THESIS 2: CAN LOVE BE THE ANS...

由 Zoey_tan

38K 3.7K 1.4K

Setelah tragedi buruk menerpa, Ariana dan Rebecca memutuskan untuk berpisah sejenak. Ya, kata Rebecca sore it... 更多

CHAPTER 1: AFTER WE BROKE UP
CHAPTER 2: DESTINY?
CHAPTER 3: BERTEMU KEMBALI
CHAPTER 4: ERENA, SESAL DAN MAAF
CHAPTER 5: SOMEONE NEW
CHAPTER 6: ANOTHER SIDE THAT YOU DON'T KNOW
CHAPTER 7: UJUNG YANG TAK SELESAI
CHAPTER 8: BADAI YANG BERLALU LALANG
CHAPTER 9: TAKE BACK
CHAPTER 10: MENUJU DEWASA
CHAPTER 11: ANOTHER TRUTH
CHAPTER 13: KETEMU CAMER DULU GUYS!
CHAPTER 14: BAGAIMANAPUN, BADAI HARUS DIHADAPI
CHAPTER 15: HARI KEBENARAN
CHAPTER 16: HARI DIMANA BADAI TELAH BERLALU
CHAPTER 17: KADO ULANG TAHUN
CHAPTER 18: NEW DAY
CHAPTER 19: SWEET LIKE CHOCOLATE BAR
CHAPTER 20: DEBU YANG BERTERBANGAN
CHAPTER 21: PELANGI DI UJUNG SENJA
CHAPTER 22: ITU TERLALU BANYAK!
CHAPTER 23: ANOTHER SIDE
CHAPTER 24: LOVING CAN HURT
CHAPTER 25: WRONG PERSON
CHAPTER 26: I WILL LOVE YOU FOR THOUSAND YEARS
CHAPTER 27: RECKLESS
CHAPTER 28: YOU'LL BE SAFE HERE
CHAPTER 29: SOME(ONE) FROM THE PAST
CHAPTER 30: PELABUHAN TERAKHIR?
CHAPTER 31: THE END OF A WOUND
CHAPTER 32: AKHIR DARI SEBUAH KEBOHONGAN
BAB 33: THE FINAL PART OF LOVE STORY

CHAPTER 12: TANGGUNG JAWAB

1K 115 46
由 Zoey_tan

Gue punya kucing baru dirumah. Kita mau namain dia Poro. Ya, poro tanpa jadi pororo wkwk. Soalnya kucing yang udah lama dirumah juga namanya sejenis itu.

Poro ini umurnya sekitar 4 bulan. Cantik banget. Warna oren. Sedangkan kucing dirumah warnanya abu. Tapi ga abu utuh. Lebih ke belang tapi bukan om hidung belang yaa.

Ketika sampe rumah, kemaren udah malam. Awalnya Poro agak shock karena diem terus wajahnya panik. Gue lagi pegang kucing abu gue didepan dia.

Jelas Poro takut untuk lingkungan yang belum familiar buat dia. Gue pikir kucing abu gue bisa terima dia. Kebetulan cuman dia satu-satunya kucing dirumah. Kita pikir dia kesepian jadi kita bawain lah Poro ke rumah.

You know what, ternyata Poro ga disambut baik. Kucing abu gue kayaknya kesel dan ga nyaman sampe berantem sama Poro. Ternyata abu selama ini tidak terjebak sendiri namun memang suka sendiri.

Dia suka sendiri dan tidak masalah sendiri. Dia bermain sendiri bukan karena tidak ada siapapun, tapi karena dia memang suka sendiri. She is enough with her self.

Kadang kita seperti Abu. Berpikir bahwa kita sama diri sendiri udah cukup. Gue juga setuju itu. Tapi meskipun lo suka sendiri, gue harap lo juga tidak akan terlalu menolak seseorang untuk masuk ke hidup lo.

