Ex Boyfriend | Jung Jaehyun

By selvimeliana

18.2K 1.2K 696

๐‚๐จ๐ง๐ญ๐ž๐ง๐ญ ๐ฐ๐š๐ซ๐ง๐ข๐ง๐ (๐ฌ) ; ๐๐ก๐ฒ๐ฌ๐ข๐œ๐š๐ฅ ๐ญ๐จ๐ฎ๐œ๐ก, ๐ค๐ข๐ฌ๐ฌ๐ข๐ง๐ , ๐œ๐ฎ๐๐๐ฅ๐ž, ๐š๐ฅ๐œ๐จ๐ก๐จ๐ฅ... More

PROLOG
01. Masih Tentang Liana
02. Dia?
03. Mimpi Buruk
04. Masa Lalu yang Kembali
05. Kisah Itu Sudah Berakhir
06. Berawal Tantangan
07. Hari Pertama
08. Hanya Sebatas Bertemu Lagi
09. Realita Mereka
10. Pantas Bahagia
11. Galen Daumzka
12. Serpihan Kebenaran Tentang Aldi
13. Satu Kebenaran Lagi
14. Masa yang Berbeda
CERITA BARU
PEMBERITAHUAN ! ! !
15. Mereka Hanya Masa Lalu, kan?
16. Lekas Sembuh
17. Apa Damai itu Benar Ada?
18. Ending
19. Putus Asa
20. Terima Kasih
21. Reuni Masa Lalu
22. Reuni Masa Lalu 2
23. Deja Vu
24. Lunch
25. Hujan Malam Ini
26. Kenangan Masa Lalu
27. Bukan Sekedar Harapan
28. Masih Butuh Waktu
29. Tahapan
30. Tersampaikan
31. Terbalaskan
32. Bagian Masa Lalu
33. Janji
34. Menikmati Waktu
35. Lamaran
36. Terungkap
EPILOG

37. Happy Wedding

127 9 2
By selvimeliana

Sudah satu bulan lebih semenjak kejadian di mana Aldi memperkenalkan Liana sebagai calon istrinya didepan beberapa karyawan kantor yang tertangkap basah sedang menggunjingi mereka berdua. Dan tidak lama dari kejadian itu, seluruh karyawan kantor-pun akhirnya tahu akan berita besar itu, yang mana sampai membuat gempar kantor selama berhari-hari. Hal yang pada akhirnya membuat mereka tidak lagi berani menggunjingi Liana dengan hal yang tidak-tidak, yang juga sampai membuat Liana merasa kalau mereka semua mulai memberi jarak dengannya. Yang biasanya berperilaku dan berujar dengan gamblang saat sedang bercanda dengan Liana-pun sudah tidak lagi berani.

Calon istri bos--- memang siapa yang akan berani bertingkah segamblang sebelumnya kepada Liana setelah mereka mengetahui status Liana yang baru? Belum lagi di tambah dengan kabar kalau Aldi, dan Liana sudah saling mengenal sejak masa putih abu-abu. Bahkan entah darimana mereka tahu kalau dulu Aldi, dan Liana juga sempat menjalin hubungan sebelum sempat kandas ditengah jalan.

Sebenarnya Liana ingin teman-teman kantornya berperilaku seperti biasa padanya. Tapi jelas mereka juga menolaknya, yang mana mau tidak mau ya, Liana berujung membiarkannya. Setidaknya Liana tidak sampai dijauhi oleh mereka.

"Lagi lamunin apa?"

Liana tersentak mendengar suara berat dari arah ponselnya yang sejak beberapa menit yang lalu menunjukan sosok Aldi yang sudah terlihat rapi dengan baju koko berwarna putih susu. Dan suara tadi juga adalah suara Aldi.

Setelah sepenuhnya sadar, sekarang Liana jadi tersenyum kecil. "Cuma masih ngerasa nggak nyangka aja," jawab Liana.

"Apa yang buat kamu ngerasa nggak nyangka?"

"Semuanya--- semua yang udah terjadi sama kita. Tapi ternyata itu semua juga akhirnya buat kita sampai di titik kaya sekarang ini."

"Kamu ngomong gini jadi buat aku ikutan ngerasa nggak nyangka kalo besok aku bakalan sah jadi suami kamu," disebrang sana Aldi terkekeh pelan hingga lesung pipinya terlihat jelas.

Liana tentu jadi ikut terkekeh bersama dengan Aldi, apalagi kekehan Aldi terdengar sangat manis sekaligis lucu.

Besok pagi Aldi, dan Liana memang akan melangsungkan pernikahan yang sudah lama mereka nanti. Satu minggu ini mereka juga tidak pernah bertemu secara langsung lagi, karena mereka berdua harus menjalani masa pinggit sebelum ijab kabul nanti. Sebuah tradisi yang nyatanya sampai membuat mereka berdua uring-uringan sendiri, karena nyatanya ini adalah kali pertama mereka tidak bertemu secara langsung bahkan sampai selama itu semenjak mereka kembali dipertemukan menjadi seorang atasan dan bawahannya.

Kebetulan hari ini pihak Aldi, dan Liana juga sama-sama melakukan siraman sekaligus tasyakuran di rumah masing-masing.

Seperti Aldi yang terlihat sudah rapi dengan baju koko-nya, disini Liana juga sudah rapih dengan gamis panjang berwarna senada dengan Aldi. Kepalanya bahkan susah terbalut jilbab yang senada.

"Makin kita tunggu malah makin buat deg-degan, kan Al? Waktu jadinya juga ikutan berjalan lambat, rasanya. Padahal nggak ada satu harian lagi kita udah nikah."

"Kamu ngerasa kaya gitu?"

Liana mengangguk.

"Sama ternyata." Aldi berujung terkekeh pelan sambil sesekali mengguyar rambutnya kebelakang. "Aku sampai latihan melafalkan ijab kabul berkali-kali--- takut besok tiba-tiba keceletot gara-gara grogi, soalnya."

"Awas aja kalo itu sampai kejadian ya, Al!" keseriusannya Liana kali ini justru malah membuat Aldi kembali terkekeh disana. Tapi tak urung, pria itu juga mengangguk dengan mantap.

