Secret Wife| Ketika Menikah T...

Oleh shtysetyongrm

964K 42K 43.4K

Highrank 🥇 #1 Literasi (24 November 2023) #1 Literasi (30 Januari 2024) #3 Artis (31 Januari 2024) #1 Lite... Lebih Banyak

|SW 1| Ijab Sah
|SW 2| Surat Perjanjian
|SW 3| Makan Malam Keluarga
|SW 4| Satu Kamar
|SW 5| Menantu Idaman
|SW 6| Couple Goals
|SW 7| Koas
|SW 8| Anala
|SW 9| Sedikit Rasa
|SW 10| Mulai Mencair
|SW 11| Rumah Tangga
|SW 12| Orang Lama
|SW 13| Pelakor & Istri Sah
|SW 14| Untuk Setara
|SW 15| Perjanjian Ulang
|SW 16| Semalam Berdua
|SW 17| Peduli
|SW 18| Langkah Awal
|SW 19| 22.00
|SW 20| Pemotretan
|Bab 21| Asa
|SW 22| Baik atau Buruk?
|SW 23| Tentang Arsa
|SW 24| Sedikit Rasa?
|SW 25| Dilema
|SW 26| Suami Idaman?
|SW 27| Terpesona
|SW 28| Lara Untuk Anindya
|SW 29| Anala
|SW 30| Insiden
|SW 32| Arsa Mulai Bucin?
|SW 33| Sakit
|SW 34| Tertangkap Kamera
|SW 35| Isu Media
|SW 36| Tertangkap Basah
|SW 37| Harapan Seorang Ibu
|SW 38| Klarifikasi
|SW 39| Tentang Rindu
|SW 40| Peran Pengganti
|SW 41| Weekend
|SW 42| Pacaran Halal
|SW 43| Malam Minggu
|SW 44| Jatuh Dari Tangga
|SW 45| Pesan Rahasia
|SW 46| Tamu Tak Terduga
|SW 47| Perihal Nomor
|SW 48| Endors
|SW 49| Terciduk Paparazi
|SW 50| Kepergok Jalan
|SW 51| Duka Milik Arsa
|SW 52| Flashback
|SW 53| Mengenang Masa Lalu
|SW 54| Kabar Dating
|SW 55| Permintaan Arsa
|SW 56| Selesai
|SW 57| Ruang Singgah
|SW 58| Garis Dua
|SW 59| Kado Terindah
|SW 60| Perkara Nasi Padang
|SW 61| Bertahan/ Merelakan?
|SW 62| Teror
|SW 63| Perayaan
|SW 64| Anala
|SW 65| Matahari vs Malam
|SW 66| Malam Sendu
|SW 67| LDR
|SW 68| Salam Perpisahan
|SW 69| Pria Serba Hitam
|SW 70| Hukuman
|SW 71| Bincang Santai
|SW 72| Asa & Rasa
|SW 73| Kabar Buruk
|SW 74| Datang Lalu Pergi
|SW 75| Kabar Dibalik Kematian
|SW 76| Lembaran Baru
|SW 77| Tulisan Tangan Angga
|SW 78| Ngidam Tengah Malam
|SW 79| Perkara Sate Ayam
|SW 80| Dia Datang
|SW 81| Masa Lalu vs Masa Depan
|SW 82| Rencana
|SW 83| Dendam
Untuk Sahabat Secret Wife
|SW 84| Penyelamat
|SW 85| Anala & Lara
ISW 86I Negatif
I87I Negatif Narkoba
ISW 88I Kunjungan
|SW 89| Kita Nanti
|SW 90| Perayaan
|SW 91| LDR
Bab Baru
|SW 92| Calon Orang Tua
|SW 93| Welcome Baby A
|SW 94| Suami Siaga
Extra Part 1

|SW 31| Insiden 2

12.1K 474 285
Oleh shtysetyongrm

Halo ketemu lagi sama Arum. Maaf guys telat update kebetulan hari ini ada kegiatan kampus jadi setelah pulang aku buru-buru nulis buat kalian 💜