Kita tetap saja butuh seseorang. Hanya untuk sekedar mengingatkan kita bahwa hidup bukan hanya soal kita. Secukup apapun kita dengan diri sendiri, it's really good actually, but when someone come to you to accompany and even just smile and saying 'are you okay', i think we still needed it.

Have someone to talk and to hug, really magic and awesome. Maybe it's hard to find her/him, but i wish we could find somebody special like that..

-Zoey
----
-

-

-

Klik!

Pintu kamar nuansa abu-abu itu terbuka. Menyeruakkan aroma pemiliknya yang masih sangat terasa. Senyum Rebecca terbit saat ia melangkah masuk ke dalam kamar Eren. Lia mengikutinya dari belakang.

"Feels like she is still alive", gumam Rebecca saat kakinya memasuki kamar Eren.

"Bunda ga pernah masuk kesini sejak Erena pergi, tapi Mbok Atun selalu ngebersihin kamar ini dan nyemprotin parfum yang sama saat Erena masih hidup, jadi kamar ini seolah tidak kehilangan pemiliknya", jelas Lia sembari tersenyum.

Lia memperhatikan Rebecca sembari bersandar di dinding dekat pintu. Rebecca asyik memandangi jejeran foto di lemari kaca kamar Eren. Sesekali gadis itu menyentuh foto yang kini tinggal kenangan itu dan kemudian tersenyum.

"Mau tidur disini malam ini sama aku ga?", ucap Rebecca saat pandangannya tertuju pada foto masa kecil Eren.

Sudut bibirnya terangkat dan tangannya tergerak mengambil foto itu. "Let's spend time together. Aku, bunda dan Eren"

---

Rebecca menguap sesekali saat duduk di depan meja makan. Lia yang baru saja meletakkan semangkok salad diatas meja tersenyum.

"Makanya mandi dulu caa"

Rebecca meminum susu yang sudah ada didepannya sebelum akhirnya nyengir sambil garuk-garuk kepala. Lia hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan Rebecca.

Ia dengan cekatan memindahkan salad dari dalam mangkok ke dalam mangkok yang lebih kecil dan menyodorkannya pada Rebecca.

"Serius gapapa makan ini aja? Padahal Bunda bisa masak yang lebih niat", ucap Lia  saat Rebecca menyendok saladnya.

"Udah gausah, ini aja cukup kok. Bunda ga perlu repot-repot masak", jawab Rebecca sembari mengunyah makanan dalam mulutnya.

"Kamu tuh baru balik, sayang. Pasti selama ini ga makan masakan rumahan kan?"

Rebecca mengangguk sekilas. Lalu kembali asyik mengunyah sisa saladnya.

"Nanti kalo bunda ga sibuk, ajarin aku masak dong"

"Boleh, mau kapan?", tanya Lia bersemangat.

"Selama bunda ga sibuk aja, tapi jangan yang minggu ini yaa. Aku baru mau masuk kantor", jawab Rebecca yang dihadiahi anggukan oleh Lia.

---

Clara sesekali mencuri pandang pada Rebecca yang kini bersebelahan dengannya di dalam lift. Rebecca tersenyum saat matanya bertemu dengan mata Clara.

Kak, gue makin deket sama dia. Apa ini jalan Tuhan untuk semuanya?

Pintu lift terbuka. Mereka sama-sama turun di lantai kantornya Ariana. Rebecca berjalan duluan diikuti Clara.

Rebecca mau kemana?

Ia berbalik saat sudah didepan ruangan Ariana yang masih dikunci. Clara yang kini berdiri disamping mejanya menautkan alis bingung.

"Kak Nana udah datang?", tanya Rebecca pada Clara.

"Siapa?"

"Oh, sorry. Ariana"

Rebecca emang ga sopan apa gimana?

"Hello?"

"Eh iya?"

Rebecca tersenyum menyaksikan tingkah linglung Clara. Ren, pasti lo suka jahilin anak ini dulu. Lucu banget.

