ANA UHIBBUKA FILLAH (ON GOING)

By faridailma_

3.7K 162 39

(RUQOYYA KHUMAIRA SYAIBAN) Namaku Ruqoyya. Tapi teman-teman biasa memanggilku dengan panggilan Rayya. Aku ada... More

PROLOG
Bab 1
Bab 2
Bab 3
Bab 4
Bab 5
Bab 6
Bab 7
Bab 8
Bab 9
Bab 10
Bab 11
Bab 12
Bab 13
Bab 14
Bab 15
Bab 16
Bab 17
Bab 18
Bab 19
Bab 20
Bab 21
Bab 22
Bab 23
Bab 24
Bab 25
Bab 26
Bab 27
Bab 28
Bab 30
Bab 31
Bab 32
Bab 33
Bab 34
Bab 35
Bab 36
Bab 37
Bab 38
Bab 39

Bab 29

69 5 6
By faridailma_

Seutas senyuman terukir menghiasi wajah bak rembulan gadis itu.
Sebuah kabar yang membuat hatinya berdesir.
Sebuah waktu yang membuat jantungnya berdetak hebat.
Hari yang sudah dinanti-nanti akhirnya tiba.
Sebuah hari yang penuh bahagia dan harapan.

Sore ini Rayya memandang dirinya dari pantulan cermin.
Mengabsen setiap inci dari dirinya. Nyaris sempurna.
Dengan balutan gamis silver dan jilbab yang senada. Rayya terlihat sangat cantik sore ini.

Ia memoleskan wajahnya dengan sedikit bedak dan memoles bibirnya dengan lipbalm agar wajahnya terlihat lebih fresh.

Gadis itu melirik jam dindingnya usai membenahi dirinya dari pantulan cermin. Jam menunjukkan pukul 15.30 waktu istiwak. Spontan degup jantungnya semakin berdebar hebat.

Ah sebentar lagi mereka akan sampai.

Yap! Hari ini adalah engagement day untuk Rayya dengan lelaki yang akan menjadi jodohnya.
Sudah lama Rayya menanti hari ini tiba. Jauh-jauh hari sebelumnya Rayya sudah mempersiapkan semuanya.
Rayya menarik napasnya panjang. Keringat dinginnya mulai bercucuran di pelipisnya.

Tok. Tok. Tok.

"Masuk aja!"Terlihat dari balik pintu, Hidayah mengucapkan salam sebelum masuk kedalam kamar Rayya.

Rayya menjawab salam tersebut. Hidayah hanya menyampaikan kalau keluarga dari romo yai Mahfud sampun rawuh.
Abah dan umi pun sudah menunggu di ruang tamu.

Rayya mengangguk dan menyuruh Hidayah untuk kembali, ia akan menyusul abah dan uminya.

Sebelum benar-benar pergi, Rayya menatap dirinya dari pantulan cermin sekali lagi. Ia hanya memastikan bahwa dirinya harus benar-benar siap dan sempurna.

Setelah itu, Rayya berjalan ke arah pintu kamarnya. Ia melangkahkan kakinya menuju ruang tamu.

Sepanjang langkah kaki, ia hanya ditemani oleh degupan jantung yang semakin lama semakin berdegup kencang.
Keringat di pelipisnya yang semula hanya sekecil ketumbar mulai berubah membesar sebiji jagung.

Rayya mengambil tempat duduk di samping uminya usai dirinya sampai di ruang tamu. Ia menunduk.

Diseberang meja terdapat tiga orang yang pasti itu adalah romo yai Mahfud beserta ibu nyai dan juda lelaki itu.

"Kedatangan kami ke sini, selain untuk menjalin silaturrahmi kepada keluarga besar Bani Hasyim, kami juga ingin menjadikan putri romo yai Ridlwan menjadi salah satu keluarga besar kami. Bagaimana romo yai?" Kyai Mahfud memulai pembicaraan. Beliau mengutarakan maksud kedatangannya.

"Sudah lama rencana perjodohan ini. Kami bahagia dan bersyukur akhirnya wasiat dari abah saya dapat terlaksana. Sudah lama pula kami menanti-nanti hari ini tiba. Dan hari ini kami menerima lamaran dari nak Gibran, putra panjenengan." Abah mengucapkan semuanya dengan wibawa. Sementara umi hanya menahan senyumnya melihat suasana yang seperti sekarang ini.

Tidak perlu dipungkiri lagi, umi pasti sangat bahagia.

