GUS AZZAM

Galing kay itsnour29

4.7M 287K 44.2K

[ FOLLOW SEBELUM MEMBACA ] Hana di deskripsikan sebagai gadis nakal pembuat onar dan memiliki pergaulan bebas... Higit pa

Prolog : Gus Azzam
01 - Pertemuan setelah sekian lama
02 - Pesantren Al-Furqan
03 - Kewajiban
04 - Tidur bersama?
05 - Hukuman
06 - Takdir, bukan kebetulan.
07. Sahabat
08. Akish dan Alaska
09. Sakit, Rindu, Alaska.
10. Fitnah dan Jebakan?
11. Di balik kejadian.
12. Perasaan yang berlebihan
13. Hijrah itu lebih baik
14. Cacing Alaska
15. Tahajjud dan cinta nya
16. Aku, kamu, dan salah tingkah
17. Menjadi imam yang baik.
18. Masalalu yang lucu
19. Kecemburuan akan masa
20. Pembicaraan dan Renungan
21. Ada apa?
22. Sebagai Guru
23. Panggilan resmi
24. Bersama dengan nya
25. Kunjungan Mertua
26. Kehilangan di Pasar
27. Kemunculan Sadam
28. Putra Tengah Al-Furqan
29. Kedatangan & Kepergian
30. Pulang atau Pergi
31. Makanan Halal & Haram
32. Tabungan?
33. Beginilah cinta mereka
34. Perasaan Umma
35. Kembalinya Putra Tengah
36. Di balik Bingkai Foto
37. Secara tiba tiba
38. Kabar dan Sebuah Kurma
39. Beberapa panggilan
40. Perempuan yang di temui
41. Ngidam
42. Cerita setelah kerja bakti
43. Meninggalkan Pesantren
44. Pemuda Pemuda Syam
45. Hari Kelahiran
46. Hujan dan Maaf
47. Perihal Sadam
48. Mata yang indah
50. Perempuan perempuan
51. Bertengkar dingin
52. Kembali berdamai
53. Berada di rumah kayu
54. Sebelum pamit
55. Sebuah Tragedi?
56. Pilihan yang mutlak
57. Kedatangan dalam diam
58. Keputusan berpoligami
59. Ada nya bukti?

49. Yang menemukan nya

34.8K 2.3K 1K
Galing kay itsnour29

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

yang udah vote+komen, makasihhh banyak. aku doakan, semoga di beri kesehatan, semoga baik baik aja. aku tandain semua yang rajin ninggalin jejak 😎🫵 hey, kamu adalah orang paling sabar karena sudah menunggu penulis malas update ini, padahal draft nya sudah numpuk. eh, kesan nya malah asik sendiri ga sih

*****

Hari kemudian.

Hari Ahad. Penyesalan Hana telah mengira bahwa hari itu adalah hari Sabtu. Dan ia benar benar lupa jika suami nya akan pergi keluar hari ini untuk mengisi kajian dalam suatu acara. Bisa bisa nya terlambat untuk menyiapkan perlengkapannya.

Buru buru, perempuan itu keluar dari dapur setelah mengeringkan kedua tangan nya. Umma yang baru saja datang dari halaman belakang ikut bingung melihat pergerakan menantu nya. Ingin ia bertanya, namun ia sudah melihat Hana lebih dulu pergi.

"Udah pergi?"

Perempuan itu menutup mulut nya ketika gak sengaja bertanya kepada Sadam yang berdiri tak jauh dari pintu ndalem.

Hana sedikit menjauh. Aduh, batinnya. Ia menepuk jidat nya sendiri. Sadam menoleh dan berusaha untuk tidak melihat nya.

"Kak Azzam ya, kak?" Hana mengangkat pandangan nya. Melihat seorang gadis yang menampakkan dirinya di balik Sadam yang berdiri di depan nya.

"Udah pergi kok. Baru aja." Jawab gadis itu ramah pada nya. Ekspresi Hana seketika berseri seri. Gadis itu tepat di belakang Sadam. Kemudian memeluk lengan nya. Sadam hanya mematung diam dan meliriknya.

Pria itu terkekeh kecil.

"Ya udah kalau gitu. Kalian bersenang-senang, ya." Hana berdehem setelah nya. Melambai kecil. "Ayra." Sambungnya sebelum ia pergi. Ia menyebut nama gadis itu.