"Heh, calon manten! Ngapain lo disini? Buru turun, udah banyak yang nyariin lo, nih!"

Liana sedikit memicingkan matanya mendengar seruan dari sebrang sana. Suara itu terdengar tidak asing untuk Liana, tapi Liana juga tidak kunjung mengingatnya.

"Sabar kenapa!" disebrang sana Aldi memalingkan wajah menatap pria yang memanggilnya tadi.

"Ya, lo sih. Lama bener ganti bajunya," suara yang tidak asing itu terdengar semakin mendekat kearah Aldi. "Lo lagi ngapain, sih?"

"Eh...anjirrr pantes aja betah disini, orang lain ngobatin kangen sama calon istri, ya? Ketauan, kan lo pada, padahal masih masa pingit!"

Liana malah terkekeh pelan begitu wajah Vero terlihat sekilas si layar ponselnya. Wajah yang terlihat menyebalkan karena menampilkan raut menggodanya.

"Halo, Ver? Lagi jadi tukang suruh-suruh di rumahnya Aldi, ya?" Liana berakhir terkekeh sendiri dengan pertanyaannya tadi.

"Tukang curi piring aslinya mah, Na."

"Cocok bener, deh emang kalian jadi suami istri--- sama-sama suka nistain gue, soalnya."

Liana jadi tertawa setelah mendengar nada kesal dari Vero. Jangan lupakan juga wajah merajuknya setelah tadi sempat mendengus kasar.

Sekarang semuanya memang sudah cukup berubah, termasuk dengan kondisi persahabatan mereka dengan Aldi yang kembali membaik seperti sediakala. Apalagi kali ini Aldi juga jadi sering mengunjungi mereka untuk sekedar mengobrol bersama.

Jangan di tanya lagi, Liana tentu sangat bahagia dengan ini semua. Karena bukan hanya hubungan persahabatan mereka yang kembali lengkap, hubungannya dengan Aldi juga hampir ikut terasa lengkap dengan Aldi yang akan menikahi Liana.

Liana harap si masa depan nanti semuanya akan baik-baik saja seperti sekarang ini. Walaupun amat sangat tidak mungkin kalau tidak akan ada masalah kecil yang menanti di masa yang akan datang, tapi setidaknya Liana berharap kalau mereka semua bisa melaluinya tanpa kembali dipertemukan dengan kata kehilangan.

"Lo turun aja dulu Ver, nanti gue nyusul!"

"Beneran ya, awas kalo sampai gue kesini lagi!"

"Iya, iya."

Tidak lama setelahnya, Liana mendengar suara pintu di tutup, dan Aldi juga kembali menatap serius ke arah ponselnya.

"Vero udah pergi?"

"Udah barusan."

Liana mengangguk saja. Tidak tahu lagi harus berbicara apa.

"Na?"

"Hem?"

"Sebenarnya tadi Galen sempat kesini."

Liana terdiam seketika, dengan tubuh yang terasa kaku. Perasaan cemas juga jadi bermunculan setelahnya.

"Kenapa? Kenapa dia kesana?"

Liana malah melihat Aldi yang tersenyum singkat padanya--- seolah meminta Liana untuk tenang, dan tidak lagi cemas. "Cuma sekedar buat ngucapin selamat, dan juga buat pamitan ke aku aja, kok."

"Pamitan?" Liana melirih. Ia tidak mengerti kemana arah kata tersebut. "Tapi dia beneran nggak macam-macam kan, Al?" rasa cemas itu jelas masih Liana rasakan, sekalipun raut wajah Aldi terlihat tenang. Apalagi Liana juga tahu betul seperti apa sosok Galen itu.

"Jangan khawatir, dia tadi beneran nggak ngapa-ngapain disini. Tapi, Na---"

Liana memilih diam, dan menunggu kalimat lanjutan dari Aldi.

"Dia juga minta izin sama aku buat ketemu kamu hari ini. Katanya dia mau minta maaf, sekaligus ngucapin selamat sebelum pergi."

Liana tidak merespon apapun. Ia malah jadi terbengong di tempatnya duduk.

Liana masih mencoba mencerna semuanya.

"Udah jauh-jauh hari juga dia nemuin orang tua kamu, dan minta maaf secara langsung. Tapi kalo buat ketemu kamu langsung, dia masih ragu."

Lagi-lagi Liana hanya diam. Tatapannya bahkan terlihat kosong.

"Sayang...kamu masih denger aku, kan?"

Dalam keadaan yang sudah cukup sadar, Liana mengangguk pelan. "Terus kamu jawabnya gimana, Al?"

"Aku bilang kalo aku bisa kasih izin dia buat ketemu kamu. Tapi kalo masalah kamu mau ketemu sama dia atau enggak, itu diluar kemampuan aku. Semua itu terserah kamu, sayang--- mau kamu temuin dia ataupun enggak."

Liana jadi menunduk dalam sambil memilin jari-jarinya pelan.

Liana bingung sekarang. Luka yang pernah Galen torehkan memang masih terasa, tapi ia juga tidak lupa sebesar apa usaha Galen dulu untuk membuatnya bahagia. Selain itu, mau sampai kapan juga dia menghindari Galen? Lagipula Galen juga sudah tidak pernah mengganggunya lagi, kan? Dan tadi kata Aldi juga, Galen ingin bertemu dengannya hanya untuk meminta maaf dan juga mengucapkannya selamat saja.

Bisakah sekarang Liana cukup mempercayai niat Galen?

_-_-_-_-_

Liana benar-benar berujung mau mempercayai niat Galen yang pria itu utarakan pada Aldi. Lagipula tidak salah juga kan, kalau Liana ingin meluruskan segalanya? Setidaknya hal ini mungkin akan bisa membuat hatinya merasa lebih tenang dari sebelumnya. Karena jujur saja, hati Liana sering merasa resah hanya karena mengingat masalalunya dengan Galen yang sama sekali tidak berujung baik untuk dirinya ataupun Galen sendiri.