Romo yai Mahfud mengucapkan Alhamdulillah, diikuti oleh ibu nyai yang juga mengucapkan kalimat tahmid tersebut.

Semuanya tampak bahagia."Ngapuntene, putra kulo mboten saget derek. Karena Gibran masih mengurusi perpindahannya dari Mesir." Perkataan romo yai Mahfud menimbulkan tanda tanya besar dalam benak Rayya.

Gibran? Siapa? Bukankah Gus Ubaid yang akan melamarnya? Ah mungkin romo yai memang memanggil Gus Ubaid dengan sebutan Gibran. Tapi Gus Ubaid ada di sini, lalu siapa yang di mesir? Beragam pertanyaan dan tanda tanya terus saja hinggap dalam benak Rayya.

Sampai keluarga romo yai Mahfud sudah berpamitan untuk kondur pun pertayaan nya masih sama,

"Siapa Gibran? Umi... Bukankah Gibran adalah Gus Ubaid?" Akhirnya pertanyaan itu berhasil lolos dari kerongkongan Rayya.

Umi tersenyum, "Oh iya, umi lupa mau ngasih tau kamu, putra romo yai Mahfud itu mempunyai saudara kembar. Dia sekarang adalah dosen universitas Al-Azhar Cairo Mesir. Dan sebentar lagi nak Gibran sudah akan kembali ke tanah air. Dan dia juga yang akan menikahi kamu, bukan nak Ubaid. kalo nak ubaid sudah mempunyai calon sendiri." Penjelasan dari umi ternyata begitu mengejutkan untuk Rayya.
Ada apa lagi ini? Kenapa dirinya baru saja tahu tentang semuanya? Dan bahkan dirinya belum pernah bertemu dengan Gus Gibran sama sekali.

Rayya baru saja mengetahui jika Gus Ubaid mempunyai saudara kembar. Hatinya kembali menjerit. Rayya tidak tahu lagi entah nasib atau takdir yang datang kepadanya saat ini. Rayya mencintai Gus Ubaid. Bahkan dirinya sudah membangun angan-angan membentuk sebuah keluarga kecil bersama Gus Ubaid. Namun sepertinya, takdir sedang mempermainkan diri dan hatinya. Rayya kecewa. Ia kecewa dengan semua yang sudah terjadi. Menikah dengan seseorang yang bahkan belum pernah ia temui? Ah Rayya tidak bisa membayangkan semuanya.

Rayya sangat tidak menduga dengan apa yang sudah terjadi beberapa waktu yang lalu. Lelaki di depannya yang ia kira adalah calon separuh jiwanya, namun ternyata salah besar.

Andai Rayya bisa memutar waktu kembali, maka ia akan melakukan hal itu sekarang juga. Rayya ingin membenahi semuanya. Namun itu hanyalah andai. Rayya tidak mungkin bisa melakukan hal tersebut. Abahnya pun sudah menerima lamaran dari lelaki tersebut, dan tanggal pernikahannya pun juga sudah di tentukan.

Rayya memandang kosong lantai rumahnya. Ia butuh waktu untuk bisa mencerna semua yang sudah terjadi. Ini terlalu tiba-tiba dan sangat mengejutkan. Rayya tidak habis pikir, takdir sepertinya sangat ingin bermain dengannya.

Rayya lelah. Rayya sangat lelah dengan alur kehidupannya sendiri. Hatinya yang tegar perlahan terkikis oleh kekecewaan yang datang dari orang-orang terdekatnya.

Kenapa? Kenapa selalu harus berakhir mengecewakan? Seorang gadis yang mempunyai tekad untuk lebih bahagia, namun selalu tertunda.

Setiap menit, setiap detik hanya keresahan yang membelenggunya.
Rasa yang hampir bahagia, namun ternyata hanyalah sebatas angan-angan saja, ya! selalu saja begitu.
Batinnya seakan sudah terselimuti beragamnya rasa kekecewaan.
Gadis itu kecewa.
Gadis itu sudah terlanjur kecewa.
Gadis itu sangat kecewa.
Dan gadis itu akan selalu di kecewakan.

Rayya tidak tahu lagi bagaimana bentuk hatinya jika digambarkan pada sebuah sketsa. Tak ada yang bisa berangan tentang hatinya.

