butterfly disaster

By cosmicandteddy

45.8K 7.7K 952

[SEGERA TERBIT] ACT 1 - BE YOUR ENEMY ❝Sampai kapan permusuhan ini akan berakhir?❞ Anora bukan berasal dari g... More

Pembuka: Sirkus & Para Pemainnya
1. Bermula
2. Ibu Kota
3. Rival & Lamaran
4. Titik Ini
5. Sepayung
6. Hari Pertama
7. Lingkaran
8. Mengikat Waktu
9. Runyam
10. Kebangkitan Sang Badai
11. Sebuah Karma
12. Gerbera Palace
13. Konversasi
14. Hutang dari Luka
15. Tiupan Trauma
16. Kita & Hidup
17. Gerbang Malam
18. Pesta Ulang Tahun
19. Kupu-Kupu Datang
20. Apartemen
21. Burai
22. Menghindar
23. Permainan Menuju Pulang
24. Stroberi, Aroma, Dekapan
25. Malam Mengerikan
26. Tak Akan Ada yang Mati
27. Badai Prahara
28. Gie & Rencananya
29. Melepaskan
30. Kita Tak Akan Pernah Baik-Baik Saja
31. Hantu
32. Kelana [I]: Pergi
33. Kelana [II]: Cerita di Sisi Lainnya
34. Kelana [III]: Pulang
35. Dejavu
36. Kisah Tak Terduga
37. Malam Pameran
38. Dalam Mimpi Kita
39. Bagaimana Semesta Menarik Kita
40. Badai Kita Tak Pernah Berakhir
42. Pernyataan
43. Perjalanan Jauh Untukmu
44. Kupu-Kupu Lainnya Telah Lahir
45. Berakhir
Terima Kasih!
Babak Kedua

41. Ikatan

384 65 6
By cosmicandteddy

Pagi di hari yang baru ini terdapat satu ketidaksengajaan di saat dua orang teman lama ini kembali bertemu. Di salah satu gerobak bubur ayam berwarna biru itu, Anora tak sengaja bertemu Sella di sana.

Keduanya pun langsung menyapa dan mengantri sambil menunggu giliran pesanan keduanya tiba.

"Tumben kamu ke sini?" buka Anora.

"Lagi pengen, dulu aku juga langganan di sini," balas Sella.

Mereka tak banyak berbicara selama di antrian itu, sampai bubur ayam pesanan Sella sudah tiba dan tersisalah Anora yang masih menunggu gilirannya.

Saat itu Sella hendak pulang, namun sesuatu langsung mengurungkan niatnya itu karena ada satu pertanyaan yang akhir-akhir ini selalu muncul di benaknya.

Dan pertanyaan itu selalu tertuju untuk Anora.

"Ra, lo deket sama Raka?"

Anora mengangguk, "Ya.. kita kan temen," balasnya enteng.

"Gak. Maksudnya kalian deket karena sama-sama suka?"

"Kamu masih kepikiran dengan kejadian pas kita SMA dulu?" tanya Anora balik.

"Mungkin Raka udah berubah, tapi... dia habis cerai loh dan langsung deketin lo  Sorry kalo omongan gue agak menyinggung lo. Cuman... gosipnya Anora," jelas Sella.

Pernyataan itu langsung membuat lawan bicaranya ini terdiam. Anora tahu masalah gosip itu, terlebih lagi figur Raka lumayan terkenal di beberapa kalangan. Tidak usah jauh-jauh, di Elephant Love pasti dia sudah menjadi buah bibir baik di kalangan pegawai maupun para orang tua.

Sella yang melihat Anora terdiam itu langsung memunculkan dugaan bahwa dirinya memang benar selama ini.

"See? Lo gak tahu itu? Gue agak ragu kalian deket karena—gue gak mau lo terseret buruknya lagi."

"Aku sadar kalo nanti bakalan muncul gosip, tapi... Raka udah bukan kayak yang dulu lagi. Kita semua udah jadi orang baru di tahun ini. Urusan gosip biarlah jadi urusan orang lain, aku gak mau mikirin itu."

"Lo yakin?"

Dengan pelan Anora mengangguk, "Kalo pun nanti aku bareng dia, aku bakal lebih mikirin kita berdua daripada orang lain. Dia udah bantuin aku sebanyak ini."

Bahkan menyelamatkan nyawaku juga.

Obrolan pagi ini sedikit pelik, untungnya pesanan bubur ayam milik Anora sudah tiba dan gadis itu memutuskan untuk pamit duluan. Sedangkan Sella, ia tak ingin melanjutkan lagi obrolan itu karena ia tak ingin memunculkan sedikit keributan di antara mereka.