Sementara Sadam. Tangan sebelah nya bergerak untuk menyentuh tangan Ayra. Sementara Ayra mengangkat pandangan nya. Menatap Sadam sedikit lama sebelum ia tertawa kecil.

"Pinter ya sekarang." Sahut Sadam.

••••

Hana memegangi surban suami nya yang sudah bersih. Ini sudah kering dan ia lupa meletakkan nya pada tas Azzam sebelum pria itu pergi. Entah apa yang terjadi, namun sepertinya Azzam akan terkejut ketika surban ini tak ada di tas nya.

"Ibuu."

Hana menunduk dan terkejut ketika sesuatu menyentuh dan memeluk kaki kanan nya. Terkejut nya pun, membuat surban yang ia genggam mengenai putra nya. Ternyata Ali

Ketika melihat nya, ia bernafas lega.

Terlihat Ali sedang di tutupi surban Ayahnya. Hana membungkuk dan tertawa kecil. Ia mencoba usil pada nya.

"Ali mana nihh, ibu ngga lihat."

Ali memegangi surban itu hingga membuat pandangan nya kembali terbuka menatap Hana. Ali tertawa lucu dan bertepuk tangan. Sementara Hana memegangi tangan nya dan mencium wajah mungil nya.

Hana mengusap sisi wajah Ali. Memandangi nya. Dan Ali saat ini sedang memakai surban milik Ayahnya. Hana tersenyum salah tingkah di buat nya. Ia memperbaiki posisi surban itu.

"Mmm, ganteng, yaa. Kayak Ayah."

Anak laki laki itu menatap nya lama. Ia tertawa kecil. Hana yang tadinya membungkuk, kini berjongkok untuk menyamakan tinggi nya dengan Ali agar lebih mudah menatap nya. "Ini surban Ayah nya Ali." Perempuan itu mengangkat surban Azzam, memperlihatkan nya.

"Seperti punya Abang santri kan?"

Hana memegangi dagu nya. "iya sih. Tapi yang punya Ayah kamu ini, model lama. Di simpan baik baik malah. Surban ini tuh kebanggaan nya."

Kemudian, perempuan itu mengibaskan tangan nya. "Ah, sudah, sudah. Ibu punya sesuatu yang mau Ibu tunjukin ke Ali. Mau ngga?"

Terlihat, anak laki laki menatap nya penasaran. Ia menganggukkan kepalanya dengan bersemangat. Hana kembali berdiri dan menuju ke meja tempat Azzam biasa nya duduk untuk mencatat.

"Ibu ngga tau kamu sama Ayah kamu lagi berbincang apa berdua di masjid." Perempuan itu berbicara sendiri. Dan Aku mendengar nya. Terdengar seperti Omelan.

Ah, itu.

Ali melihat ke arah lain. Ia tertawa kecil. Itu membuat Hana kebingungan. "Kenapa?"

"Ahm, Ayah ngga mau ngalah, ya. Cemburuan."

Hana mencerna. Kemudian ia terkejut sendiri. Ali malah nampak biasa saja. Ia mulai bertanya tanya. Tidak ngalah untuk apa nya? Azzam? Cemburuan? Tapi mengapa Ali yang mengakui itu? Apa pria itu cemburu pada anak nya sendiri?

Hana berpikir terlalu jauh. Tapi ia menganggap bahwa itu tidak perlu ia pikirkan. Toh ia bisa menanyakan nya secara langsung pada sang suami.

"Nah, ini. Ibu habis bikin sesuatu buat Ali. Ini tuh huruf huruf yang biasanya ada di Alquran. Kalau mau lancar baca Al-Qur'an nya, harus kenal sama huruf-huruf Hijaiyah nanti. Ali bakalan berteman sama mereka."

Khalid yang awalnya menyembunyikan wajah nya dari pelukan erat nya pada Hana, ia memberanikan diri untuk bergerak dan melihat buku buku yang berisikan beberapa huruf Hijaiyah.

"Berteman?"

"Iya. Nanti Ali bakalan berteman dan ketemu terus sama huruf huruf ini. Teman Ali jadi banyak. Tuh, lihat. Huruf nya banyak kan?"

Ali melihat buku itu dengan lama. Ia memperhatikan tulisan tulisan ibu nya. Cantik. Sepertinya pemilik tulisan itu. Anak laki laki itu mengusap mata nya, dan Hana hanya bisa memandang nya kemudian tertawa kecil.