"Lo ngapain nyari Bos?"

"Oh, dipanggil Bos ya? Gue mau ketemu aja. Sebelum bekerja di hari pertama"

"Bekerja gimana? Lo kerja disini?"

Rebecca mengangguk. Ia menunjukkan kartu akses kantor yang ia pegang.

"Kartu nama gue belum ada, tapi gue magang dibawah Bos"

"Jadi sekretaris nya apa gimana?"

Rebecca tertawa. "Bukan, sebut aja management training"

"Hah? Bos ga pernah ngasih tau akan ada anak-anak management trainee, berapa orang?"

"Gue management trainee jalur orang dalem. Gue ga disuruh duduk?", Canda Rebecca.

"Oh, sorry. Silahkan duduk disana", Clara menunjuk sofa panjang di depan mejanya.

Clara memperhatikan gerak gerik Rebecca dengan ekor matanya. Sedangkan tangan nya sibuk mengecek jadwal Ariana di ipadnya.

"Btw, lo kerja disini udah lama ya?"

"Sudah beberapa bulan ikut sekretaris lama nya Bos. Tapi untuk sekretaris yang beneran kerja sama Bos, baru 2 minggu ini", jawab Clara.

"Ohh"

"Sekarang Bos lagi ga ada acara sampe siang. Dia di kantor kalo lo mau ketemu dia sekarang", tambah Clara.

Rebecca mendelik dan bangkit dari duduknya. "Bilang dong dari tadi raa. Kenapa malah nyuruh gue duduk seolah dia ga ada?"

Clara tersenyum profesional. "Bos ga suka bertemu orang tanpa janji sebelumnya"

"Tapi kan gue...

"Apa?"

"Ah ya sudahlah"

"Lo bisa masuk sekarang"

Rebecca mengangguk. Ia melenggang berjalan menuju ruangan calon Bos nya.

"Gue boleh tanya sesuatu?", tanya nya berbalik kembali setelah hampir memutar kenop pintu ruangan Ariana.

"Apa?"

"Maksud ucapan lo di makam Eren dan dihari pertama kita ketemu, ada apa?", tanya Rebecca. Ia meneliti setiap perubahan ekspresi di wajah Clara.

"Ucapan yang mana? Gue cuma inget soal gue minta izin buat peluk lo. Soal di Cafe itu, gue cuma kaget karena akhirnya ketemu sama lo. Kak Eren pernah ngeliatin foto lo", ucap Clara.

Rebecca menatap Clara penuh selidik. Gadis itu mengalihkan pandangannya pada ipadnya. Dua kali bertemu, dua kali juga ia merasa ditusuk oleh ucapan Clara.

"Lo sempat bilang apa gue bahagia dan kenapa gue masih berani hidup. Gue salah denger?"

Clara meletakkan ipadnya. Ia menatap Rebecca dalam-dalam.

"Mungkin", jawab Clara. Ia tersenyum misterius.

----

Ariana memainkan pena yang ia pegang sambil menatap tak sabar pada manusia yang kini berdiri didepannya. Rebecca, adiknya itu tersenyum tenang.

"Kemaren kamu kemana?"

"Ada urusan. Aku lupa ngabarin"

"Aku nungguin kamu dirumah 3 hari tapi kamu ga pernah datang"

Rebecca berdehem. Ia memperbaiki kemejanya sejenak.

"Aku tidak berniat pulang"

"Kamu akan jadi donatur tetap hotel?"

Rebecca tersenyum. Ia kesal tapi kadang respon Ariana memang diluar nalar.

"Aku udah bicara sama om Zain. Masih inget rumah aku yang lama? Aku minta om Zain bicara sama pemilik yang sekarang. Tapi kata om Zain pemilik nya ada disini?"

Ariana mengalihkan pandangannya. Lalu mengusap tengkuknya saat Rebecca tersenyum padanya.

"Kakak ga pernah ngejual rumah itu kan?"