Jadi tadi setelah panggilan telfonnya Aldi dengan Liana terputus, Aldi memilih untuk segera mengabari Galen dan mengatakan kalau Liana mau bertemu dengannya.

Bisa dikatakan kalau sekarang Aldi-lah yang menjadi perantara komunikasi antara Liana dengan Galen, karena Liana memang tidak mau mengabari Galen dengan ponselnya sendiri, Galen juga sepertinya paham, sampai-sampai pria itu juga tidak mencoba menghubungi Liana.

Aldi
Online

Katanya dia udah dari dua jam yang lalu didepan rumah kamu.
05.04 pm

Sekarang kamunya mau gimana? Suruh dia masuk atau kamu yang keluar?
05.04 pm

Aku yang keluar nggak papa, Al? Soalnya didalam rumah udah banyak orang yang kenal dia, dan tau gimana hubungan aku sama dia sekarang.
05.05 pm

Nggak papa. Kamu keluar aja kalo gitu.
05.05 pm

Mendapatkan persetujuan dari Aldi, Liana jadi segera keluar dari kamarnya.

"Kamu mau kemana, Na?"

Baru saja sampai di ruang tengah, Liana justru bertemu dengan mamahnya yang sepertinya sedang sibuk menyiapkan acara untuk nanti malam bersama dengan kerabat Liana yang lainnya.

"Itu, Mah---" Liana menggaruk kepalanya yang sudah tertutup jilbabnya. Bingung juga harus menjawab apa. Tapi kalau jujur sepertinya akan memperpanjang masalah.

Menghela nafas dalam, akhirnya Liana memilih mendekati mamahnya dan menariknya pelan untuk menjauhi kerumunan kerabatnya.

Sepertinya Liana harus mengatakan yang sejujurnya.

"Ada apa sih, Na?"

"Didepan ada Galen, Mah..." lirih Liana sambil sedikit meringing. Apalagi setelah melihat raut wajah mamahnya yang terlihat langsung berubah.

"Mau apa lagi, sih dia?"

"Mah?!" Liana menahan lengan mamahnya yang sudah hendak pergi. Pasti tadi mamahnya berniat untuk menghampiri Galen. "Biarin Liana yang nemuin dia ya, Mah?!"

"Tapi, Na..."

"Lagipula aku nggak bisa terus hindari dia, Mah. Aku juga harus segera akhiri semuanya tanpa sisa--- biar aku tenang juga."

"Kamu yakin?"

Melihat ada sorot ragu di kedua mata mamahnya, Liana mengangguk pasti--- berusaha meyakinkannya. "Yakin, Mah. Sebelum kesini, dia juga sempat ketemu sama Aldi, dan minta izin sama Aldi buat ketemu aku."

"Aldi izinin itu?"

Liana mengangguk.

Mamah Liana menghela nafasnya dalam, sebelum akhirnya menangkup kedua bahu Liana dan mengusapnya. "Jangan lama-lama kalau gitu! Mamah tunggu disini."

Liana mengangguk sambil tersenyum sebelum akhirnya pergi dari sana.

Sesampainya didepan gerbang rumahnya yang sudah berjejer beberapa mobil milik kerabatnya, mata Liana langsung menyisir sekelilingnya. Dan hanya dengan sekali lirik, Liana berhasil menemukan mobil Galen. Mobil yang sama dengan yang dulu sering Galen kendari bersamanya.

Ting!

Aldi
Online

Jangan takut, Karena semuanya udah jadi masalalu dan setiap orang juga bisa berubah seiring waktu.
05.10 pm

Dan kabari aku kalo udah selesai.
05.10 pm

Tentu, Al.
05.11 pm

Liana jadi tersenyum kecil saat membaca ulang pesan Aldi. Pesan yang sanggup mengikis perlahan rasa ragu yang tadi sempat Liana rasakan.

Tidak ingin membuang waktu lagi, bahkan dengan langkah kaki yang susah terlihat yakin ini, Liana berjalan menghampiri mobil Galen.

Sesampainya didekat pintu penumpang mobil Galen, Liana menundukkan tubuhnya dan mengintip kedalam mobil tersebut.

Jantung Liana tiba-tiba jadi berdetak cepat saat melihat sosok Galen yang sudah cukup lama tidak ia lihatnya itu sedang menunduk sampai tidak menyadari kehadiran Liana.

Setelah mencoba meyakinkan dirinya lagi, sekarang Liana memberanikan diri untuk mengetuk kaca mobil Galen.

Didalam sana Galen sempat tersentak kaget. Tapi setelah sadar dan melihat keberadaan Liana, pria itu jadi segera menurunkan kaca mobilnya.

Setelah sekian lama, kedua mata mereka kembali saling beradu. Tangan Liana yang ada dibawah sana sampai meremas gamisnya, sambil berkali-kali meyakinkan diri kalau semuanya akan baik-baik saja.

"Boleh aku masuk?" suara Liana jadi melirih.

Tanpa menjawab, Galen mencondongkan tubuhnya kearah kiri dan membukakan pintu mobilnya untuk Liana.

"Masuk, Na!"

Liana malah sempat terdiam setelah mendengar suara berat itu.

"Kalo enggak, kita bisa bicara diluar aja."

"Enggak usah!" belum sempat Galen beranjak dari kursi kemudi untuk keluar, tapi Liana sudah lebih dulu masuk kedalam mobil Galen dan duduk disamping pria itu tanpa menutup pintu mobilnya.

Setelah itu, mereka berdua sama-sama diam. Suasana canggung juga sangat terasa sekarang. Dan itu semua berjalan sampai beberapa waktu.

"Jadi mau ngomong apa?" dengan keberaniannya, Liana bersuara sambil menatap Galen.

Galen sendiri balas menatap Liana, tapi tangannya terlihat sempat meremas kuat stir mobilnya.

"Maaf...maaf, Na. Aku nyesel karena udah sampai kelepasan waktu itu." Galen melirih dengan sorot mata penuh penyesalan. "Maaf karena aku sempat berusaha mempertahankan kamu tapi dengan cara yang salah."

