Secret Admirer

By catatanocta

170K 14.2K 253

Tentang Nala yang menyukai Raskal, teman sekelasnya. Puluhan surat cinta hanya untuk Raskal diam-diam ia leta... More

Prolog
001.
002.
003.
004.
005.
006.
007.
008.
009.
010.
011.
012.
013.
014.
015.
016.
018.
019.
020.
021
022
023
024
025 - END
INFO

017.

5.1K 528 6
By catatanocta

Nala baru saja dipanggil Pak Andre. Lagi-lagi Nala diberi hukuman karena ia lupa mengerjakan PR. Nala tak henti mengoceh dirinya dengan kebodohannya. Bisa-bisanya Nala melupakan PR Pak Andre.

Sehingga Pak Andre meminta Nala mengerjakan sesuatu yang harus ia ajang di mading. Nala tentu saja terkejut—shock—sampai Nala tak bisa lagi menyalahkan dirinya selain pasrah.

Nala diminta membuat suatu informasi menggunakan Bahasa Inggris. Jadi Nala mengusung tema dengan memgajak teman-teman sekolah untuk lebih memperbanyak membaca buku yang tersedia di perpusakaan.

Hal itu juga suatu bentuk dukungan pada fasilitas sekolah supaya teman-teman lebih banyak membaca buku dan menggunakan perpustakaan sebagai tempat membaca yang asik.

Untuk ide tersebut tentu Pak Andre memyetujuinya dengan antusias. Nala segera membuat kalimat persuasif dan memberi contoh-contoh kecil yang ia buat dalam bentuk poin-poin penting agar teman-teman bisa menangkap maksud dan ajakan Nala.

Setelah ia mengerjakannya susah payah, Nala segera menempelkan tugasnya ke mading sekolah. Tentu setelah Nala mendapat ijin dari pihak osis. Katanya prakarya Nala cukup bagus. Pasti akan banyak yang melihat.

Ditemani dengan Alvin—salah satu pihak osis—membantu Nala membuka kaca mading. Lalu Nala menempelkan prakaryanya di sana.

"Kamu nggak mau daftar jadi jadi bagian mading, Nal? Aku lihat kamu cukup kreatif kalau kamu buat prakarya gini." Tiba-tiba Alvin menyeletuk sembari Nala menempelkan prakaryanya.

"Hah.." Nala tergugu.

"Nggak mau coba bergabung jadi anak mading?" Nala menunduk ragu.

"Kalau aku lihat lihat, karya yang kamu buat bagus bagu loh. Terutama puisi yang kamu buat pas mos yang waktu Kak Irfan tempel di mading. Kak Irfan aja suka sama puisimu, ringan. Lalu aku lihat kamu buat ini, kenapa nggak coba bergabung jadi anak mading?" usul Alvin sambil menempelkan prakarya Nala di mading.

Mendengar pujian tulus Alvin membuat Nala tersipu.

"Aku yakin teman-teman yang lain juga suka sama puisimu. Pasti mereka tertarik lihat karyamu yang lain dipajang di mading sekolah."

"Hmm.. aku nggak yakin.." Nala menunduk sambil memilin tangannya yang dingin, "Aku nggak sehebat yang kamu pikirkan itu. Puisi itu.. aku buat hanya iseng.. Kak Irfan nggak sengaja lihat puisiku di bukuku lalu Kak Irfan memohon padaku untuk tempel di mading.. aku nggak yakin."

"Kenapa nggak yakin kalau kamu aja belum coba sama sekali? Lumayan loh kalau kamu bergabung jadi anak mading. Hasil karya di mading akan dibayar pihak sekolah kok, lumayan buat nambah uang jajanmu. Kalau karyamu diminati banyak orang, peluangmu buat naik ke tahap kompetisi antar sekolah akan terbuka dan tentu pihak sekolah akan mendukung penuh."

Mendengar itu Nala mulai tertarik. Tak hanya uang, kepandaiannya dalam bidang menulis bisa dijadikan sebagai keterampilan bergengsi yang pasti akan Nala butuhkan di masa depan.

Tapi Nala masih ragu dengan kemampuannya. Ia hanya suka menulis. Tapi Nala tidak begitu ahli dibidang tersebut.

"Kalau kamu berminat, hubungi aku ya Nal." Alvin menepuk bahu Nala pelan. Lalu pergi setelah memastikan kaca mading tertutup rapat. Nala mengangguk dan membiarkan Alvin meninggalkannya.

Tawaran Alvin cukup menyita pikirannya sesampai Nala di kantin. Masih ada sisa waktu untuk Nala beli cemilan lalu bergegas ke kelas.