"Ga laku", jawab Ariana asal.

Rebecca mendekat dan kini berdiri disampingnya. "Thank you. Hampir 20 tahun aku besar dan hidup disana. Aku pikir aku akan kehilangan rumah itu dan hanya tersisa ingatannya", ucap Rebecca lirih.

Ia menyentuh ujung bahu kakaknya haru. Rebecca masih marah soal yang kemaren tapi tetap tak bisa menyembunyikan keharuannya sejak saat Zainal memberitahunya fakta ini.

"Aku udah bilang itu karena rumahnya ga laku!"

Rebecca terkekeh. "Iya. Mana bisa laku kalo ga pernah dijual"

"Terus sekarang? Mau apa?", Ariana mengabaikan Rebecca yang sendu disampingnya dan secepat kilat mengubah ekspresi dinginnya kembali.

"Yaa masuk kantor. Apalagi?"

"Jam makan siang? Kamu pikir ini kantor punya bapak kamu?"

"Sorry, aku telat dikit. Tadi macet banget di deket Kintamani", suara Rebecca terdengar.

Ia mencoba tersenyum profesional. Inikan yang Ariana mau?

"Kenapa kamu bisa lewat Kintamani?", tanya Ariana heran. Hotel yang kemaren perasaan ga disana deh.

"Ah, aku nginep dirumah Eren", jawab Rebecca singkat.

"Dalam rangka apa?"

"Nothing, hanya melepas rindu"

"Eren bahkan...

"At least, di kamar dia, aku masih bisa mencium aroma nya dan sedikit tenang dengan itu", jawab Rebecca tegas.

Ariana tersenyum sedih. Eren sangat beruntung dicintai begitu oleh Rebecca. Sedangkan ia harus menelan kenyataan pahit ini.  Ia melemparkan pandangan ke luar kantor. Hiruk pikuk kota seolah menghantam hatinya juga.

"Baguslah", ucap Ariana asal.

Bagus apanya? Bagus untuk nyakitin hatinya?

Wanita yang hampir menginjak usia 30 tahun mencoba tersenyum munafik lalu mengambil handphone nya. Ia beranjak dari kursinya dan duduk di sofa ruangan itu.

Rebecca mengekorinya dan duduk diseberang Ariana. Ia memperhatikan Ariana dengan sabar sembari kakaknya itu asyik beberapa saat dengan benda pipih itu ditangannya. Rebecca berdehem.

"Jadi, ruangan aku dimana?", tanya Rebecca.

Ariana yang baru saja meletakkan kembali handphone nya mengalihkan perhatian pada gadis didepannya.

"Disini"

Rebecca menautkan alis bingung, "Disini dimana?"

"Di ruangan ini"

"Dimana deh?"

"Kamu ngerti bahasa indonesia gasih?"

Rebecca memasang wajah makin tak mengerti bahkan saat Ariana tampak kesal padanya.

"Makanya jawab yang jelas kak. Disini dimana?"

"Astaga", geram Ariana tak sabar. Ia beranjak dan mengambil tumpukan berkas di mejanya.

Ariana kemudian berjalan ke arah meja rapat di ruangannya dan meletakkan setumpuk kertas tadi di atas meja. Ia menoleh pada Rebecca yang masih menatap.

"Mulai saat ini kamu kerja disini, sama aku"

Rebecca mengernyit. Tolong siapapun jelaskan ini maksudnya apa?

Ariana tersenyum gemas. Ia duduk dan menunjuk kursi di seberang nya.

"Ini akan jadi ruangan kamu nanti. Aku akan pindah ke ruangan sebelah. Selama kamu belajar untuk proses pengalihan jabatan, kita satu ruangan dulu. Ada pertanyaan?"

"Bentar bentar, ini kok agak lain", protes Rebecca. Ia berkacak pinggang didepan Ariana.

"Maksud kamu?"

"Come on lah kak! Masa kita satu ruangan?"