Beberapa menit berlalu tepat setelah punggung Anora sudah hilang di pandangannya, akhirnya Sella sadar akan satu hal.

"Ngapain juga gue mikirin mereka. Orang semuanya udah rusak." Ia berdecih di akhir kalimatnya.

Sebelas tahun yang lalu. Koridor di jam pulang sekolah.

Jam pulang sekolah ketika koridor perlahan menyepi karena hampir sebagian murid-murid telah pulang sekolah. Di koridor kelas dua belas itu tampak lima orang perempuan tengah mengitari satu perempuan lainnya yang tak lain adalah adik kelas mereka 

Satu perempuan yang merupakan pemimpin dari gerombolan itu langsung mendekati adik kelasnya yang tak sekalipun ingin menoleh padanya.

Sella yang terkepung di gerombolan kakak tingkatnya itu sudah berusaha untuk menjauhi mereka, namun ia masih ditahan dengan pertanyaan-pertanyaan dari salah satunya.

"Kok lo bisa deket dengan Raka?"

"Lo cemburu gitu?"

"Gue pacarnya, kurang jelas apa coba?"

"Bahkan emaknya aja gue kenal. Lo kenal sama emaknya?"

Pertanyaan Sella itu langsung menimbulkan gejolak emosi dari satu perempuan yang bernama Alindra itu.

"Oh ya, Raka tuh buaya. Lo belum tahu itu kan?" tanya Sella.

"Lo jauhin Raka deh. Gak usah caper!" Alindra sedikit emosi melihat Sella yang tampak memainkannya itu.

"Gue deketin Raka? Idiih... kek gak ada cowok lain aja apa di dunia ini. Ogah lagi ada. Ambil sono Raka!"

"Lo tuh ya!— adek kelas paling kurang ajar!"

"Alindra, jangan sampe gue cepuin kelakuan lo ini ke guru ya. Lo bahkan bisa gue tuntut dengan mudah dan besoknya.... lo tinggal nama buruk doang!"

Sella berani mengancam hal itu karena ia memiliki privilese dari orang tuanya di sekolah ini. Ancamannya itu langsung membuat Alindra tercengang dan emosinya siap tumpah di saat itu juga.

"Lo gak usah seenaknya ngancem-ngancem gue!" pekik Alindra.

Langkah kaki Sella berhenti tiba-tiba di saat ia telah menjauhi semua gerombolan kakak kelas yang terus memakinya itu. Ia mengeluarkan ponselnya dari saku bajunya dan menunjukkan rekaman suara di sana.

"Lo ngamuk, lo habis besok."

Saat itu juga ia berjalan cepat menjauhi semuanya dan tampak sebuah senyuman terukir dengan puas di wajahnya.

BRUUK!

"Aaaww!"

Saat ia terlalu senang sampai badannya tak sengaja tertabrak orang lain di saat itu. Sella mendesis dan ia melihat segera siapa orang yang menabraknya itu.

"Belum balik, Sel?"

Orang yang membuatnya terseret di kejadian tadi sudah berada di depannya saat ini. Raka yang rupanya tak sengaja menabraknya itu. Laki-laki itu tampak begitu keringatan setelah selesai memainkan bola basket di tangannya itu.

"Lo bisa gak bilangin ke cewek lo si Alindra itu, gak usah nuduh orang sembarangan!?"

"Lo kenapa?"

"Gak jelas banget tuh cewek gila. Lo juga ngapain pacaran sama dia?!"

Raka terkekeh mendengar pertanyaan Sella itu.

"Mau nyoba doang— gimana pacaran sama dia maksudnya. Beberapa hari lagi bakalan gue putusin kok." jawabnya.

"Oh pantes.... gak ceweknya, gak cowoknya pada gila semua!"

Sella dengan cepat meninggalkan laki-laki itu di sana. Ia sudah terlanjur emosi melihat semua kejadian di depan matanya hari ini karena ia tak mau semakin menjadi-jadi ia memutuskan untuk pergi meninggalkan semuanya.

Sedangkan Raka hanya sibuk melihat kepergian gadis itu dengan kebingungan. Sebelum ia berbalik menjauhi tatapannya dari sana, ada satu objek lagi yang mengunci matanya di sini.

Ia memperhatikan dengan seksama Sella yang tengah menemui seorang gadis, begitu ia berjalan sedikit ke depan untuk melihat dengan jelas, di situ dirinya terpaku melihat ada sosok yang sempat muncul di pikirannya beberapa kali dalam seminggu ini.