Liana meremas gamisnya lagi. Lalu ia menghela nafasnya secara beraturan karena tiba-tiba saja bayangan masa itu kembali berputar.

"Aku udah maafin kamu, Galen--- walaupun itu nggak memungkinkan kalo aku bisa lupainnya."

"Aku tau, Na. Sekarang aku juga udah dapat hukuman beratnya--- kehilangan kamu buat selamanya."

Liana tidak salah lihat, ia benar-benar melihat mata Galen yang sudah berkaca-kaca.

"Aku emang pantas dapetinnya. Dan kamu juga pantas dapat yang lainnya dan bahagia."

Liana sempat menunduk untuk menormalkan perasaannya yang kacau. Tapi itu hanya sebentar, karena setelahnya ia kembali menatap Galen. "Kamu juga berhak buat itu, Gal. Kamu berhak bahagia dengan orang baru."

Galen malah terkekeh paksa. "Aku nggak tau apa aku bisa, Na. Selain karena bukan sama kamu, aku juga nggak tau apa aku pantas buat orang lain."

"Kenapa kamu ngomong gitu?"

"Karena aku udah pernah kehilangan kamu."

Liana terdiam.

"Aku yang kehilangan kamu udah buktiin kalo aku bukan pria baik, Na. Mempertahankan kamu aja aku nggak bisa. Lagipula mental aku nggak sesehat itu buat bahagia, apalagi buat bahagiain orang lain. Kamu contohnya--- aku udah gagal bahagiain kamu."

"Kamu ngomong apa sih, Gal?" Liana jadi semakin menatap bingung pada Galen, apalagi setelah pria itu membawa-bawa masalah mental.

"Kamu tau kenapa selama ini aku selalu egois, nggak bisa kontrol emosi, dan maunya menang sendiri? Itu semua karena mental aku, Na. Mental aku nggak sebaik itu keadaanya."

Liana cukup terkejut mendengarnya. Itu karena ia mulai paham--- walaupun ia tidak mengetahui secara keseluruhan, setidaknya ia sudah tahu akan garis besarnya. Tapi masalahnya, sejak Liana kenal dengan Galen, Liana sama sekali tidak tahu mengenai masalah ini!

"Sejak kapan?"

"Sebelum ketemu kamu."

Jawaban yang terdengar lirih itu malah semakin membuat Liana terkejut.

"Selama itu aku selalu ngira kalo aku pasti bisa ngontrol diri aku sendiri. Aku kira, mental aku juga masih cukup waras. Tapi setelah kehilangan kamu, aku jadi sadar kalo semuanya udah memburuk," ujar Galen. "Aku butuh pengobatan," lanjutnya.

Selain tatapan terkejut, sekarang mata Liana juga terlihat menatap nanar Galen dengan perasaan tak menyangkanya. "Galen...kenapa nggak pernah cerita ke aku?"

"Karena aku nggak mau kamu tau kelemahan aku," jawab Galen masih dengan suara lirih. "Alasan aku pengin ketemu kamu selain minta maaf juga buat ini--- aku mau pamitan sama kamu, karena malam ini aku bakalan pergi ke Kanada buat pindah kesana sekaligus juga buat obatin mental aku ini."

Liana terdiam dengan pandangan yang tiba-tiba kosong.

"Sekali lagi aku minta maaf, Na. Dan buat pernikahan kamu besok, selamat, ya. Aku harap Aldi benar-benar bisa bahagiain kamu selamanya."

"Gal..."

"Bahagia selalu, Na."

Galen memang sempat tersenyum kecil, tapi Liana tahu kalau itu adalah senyuman paksa penuh luka.

"Maaf--- dan makasih buat dua tahunnya, Gal."

Sekarang, perasaan Liana terasa lebih ringan jadinya.

_-_-_-_-_

"Saya terima nikahnya dan kawinnya Liana Clairin Nathas binti Adamar Nathas dengan mas kawin tersebut di bayar tunai!"

Tidak ada yang lebih mendebarkan lagi bagi Aldi selain saat ia berhasil melafalkan ijabnya untuk Liana dalam satu kali percobaan bahkan dengan begitu lancar dan dalam satu tarikan nafas. Dan semuanya semakin terasa ringan--- beban berat yang membuatnya sedari tadi grogi-pun meluruh seketika saat kata 'Sah' berkumandang dari sekitarannya. Pria itu bahkan sampai menghembuskan nafasnya dengan begitu lega sambil melepaskan jabatan tangannya dengan ayahnya Liana.

Sekarang raut bahagia, sekaligus terharu-pun sama sekali tidak bisa Aldi tutupi lagi.

Akhirnya--- akhirnya setelah lebih dari enam tahun lamanya, dan juga setelah banyaknya drama yang bahkan sempat ia buat sendiri dan hadapi selama ini, ia-pun berhasil mempersunting Liana menjadi istrinya. Hal yang masih saja membuatnya tidak percaya, sekalipun ia sudah melihat sendiri kalau perempuan yang duduk disampingnya dengan kebaya modern berwarna putih dan kain besar nan panjang yang menjuntai dari atas kepada hingga kebawah itu memang adalah Liana--- perempuan yang sekarang sudah sah menjadi istrinya.

Mereka berdua sampai melempar senyum bahagia secara bersamaan, sebelum akhirnya Aldi berdiri--- diikuti oleh Liana untuk mengambil salah satu cincin nikahnya mereka dari sebuah kotak elegan yang dibawa oleh seorang wanita, untuk ia sematkan pada jari manis Liana yang hari ini terhias hena berwarna putih yang terlihat begitu cantik.

Setelahnya, sekarang giliran Liana yang akan menyematkan cincin nikah mereka di jari Aldi. Tapi sebelum itu terjadi, Aldi malah melihat tangan Liana yang ternyata sedikit gemetaran begitu. Membuat Aldi tersenyum kecil sebelum memberikan genggaman singkat diatasnya sambil menatap teduh Liana yang juga sudah balik menatapnya. Tanpa suara, Aldi terlihat sedang berusaha meyakinkan Liana hingga perempuan itu berhasil memasukan cincin tersebut di jari manis Aldi.

