[✔] Klub 513 | Long Journey |...

De Wiki_Dwiki

39.4K 12.8K 1.4K

"This is how they met and this is how they start to lost each other." 1917 (Ketika mereka menemukan satu sama... Mai multe

Prologue : "Kepercayaan Mutlak Antar Manusia"
1. Malam Mencekam Dibalik Tembok Kerajaan
2. Derita Dalam Dekapan Gerhana
3. Menyusup Ke Negeri Para Penyair Dan Pemikir
4. Kebangkitan Para Pemberontak
5. Dua Insan Yang Saling Melahap Ideologi
7. Mengintip Arti Utopia
8. Pengait Benang Merah
9. Pedalaman Semenanjung Peloponnesia
10. Tempat Hangat Di Dasar Jurang
11. Kalimat Pertama Dalam Kisah Tragedi
12. Merangkai Keping Satu Tujuan
13. Manusia Seperti Yang Kita Pahami
14. Parit
15. Sebuah Proyeksi Bunuh Diri
16. Yunani, Panggung Opera Yang Tidur
17. Kota Pesisir Nafplio
18. Soal Untung dan Diuntungkan
19. Bagaimana Takdir Merangkai Kisah
20. Kesepakatan dan Satu Kondisi
21. Koin Keberanian
22. Menyingkap Kebusukan
23. Menikam Surga Erotis
24. Sepercik Api
25. Individualitas Bersenjata
26. Awal Perangakai Kisah
27. Keberangkatan Menuju Ujung Cakrawala
(I) - Dear Rafe : Bukti Keberadaan -
(II) - Dear Rafe : Semesta Yang Terluka -
(III) - Dear Rafe : De Profundis -
(IV) - Dear Rafe : Penantian Di Ujung Sana -
(V) - Dear Rafe : Sebuah Elegi -
La Tragedie : Bloody Dandelions

6. Kawan Jerman Yang Lain

1.2K 415 55
De Wiki_Dwiki

.
.
.

    Setelah kepergian Seonghwa, Mingi dan Hongjoong kembali masuk ke dalam rumah inap itu dan menghampiri Yunho dan San yang sedang berada di depan perapian. Luka pukul di tubuh San tampaknya telah diobati karena mereka melihat keberadaan kotak obat di sana. Yunho menatap Mingi dan Hongjoong bergantian, dia cukup dibuat bingung dengan ekspresi Hongjoong yang tidak biasanya itu, dia tampak seperti orang yang baru saja kalah judi.

    Yunho menaikkan alis pada Mingi tanda bertanya dan Mingi hanya tertawa konyol mendapati pertanyaan itu. Hongjoong mendudukkan diri di sebuah kursi yang membelakangi ketiga kawannya, diam disana entah memikirkan apa.

  "Setelah mendengar omongannya tadi, apa kau masih menginginkannya, Hongjoong? Kurasa dia tidak terlalu tertarik padamu.. perang membela tanah airnya tampaknya lebih menarik untuknya." Ucap Mingi setengah tertawa.

  "Metode pendekatan yang kulakukan salah." Kata Hongjoong.

  "Tampaknya memang begitu." Balas Mingi.

  "Dia cerdas." Ucap Hongjoong lagi.

    Mingi mengangguk, "Melampaui dirimu. Memanipulasinya hanya akan menambah keyakinan bahwa dia tidak seharusnya mengikutimu, bukan? Karena dia sadar kau hendak memanfaatkannya. Terlepas dari keinginanmu menjaga dunia tetap aman dengan menjauhkan Seonghwa dari pemerintah Jerman, dia aku rasa tidak menyadari 'bakat'-nya sendiri.. makanya dia tidak ingin mengikutimu."

  "Perang dunia kini kian mengerikan. Jerman berambisi memenangkan perang, yang paling aku takutkan justru bukan pemerintah Jerman yang menyadari bakat Seonghwa dan betapa cerdasnya dia, namun jika Seonghwa ini memiliki inisiatif sendiri untuk membawa negaranya menang. Itu seperti bom bunuh diri untuk peradaban manusia. Membawanya jauh dari cekokan ideologi yang Jerman berikan padanya adalah usaha yang terbaik, namun kini aku disadarkan bahwa aku tidak bisa semudah itu melakukannya." Jelas Hongjoong.