"Untuk sementara. Lagian ruangan ini luas banget, tuh liat", jawab Ariana tak mengerti mengapa Rebecca ribut soal ruangan.

"Ya maksudnya ga gituu kakk", rengek Rebecca gemas.

Ia memasang wajah cemberut. Masa kak Nana ga ngerti kalo gue males liat dia sihh?

" Ya terus apa?"

"Aku tauu kakak bakalan bilang ini soal kerjaan harus profesional bla bla bla. Tapi liat juga dong keadaannya. Kakak akan pura-pura ga terjadi apa-apa setelah nampar aku kemaren?"

"Yaampun Becky, aku udah minta maaf soal itu. Aku ga sengaja", potong Ariana cepat. Ia akan merasa canggung jika membahas itu sekarang.

"Minta maaf aja ga cukup kak!", potong Rebecca mulai kesal.

Ariana menghela nafas. "Ya terus kamu maunya apa? Bales nampar?"

Rebecca menggeram gemas. Apa cuma ia yang merasa bahwa Ariana terlalu menyepelekan masalah? Ia menyipitkan mata dan duduk di kursi.

Untuk sesaat pandangannya tidak beralih dari tumpukan berkas di meja segi empat yang cukup untuk mini rapat di ruangan Ariana.

Sedangkan kakaknya tampak tidak terlalu ambil pusing. Ia kembali ke tempat duduknya dan sibuk dengan MacBook didepannya.

"Kakkk....

Ariana dan Rebecca saling tatap. Entah ide siapa, kini meja Rebecca diletakkan di sudut ruangan sang Bos. Ujung ke ujung.

Apa dia mempermainkan gue?

"Ga ada ruangan yang kosong?", suara Rebecca terdengar setelah beberapa saat ia grasak grusuk di kursinya.

"Ada", jawab Ariana tanpa menoleh.

"Aku mending disana deh"

"Silahkan. Turun dua lantai, di ujung lorong ada ruangan berpintu merah. Kita biasa nyimpen barang rusak disana", jawab Ariana.

Bahu Rebecca yang tadi naik kini turun kecewa. "Yaah"

"Gausah rewel, Becky. Kamu perhatiin aku bekerja selama sebulan, bulan depan kamu yang akan duduk di kursi ini", jelas Ariana. Ia mulai membuka sejumlah map diatas mejanya.

"Aku udah bilang dari tadii aku tidak nyaman jika bekerja begini", keluh Rebecca jujur.

Lagian, siapa yang akan nyaman bekerja satu ruangan sama mantan?

"Tidak nyaman di bagian mana selain karena aku nampar kamu kemaren?"

"Satu ruangan sama kakak itu sederhana tapi ga semua orang bisa, apalagi aku!"

"Kenapa? Kita harus mengurus kantor ini berdua. Lawan rasa tidak nyaman nya. Kamu harus menyesuaikan diri dalam waktu dekat"

Rebecca bangkit dari kursinya. Ia berjalan ke arah Ariana.

"I know kakak juga ga nyaman, hentikan semua kepura-puraan itu", tuduh Rebecca.

Ariana menatap Rebecca yang berkacak pinggang didepan mejanya. Ia meletakkan map yang tadi ia pegang dan Ariana tersenyum.

"Kamu belum cukup dewasa?"

"Stop bahas soal dewasa. Siapapun tau, ini hanya akal-akalan kakak untuk ngerjain aku kan?"

Ariana terbahak saat mendengar ucapan adiknya. Gadis itu menatap Rebecca sejenak.

"Motif aku melakukan seperti itu apa?"

"Yaa I don't know. Tapi ucapan kakak hari itu cukup jadi alasan buat curiga"

"Yang mana?"

"You take back what is yours, and i get back what is mine, kan?"

"So, what is mine here? You?"