Rasanya ada yang berdesir pelan didalam sana, perutnya juga terasa digelitik oleh sesuatu saat Liana meraih tangannya Aldi lalu mencium punggung tangannya dengan lembut.

"Makasih buat keseriusan kamu, Al."

Dengan samar, Aldi mendengar lirihan itu. Tidak lama, ia juga melihat senyum kecil di wajah Liana yang hari ini semakin terlihat cantik dengan make up-nya.

Secara inisiatif-nya, Aldi juga tidak mau kalah. Pria itu menangkup pipi Liana dan menariknya pelan hingga ia berhasil memberikan kecupan hangat yang cukup lama di kening Liana. Adegan yang membuat sorakan dari kedua belah pihak keluarga-pun terdengar memenuhi ballroom hotel--- tempat ijab kabul sekaligus resepsi Aldi, dan Liana dilangsungkan.

"Kamu bahagia?"

Melihat ada air mata bahagia yang hendak lolos dari mata Liana, Aldi dengan cepat menghalanginya. Dan itu bertepatan dengan Liana yang mengangguk mantap.

"Banget--- aku bahagia banget, Al."

Aldi tersenyum senang mendengarnya.

"Nak Aldi, dan Liana, tolong tanda tangani dulu surat-surat yang ada."

Perkataan dari sang penghulu tadi berujung membuyarkan perhatian dan fokus dari pengantin baru tersebut. Dan itu membuat mereka berdua sampai terkekeh bersama, seolah baru sadar dengan sekitarnya.

Sepertinya sejak tadi mereka melupakan kalau selain mereka, disini masih banyak orang juga.

Aldi, pria dengan pakaian nikahannya yang berwarna senada dengan kebaya yang di pakai Liana--- yang di bagian kerah, tepian kancing, tutup saku, dan juga ujung lengannya itu terhias manik-manik yang terlihat berkilau itu mulai meraih bolpoin yang disodorkan penghulu tadi. Setelah duduk di kursinya dan di ikuti oleh Liana, pria itu mulai menandatangani buku nikah, dan beberapa hal lainnya sesuai perintah.

_-_-_-_-_

Setelah melangsungkan acara ijab kabul di sekitaran jam sepuluhan pagi tadi, di hari menjelang malam sekarang ini acara resepsi pernikahan antara Aldi, dan Liana-pun akhirnya akan segera dilangsungkan.

Disebuah ruangan yang sudah di desain sedemikian rupa dengan cermin besar didepan sebuah sofa yang kanan, kiri, dan belakangnya sudah di hias oleh berbagai macam bunga dan juga pernik-perniknya ini sudah ada Liana yang terlihat begitu cantik dengan gaun pernikahan berwarna putih yang menggembung besar itu. Gaun tersebut lerlihat sangat elegan dengan belahan dada yang tidak terlalu terlihat tapi tetap saja berhasil mengekspose lengan, punggung dan juga tulang selangka Liana. Di kepalanya juga sudah terpasang rapi sebuah mahkota berlian dan juga kain transparan yang panjang dari atas kepalanya sampai kebawah, namun tepiannya justru terhias oleh manik-manik yang mewah. Semua itu membuat Liana semakin terlihat sangat cantik dan anggun. Apalagi bentuk tubuhnya yang indah juga jadi terlihat jelas.

"Sekali lagi selamat ya, Na! Lo udah berhasil balap kita-kita."

"Iya, lah. Lakinya aja seorang Aldi--- tipe sat set sat set, pokoknya gassss!"

"Halah, bilang aja lo lagi iri! Makanya jangan kelamaan jomblonya, ya!"

"Aliya, mulut lo, ya?! Lo nggak tau aja kalo gue lagi dideketin sama bos gue sendiri, makannya sampai kagak ada yang berani deketin gue lagi selain dia." Bela menyahut dengan percaya dirinya. "Iya, lah secara dia tajir melintir, jadi siapa yang bisa buat dia kalah saing?"

"Gayaan sama bos. Palingan juga udah tuwir, perut buncit, terus udah banyak anaknya--- idihhh, mau banget lo jadi simpenan gitu!" ejek Tiara sambil bergidig ngeri lalu bergeser menjauhi Bela dan mendekati Liana. "Kaya Liana dong, dapet bos muda--- masalalunya pula!"

"Heh! Sembarangan itu mulut kalo ngomong!"

Liana yang duduk di sofa itu jadi saling pandang dengan Clara yang memang sejak tadi sama-sama diam dan memperhatikan Bela, Tiara, serta Aliya yang saling beradu bahkan sampai sekarang. Mereka berdua juga akhirnya saling menggeleng pelan karena tidak habis pikir dengan kelakuan mereka.

"Udah deh, jangan ribut!" sela Liana saat Bela sudah hendak memperlihatkan foto bosnya pada mereka.

"Abisnya mereka sih, Na--- nyebelin banget pakai nggak percaya sama gue!" adu Bela kesal. "Awas aja kalo nanti kalian liat bos gue itu terus ngiler di tempat! Gue sleding lo pada!" ancamnya dengan membara.

"Anak Mamah sudah siap, ya?"

Suara lembut itu akhirnya mengalihkan fokus Liana dan juga yang lainnya. Dengan serempak, teman-teman Liana yang berdiri juga jadi bergeser, dan memberikan ruang untuk orangtua Liana yang baru saja datang.

"Aku udah siap kok, Mah." Liana yang sudah berdiri dari duduknya itu tersenyum tulus, apalagi saat ia mendapatkan usapan lembut dari orangtuanya.

"Anak Papah sekarang sudah jadi istri orang aja ya, padahal perasaan baru kemarin kamu bicara kata Papah buat pertama kalinya," papah Liana bergumam sambil menatap penuh haru pada anaknya. "Ternyata waktu berlalu secepat itu."

Liana tersenyum haru jadinya. Perasaan tidak menyangka juga lagi-lagi hinggap di hatinya. "Mau secepat dan selama apa waktu berlalu, aku tetap anak Papah, dan Mamah. Nggak akan ada yang bisa rubah itu sekalipun aku udah nikah."