GIVE ME 250 KOMENTAR AGAR AKU UP LAGI MALAM INI. BTW BENERAN TANYA KALAU AKU KASIH TRIPLE UP TAPI HARUS TEMBUS 1K KIRA-KIRA PADA MAU GAK?😭😭

PEMBACA SAID: AUTHOR BANYAK MAU NIH😭

INTINYA GIVE ME 250 KOMENTAR DI PART INI GUYS. MAAF MAKSA GUYS. SEHAT-SEHAT SELALU SEMUANYA. 🥰😭

•••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••

Berjuang atau memperjuangkan adalah sebuah pilihan dari kehidupan. Yang membedakan adalah bagaimana proses berjalan dan bagaimana manusia itu sendiri memperjuangkan. Karena pada dasarnya tidak ada keberhasilan jika tanpa perjuangan, tidak akan ada proses kalau manusia itu sendiri memilih diam.
|SECRET WIFE|

HAPPY READING 💜

🌴🌴🌴🌴🌴🌟🌟🌟🌟🌟🌴🌴🌴🌴

"Hari ke ruang melati, yuk. Assesment terakhir, nih," ajak Putri pada ketiga temannya.

"Boleh aja, sih. Pingin cepat selesai rasanya. Tapi kalau selesai, udah pasti sudah menghajar," sambung Era yang tidak siap untuk sidang proposal.

"Ah, Lo, mah gak siap mulu hidupnya. Padahal kalau di jalankan pasti bisa. Jangan takut bayangan sebelum mencoba ya, guys," ucap Kanaya yang terlihat membaca buku panduan diagnosis.

"Gue bukan takut, tapi gue pesimis anjir. Lo semua pada pinter-pinter, lah gue? Gue paling bodoh anjir rasanya," sahut Era yang begitu pesimis atas kemampuannya.

"Kalau Lo bodoh, gak mungkin Lo sampe di titik ambil profesi anjir. Lo berjuang sejauh ini, artinya Lo hebat. Betul teman-teman?" Putri meminta pendapat yang lainnya agar Era tetap semangat untuk melanjutkan langkah terakhir mereka.

Era, Putri, dan Kanaya sibuk berbincang-bincang ditempatnya. Tapi Anindya malah sibuk terdiam memikirkan kata-kata Arsa dan bagaimana Arsa memperlakukan dirinya. Mood nya seketika kacau. Ia tidak ingin kemana-mana dan hanya diam duduk tanpa nimbrung dalam pembicaraan teman-temannya.

"Nin," panggil Era yang melihat sahabatnya itu hanya terdiam dengan pandangan kosongnya.

"Kenapa, tuh, bocah?" tanya Putri yang juga mengamati Anindya yang terdiam tanpa ikut dalam pembicaraan mereka.

"Lo tahu gak dia kenapa? Gak biasanya Anindya diem kaya gini," tanya Era pada Kanaya.

"Gue rasa dia ada masalah. Udah biarin aja. Dia butuh sendiri dulu kali. Jadi kasih dia waktu," balas Kanaya yang tahu semuanya, namun enggan memberi tahu pada siapa pun termasuk teman-temannya.

"Ya, udah, deh," balas Era yang kembali melanjutkan pembicaraannya.

Kurang lebih beberapa menit mereka membiarkan Anindya untuk sendiri, akhirnya perempuan itu menolehkan kepalanya menatap teman-temannya yang juga sedang menatapnya dengan penuh tanda tanya.

"Lo kelihatan gak sehat, Nin. Lo sakit?" tanya Putri pada teman satu perjuangannya.

"Santai aja. Gue gak apa-apa. Ayo katanya mau ke ruang Melati. Mari kita selesaikan tugas akhir ini!" seru Anindya yang tiba-tiba semangat padahal sebelumnya terlihat murung di tempat.

"Lo sehat, kan?" tanya Era menatap sahabatnya.

"Sehat, lah, anjir. Maaf, ya, gue lagi banyak pikiran tadi. Tapi kalau sekarang udah bebas kok. Ayo kalau mau ke ruang melati," ajak Anindya yang merasa tak enak hati membawa masalah pribadi ke tempat koas nya saat ini.