••••


Sesuai dengan dugaan nya. Orang orang bertanya terkait surban yang biasanya selalu pria itu bawa. Azzam hanya menjawab bahwa ia melupakan nya. Meski memang ia sudah menduga jika ia membawa nya. Tapi tetap saja, ketika memeriksa tas nya, ia tidak melihat nya. Hanya catatan, bersama ponsel nya yang dalam pengisian daya powerbank.

Ting!

Ia terkejut kembali. Mendengar suara notifikasi dari ponselnya sebanyak tiga kali. Dugaan nya langsung membuat nya mengambil ponsel nya dari saku. Sesekali melihat sekitar. Tempat saat ini perlahan menjadi sepi.

Nana-ku

[assalamualaikumm.]
[kak azzam, maaf ya. surban nya ketinggalan di rumah hehe.]
[soalnya masih di jemur tadi pagi dan lupa ngambilnya.]

Azzam berdehem. Tanpa di sadari, senyum tipis terpancar di wajah nya.

Anda : Iya, Na. Tidak apa apa.
Saya mau pulang.

Pria itu memandangi layar ponsel nya untuk menunggu pesan selanjutnya. Awalnya, ia menunggu beberapa detik yang agak lama. Namun balasnya begitu singkat.

[oke deh.]

Sesaat, obrolan singkat itu pun telah berakhir. Azzam memegangi tas nya dan segera pergi meninggalkan tempat kajian untuk segera menuju ke parkiran yang dimana mobil nya disana.

Singkat langkah nya, ia telah berhasil keluar dari tempat kajian. Berjalan sembari mencari kunci mobil nya di dalam saku pakaian nya, mengambil beberapa detik sampai akhirnya ia menemukan nya kemudian tiba tiba—

Brak!!

"Aduh!"

Azzam terkejut dan menoleh cepat ketika ia siku nya tak sengaja menyentuh sesuatu seperti tumpukan kertas hingga sesuatu itu terjatuh dan berhamburan disana.

"Maaf, maaf."

Mendengar dari suara nya, sepertinya seorang perempuan. Azzam membuat perempuan itu menyingkir dari nya, dan ia berlutut untuk mengambil tumpukan kertas itu dan merasa bahwa ini adalah kesalahan nya.

"Tidak, saya yang meminta maaf."

Hingga semua tumpukan kertas dan juga buku itu telah di kumpulkan, Azzam membersihkan nya agar tak ada sepercik tanah atau debu yang menyentuhnya. Tanpa ingin memandang perempuan itu, Azzam memberikan nya. Perempuan yang ada di depan itu pun menerimanya.

"Sekali lagi, maaf." Sahut Azzam, rasanya tak mau berlama lama.

Mengingat, bahwa hanya ia, dengan perempuan itu disini.

Perempuan itu tak kunjung pergi meninggalkan tempat nya. Yang membuat Azzam sendiri yang meninggalkan tempat nya setelah sempat mengucapkan salam. Salam nya bahkan tidak di jawab. Entahlah, apa yang di pikirkan perempuan itu.

Mungkin, ia adalah salah satu jamaah yang mengikuti kajian nya.

Azzam menduga duga saja. Sebab, ia sempat melihat isi dari buku dan kertas yang berhamburan tadi. Sebagian besar isinya adalah tulisan ringkas dari kajian hari ini.

Ia melangkah menjauh dan merasa sudah menjauh dari perempuan itu. Ia mengusap leher belakang nya dan berjalan santai.

Ketika ia sudah hampir sampai ke mobil nya, ke melihat dari pantulan kaca spion mobil nya. Ternyata, perempuan yang tadi, mengikutinya. Azzam mengalihkan pandangan nya.

Ia sontak berhenti melangkah, kemudian berbalik. Perempuan itu, juga berhenti.

"Kamu mengikuti saya?"

"Iya." Perempuan itu menjawab nya. Azzam memperlihatkan respon yang rumit.

"Kenapa?" Tanya nya sekali lagi.

Perempuan itu, ia mendekat dan Azzam berdehem dan sedikit menjauh.

"Mm, karena, saya baru pertama kali mengikuti kajian seperti ini. Orang orang yang ada disana memanggil anda dengan sebutan Gus, ya? Dengar dengar lagi, panggilan itu di tujukan pada anak Kyai." Mendengar perkataan perempuan itu, Azzam sedikit kebingungan.