  "Artinya dia harus memiliki inisiatif sendiri untuk mau mengikutimu begitu, kan?" Kata Mingi.

    Hongjoong mengangguk, "Pemaksaan hanya akan memperburuk suasana."

  "Well, cukup lucu jika kau mengatakan itu sementara Seonghwa Moran sendiri memukul San untuk memaksanya pergi dari sini." Ucap Mingi.

  "Aku baik baik saja." San tertawa. "Seonghwa Moran ternyata orang yang menarik, dia sangat kuat."

  "Mengejutkan aku mendengar itu dari orang yang barusan kena pukul olehnya." Batin Yunho.

    Yunho kemudian bangun dari posisinya duduk, dan berjalan mengambil coat panjang, syal dan sarung tangannya. Sebenarnya siapapun pasti tahu jika Yunho hendak pergi namun tampaknya Mingi ingin basa basi dengan itu.

  "Hendak pergi?" Tanya Mingi.

  "Kau bisa melihat dengan mata kepalamu, Mingi." Balas Yunho.

  "Kemana?" Kini San yang bertanya.

  "Membeli beberapa potong roti atau mungkin kentang. Kita tidak tahu seperti apa cuasa besok, jadi kita harus punya makanan cadangan." Balas Yunho.

  "Berhati hatilah dengan wajah Elshworth mu itu." Kata Mingi sambil tertawa.

    Yunho tersenyum sambil mengambil topi bulatnya, "Aku tahu."

.
.

    Seonghwa hanya menatap bosan kawannya yang tampak begitu bahagia dengan kelakuannya. Sebenarnya untuk siapapun seumurannya—tidak, lebih tepat untuk siapapun, orang dewasa sekalipun melakukan sesuatu seperti yang kawannya ini lakukan bukanlah hal normal.

  "Sunwoo, sampai kapan kau akan menguliti kelinci tak bersalah itu?" Tanya Seonghwa setengah kesal, bagaimana tidak? Pemuda itu mengajaknya pergi dari kamp tentara, katanya dia akan mengajak Seonghwa bermain, namun nyatanya, Seonghwa malah dibuat bosan melihat pemuda itu menguliti seekor kelinci hidup hidup.

  "Oh, ayolah! Tidakkah ini terlihat seru?" Tanya pemuda itu sambil memamerkan senyumannya.

  "Tidak untukku." Balas Seonghwa. "Dan sesungguhnya apa tujuanmu sampai harus membawa bawa nama Ayahmu agar aku diizinkan ikut denganmu, hah?"

  "Oh ayolah, Seonghwa.. bukankah kau sudah terlalu lama hanya menciun bau besi? Sesekali kau harus mencium aroma lain." Balas Sunwoo.

  "Aku rasa bau apapun lebih baik daripada harus menciun bau darah untuk memperbaiki penciumanku." Kata Seonghwa.

    Sunwoo terbahak mendengar itu. "Setelah perang ini berakhir, Seonghwa.. aku akan mengajakmu pergi."

  "Mengajakku pergi?" Seonghwa bertanya.

    Sunwoo mengangguk semangat. "Aku akan membawamu pergi bersamaku, di tempat dimana kau tidak lagi perlu mengangkat senjata untuk siapapun. Saat itu tiba, apa kau bersedia ikut denganku?"

  "Pikirkan masa depan Sunwoo. Kau akan punya keluarga sendiri. Dan aku hanya akan jadi figuran dalam hidupmu saja. Kau harus mengerti jika ada yang lebih penting." Kata Seonghwa.

  "Tentu saja aku mengerti. Dan kau adalah salah satu yang akan jadi sesuatu yang penting bagiku. Kita teman bukan, begitu?" Balas Sunwoo.

    Seonghwa terkekeh geli. Rafe Sunwoo Alarich. Dia saat ini sangat terlihat seperti Alarich yang orang orang kenal. Sedikit memiliki gangguang dalam kepribadiannya—terutama dalam karakter manusianya, namun ketika kau berteman dengannya (benar benar berteman, bukan cuma soal dimanfaatkan dan memanfaatkan) kau akan mendapatinya jadi begitu loyal padamu.