-0-

"Coba aja bergabung jadi anak mading." Seru Santa setelah Nala menceritakan tentang usulan Alvin. Santa tahu Nala memiliki bakat dan Alvin sudah melihat itu. Jadi ujaran Alvin menjadi alat Santa untuk membakar semangat Nala.

"Banyak loh yang ingin bergabung jadi anak mading. Tapi nggak semua bisa bergabung karena ada tesnya."

"Aku.. belum yakin.."

"Kalau kamu belum yakin, coba aja daftar dulu. Iseng aja. Kamu buat puisi pas mos dan ketahuan Kak Irfan juga karena iseng 'kan? Yasudah kamu iseng aja daftar. Syukur syukur kamu dilirik."

Penjelasan Santa semakin membengkakkan niat Nala yang tadinya ia pendam dalam-dalam.

Tapi jika dipikir-pikir, tidak ada salahnya Nala iseng mendaftar. Santa dan Alvin benar. Bakatnya tidak boleh disia-siakan.

Cukup perasaannya saja yang disia-siakan.

"Menurutmu begitu ya, Ta?"

Santa mengangguk, "Hmm.. ayo coba daftar dulu aja. Aku temani kamu ketemu Alvin."

Nala mengangguk.

-0-

Santa menemani Nala bertemu Alvin di kantin pada saat jam pulang sekolah. Nala sudah bertukar pesan melalui ponsel pada Alvin mengenai pendaftaran menjadi anak mading, dan tanpa berpikir panjang Alvin langsung mengajak bertemu di kantin sepulang sekolah.

Kantin masih ramai dihuni siswa-siswi menikmati makanan masing-masing. Ini tidak jarang terjadi. Justru kalau kantin sepi, aneh saja dilihat. Kecuali hari libur atau acara tertentu yang membuat sekolah terpaksa sepi.

"Akhirnya kamu mau bergabung juga." Alvin sumringah sambil mengisi formulir tentang data diri Nala. Sejenak ia menyesap es tehnya sebelum menyerahkan sebuah formulir untuk Nala isi.

"Isi data diri ya Nal." Nala mengangguk sembari menerima selembar formulir dan Nala menulis datanya di sana. Beberapa pertanyaan terlontar, tentang bagaimana menjadi anak mading selama periode berjalan.

Alvin membalasnya begitu terperinci. Hal itu membuat Nala paham dan tak ada lagi yang perlu ia tanyakan.

"Aku akan kabari kamu soal tesnya ya Nala. Kemungkinan tesnya bakal ada minggu depan karena Kak Yogi sibuk LDKS."

Nala kembali mengangguk. Alvin langsung pamit pulang setelah menghabiskan es tehnya.

"Lapar nggak? Makan yuk." Baru aja Nala mengajak Santa pulang, Santa mengeluh sambil menepuk perut ratanya.

Sebenarnya Nala sudah makan, tapi Nala hanya manusia biasa yang gampang tergiur melihat banyak makanan enak di sekitarnya. Pesan roti bakar dan es teh mungkin cukup mengganjal perutnya sampai menjelang makan malam nanti.

"Sekalian aku pesankan ya." Nala hanya mengangguk dan menyebutkan pesanannya.

Ketika Santa beranjak memesan makanan, sosok Jian dan Raskal muncul sambil menenteng makanan.

"Oh—kalian masih di sini rupanya." Jian berseru lalu melirik ke samping meja Nala dan Santa yang terlihat kosong. "Boleh duduk di sini nggak? Kursi pada penuh." tanya Jian dan Nala serta Santa melirik ke area sekitar. Mereka baru sadar kalau kantin tiba-tiba saja penuh. Padahal tadi lenggang.

Santa melirik Nala yang menatapnya kikuk. Kepalanyaa sedikit menggeleng dengan tatapan yang mengartikan "tidak, jangan dikasih.. kumohon.." lalu Santa mengangguk, menoleh dan tersenyum.

"Sure. Duduk aja."

Nala langsung melototi Santa semetara Santa melesat ke kedai ketoprak tanpa beban sedikitpun. Benaknya terpingkal-pingkal, biarkan saja! Kapan lagi Santa sengaja mendekatkan sahabatnya dengan crush-nya?

Sibuk cekikikan sendiri tanpa tahu Nala sedang kelimpungan melihat Jian dan Raskal mengambil tempat di dekatnya. 

Jian mengambil duduk di depan Nala, di samping tempat Santa. Sementara Raskal enteng duduk di samping Nala.

Posisi menguntungkan sekaligus menakutkan. Menguntungkan untuk hati Nala dan menakutkan karena tiba-tiba saja dirinya menjadi pusat perhatian karena berada di samping Raskal. 