Terdengar, perempuan itu tertawa kecil. "Saya tuh baru hijrah. Maaf kalau menyinggung."

Kedua alis pria itu terangkat. Ia menganggukkan kepalanya mengerti. Mungkin, perempuan itu masih belum tau bahwa ada jarak bagi laki laki dan perempuan yang bukan mahram. "Selamat, kamu salah satu yang beruntung mendapat hidayah. Pertahankan, ya."

Perempuan itu tersenyum manis, ia ikut mengangguk. Rasanya berbunga bunga entah kenapa. "Boleh tidak, kalau saya selalu hadir di kajian? Saya suka sama dakwah anda. Mudah di mengerti. Saya sampai bawa catatan biar ngga kelupaan."

"Boleh boleh saja. Tapi biasa nya tempat nya tidak menentu. Kadang saya menggelar nya sendiri, kadang di undang juga sebagai tamu." Perempuan itu nampak mengerti, ia mengiyakan nya.

"Tapi, kenapa saya pernah lihat kamu, ya?"

Perempuan itu mengangkat kepalanya. Ia memiringkan kepalanya dan tersenyum manis. "Jadi anda masih ingat saya?"

Azzam menyentuh telinga nya. Ekspresi nya sedikit berubah. Langkah nya mundur selangkah. Ia berdehem. "Iya. Seperti pernah lihat."

Perempuan itu nampak senang dan mengulurkan tangan. Azzam memandangi tangan nya namun hanya sesaat. "Nama ku Anaya. Dari Arab Saudi." Tangan perempuan itu terangkat telunjuk nya, menunjuk Azzam. "Pertemuan terakhir itu, saat sehari sebelum anda meninggalkan tanah Arab."

Azzam nampak biasa saja, bahkan masih santai. Pria itu mengingat ingat dan ia menemukan nya. Ia mengangguk. "Oh, jadi itu kamu. Saya hampir lupa."

Anaya masih tersenyum. "Aku udah hijrah." Bahasa nya tiba tiba berganti. Azzam mendengar nya.

"Boleh saya tau apa alasan nya?"

Anaya terdiam sesaat. Ia melihat lihat sekitar, hanya sekedar iseng. Perempuan itu memegangi dagu nya. "Untuk mencari kamu."

Tatapan Azzam berubah kian menjadi serius. Namun tiba tiba saja perempuan itu tertawa dan mengibaskan tangan nya. "Maaf, maaf, ya. Udah lama aku ngga bercanda. Aku ke sini karena tinggal dengan Ayah ku. Dan aku nemuin Kak Azzam ada disini, dan jadi pendakwah."

Azzam tidak mengatakan apapun. Ia mengalihkan pandangan nya.

••••

"Mmm, senang nya punya anak perempuan, ya."

Sadam menoleh ke arah perempuan perempuan itu yang kini tengah sibuk di dapur. Ada istrinya juga. Nurayra Nisha. Ia berdehem dan Umma menoleh ke arah nya. Anak perempuan yang ia katakan?

Sadam sebagai anak lelaki merasa sedikit jengkel. Tapi tidak apa.

Umma tertawa kecil. "Loh, Pak Sadam disana."

"Pak?" Gumam Sadam. Mendengus kesal. "Ummaaa."

Umma membersihkan kedua tangan nya, perempuan tua itu sesekali menoleh dan melihat kehadiran putra tengah nya. "Kamu ini sudah mau punya dua anak, ya."

Sadam meletakkan gelas yang kosong, yang awalnya berisi air dingin. Itu memang benar. Saat ini, Ayra tengah mengandung anaknya lagi setelah Faiz yang sudah berusia hampir 3 tahun. Sadam berdehem singkat dan memasang senyum tipis.

Ia berdiri dan melangkah menuju ke wastafel cuci piring dan meletakkan gelas nya disana, tak lupa mencuci sebelum meletakkan nya ke tempat yang seharusnya.

"Sadam mau keluar dulu dengan Ali dan Faiz."

Hana yang mendengar anak nya di sebut pun menoleh seketika. Mata nya menyipit.

"Azzam juga belum balik." Sadam melanjutkan perkataan nya.

"Mau dibawa kemana?" Tanya Hana cepat.

"Jalan jalan doang."