Anora.

Kedua gadis itu berjalan bersama menuju keluar gerbang sekolah. Raka berjalan lebih dekat lagi demi melihatnya dengan jelas dan tak jauh dari gerbang itu, ia dapat melihat sosok Anora dengan rambutnya yang terurai. Kali ini tak ada lagi jepit rambut ungu yang biasa ia pakai, hanya rambut hitamnya yang sesekali terbang disepoi angin siang ini.

Ini pertama kalinya ia melihat rambut terurai itu dan senyum tawa yang dikeluarkannya.

Cantik. Dia cantik banget.

Dan ini jadi pertama kalinya juga, gerombolan kupu-kupu datang menghinggapi dadanya, bahkan sebelum badai mereka bermula di waktu yang akan datang. Ia tampak cantik dan sayapnya berawarna ungu cerah.

___________

Sedangkan di tempat lainnya, tepat pukul sepuluh pagi itu terlihat sosok Azka yang tengah menaiki mobil yang dikendarai oleh supirnya Pak Yadi, menuju salah satu tempat yang sudah lama tak ia kunjungi.

Pagi itu jalanan tidak terlalu macet alhasil perjalanan mereka sedikit lebih cepat. Setelah beberapa menit berlalu, akhirnya sampai juga di Panti Asuhan Mentari Kasih. Azka datang dengan membawa banyak hadiah untuk para penghuninya.

Di depan sana Bu Yuni sudah menyambut kedatangannya dan banyak anak berhamburan keluar untuk menyambutnya segera. Azka tersenyum menerima sambutan tersebut. Ia pun langsung membagikan satu persatu hadiah tersebut yang berisi beberapa alat tulis, makanan ringan dan tas untuk mereka.

Selagi semua anak bermain di ruangan depan, Bu Yuni menghampirinya dengan membawa secangkir teh panas.

"Jadi dua bulan lagi, Davin masuk sekolah ya, Pak?" buka Bu Yuni dengan suara sedikit pelan.

Azka mengangguk, "Nanti seragamnya bakalan saya kirim," jelasnya.

Seperti yang sudah ia rencanakan sebelumnya, Davin akan masuk SD tahun ini juga. Bu Yuni menceritakan semua tentang anak kecil itu dan faktanya bahwa Davin sudah setahun lebih terlambat masuk sekolah. Alhasil Azka segera membantunya dikarenakan ada kendala untuk biaya perlangkapannya juga. Tak hanya Davin, ada dua orang anak lainnya yang juga ia bantu masuk sekolah dengan masalah yang sama.

Setelah obrolan kecil mereka, Azka pamit untuk menemui Davin yang terduduk di teras halaman sambil menontoni teman-temannya bermain. Davin yang melihatnya tak lagi takut seperti mereka pertama kali bertemu.

Kini mereka berdua terduduk bersama sambil menontoni anak lain bermain. Azka mencoba memancing dengan menceritakan kesan-kesannya setelah kursus di Elephant Love, untungnya Davin dapat menjawab dengan antusias.

"Om Azka, kenapa cuman Davin aja yang ke sana?" tanya anak kecil itu. Azka terdiam sejenak, melihat lirikan matanya yang penuh penasaran di sata dirinya mencoba mencari jawaban yang pas.

"Karena... Davin harus banyak belajar. Yang lain juga harus banyak belajar sih, tapi Davin kadang ngerasa susah belajar kan? Jadi Om bantuin masuk ke sana."

"Beneran?"

Azka mengangguk dengan mantap dan lagi senyum Davin tak berhenti terukir untuknya.

"Kata Alfa, kita itu mirip ya Om?" Davin menunjuk ke salah satu anak yang tengah bermain bola bersama lainnya, "tapi Om Azka lebih putih daripada Davin, terus Om Azka ada tahi lalat di pipinya, gak?"

Azka menggeleng menjawab satu persatu pertanyaan Davin tersebut. Belum sempat bersuara, Davin langsung memotongnya segera dengan menunjukkan sesuatu di ujung mata kirinya.

"Om Azka gak punya ini," sahut Davin.

Dan itu membuat Azka terpaku di tempatnya. Bekas luka itu tak ada sebelumnya, namun karena main tangan ibunya yang sangat keras membuat anak kecil itu harus menerima jahitan kecil di sana.

Darah tubuhnya langsung berdesir cepat, Azka mendadak merinding begitu Davin menunjuknya secara jelas dan dekat. Karena itu mengingatkannya dengan luka di punggung belakangnya yang juga akibat perbuatan sang ibu. Bekas jahitannya melintang panjang di belakang sana.