    Entah soal apapun. Harta? Tidak diragukan lagi, Alarich itu tipe manusia yang jika kau membuatnya percaya padamu, maka dia bahkan tidak akan memikirkan berapa banyak dia harus mengeluarkan uang untuk hal paling sepele sekalipun. Namun keloyalan mereka tidak justru membuat mereka sebagai sosok yang mudah dimanfaatkan, justru mereka-lah yang akan memanfaatkan dirimu jika kau berani menyenggol kesetiaan mereka.

    Katakanlah kau mencoba menghancurkan kepercayaan mereka, maka habis sudah hidupmu. Selamat! Kau telah memilih lawan yang sangat salah.

    Sedikit berbeda dengan ayahnya, pemuda bersurai merah gelap itu tidak memiliki jiwa nasionalis sebesar Ayahnya ataupun Seonghwa. Dia cenderung acuh dan tidak ambil pusing, maka dari itulah, dia dengan senang hati mengeluarkan nominal uang yang sangat besar untuk bisa menghindari kemiliteran semenjak perang dunia pecah.

 
  "Kau akan pergi setelah Ayahmu dilantik menjadi perdana menteri Jerman di Raminston, kan?" Tanya Seonghwa. Sebenarnya Seonghwa bermaksud ingin menyadarkan Sunwoo bahwa dia (Seonghwa) tidak bisa ikut dengannya ke sana karena dia pasti akan lebih memilih membela negaranya.

    Sunwoo mengangguk, "Aku berencana membawamu."

  "Itu ucapan paling bodoh yang pernah kudengar darimu." Komentar Seonghwa.

  "Lebih bodoh daripada aku yang bilang padamu bahwa aku membedakan hewan jantan dan betina hanya lewat puting susunya?" Tanya Sunwoo.

    Seonghwa memutar mata malas. "Oh astaga, bagaimana aku bisa lupa bahwa memang tidak pernah ada ucapanmu yang terdengar sedikit pintar."

    Sunwoo tertawa. "Kau tak akan bertemu teman sepertiku di dunia."

   Seonghwa terkekeh. "Yeah! Tidak akan ada yang segila dirimu."

  "Soal ikut aku ke Raminston, bagaimana? Lagipula jika aku pergi kau akan sendirian disini." Sunwoo bertanya.

  "Akan kupikirkan dulu." Balas Seonghwa.
 
 
    Yunho berjalan menyusuri jalanan Jerman yang lumayan ramai, yah, tidak jauh beda dengan situasi di Rusia saat Yunho dan lainnya tiba di negeri dingin itu. Kala dia melihat seorang penjual bahan pangan yang tampak dari dagangannya adalah seorang yang resik, Yunho tak bisa menahan diri untuk menghampirinya.

    Dia mengambil beberapa kentang, lalu sebungkus roti. Namun ketika dia hendak membayar, dia lumayan terkejut karena uang yang dia bawa kurang—entah dia memang lupa membawa uang lebih atau harga bahan pangan kini tengah melonjak.

  "Maafkan saya, Nona." Ucap Yunho dalam bahasa Jerman sebisanya, "saya tak membawa cukup uang, bisakah Anda bermurah hati dan memberikan harga murah?"

  "Tidak bisa, Tuan. Ini musim dingin, saya juga punya keluarga untuk diberi makan.. jika saya memberi harga murah, kebaikan tidak akan mengenyangkan mereka." Balas si wanita, menolak tawaran Yunho.

    Yunho paham betul permasalahan wanita itu. Dia orang yang baik namun sedang dihimpit oleh masalah ekonomi yang luluh lantak karena perang. Yunho tak bisa membuat dirinya merasa menjadi paling harus dikasihani, dia tak bisa melakukan itu, padahal bisa saja si wanita mungkin tengah berbohong soal keluarganya agar mendapat harga yang lebih tinggi karena belas kasihan orang lain.

    Tanpa bicara apapun lagi Yunho pun beranjak untuk mengembalikan beberapa kentang dan roti yang dia bawa. Namun belum sempat melakukannya, tangannya ditahan oleh seseorang, isyarat jika Yunho tidak boleh mengembalikannya. Yunho pun menengok dan menemui wajah tak asing sebagai pelaku.

  "Tuan Elsworth?" Sapanya.