Sadam mengusap leher belakang nya dan segera pergi meninggalkan area dapur untuk mencari kekosongan nya di tengah kebosanan nya itu. Berhubung ia mengingat jika ia memiliki seorang ponakan, mengapa bukan dia saja yang Sadam ajak?

Berhubung Azzam belum pulang.

Sadam mau mencubit nya.

Entah kenapa, ia jadi suka bergaul dengan anak anak. Meskipun Ali lumayan tak suka berhadapan dengan Sadam. Pipi nya akan menjadi incaran besar, hidung nya pun. Sebab hidung nya terlihat khas bagi nya, mancung.

Sementara Hana. Ia hampir menghabiskan beberapa menit bersama Ayra dengan Umma di dapur, dan semua nya telah selesai. Mereka berbincang banyak hal sembari menyiapkan bahan makanan untuk di masak menjelang makan malam.

Hana keluar dari area dapur dan melirik ke arah jam dinding. Sudah hampir tiba waktu Maghrib. Ia sudah melihat beberapa santri memasuki masjid.

Azzam belum—

—Pulang.

Hana memandangi pintu ndalem dan melihat Azzam baru saja pulang disana. Pria itu melepaskan sepatu dan peci nya.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumussalam." Hana menjawab nya.

"Kazam." Hana memanggilnya. Ia mendekat dan memegangi tas pria itu.

Hana memiringkan kepalanya nya. Menatap Azzam lama. Pria itu mengangkat pandangan nya dan menatap Hana juga, tatapan nya pada perempuan itu sangat lama. Hana sampai bingung dan malah tersenyum. Pria itu mengalihkan pandangan nya dan tertawa. Azzam terlihat berbeda dari biasanya.

"Na."

"Mm?" Kedua alis perempuan itu terangkat.

"Genggam tangan saya." Azzam mengangkat tangan kanan nya. "Tangan saya dingin."

Dahinya mengerut. Sebelum akhirnya tangan nya pun bergerak untuk menggenggam tangan Azzam. Azzam juga menggenggam nya. Erat sekali. Hana sampai kebingungan.

Tapi—

—Tangan suaminya memang dingin.

"Kazam gugup, ya? Tangan nya sampai dingin gini." Hana menggenggam nya dengan kedua tangan nya, mencium tangan suami nya berkali kali. Azzam memperhatikan, ia tersenyum tipis.

Azzam menatapnya. "Sepertinya."

"Ngga biasanya gugup? Apa sesuatu terjadi disana?"

Pertanyaan Hana barusan membuat Azzam terdiam dan merenung. Azzam sudah menduga jika Hana mengerti dan paham akan kondisinya sekarang. Entahlah, ia merasa terkejut ketika tak sengaja berduaan dengan seorang perempuan yang bukan mahram nya.

Anaya tentunya.

"Kazam ih."

Perhatian Azzam teralihkan. Kedua alisnya terangkat. Ia masih menggenggam tangan istrinya.

"Saya mau ke kamar."

"Ya udah, lepasin dulu tangan nya."

Azzam memandang tangan nya. Ia tertawa dan melepaskan nya.

"Oh, iya. Ali mana?" Tanya nya. Kedua alis Hana terangkat.

"Di susul Sadam. Katanya mau ajak main dengan Faiz." Perempuan itu berkata jujur, tatapan Azzam berubah. Pria itu langsung saja keluar dari ndalem dan memakai sepasang sandal nya. Hana terkejut dan ikut keluar dan hanya bisa memandangi kepergian nya.

****

Azzam memandangi Ali yang berjalan di depan nya, memandangi nya dari belakang. Kedua nya baru saja melaksanakan shalat berjamaah di masjid bersama dengan santri santri maupun Abah.

Anak itu sesekali menolehkan kepalanya. Rasanya jarang sekali ia pulang bersama sang Ayah. Lantaran Ayah nya selalu sibuk, jam pulang nya selalu terlambat.

"Ibu kamu ngga nanya soal bicara di di dekat masjid?"

"Ibu tadi nanya soal itu." Ali berhenti melangkah. Azzam menyusulnya dan ikut berhenti. "Ayah ngga boleh cemburu sama aku. Karena hanya Ali yang bisa bikin Ibu berbunga bunga."