Takut-takut melirik sekitarnya, tatapannya justru berhenti tepat pada tatapan Raskal yang tertuju padanya. Dan tentu saja Nala lanagsung membuang muka ke sembarang arah. Asalkan bukan ke arah netra hitam yang menggetarkan seluruh jiwa, raga dan pikiran Nala.

Raskal--dia berhasil membuat Nala merasa mati kutu tak berdaya.

Santa datang dengan beberapa cemilan dan pesanan Nala. Diam-diam Raskal melirik roti bakar dan es teh dihidangkan di depan Nala.

"Kalian kenapa masih di sini?" Tanya Jian sambil menyeruput mie ayamnya. Tatapannya bergantian pada Santa dan Nala. Raskal sibuk sendiri melahap mie ayamnya sendiri.

"Nala habis daftar jadi anak mading." Sahut Santa. Nala hanya mengangguk atas ucapan Santa. Ia masih belum bisa bergerak sedikitpun, seakan ada bom yang melekat dan sewaktu-waktu akan meledak jika ia salah bergerak.

"Oh--yang biasa ngurusin mading sekolah ya?" Balas Jian dan Santa mengangguk. Nala lagi-lagi hanya bisa mengangguk.

Roti bakar rasa coklat di depan Nala terlihat menggugah. Nala sendiri mulai tertarik dengan lelehan coklat di sana. Perutnya mulai menggelitik lapar.

Tapi Nala super canggung, ruang geraknya seakan sempit. Padahal masih ada tersisa jarak antara dirinya dan Raskal. Raskal sama sekali tak mengusik ruang Nala. Tapi rasanya Raskal seakan mengukungnya.

Mengukung hatinya.

Niat Nala ingin menghindari sosok pendiam itu lenyap begitu saja di kepala Nala.

Kecanggungannya mengakibatkan sikap salah tingkah yang dilakukan Nala. Mencoba memberanikan diri untuk meriah sedotan di tengah meja untuk menyeruput es tehnya. Entah karena tangannya terlalu gemetar atau karena jangkauan jauh sampai Nala sulit meraih sedotan hingga penyanggah sedotan jatuh.

Begitu sigap, Raskal memperbaiki posisi penyanggah lalu mengambil satu sedotan untuk Nala. Nala mengambilnya dengan kepalaa menunduk. Tak lupa mengatakan terima kasih walau terdengar lirih. Santa, Jian dan Raskal sendiri masih bisa mendengar ucapan tulus Nala.

Kecanggungannya membuat Nala berulah lagi. Kini ia tak sengaja menjatuhkan sendok mie ayam Raskal ke lantai. Sontak Nala menunduk untuk mengambil sendoknya.

Gerakan tiba-tiba itu membuat Raskal terkejut. Raskal membiarkan Nala mengambil sendoknya, smeentara satu tangannya terulur ke arah sudut meja supaya kepala Nala tidak langsung berbenturan pada meja.

Nala terkesiap melihat lengan Raskal di dekatnya.

Sementara Santa dan Jian sibuk menonton drama di hadapan mereka.

Nala sekuat tenaga menahan malunya. Saking malunya, ia terburu-buru melahap roti bakarnya sampai lumeran coklat belepotan di bibirnya.

Raskal melihat itu dan langsung mengambil tisu baru. Lalu berinisiatif merapikan lumeran coklat di bibir ranum Nala.

Gerakannya pelan, tapi pasti. Terasa lembut ketika tisu diusapkan ke bibir ranum Nala. Tatapan Raskal tak beralih sedikitpun pada lumeran coklat, tisu, bibir merah merona, dan netra hitam Nala.

Sampai Jian dan Santa tercengang menatap dua sejoli meraga drama romantis di depan mereka.

"Makannya pelan-pelan." Lirih Raskal.

Dan ya, tentu saja, hati Nala porak poranda sekarang.

Continue Reading

You'll Also Like

181K 23.4K 26
Pernah dengar erotomania? Atau sindroma de Clerambault? Istilah sederhananya adalah delusi jatuh cinta. Salah satu gangguan delusi di mana si penderi...
1.5M 6.6K 14
Area panas di larang mendekat 🔞🔞 "Mphhh ahhh..." Walaupun hatinya begitu saling membenci tetapi ketika ber cinta mereka tetap saling menikmati. "...
2.4M 107K 47
⚠️ Jangan menormalisasi kekerasan di kehidupan nyata. _______ Luna Nanda Bintang. Gadis itu harus mendapatkan tekanan dari seniornya di kampus. Xavie...
3.5M 253K 30
Rajen dan Abel bersepakat untuk merahasiakan status pernikahan dari semua orang. *** Selama dua bulan menikah, Rajen dan Abel berhasil mengelabui sem...