Rayya meneteskan air matanya dalam diam. Tubuhnya lemas, jiwanya lunglai, hatinya berkata "Pray for my heart, mau sampai kapan?"

~~~

Sedang di tempat lain, waktu yang bersamaan dengan rasa kecewa pada hatinya. Seorang lelaki sedang kalut pada hatinya yang masih saja merindu. Lama sekali rasanya ia tak menyapa senja. Memandang jingga yang bersayonara di cakrawala. Entah kenapa bulan ini jarang sekali ada jingga. Bulan ini lebih banyak hujan yang mengguyur tapak bumi tanpa ada keluhan sama sekali.

Lelaki itu hanya ingin senja atau juga fajar. Sepanjang memutarnya waktu, memutarnya posisi bumi, hanya tampak kelabu. Mungkin adanya hati yang terus saja merindu dan belum adanya dirimu, gadis peri yang biasanya memberikan warna-warni indah mengalahkan lengkungan pelangi setelah hujan.

Tuffail duduk dengan kaki bersila. Tangan kanannya sibuk memegang sepuntung rokok dan mulutnya sibuk mengolah asap. Ia menatap sawah sejauh mata memandang.
Rencana ia berada disini, ia ingin menanti senja saja, namun yang ada malah senandung mendung dan hujan kenangan.

Di bawah genteng gazebo, Tuffail menatap setiap tetesan hujan yang menghantam tanah. Hujan yang selalu saja membuatnya teringat akan seseorang yang dulu hingga sekarang masih singgah di hatinya.

Tuffail tahu persis, hari ini adalah hari terburuk baginya. Ia tahu hari ini sang gadis peri sedang bahagia di lamar oleh sang pangeran.

Tuffail hanya diam, dia sadar tidak ada celah lagi untuk dirinya di dalam relung hati gadis itu. Gadis itu cukup akan singgah saja. Tidak lebih.

Tuffail sudah menceritakan semuanya pada abahnya. Awalnya memang takut, tapi ia harus benar-benar menjelaskannya waktu itu. Meskipun abah sempat marah, namun dirinya bersyukur karena marahnya abah telah menyadarkannya.
Sekarang ia menyesal dengan apa yang sudah terjadi. Abah pun sempat meminta maaf kepada keluarga gadis itu. Mereka memaafkan semua kesalahannya. Ternyata gadis itu sudah bercerita semuanya kepada orang tuanya, namun orang tuanya hanya menerima dengan ikhlas.

Tuffail tersenyum kecut ketika mengingat rencananya dulu. Tuffail tahu kadang semua memang tak berjalan sesuai rencana. Tapi meskipun tak jarang realita tak semanis ekspetasi, dan itu tentu tak selamanya buruk.
Terkadang juga malah lebih manis dari yang di bayangkan.
Dan sepertinya Tuffail kurang beruntung karena realita lebih buruk dari pada rencananya.

Kedua mata Tuffail masih berkutat dengan hujan. Banyaknya rintik-rintik air yang jatuh, sebanding dengan rindunya kepada gadis peri.

Setiap tetesan air yang jatuh selalu mengingatkannya pada gadis peri. Semakin lama, rasa rindu semakin memuncak dalam relung jiwanya. Menciptakan keinginan untuk bertemu semakin membesar pula.

Tuffail sadar bahwa kerinduan akan dapat di sembuhkan dengan pertemuan. Namun dia juga sadar, bahwa hati yang licik nan kotor ini mungkin tak pantas untuk merasakan hangat dan indahnya sebuah pertemuan. Dan mungkin hati ini juga tak pernah pantas merasakan sucinya cinta.

🌸🌸🌸

Huhuuuuu:'))) bagaimana dengan Ubaid yang diidam-idamkan rayya🥹🥹
Ikuti terus partnyaaaaa
See youuuu!!!❤️❤️❤️

Continue Reading

You'll Also Like

1.4M 63.9K 42
Menjadi istri antagonis tidaklah buruk bukan? Namun apa jadinya jika ternyata tubuh yang ia tepati adalah seorang perusak hubungan rumah tangga sese...
110K 4K 22
#FOLLOW DULU SEBELUM BACA Kisah tentang Kanaya dan suaminya. Ari Irham as Arshaka Aisyah as Kanaya Judul awal : Nikah muda dengan mas guru # Peringka...
Al Fahri By nexyxz_

General Fiction

102K 4.7K 30
Tentang dua orang remaja yang sepasang di jodohkan atas permintaan kakek dari pihak laki-laki yang sedang berbaring dalam keadaan koma di rumah sakit...
4.3K 2.7K 17
Seorang anak Kyai yang menuntut ilmu di Kairo, dan akhirnya memutuskan untuk kembali ke Indonesia setelah menyelesaikan pendidikannya. Persahabatan k...