Azzam menatap nya, ia tertawa remeh, kemudian berjongkok untuk menyamakan tinggi nya. "Ali, Ali, jangan main main sama Ayah. Kamu masih kecil "

"Ibu selalu memuji Ali sedangkan Ayah tidak pernah di puji Ibu." Ali memegangi hidung Ayah nya.

"Lalu?"

"Artinya, Ibu lebih sayang Ali."

Azzam tertawa kembali. Ali merasa jengkel karena seperti sedang di remehkan. Azzam memperbaiki posisinya.

"Ali, kamu boleh mengaku jika kamu punya wajah tampan. Tapi apa kamu ingat? Wajah tampan kamu yang kamu banggakan ini berasal dari Ayah sendiri?"

Ali yang mendengar itu mulai menyadari nya. Benar juga. Orang orang selalu mengatakan jika ia lebih mirip Ayah nya dari Ibu nya. Ali memegangi kening nya. Memijit nya sendiri.

"Yaa, Ali."

Anak kecil itu membuka pandangan dan menatap nya.

"Kamu lebih tampan dari pada Ayah."

Azzam tersenyum. Pria itu pun memilih untuk mengalah dan berdiri. Ali bahkan tipikal anak yang menyombongkan diri. Hanya saja ia merasa menang secara tak sadar. Bisa saja anak kecil itu akan sangat bahagia jika merasa menang. Perlakuan nya, kata kata, terdengar ceria dari biasa nya.

"Ibu kamu bilang, kamu mau mulai iqro. Bagaimana kalau Ayah yang ajar Ali. Mau tidak?"

"Ali bisa di ajar Ayah kalau sudah lancar baca Al-Qur'an nya."

Alis nya mengerut. "Kamu mengira Ayah ini galak ketika mengajar?"

"Entahlah."

Pria itu mendengus. Ali memalingkan pandangan nya ke arah lain.

Azzam seperti berbicara dengan diri nya sendiri entah kenapa.

"Ya sudah. Sama Ibu mu saja. Usahakan bulan ini iqro mu selesai. Dan berhadapan dengan Ayah untuk baca juz awal."

Ali lumayan terkejut. Ia menoleh cepat. Apa ia tidak salah dengar. "Gimana cara nya dalam satu bulan? Kasihan Ibu kalau harus mengajar Ali terus terusan."

"Ali kan bisa minta bantuan Abang santri. Atau kalau berubah pikiran, menghadap pada Ayah. Ayah langsung mengajar kamu sampai iqro itu tamat."

Ali lumayan merinding. Ia mengibaskan tangan nya dan berlari kecil. Azzam hanya bisa memandang pasrah pada anak laki laki itu. Ia tertawa entah kenapa. Antara serius ataupun bercanda, tapi ia menyukai pembicaraan nya dengan putra nya itu.

****







iye iye, kalean berdua ini yang paling ganteng. astagfirullah, ngga habis fikri dah. padahal ayah sama anak 😭🫵


khm, ada apa ya sama anaya?

cuma orang biasa saja kok 😁

WAJIB SPAM :

ALHAMDULILLAH >

ALLAHUAKBAR >

ASTAGFIRULLAH >

NEXT >

UPDATE >

SEMANGAT KAKNUR>

TARGET : 1K komen.

oh ya, aku udah siapin ending nya. kalau mau spoiler dan keseruan, bisa follow Instagram ini, khususnya Gus Azzam. siap siap meleyot :
@storyknur
@mhmdd_azzam
@hanaafsheen_
@pageofalaska2

Ipagpatuloy ang Pagbabasa

Magugustuhan mo rin

165K 1.9K 3
FOLLOW SEBELUM BACA!!! Menceritakan tentang seorang gadis yang sedikit nakal dan usil. Memiliki masa lalu yang menyeramkan. Tentu setiap orang memp...
6.4K 169 50
Puisi adalah perwakilah hati yg paling dalam. BERAWAL DARI KATA BERAKHIR DENGAN KARYA 🖊 (COMPLETE) Murni pemikiran sendiri 😉 Free Copas. Selamat Me...
273K 35.5K 67
penasaran gimana kalo 23 bujang dari daerah yang berbeda disatuin dalam project hidup bersama selama 1 tahun ditanah rantau? mulai dari perasaan cang...
228K 12.9K 32
Spin off: Imam untuk Ara cover by pinterest follow dulu sebelum membaca.... ** Hari pernikahan adalah hari yang membahagiakan bagi orang banyak,namun...