"Davin, kita main bola aja ya."

Ia menahan diri untuk mengontrol nyeri yang mendadak menyerang itu. Azka menarik perhatian Davin untuk bergabung segera dengan teman bermainnya yang lain dan mereka bermain bola bersama di sana.

Beberapa menit berlalu, Azka merasa senang bisa bermain dengan semuanya, namun ia memilih untuk mundur lebih dulu karena merasa lelah mengimbang semua semangat anak-anak di sini.

Satu hal yang cukup menyentuhnya hari ini adalah Davin yang mulai dekat dengannya. Dulunya anak kecil itu selalu malu-malu setiap bertemu dengannya, namun kali ini ia tak ragu untuk bertanya langsung pada Azka.

"Om Azka."

"Ya?"

"Gimana kalo Om Azka nikah nanti?"

"Maksudnya?"

"Kalo nikah nanti Om Azka punya anak dong."

"Oke...?"

"Nanti kita gak bakal ketemu ya?"

"Hah? Nggak kok. Kita bakal tetap ketemu. Davin bakal tetep jadi kesayangan Om Azka. Kalo pun nanti ya... Om udah punya anak, kalian bisa main bareng kan."

Davin tersenyum dan Azka pun menariknya ke dalam dekapannya. Mereka berpelukan sambil Azka usap perlahan tubuh anak kecil itu. Ada ragu yang menyelimutinya tentang pernikahan itu, namun doa yang diberikan kepadanya adalah satu hal paling tulus yang pernah diterimanya selama ini.

____________

Malam Sabtu di ibu kota tak kalah ramai dibandingkan malam minggu biasanya. Menuju akhir minggu banyak orang yang keluar untuk mencari hiburan demi melepas lelah setelah lima hari penuh mereka bekerja.

Untuk sebagian kalangan, terutama orang-orang kaya, mereka banyak menghabiskan waktu di beberapa acara eksklusif dan cenderung privat. Beberapa tempat paling terkenal disewa oleh mereka untuk acara berkumpul sesama kalangan mereka.

Seperti malam ini, Raka dan mamanya diundang di acara pertunangan teman masa kecilnya. Acaranya berlangsung privat yang melibatkan beberapa orang terdekat saja. Tempatnya sendiri berada di salah satu gedung mewah dan hanya mengundang beberapa orang terdekat saja.

Segelas sampanye sudah ia teguk segera sebelum menghampiri mama yang tengah berkumpul dengan beberapa teman sebayanya.

"Halo.. udah lama kamu gak keliatan ya."

Yang menyapanya barusan adalah ibu dari anak laki-lakinya yang bertunangan malam ini. Raka tersenyum seraya membalasnya.

"Kemarin banget tante lihat kamu di Esquire, semoga kamu cepetan muncul di covernya ya!" puji beliau.

Dua minggu lalu ia sempat diiterview oleh salah satu majalah terkenal di Indonesia, mengenai dirinya sebagai salah satu arsitek yang banyak mengerjakan beberapa proyek terkenal di tahun ini.

Kemarin ia sudah membaca hasil interviewnya di majalah itu sekaligus potret dirinya di dalam sana. Raka jadi mendapat banyak sanjungan dari pihak kantornya.

"Seneng banget ngelihat kamu jadi sekeren ini. Apa mungkin karena kamu udah ngelewatin masa itu ya?"

"Masa apa?"

"Percaraian kamu. Sorry."

"Oh... it's fine. Aku kan selalu keren dari dulu, Tan."

"Hahaha... emang loh. Pokoknya sekarang kamu fokus sama kerjaan aja, urusan cinta itu nanti. Tante percaya kamu bakalan dapet orang yang lebih baik."

Raka hanya tersenyum tipis kali ini. Seheboh itukah rumor perceraiannya?

Ia sudah sadar sejak dulu, jika perceraiannya dengan Iris akan memunculkan buah bibir bagi orang-orang. Terlebig mereka berdua cukup terkenal sebagai desainer dan arsitek. Raka sudah banyak mendengar banyak rumor semacam itu di lingkungannya namun ia tak menaruh sedikit pun atensinya.

"Raka bakal fokus dulu buat kerjaannya. Kalo pun dia udah gak mau jatuh cinta lagi, itu gak masalah." Giliran sang ibu yang menyelanya. Beliau melirik sejenak padanya dan saat itu Raka memutuskan untuk pamit dari perkumpulan orang tua itu.

