kepalanya. Sungguh luar biasa rasanya di interogasi oleh mertuanya. Walaupun hanya menasehati tapi kenapa poin-poinnya begitu real seolah-olah bundanya tahu ia memiliki wanita idaman lain. Terlebih lagi Anindya yang terus mendengarkan membuat ia curiga apakah Anindya yang memberi tahu semuanya? Atau memang insting seorang ibu yang lebih tajam dari hal yang lainnya?

#TBC

GIMANA PART KALI INI GUYS?

MENURUT KALIAN BUNDA ANINDYA UDAH TAHU ATAU EMANG BENERAN NASEHATI GUYS?

GIVE ME 300 KOMEN GUYS

SAMPAI BERTEMU DI PART SELANJUTNYA JIKA TEMBUS KABARI YA💜🥰

рдкрдврд╝рдирд╛ рдЬрд╛рд░реА рд░рдЦреЗрдВ

рдЖрдкрдХреЛ рдпреЗ рднреА рдкрд╕рдВрджреЗ рдЖрдПрдБрдЧреА

One night stand | season two Siapaaaku рджреНрд╡рд╛рд░рд╛

рдлреИрдирдлрд┐рдХреНрд╢рди

56.4K 6.9K 31
Setelah kepergian jennie yang menghilang begitu saja menyebabkan lisa harus merawat putranya seorang diri... dimanakah jennie berada? Mampukah lisa m...
SECRET - JENLISA [G├ЧG] J рджреНрд╡рд╛рд░рд╛

рдлреИрдирдлрд┐рдХреНрд╢рди

69.5K 11.1K 16
Yang publik ketahui, kedua pemimpin perusahaan ini sudah menjadi musuh bebuyutan selama bertahun-tahun lamanya, bahkan sebelum orang tua mereka pensi...
Restart тАв ЁЭЦШ ЁЭЦЖ ЁЭЦЛ ЁЭЦО тАв рджреНрд╡рд╛рд░рд╛

рдХрд┐рд╢реЛрд░ рдЙрдкрдиреНрдпрд╛рд╕

6.3K 413 5
"Ayo mulai semuanya dari awal. Saya yakin pernikahan kita masih bisa diperbaiki" Zefa menikah dengan seorang laki-laki yang bahkan tidak pernah mema...
Hi! Captain Alizer keyla рджреНрд╡рд╛рд░рд╛

рдХрд┐рд╢реЛрд░ рдЙрдкрдиреНрдпрд╛рд╕

1.5K 270 6
Hidup lagi capek-capeknya, malah ketemu sama Pilot ganteng?!!! *** "Eh sorry Om, maaf gak sengaja, buru-buru soalnya pesawat *** 10 menit lagi boardi...