"Ayo," balas Putri yang kemudian berdiri.

Tak mau ambil pusing dengan urusan Anindya, Putri, Era, dan Kanaya saat ini terlihat mempersiapkan buku dan alat tulis untuk melakukan assesment terakhir mereka. Tak lupa juga mereka memakai masker untuk menahan bau yang kurang sedap dari sana. Ya, bau tersebut tentu saja di sebabkan oleh penghuni ruang inap yang tidak sadar jika mereka mengompol karena pengaruh obat. Setelah semuanya selesai, mereka berempat pun keluar dari ruangan dengan memakai almet tentu saja.

Sepanjang perjalanan menuju ruang rawat inap mereka banyak becanda, bahkan Anindya yang pertama kali memulainya. Anindya ingin melupakan masalahnya sebentar dan kembali menikmati hari-harinya sebagai mahasiswa walau badannya terasa sangat lelah. Lelah dikit gak ngaruh baginya.

"Jangan lupa cuci tangan guys," ucap Kanaya yang mengingatkan teman-temannya untuk senantiasa mencuci tangan sebelum masuk ke ruang rawat inap pasien gangguan jiwa.

"Siap Bu, bos," balas mereka serentak.

Mereka pun masuk ke dalam ruangan, tapi sebelum itu aktivitas yang terus menerus ia lakukan selama berkunjung adalah jangan lupa menimbang berat badan. Orang pertama yang menimbang berat badan mereka adalah Kanaya.

"50, normal sih berat badan Lo. Sesuai sama tinggi badan," ucap Putri yang melihat angka tersebut.

"Mantap, sih. Pola makan gue berhasil. Coba Era nimbang gue penasaran gendutan siapa," tutur Kanaya membuat Era menimbang tubuhnya.

"Anjir kok bisa sama? 50 juga," sahut Kanaya yang tak percaya saat timbangan berat badan itu menunjukkan hasil yang sama dengan dirinya.

"Kan sama-sama makan nasi. Wajar kalau sama. Kecuali kalau gue makan onta lah," balas Era membuat Kanaya menepuk bahu sahabatnya gemas.

"Coba Lo Put. Gue penasaran orang tinggi kaya Lo berat badannya berapa," pinta Anindya membuat Putri mendapatkan gilirannya.

"52 buset. Padahal Lo tiap hari selalu ngomong stress, tapi kenapa makin subur say?" Era tak menyangka Putri yang tiap hari mengelus stress justru berat badannya bertambah dari sebelumnya.

"Ya, gimana, dong. Orang kaya gue ini kalau stress malah makan bukannya diet," sahut Putri membuat teman-temannya paham.

"Tapi dia gendut juga gak keliatan. Soalnya dia tinggi. Lah kalau gue, udah kaya babon badak kali," timpal Kanaya yang mengeluhkan dirinya bertubuh pendek.

"Lah, makanya jangan pendek. Minum susu Zee dong biar tinggi," balas Era yang tak menyadari postur tubuhnya.

"Ada kaca gak, sih?" tanya Anindya pada Era.

"Buat apa?" tanya Era yang tak paham.

"Buat bikin Lo sadar diri. Asekk," jawab Anindya yang kemudian membuat Era di tertawakan oleh Putri dan Kanaya.

"Anjir. Buruan Lo gue mau tahu berat badan Lo berapa. Naik atau turun dari sebelumnya," pinta Era membuat Anindya menaiki timbangan.

Tatapan mereka bertiga pun dibuat terkejut dengan berat badan Anindya. Pantas saja Anindya terlihat tidak sehat dan tidak fresh seperti sebelumnya. Sekarang juga Anindya banyak melamun.

"Bener, kan, survey membuktikan. Gue udah feeling alasan Lo kaya orang sakit karena kekurangan gizi. Lihat dari 50 sekarang cuman 45. Turun 5 kilo anjir. Lo diet, Nin? Karena tuntutan kerjaan?" tanya Era yang mengamati bentuk tubuh sahabatnya.