Sesaat setelah Liana berbicara seperti itu, perempuan itu langsung mendapatkan pelukan hangat dari mamahnya. "Jadi istri yang baik ya, nak. Selalu temani suami kamu dalam setiap keadaannya. Dengarkan dan patuhi nasihat baik dari suami kamu. Kalau ada masalah, bicarakan secara baik-baik juga--- jangan emosi apalagi sampai saling menghindar. Jangan pernah juga umbar kekurangan dalam pernikahan kalian, ya. Intinya jaga nama baik suami kamu seperti kamu jaga nama baik diri kamu sendiri!"

Liana mengangguk pasti mendengar nasihat-nasihat tadi, dengan tangan yang satunya mulai terulur untuk meminta ayahnya mendekat padanya yang masih berpelukan dengan mamahnya. Sebelum akhirnya, keluarga kecil itu akhirnya saling berpelukan, mengundang rasa hari dari teman-teman Liana yang masih ada disana.

"Papah yakin, anak Papah ini bisa jadi istri dan ibu yang baik untuk keluarganya."

Liana mengangguk sambil mengaminkan ucapan ayahnya.

"Makasih ya, Mah, Pah buat semuanya. Maaf kalo aku banyak salah dan kurangnya sebagai anak kalian. Makasih juga udah restuin aku, dan Aldi. Aku sayang banget sama kalian."

_-_-_-_-_

Aldi melihat itu, bagaimana Liana yang sudah terlihat sangat cantik dengan gaun pernikahannya itu sedang saling berpelukan penuh haru bersama orangtuanya. Saling mengucapkan kata-kata yang bahkan sampai menyentuh perasaan Aldi yang paling dalam.

Sebenarnya tidak hanya Aldi saja disini, karena orangtuanya Aldi, Oliv, dan juga Raina yang kebetulan memang datang ke ruangan ini bersama dengannya juga jadi turut melihat pemandangan disana.

Pria dengan setelan tuxedo berwarna hitam dan kemeja berwarna putih yang membuat bentuk tubuh idealnya sangat kentara itu berujung menengok kearah sang ayah, ketika pria paruh baya disampingnya itu menepuk pelan pundaknya.

"Lihat, kan Al--- kamu sudah mengambil anak perempuan kesayangan orangtuanya. Jadi yang harus kamu lakukan sekarang adalah membahagiakannya sebagaimana orangtuanya membahagiakan dia selama ini. Bahkan kalau bisa, buat dia lebih bahagia," nasihat ayahnya. "Sekarang semua tanggung jawab atas Liana juga sudah bukan lagi menjadi atas nama Papah-nya, tapi kamu. Papah harap kamu bisa mengambil alihnya dengan baik dan penuh tanggung jawab."

"Pasti, Pah. Walaupun bukan janji, tapi aku juga bakalan berusaha dengan sebaiknya." Aldi menjawabnya dengan sangat yakin, sambil bibir tersenyum kecil.

"Mamah percaya sama anak Mamah ini."

Mendengar itu, Aldi beralih dan menatap mamahnya yang juga tidak kalah tersenyum lebar.

"Sekarang kamu jemput istrimu itu, gih! Kita tunggu di ballroom aja," ujar mamahnya Aldi. "Ayo, sayang ikut Omah!" katanya sambil menuntun Raina untuk pergi dari sana.

"Jangan kelamaan, mas! Acaranya bentar lagi di mulai!" pesan Oliv sambil tersenyum sebelum ikutan pergi mengikuti mertua dan juga anaknya.

_-_-_-_-_

Merasakan lengannya dipeluk erat, Aldi yang sudah berdiri dengan gagahnya itu jadi melirik kearah Liana--- perempuan yang susah menjadi istrinya. Dan bisa Aldi lihat dari sini, ada gurat resah di wajah Liana. Gurat yang sama saat tadi pagi Aldi hendak menikahinya.

Aldi tersenyum kecil melihat itu, sampai lesung pipinya nampak jelas. Pria itu juga segera mengusap tangan Liana menggunakan tangannya yang lain. Usapan yang akhirnya membuat Liana balas menatap Aldi.

"Grogi, Al. Padahal cuma mau jalan bareng aja," gerutu Liana yang terlihat lucu.

Liana juga sempat mengerucutkan bibirnya, membuat Aldi gemas sampai tidak tahan dan akhirnya mengecup kuat bibir tersebut.

"Al..." Liana mencicit pelan sambil menatap sekelilingnya yang memang terdapat beberapa orang disana. Pasti salah satu mereka ada yang melihat kelakuan Aldi tadi "Jangan gitu deh, lagi ada orang lain juga!"

"Oke, berarti nanti kalo udah di kamar dan nggak ada orang itu boleh. Bahkan boleh lebih, kan?"

"Ish!"

Aldi terkekeh dengan suara beratnya saat Liana berdecak lalu memukul lengannya. Tapi tak ayal pipinya terlihat semakin merona karenanya.

"Tuh, bibir kamu jadi kena lipstik aku, Al!"

Aldi membiarkan saja saat ibu jari Liana bergerak mengusap bibirnya.

"Nih!" tunjuk Liana pada jarinya yang tadi mengusap bibir Aldi ternyata sudah terlihat berwarna merah muda.

Tapi tidak lama, perhatian mereka jadi teralihkan saat suara yang menggema dari ruangan didepan mereka ini mulai terdengar. Bahkan tidak lama setelahnya, dua orang penjaga mulai membuka pintu lebar didepan mereka. Dan ini adalah tanda untuk mereka agar segera masuk kedalam ballroom yang sudah di sulap menjadi tempat pernikahan impian mereka berdua.

"Ayo!"

Liana mengangguki ajakan Aldi. Sekarang, sepasang pengantin baru yang sudah terlihat sangat tampan dan cantik bak anggota kerajaan itu mulai berjalan beriringan masuk kedalam ballroom dengan Liana yang setia memeluk lengan Aldi.