Acara malam ini berakhir sampai jam sepuluh malam. Baik Raka dan ibunya sudah berada di dalam mobil menuju pulang yang dibawa oleh supir pribadi beliau. Keduanya sempat hening sesaat sebelum sang ibu membuka suaranya.

"Jangan dipikirin omongan mama Caden itu."

Raka pun melirik ke sampingnya.

"Pikirin diri kamu sama Violet dulu buat sekarang," sambung beliau.

"Kenapa mama masih mau berdiri sendiri sampe sekarang? Padahal mama bisa aja nikah lagi," tanya Raka.

Pertanyaan itu meninggalkan jedah langsung untuk mama. Beliau tak menjawab, pandangannya menoleh keluar jendela lebih. Di luar sana ia melihat keramaian kendaraan yang masih berlalulalang sampai semalam ini.

"Kamu tahu, kalo perempuan ditinggal sama laki-laki pasangannya, dia masih bisa bertahan kuat sampai kapanpun. Perempuan bisa mandiri walaupun ia udah ditinggal sama pasangannya. Namun laki-laki? Kalian belum tentu bisa sekuat kami."

Dan kali ini barulah mama melirik lagi padanya.

"Papamu udah pergi dipanggil Tuhan dan mama anggap itu adalah kepergian paling baik. Mama gak bakalan ninggalin papamu, kalo pun mama harus sendirian sampai mati nanti. Mama tetep bakal kuat ngebesarin kamu seorang diri. Perceraian kamu dulu— mama sedih kamu harus pisah secepat itu, walaupun mama udah berusaha nahaninnya, tapi mama sadar itu gak baik. Mama masih percaya kamu bakalan dapet orang baik nantinya dan biarin kalian dipisahin dengan baik-baik juga," sambung mama.

Diam-diam Raka menggenggam erat tangan sang mama. Setiap katanya mengalirkan kekuatan seorang ibu untuk anaknya. Biarpun ia sempat melalui masa terberat di rumah tangganya, ia masih percaya jika pun tak ada orang lagi yang mendukungnya, mama tetap akan menjadi orang pertama untuknya.

"Ma, aku lagi suka sama seseorang," sahut Raka.

"Siapa?" tanya mama.

Sang anak hanya tersenyum, "Mama tahu dia," balas Raka.

Mama tak memikirkannya berlarut-larut karena beliau sedikit lupa siapa saja orang yang pernah anaknya kenalkan itu padanya.

"Oh... kamu kenal Anora, kan?" Mama bertanya balik.

"Kenal, dia teman sekolahku dulu, Ma. Kita udah ketemu dia kan waktu di pameran kemarin?"

"Hmm... mama lupa siapa aja yang dikenalin."

Perjalanan mereka tak terasa sudah tiba di tujuan. Raka keluar lebih dulu untuk membukakan pintu mobil mama dan supir mama pun lantas pamit untuk segera pulang.

"Kamu nginep aja dulu di rumah mama. Pulangnya besok aja, kasian Violet nyariin kamu kayak minggu kemarin." Karena sudah terlalu malam, mama meminta Raka untuk menginap di rumahnya.

"Raka gak bawa apa-apa, charger aja ketinggalan di rumah. Besok juga bisa ke rumah mama, Raka bakal dateng pagi-pagi."

Karena tak bisa menolaknya, akhirnya beliau hanya melihat kepergian anaknya itu menghampiri mobilnya yang terparkir di carport rumah. Sebelum Raka masuk ke dalam mobilnya, ia mendekat lagi kepada mamanya untuk berkata sesuatu.

"Ma, Anora adalah orang yang Raka maksud di mobil tadi."

"Yang kamu suka?"

"Iya. Raka mau minta izin ke mama buat ngelamar dia."

____________

BERSAMBUNG

Continue Reading

You'll Also Like

771K 77.9K 54
Menceritakan tentang kehidupan 7 Dokter yang bekerja di rumah sakit besar 'Kasih Setia', mulai dari pekerjaan, persahabatan, keluarga, dan hubungan p...
366K 38.4K 35
Menceritakan tentang seorang anak manis yang tinggal dengan papa kesayangannya dan lika-liku kehidupannya. ° hanya karangan semata, jangan melibatkan...
929K 40.7K 97
Highrank 🥇 #1 Literasi (24 November 2023) #1 Literasi (30 Januari 2024) #3 Artis (31 Januari 2024) #1 Literasi (14 Februari 2024) #3 Artis (14 Fe...
8.6K 289 2
Update on: Selasa, Kamis, dan Jum'at ------------------------------------------------------------ Agaskha mulai kehilangan sahabat yang dicintainya...