Anindya juga sama-sama terkejut ditempatnya. Bisa turun 5 kilo dari beberapa hari dia diet adalah bentuk luar biasa yang tak pernah ia duga sebelumnya. Sebenarnya ia hanya mengurangi makan nya, kalau pun berat badannya terus turun itu karena stress dan efek lelah dari kehidupannya.

"Sebenarnya gue gak diet-diet juga, sih. Lagi di fase lelah sama stress aja. Tapi gue gak apa-apa kok," balas Anindya tersenyum pada teman-temannya.

"Wah kacau, sih. Harusnya Lo jaga Anindya, Nay. Jangan sampe kekurangan gizi kaya gini," timpal Putri yang justru menyalahkan Kanaya sebagai asisten pribadinya.

"Kok jadi gue, sih?" tanya Kanaya dengan ekspresi yang seolah-olah sedih di tempatnya.

"Apaan, sih. Udah gue gak mau bahas lagi. Ayo masuk sebelum mereka makan Snack lebih susah lagi buat di tanya-tanya," ajak Anindya yang masuk lebih dulu lalu diikuti oleh teman-temannya yang sebenarnya begitu mengkhawatirkan kondisi Anindya.

"Kalian mau assesment?" tanya salah satu perawat ketika mereka berempat akan masuk ke dalam ruangan.

"Iya, Bu." Mereka semua membalas dengan serentak.

"Ada yang pegang pasien Azizah?" tanya perawat itu lagi membuat Anindya mengangkat tangannya.

"Saya, Bu. Kalau boleh tahu ada apa ya, Bu?" tanya Anindya yang cemas-cemas takut di tempatnya.

"Semalam dia tantrum. Marah-marah sama berantem dengan pasien yang lainnya karena mau pulang. Kalau untuk sekarang sudah tenang, sih. Tapi karena dia masih sensitif kalau bisa jangan memberikan pertanyaan yang akan memancing dia buat marah lagi. Kami pantau dari Cctv kalau ada apa-apa. Yang penting hati-hati," jelas perawat tersebut membuat Anindya terkejut ditempatnya. Hal seperti ini sebenarnya biasa terjadi, namun karena fase isolasi yang lumayan pendek membuat ia takut untuk melakukan assesment.

"Lo jangan assesment dulu, deh. Bahaya, Nin," ucap Kanaya pada Anindya.

"Gue yakin aman kok. Pasalnya waktu kita juga mepet tahu," balas Anindya mencoba untuk menyakinkan dirinya.

"Sekarang terpantau aman. Tapi saya ingatkan jangan beri dia pertanyaan yang sensitif," tutur perawat itu lagi.

"Baik Bu. Kalau begitu kami masuk, ya, Bu," ajak Anindya pada teman-temannya.

Mereka berempat pun masuk dengan pintu yang kemudian terkunci dari luar oleh perawat yang telah mengizinkan mereka. Ketika masuk ke ruangan, beberapa pasien menyambut kehadiran mereka dengan pelukan. Namun karena subjek assesment mereka telah ditentukan, secara otomatis mereka mengabaikan beberapa pasien yang ingin bercerita pada mereka. Termasuk Anindya yang meminta maaf pada beberapa pasien untuk menunggunya.

Mata Anindya terarah pada seorang perempuan yang tengah berbaring di lantai dengan mata yang terus mengawasi sekeliling seolah-olah sedang mencurigai kedatangan mereka. Dengan keberanian yang ada pada dirinya, Anindya berjalan mendekatinya. Bahkan ia rela membuka maskernya untuk menunjukkan senyumannya pada Azizah yang menatap dirinya datar.

"Hay mbak! Masih inget sama saya gak?" Sapa Anindya dengan suara yang tenang.

"Halo dok Anin," balas Azizah tanpa ekspresi seolah malas dengan kehadiran Anindya.

"Mbak saya boleh tanya-tanya gak, sih? Sedikit aja. Mau gak mbak?" tanya Anindya membuat Azizah kemudian duduk menatapnya.