  "Tuan Alarich?" Balas Yunho.

    Pemuda itupun mengangguk senang. "Kita bertemu tiga tahun lalu kau ingat? Di Paris."

  "Ya, saya mengingatnya." Balas Yunho.

  "Aku akan membayarnya untukmu, jangan mengembalikannya." Kata pemuda itu.

  "Anda tak perlu repot—"

  "Tidak sama sekali! Senang bertemu kembali denganmu, walau di tengah perang dunia." Tawanya.

    Yunho tersenyum singkat sebelum ekspresi nya berubah lumayan gugup karena mendapati Seonghwa Moran berjalan mendekati keduanya. Sunwoo yang menyadari perubahan ekspresi Yunho pun menoleh ke belakang, dia kemudian mengira jika Yunho mungkin gugup karena melihat Seonghwa berseragam tentara itu menghampiri mereka.

  "Seonghwa! Ini kenalanku, Yunho Elsworth." Kata Sunwoo.

  "Ya, aku mengenalinya. Namun aku heran padamu Sunwoo, tidakkah sebenarnya kau tahu bahwa dia seorang buron di negara dia berasal?" Pertanyaan Seonghwa membuat Yunho terkejut akan omongan blak blak annya itu.

    Sunwoo tersenyum miring. "Oh? Lantas bagaimana dia bisa masuk kemari, Seonghwa? Bukankah tentara yang telah membiarkannya masuk lebih patut dicurigai? Yah, walau aku bilang begitu, siapapun yang mengizinkan Tuan Elsworth masuk kemari pasti tahu jika dia tidak akan melakukan perangai buruk disini."

    Ucapan Sunwoo yang sekilas menyinggung Seonghwa itupun tak terelakkan menjadi tamparan untuk Seonghwa sebagai tentara yang mrmbiarkannya masuk itu. Walaupun kesal, Seonghwa memilih untuk diam daripada dia kena ledekan halus lainnya dari Sunwoo.

  "Sejauh yang aku tahu Tuan Elsworth ini baik pada semua orang, jikapun dia memang bermasalah di negaranya—selama itu tidak merugikanku, maka aku tidak peduli." Lanjut Sunwoo, benar benar tipikal omongan pemuda rebel seusianya yang tidak sedikitpun memiliki jiwa nasionalis. Sungguh menjadi bukti bahwa selama kau tidak mengkhianati Alarich, maka dia akan selamanya ada di pihakmu—tidak peduli jikapun kau seorang pemberontak, penjahat bahkan penbunuh.

    Sunwoo kemudian merogoh coat panjangnya dan mengeluarkan jam saku. Tampak dia menaikkan alis terkejut sebelum segera memberikan beberapa lembar uang yang sebenarnya jauh lebih banyak dari yang Yunho butuhkan tadi pada si pedagang.

  "Ambil semua yang kau butuhkan dengan uang itu, Tuan Elsworth. Jangan sungkan sungkan. Dan Seonghwa, aku akan pulang sekarang, aku harus menghadiri pertemuan penting." Kata Sunwoo sambil segera berjalan pergi ketika sebuah mobil tanpa atap berhenti tak jauh dari sana.

    Sunwoo melepas topi yang ia kenakan sesaat untuk memberi salam pada Yunho, dengan sopan pun Yunho membalas sapaan sampai jumpa itu.

    Kepergian Sunwoo mendatangkan suasana canggung diantara Yunho dan Seonghwa. Tanpa banyak bicara, Seonghwa pun segera beranjak, namun Yunho mencegahnya, "Apakah kau luang, Tuan?"

    Seonghwa memicingkan matanya. "Luang di tengah perang dunia?"

    Mendapatkan jawaban itu membuat Yunho tertawa kecil. "Ada yang hendak saya bicarakan denganmu. Tidak lama dan saya nenjamin tidak akan membuatmu merasa tidak nyaman."

    Tidak mendapat firasat buruk apapun dari tawaran Yunho itu membuat Seonghwa tak punya alasan yang cukup logis untuk bisa menghindar. Jadilah kemudian mereka berjalan beriringan bersama menuju ke sebuah dermaga.