Dengan disambut suara tepukan dan juga sorakan--- Aldi, serta Liana saling melempar senyum pada para tamu undangan. Kaki mereka juga terus selaras mengambil langkah untuk menyusuri sebuah panggung yang terbuat dari kaca berwarna biru yang mana kanan kirinya sudah terhias oleh bunga dengan warna senada tapi juga ada campuran warna putihnya. Seperti halnya dengan langit-langit ballroom yang juga terhias dengan bunga-bunga yang memanjang dan berwarna sama.

Sehubungan Aldi, dan Liana menyukai warna biru, dekorasi untuk pernikahan mereka memang jadi didominasi oleh warna biru dan juga putih.

Setelah berjalan sampai beberapa meter panjangnya, sekarang Aldi, dan Liana sudah sampai di ujung sana. Dimana disana sudah terdapat sofa elegan dengan dekorasi di belakangnya yang nampak seperti bangunan istana. Dan itu adalah panggung pelaminan untuk mereka.

Dan setelahnya, acarapun kembali dilanjutkan oleh sang pembawa acara.

Beberapa saat setelahnya, sambutan dari sang pengantin, dan keluarga juga sudah diberikan. Dan sekadang adalah waktunya beberapa penyanyi mulai menghibur sekaligus memeriahkan acaranya. Disaat itu juga, Aldi, dan Liana memutuskan duduk disinggahsana mereka.

"Capek, ya?" tiba-tiba Aldi bertanya, dengan tangan yang sudah menggenggam tangan Liana. Sedangkan tangannya yang lain menggusap setetes keringat yang ada di kening Liana.

Liana yang tadi asik tersenyum sambil memandangi tamu undangan yang sedang menikmati lantunan lagu yang terdengar juga jadi menatap Aldi. "Lumayan sih, tapi ketutup sama senengnya," jawabnya dengan bibir tersenyum lebar.

Aldi ikut tersenyum memperlihatkan lesung pipinya, dengan hati yang sudah entah berapa kali menganggumi cantiknya Liana hari ini yang memang bertambah sampai berkali-kali lipatnya.

Tapi tanpa Aldi tahu, Liana juga sama dengannya. Perempuan itu berulang kali mengagumi tampan dan gagahnya Aldi hari ini. Apalagi saat pria itu mengucapkan janji suci untuknya. Itu benar-benar momen yang sangat berkesan untuk Liana.

"Al?"

"Hem?"

Aldi sedikit menundukkan wajahnya agar bisa melihat wajah Liana, karena sekarang istrinya itu sedang menyandarkan kepalanya di pundak Aldi.

"Kita berhasil sampai di tahap ini, Al--- tanpa diduga," ujar Liana sambil memainkan jari-jari tangan Aldi. Dimana disalah satu jari tersebut terdapat cincin nikahnya mereka yang pagi tadi Liana sematkan. "Takdir emang sebecanda itu, ya? Padahal dulu aku nggak mau lagi berharap sama kamu. Dipertemukan sama kamu lagi aja udah buat aku bersyukur banget."

Aldi tersenyum simpul. Tangannya juga sempat membawa tangan Liana yang menggenggam tangganya itu untuk menuju ke bibirnya. Membuat Liana sedikit mendongak, dan bertepatan dengan bibir Aldi yang berhasil mengecup, dan juga cincin nikah mereka.

"Aku nggak tau jadinya bakalan kaya gimana kalo seandainya dulu aku nggak memutuskan buat ambil alih perusahan yang ada di Indonesia ini. Dan juga gimana jadinya kalo waktu itu aku nggak nantangin kamu buat jadi sekertaris aku. Mungkin jadinya udah beda cerita lagi, karena aku yakin kalo waktu itu aku nggak nantangin kamu, kamu pasti langsung milih risent saat itu juga."

Liana malah terkekeh pelan sambil mengangguk membenarkan. "Sebenernya apa alasannya kamu waktu itu nantangin aku, sih? Masih berharap sama aku, ya?" tanyanya dengan kepercayaan diri yang berlebihan.

"Kalo masalah berharap--- aku itu udah sadar diri dari awal kalo aku udah terlalu nyakitin kamu di masalalu. Jadi gimana bisa aku bangun harapan begitu?" ungkap Aldi sejujur-jujurnya. "Aku nantangin kamu itu sebenarnya niatnya cuma biar hubungan kita membaik aja--- setidaknya sebagai seorang teman."

Cup

Aldi sedikit tidak percaya saat tiba-tiba Liana menciumnya lebih dulu didepan banyak orang seperti sekarang ini. Yah, walaupun yang mendapatkan kecupan itu adalah pipinya, bukan bibirnya.

"Dan nyatanya kita berhasil. Bahkan bisa lebih dari sekedar teman lagi," kekeh Liana.

Aldi ikut tersenyum, bahkan tangannya uang terbebas mulai memeluk pinggang Liana dengan bibir yang balik mengecupi pipinya berkali-kali.

"WOY PENGANTIN BARU!"

Bukan hanya Liana, Aldi juga jadi terlonjak kaget mendengar seruan itu yang berusaha mengalahkan suara lagu yang sedang dimainkan diatas panggung samping pelaminan ini.

Dan Aldi mendengus saat melihat sang pelaku yang ternyata adalah Vero bersama antek-anteknya.

"Mesra-mesraan aja kerjaannya. Nanti aja kalo udah di kamar--- biar langsung belah duren sekalian!" ujar Vero lagi dengan gamblangnya sambil naik ke panggung pelaminan.

"Mulut lo, Ver!" kesal David yang sedang menggandeng pacarnya juga. "Kurang etika!" lanjutnya.

"Kaya nggak tau aja. Faktor nggak di adzanin waktu lahir, ya jadi gini!"

"Sembarangan!" kesal Vero sambil menabok bokong Tama yang membuat pria itu tersentak kaget, lalu melotot kesal. "Di denger bokap gue, di gampar lo!"

"Ya, nggak usah pakai lecehin bokong gue segala, ya!"

"Halah, bokong tepos juga!"

Aldi memutar bola matanya malas. Sudah merusak acara romantisnya dengan sang istri, teman-temannya itu juga malah ribut membicarakan hal tak berfaedah seperti ini. "Kalo mau ribut, mending turun aja, deh!"