"Lo mau tanya apa lagi? Gak ada lagi yang perlu gue ceritain sama Lo. Keluarga gue udah, semuanya gue udah ceritain sama Lo. Tapi Lo gak cerita sama orang lain, kan? Gue curiga Lo ini cerita sama orang lain tentang aib gue," tutur Azizah menatap Anindya yang tampak berusaha untuk baik-baik saja.

"Astaga, mbak. Mana pernah saya cerita sama yang lain. Seperti yang saya bilang di awal mbak. Cerita mbak semuanya cukup saya aja yang tahu," balas Anindya mencoba untuk menjelaskan situasi yang terjadi.

"Alah gak percaya gue. Kalau gitu ngapain tanya-tanya lagi? Ngantuk gue," sahut Azizah yang masih dalam kondisi emosi yang tidak stabil saat ini.

Anindya mulai memiliki perasaan tidak enak. Ia melihat teman-teman nya yang sibuk melakukan asesmen dengan tenang sementara dirinya harus menahan rasa takut karena tatapan dan gelagat mencurigakan dari pasien yang ia rasa seharusnya masih di isolasi karena belum tenang untuk di ajak komunikasi.

"Argh!" teriak Azizah tiba-tiba membuat Anindya terkejut ditempatnya. Azizah bahkan meraih tangannya. Bukan hanya meraih, namun menggoreskan kukunya di kulitnya yang saat ini terasa sakit. "Gue mau pulang! Mereka jahat! Gue gak mau ada di sini!"

"Tolongin gue dokter. Gue mau pulang. Gue mau ketemu sama suami gue. Gue cinta sama dia. Tapi perawat itu gak pernah mau izinin gue pulang," ucap Azizah marah namun dengan air mata.

Anindya menahan rasa sakitnya akibat tangan yang terus di cakar oleh Azizah. "Mbak, bisa lepasin tangannya gak? Mbak harus tenang kalau mau pulang. Mbak gak boleh marah-marah terus."

Azizah melepaskan cakaran nya. Namun tanpa di sangka-sangka Azizah memberikan cakaran tepat di wajah Anindya. Hal tersebut membuat Anindya takut dan memundurkan langkahnya.

"Lo cuman bisa ngomong doang tanpa bisa bantu gue. Muka Lo kaya pacarnya suami gue! Benci banget gue. Pasti Lo yang udah rebut suami gue, kan? Lo yang udah rebut dia kan!?"

Tubuh Anindya di goncang-goncang dengan tangan dan pipi yang sudah mendapatkan cakaran. Sialnya kenapa ia membuka masker disaat hal seperti ini terjadi pada dirinya. Anindya berusaha untuk meraih tangan Azizah, namun karena postur tubuhnya lebih besar darinya, ia pun merasa kesusahan. Ia tak mau marahnya Anindya membuat pasien yang lainnya tertular.

"Mbak stop! Mbak harus tenang!" seru Anindya yang seolah tak sanggup jika mendapatkan serangan seperti ini.

"Tolongin gue!" seru Anindya pada akhirnya membuat teman-teman Anindya yang melihat itu segera mendekatinya.

Era dan Putri yang melihat itu tentu saja segera meraih tangan Azizah. Mereka memegangnya sekuat tenaga sementara Kanaya memberikan aba-aba pada Cctv untuk menolongnya. Namun karena tak kunjung mendapatkan jawaban, Kanaya menggedor-gedor pintu agar perawat hadir lalu membuka pintu untuk mereka. Beberapa detik setelah aksinya, dua perawat pun hadir. Perawat itu masuk dan segera membawa Azizah yang semakin tak terkendali ke ruang isolasi. Sementara Kanaya yang melihat Anindya lemas pun segera membawa Anindya keluar dari ruangan rawat inap.

"Anjir," lirih Anindya yang masih syok mendapatkan serangan seperti itu.

"Lo gak apa-apa, Nin?" tanya Era yang cepat-cepat kembali dan melihat Anindya yang sudah lemas di tempatnya.

"Kasih minum biar gak pingsan," ucap perawat yang kemudian memberikan Anindya minum.

"Makasih, Bu."