  "Pertama tama izinkan saya meminta maaf atas nama Hongjoong jika dalam tutur katanya kala bicara denganmu terdapat beberapa kata ataupun kalimat 'sok tahu' yang menyinggung perasaanmu." Kata Yunho.

  "Kau diminta olehnya untuk meminta maaf?" Seonghwa bertanya dan Yunho segera menggeleng.

  "Saya berinisiatif." Balas Yunho. "Saya telah mengenal Hongjoong lebih baik dari siapapun—terkecuali untuk Owen Hamlin yang telah tiada tentu saja, saya telah tumbuh bersamanya dan saya tahu jika dia bisa jadi sangat tidak sopan karena sifat 'sok tahu'-nya. Percayalah dia telah mengalami banyak masalah berkat sifat buruknya itu, namun tak bisa dipungkiri terkadang ucapannya cukup 'pantas' untuk disampaikan pada orang jahat."

  "Kami tidak akan melaporkan apapun sungguh. Hongjoong tahu jika dia melakukan itu (melaporkan Seonghwa) maka itu sama seperti bunuh diri. Jadi saya harap kau bisa sedikit merasa tenang dengan itu. Hongjoong hanya ingin kau ikut dengannya—tidak sebagai musuh Jerman pastinya—tidak sama sekali."

  "Membuatku merasa tenang? Aku selalu tenang." Kata Seonghwa yang ternyata sedikit terganggu dengan ucapan Yunho soal merasa tenang.

    Yunho tertawa. "Kau bukan pembohong yang baik."

    Seonghwa membuang muka lalu bertanya. "Apa yang membuatnya ingin aku ikut dengannya? Tidakkah dia berpikir jika itu tidak mungkin?"

  "Dia selalu melampaui ekspetasi semua orang. Ada sebuah aturan tak tertulis yang telah saya percaya hampir seumur hidup saya. Jika Hongjoong menginginkan sesuatu, maka dia akan menjadi sangat egois untuk mendapatkannya."
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
########

Halo, Hola!

Apa kabar kalian?
Udah lama nggak update ya, hehe 😂
Gimana puasa kalian? Lancar lancar aja, kan?
Udah minggu terakhir di bulan Ramadhan, nih.. Semangat terus ya^^
Semoga tahun depan kita bisa bertemu bulan penuh berkah ini lagi, ya? Aamiin.

Jaga kesehatan jangan sampai sakit!
Jangan lupa bahagia <3
 
 
Makasih udah baca!
 
Luv kalian semua ❣️❣️❣️
 
 
 

Continuă lectura

O să-ți placă și

86K 21.7K 20
Juyeon : "Jadi kita ber empat dikutuk ama Seonghwa, gitu?" Moonbin : "Gaada yang namanya kutukan, yang ada itu azab Tuhan." Jungwoo : "Manggilnya jan...
11.4K 1.6K 33
[DIHARAPKAN UNTUK MEMBACA S1-NYA TERLEBIH DAHULU!] Tak ada lagi kekacauan, tak ada lagi ketidakadilan, tak ada lagi kekejaman, dan tak ada lagi mayat...
162K 40.7K 35
Wooyoung : "RUKUN AGAWE SANTOSO!" Yohan : "Ngapain rukun? Tawuran aja tawur!" San : "Katanya Yeonjun kalo ga tawuran ga asik, ajaran sesat memang." Y...
163K 29.7K 37
ᴛᴇʀɴyᴀᴛᴀ 12 ᴩᴇᴍᴜᴅᴀ ɪᴛᴜ ʙᴜᴋᴀɴʟᴀʜ ᴀɴᴀᴋ ꜱᴇᴍʙᴀʀᴀɴɢᴀɴ,ᴍᴇʀᴇᴋᴀ ʙɪꜱᴀ ᴍᴇʟɪʜᴀᴛ,ᴍᴇʟᴀᴋᴜᴋᴀɴ,ʙᴀʜᴋᴀɴ ᴍᴇɴyᴀᴋꜱɪᴋᴀɴ ʜᴀʟ-ʜᴀʟ yᴀɴɢ ᴛɪᴅᴀᴋ ꜱᴇᴍᴜᴀ ᴏʀᴀɴɢ ʙɪꜱᴀ ᴍᴇʟɪʜᴀᴛɴyᴀ. Hig...