"Songong! Mentang-mentang berhasil langkahin kita semua!"

Aldi tidak peduli dengan ucapan Vero. Pria itu malah semakin memeluk mesra pinggang Liana yang membuat perempuan itu terkekeh pelan, sedangkan teman-temannya yang lain mendengus kesal.

"Kalian nggak usah bikin rusuh di nikahan orang, ya!" Clara yang baru saja naik keatas pelaminan bersama teman-teman perempuannya-pun bersuara. "Mending kita foto-foto dulu sebelum nanti banyak tamu yang kesini," usulnya.

"Nah, kalo ini gue setuju!" seru Bela sebelum akhirnya berlari mendekati Aldi, dan Liana. "Ayo, ayo, berdiri dulu!" titahnya memaksa pengantin baru itu untuk berdiri.

"Yang pengin cepet nyusul Aldi, sama Liana buruan sini mepet! Siapa tau kecipratan juga!" dengan semangatnya, Bela bersuara memanggil teman-temannya untuk lebih mendekat pada pengantin baru itu.

Dan dengan jurus kilat, Aliya berlari sampai ia berdiri tepat disamping Aldi sambil menyengir tanpa dosa.

"Aliya, lo ngebet kawin, ya?" tanya Vero sambil tertawa.

"Nikah dulu baru kawin, Ver!" koreksi David sambil menggeleng tidak habis pikir.

"Sama aja, lah. Sama-sama ujungnya ranjang juga!"

"Cla, pacar lo pengin cepet di halanin kayanya, deh. Omongannya makin-makin aja!"

Clara yang diberi pengaduan seperti itu oleh Tiara hanya terkekeh pelan. Sedangkan Vero, pria itu mendengus kesal.

"Jangan bacot terus, deh! Buruan kita foto!" dengus Aliya yang kentara sekali tidak sabaran.

"Musuhan nggak enak, baikan malah bikin stres." Aldi berujung bergumam miris setelah melihat kelakuan teman-temannya di hari pernikahannya ini.

Liana yang sempat mendengar itu juga malah terkekeh pelan sambil mengusap dada bidang Aldi yang membuat pria itu menatapnya balik.

"Hadapin mereka emang butuh double extra sabar," kekeh Liana.

Aldi menghembuskan nafasnya kasar sambil tersenyum paksa. Tapi tidak lama, ia juga kembali mencuri ciuman dari Liana. "Kalo hadapinya bareng kamu terus kayanya nggak masalah, sih," bisiknya yang dibalas kekehan Liana.

Sibuk berduaan--- baik Aldi, dan Liana jadi sama-sama tidak sadar sejak kapan teman-temannya itu sudah berjejer rapi disamping mereka sambil menatap kearah depan yang sudah terdapat seorang fotografer dan kekasihnya David yang siap memfoto mereka.

"Lihat kearah sini semua, ya!" instruksi sang fotografer. "Hitungan ketiga---"

"Satu..."

"Dua..."

Aldi semakin memeluk erat pinggang Liana, dengan tangan lainnya menunjukan punggung tangannya yang sudah terdapat cincin nikahnya. Begitupun dengan Liana yang turut menunjukan cincinnya.

Mereka berdua-pun tersenyum lebar menghadap kearah kamera.

"Tiga..."

Cekrek...

Momen penuh dengan senyum lebar di hari pernikahan Aldi, dan Liana-pun akhirnya berhasil diabaikan.

Sudah banyak memang lika-liku yang Aldi, dan Liana lalui. Dan semoga saja di masa depan nanti, mereka tetap bisa menghadapi semua yang akan terjadi--- susah, senangnya mengarungi hidup berumah tangga.

Semoga mereka selalu bahagia.























- T A M A T -

_-_-_-_-_

SETELAH LAMA NGGAK UP, AKU PUTUSKAN CERITA INI SELESAI DI PART INI. HIUHHHH...AKHIRNYA SETELAH BERTAHUN-TAHUN SAMPAI SEMPAT BERDEBU JUGA TAPI AKHIRNYA INI CERITA BISA SAMPAI TAMAT JUGA 🥲💞

TAPI JANGAN LUPA TUNGGUIN EPILOG DAN EXTRA-PARTNYA YA...

BISA DI BILANG EMMM--- BAKALAN ADA WARNING-NYA, HAHAHHAAAA 🤫

MAKASIH BANYAK BUAT KALIAN YANG MASIH BACA CERITA INI. ATAU PEMBACA BARU YANG BERUNTUNG KARENA NGGAK HARUS NUNGGU INI CERITA SAMPAI BERBULAN-BULAN WKWKWK 😊🙏🏻

MAAF YA, UNTUK SEMUA KESALAHAN DALAM BAHASA, KEPENULISAN, ATAU YANG LAINNYA 🙏🏻

SEKALI LAGI AKU UCAPKAN TERIMAKASIH 🫂

JANGAN LUPA MAMPIR DI CERITA AKU YANG LAINNYA, YA 😍 VOTE ⭐ DAN COMMENT-NYA JUGA 💭

SELAMAT TINGGAL UNTUK CERITA ALDI DAN LIANA ❤

BYE 👋🏻

26 Agustus 2023
Selvi Meliana

Continue Reading

You'll Also Like

1.8M 8.5K 17
LAPAK DEWASA 21++ JANGAN BACA KALAU MASIH BELUM CUKUP UMUR!! Bagian 21++ Di Karyakarsa beserta gambar giftnya. ๐Ÿ”ž๐Ÿ”ž Alden Maheswara. Seorang siswa...
798K 77K 51
Ini adalah Kisah dari Kila. Kila Prastika yang ternyata memiliki seorang bapak kos yang kebelet kawin ... "Nikah sama saya, kosmu gratis seumur hidu...
1.9M 90.8K 55
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...
535K 20.6K 46
โš ๏ธ WARNING!!! : YOUNGADULT, 18+ โ€ผ๏ธ hars word, smut . Tak ingin terlihat gamon setelah mantan kekasihnya berselingkuh hingga akhirnya berpacaran denga...