Anindya mencoba untuk menetralisir rasa cemas yang ada dalam dirinya. Ia begitu takut. Wajah dan tangannya begitu perih. Bahkan badannya tampak bergetar saat ini. Rasanya ia ingin pulang, tapi sebagai dokter psikiater yang akan banyak menemukan hal seperti itu ia mencoba untuk menguatkan badannya sekarang.

"Balik aja yok," ajak Anindya yang kemudian berdiri dibantu oleh Kanaya yang tahu Anindya sedang cemas. Terbukti tangan Anindya bergetar hebat saat ini.

Melihat kondisi dan situasi dari Anindya membuat mereka memutuskan untuk kembali ke ruangan mereka. Setelah sampai di ruangan, Anindya langsung ambruk seketika. Ia terlihat tiduran di sofa dengan tangan yang masih gemetar hebat saat ini. Hal yang baru saja terjadi menjadi pengalaman yang tak akan pernah ia lupakan seumur hidupnya.

"Gila. Tangan sama pipi Lo luka. Mau bilang apa gue sama agensi anjir," ucap Kanaya yang mengkhawatirkan kondisi Anindya.

Anindya tak menjawab. Perempuan itu justru menutup matanya rapat seolah ingin istirahat.

"Sih, anjir ganas juga. Kasihan Anindya," balas Putri saat bekas cakaran itu terlihat jelas.

"Lo telepon Riko, deh, biar ----"

"Jangan telepon siapa pun," balas Anindya yang langsung merespon.

Namun telat. Tanpa sepengetahuan dari Anindya, Kanaya mengirimkan sebuah pesan pada Arsa untuk menjemput Kanaya yang habis di serang oleh orang gila. Ia tak tega melihat tangan Anindya seperti itu ditambah lagi badan lemas milik Anindya membuat dirinya akan jatuh sakit.

"Iya, gue gak menghubungi siapa pun," balas Kanaya yang kembali menaruh ponsel Anindya di atas meja.

#TBC

NOTE:
1. Tantrum : Adalah kondisi dimana pasien sulit diajak komunikasi. Dalam keadaan seperti ini pasien dengan gangguan jiwa akan lebih sensitif bahkan akan menyerang orang jika merasa dirinya terancam.

2. Pasien Isolasi & Pasien Tenang: Dalam ruang inap pasien gangguan jiwa. Terdapat dua ruangan yaitu tenang dan isolasi. Tenang untuk pasien yang sudah bisa di ajak berbicara atau komunikasi, sementara Isolasi tempat untuk pasien yang tantrum dengan emosi yang tidak stabil. Kenapa di bedakan? Jawabannya jika pasien Isolasi di masukan ke dalam pasien tenang, maka pasien-pasien yang lainnya akan terpengaruh untuk dan akan terdistraksi juga emosinya. Makanya ada ruangan pembeda di antara keadaan pasien tersebut.

Semoga bermanfaat guys.

JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK KALIAN

ADA YANG NUNGGU ARSA BUCIN?

SAMPAI BERTEMU DI PART SELANJUTNYA KALAU TEMBUS KOMEN 💜😭

FOLLOW ME GUYS!

Lanjutkan Membaca

Kamu Akan Menyukai Ini

53.6K 6.6K 29
Setelah kepergian jennie yang menghilang begitu saja menyebabkan lisa harus merawat putranya seorang diri... dimanakah jennie berada? Mampukah lisa m...
1.5K 270 6
Hidup lagi capek-capeknya, malah ketemu sama Pilot ganteng?!!! *** "Eh sorry Om, maaf gak sengaja, buru-buru soalnya pesawat *** 10 menit lagi boardi...
7.6K 191 24
Warning : 17+ Ada beberapa adegan kekerasan! Judul awal : Diary Depresi _ Follow sebelum membaca. Jangan lupa tinggalkan vote. _ Ketika kesetiaan di...
851 74 7
"Maaf Nay, udah buat lo masuk ke kehidupan gue, gue nggak bermaksud ngelakuin itu". -Zafran "Gue terima lo jadi temen gue, bukan berarti gue juga ter...