Akssnwkwkqqqalqlmsnd

----

Sesekali sudut mata Ariana tertuju pada Rebecca yang kini asyik bermain handphone. Ia mengernyit. Mentang-mentang anak emas apa gimana tuh anak?

Rebecca mendongak saat deheman Ariana mengusik kesenangannya dengan benda pipih ditangannya.

"Kenapa?", alisnya bertaut bingung saat Ariana menatapnya tajam.

"Baca semua berkas itu dan tulis pendapat kamu"

Gadis yang disuruh itu mengalihkan pandangan ke tumpukan berkas didepannya. Ia tersenyum sekilas.

"Apa ini sejenis tugas kuliah?", tanya Rebecca setengah menyepelekan.

"Konsultasi perkara"

Mata Rebecca membulat, "Konsultasi perkara!? Kakak nyuruh aku nulis pendapat hukum untuk kasus ini?"

Ariana tidak bersuara. Ia hanya mengangguk sebagai gantinya.

"Aku baru lulus kak...

"Terus?"

"Ya, how can...

"Kamu kuliah gasih?"

"Ya kuliah, tapi tetap aja, I'm not law consultant. Is that illegal for me doing this?"

"Kamu membuatnya atas nama aku"

"Astaga, mana bisa begitu!"

"Memang begitulah cara kerjanya"

"Kak, ini ga bener sama sekali. Ini bahkan perkara besar dan kakak nyuruh aku nulis legal opinion secara asal?"

Ariana mendesis gemas. Ia menatap Rebecca tajam. Berisik sekali bocah tantrum ini.

"Isi otak kamu balik dari Leeds cuma kehampaan?"

Rebecca melongo mendengar hinaan berkelas Ariana. Ia hampir memberikan tepuk tangan atas mulut cantik yang baru saja melontarkan ucapan hebat nan pedas itu.

"Iyaaaa yang professor... saya ga lawan deh"

"Maksud kamu apa ngomong begitu?"

"Loh iya kan professor? Aku dengan otak hampa ini jelas tidak akan ngecounter kakak. Tapi aku baru tau lho professor di Leiden diajarin ngerendahin orang juga", balas Rebecca dengan senyum mengejeknya.

Ariana tersenyum meski kini menggertakkan gerahamnya. Keusilan ini sama seperti saat mereka bertemu untuk kedua kali gasih? Dasar bocah sombong!

"Kerjaan kamu tuh sekarang memperhatikan dan ikut andil biar kamu tau kerjaan aku apa saja. Which is all of that will be yours. That's why, kamu harus deket aku dan ngerjain kerjaan aku supaya kamu ga shock ketika seluruhnya aku serahkan ke kamu, paham sampe sini?"

"Tapi..

"Aku cuma minta kamu nulis legal opinion, bukan nanganin perkara nya langsung. I'll check that paper, cukup jelas?"

"Ngomong gitu kek dari tadii.."

"Aku pikir kamu sudah pinter tapi tetap aja bodoh"
---

To be continue


GUYSSSS PACAR AKU ULANG TAHUN!!!

Happy birthday my adored person, Rebecca Patricia Armstrong. I wish you the best and may the world give you all the best. I don't know how to say this, but thank you cause born and be the reason a lot of people smile and survive. Hihihi.

-Zoey.

继续阅读

You'll Also Like

3.8M 160K 62
The story of Abeer Singh Rathore and Chandni Sharma continue.............. when Destiny bond two strangers in holy bond accidentally ❣️ Cover credit...
1.1M 29K 41
While moonlighting as a stripper, Emery Jones' mundane life takes a twisted and seductive turn when she finds herself relentlessly pursued by reclusi...
626K 19.6K 112
[Not MY Story] OFFLINE Purpose. I possessed the wife of the Emperor, the mad villain of a tragic novel. After a while, when the evil Emperor looks t...
728K 27.6K 43
Everyone said he was untamable and not human like! His mother couldn't handle the pressure of a son that had such a unique quirk and gave him up. No...