butterfly disaster

By cosmicandteddy

46.5K 7.8K 952

[SEGERA TERBIT] ACT 1 - BE YOUR ENEMY ❝Sampai kapan permusuhan ini akan berakhir?❞ Anora bukan berasal dari g... More

Pembuka: Sirkus & Para Pemainnya
1. Bermula
2. Ibu Kota
3. Rival & Lamaran
4. Titik Ini
5. Sepayung
6. Hari Pertama
7. Lingkaran
8. Mengikat Waktu
9. Runyam
10. Kebangkitan Sang Badai
11. Sebuah Karma
12. Gerbera Palace
13. Konversasi
14. Hutang dari Luka
15. Tiupan Trauma
16. Kita & Hidup
17. Gerbang Malam
18. Pesta Ulang Tahun
19. Kupu-Kupu Datang
20. Apartemen
21. Burai
22. Menghindar
23. Permainan Menuju Pulang
24. Stroberi, Aroma, Dekapan
25. Malam Mengerikan
26. Tak Akan Ada yang Mati
27. Badai Prahara
28. Gie & Rencananya
29. Melepaskan
30. Kita Tak Akan Pernah Baik-Baik Saja
31. Hantu
32. Kelana [I]: Pergi
33. Kelana [II]: Cerita di Sisi Lainnya
34. Kelana [III]: Pulang
36. Kisah Tak Terduga
37. Malam Pameran
38. Dalam Mimpi Kita
39. Bagaimana Semesta Menarik Kita
40. Badai Kita Tak Pernah Berakhir
41. Ikatan
42. Pernyataan
43. Perjalanan Jauh Untukmu
44. Kupu-Kupu Lainnya Telah Lahir
45. Berakhir
Terima Kasih!
Babak Kedua

35. Dejavu

491 74 11
By cosmicandteddy

Ayah seneng kalo kamu udah dapet kerjaan di sana. Maaf kalo ayah gak bisa dateng ke tempat kamu. Jaga diri kamu baik-baik...

Terhitung sampai hari ini, sudah seminggu sejak kepergian ayah meninggalkan keluarganya. Anora masih sering dihantui kalimat-kalimat itu, dari pesan yang masuk di ponsel ataupun ucapan terakhir beliau di setiap kali mereka menelpon.

Dirinya begitu kehilangan akan sosok tersebut dan kerap kali terguncang apabila mengingat bahwa ia tak berada di sampingnya pada detik-detik terakhir di masa hidupnya. Namun, dunia di sekitar juga harus menyadarinya. Anora tak punya pilihan untuk terus bekerja dibandingkan berlarut-larut dalam kesedihan.

Sambil mengabaikan sakit yang mencekat di tenggorokannya, ia mencoba tersenyum pada cermin toilet di hadapannya. Senin pertama setelah libur dan di Elephant Love pagi ini akan ada banyak murid baru yang berdatangan.

Kelas baru dimulai tepat pada pukul sepuluh. Beberapa wajah baru yang penuh dengan rasa penasaran mengisi suasana di ruangan ini. Tak banyak yang mengambil kelas kerajinan tembikar ini, selain orang tua hanya menganggap ini adalah kelas permainan dan hanya melatih kreativitas untuk sementara saja.

Anora tak masalah, ia tetap akan menyambut mereka dengan gembira. Maka dimulailah kelas pagi ini dan berlangsung selama dua jam. Karena ini adalah hari pertama, maka isinya lebih banyak pengenalan saja dan juga membuat kerajinan pertama mereka.

Kelas berakhir tepat pada pukul dua belas siang. Satu persatu muridnya dijemput oleh orang tua mereka dan dengan sabar Anora juga menuntun mereka untuk membersihkan tangan mereka yang telah kotor dan menjanjikan bahwa hasil kerajinan akan selesai setelah melewati masa pengeringan pada lusa nanti.

TOK TOK...

Di sela-sela ia yang sedang sibuk membersihkan meja yang kotor itu, ada satu suara yang muncul dari ambang pintu sana. Anora berbalik dan menemukan ada sesosok yang cukup tak asing di sana.

Seorang perempuan yang datang dengan pakaian formal santai berwarna putih biru. Di satu sisi, pandangannya tertuju pada sebuah paperbag besar yang dibawanya itu.

"Ada yang bisa dibantu?" Sambut Anora.

Senyuman itu perlahan mengembang dengan sedikit kaku.

"Kamu Anora, 'kan? Saya boleh minta tolong sama kamu?"

"Anda... mamanya Violet?"

"Iya."

Tak ingin membuat tamunya tak nyaman, Anora lantas mengajaknya masuk untuk duduk di dalam ruangan ini. Di satu sisi, sosok yang tak lain adalah Iris itu ikut terduduk di sampingnya.

"Saya ingin minta tolong sama kamu," buka Iris dan diserahkannya langsung tas yang ia bawa itu. Anora pun tertegun dan mau tak mau menerima pemberian itu.

"Tolong kasihin ini ke Violet. Saya.. gak bisa ngasih langsung ke dia."

Satu tatapan penasaran langsung tertuju pada Iris.

"Kamu pasti udah tahu apa yang terjadi antara saya sama papanya. Mungkin Vio masih sulit nerima kenyataan bahwa keluarganya gak bisa kayak dulu lagi. Saya pun di satu sisi gak bisa ngambil hak asuh dia. Saya belum merasa cukup untuk jadi mama yang baik... ini hari terakhir saya di Indonesia. Besok saya bakalan pindah ke luar negeri. Saya gak yakin bakalan bisa balik lagi atau nggak. Jaga baik-baik Vio.."

"...."

"Mas Raka juga. Anora, kamu orang yang pernah dia cari dulu."

Kalimat terakhirnya membuat Anora terpaku di tempat. Iris tak memberinya sedikit pun jedah untuk bertanya, karena wanita itu langsung beranjak dari tempatnya.

"Kamu udah ketemu Violet?" cegat Anora.

Iris mengangguk pelan dan ada ragu yang terselip di wajahnya, "ya... kita udah ketemu sebelumnya."

Mama jahat ninggalin Vio sama papa!

"Iris..."

Satu langkah dari luar ruangan, Anora menahannya. Iris berbalik dengan perlahan.

"Apapun itu, semoga kamu bahagia. Jaga diri kamu baik-baik."

Iris tersenyum tipis, "Kalian juga..."

Dan itu jadi momen terakhir mereka. Anora tak melihat lagi keberadaannya setelah hilang di koridor itu. Ia menghembuskan napasnya dengan perlahan dan fokusnya tertuju pada paperbag yang diberikan barusan. Isinya adalah boneka beruang berwarna ungu pastel dan kardigan rajut putih yang ukurannya tampak pas dengan tubuh Violet.

___________

Jam kerja resmi berakhir pukul lima sore ini. Dibandingkan menjadi guru Anora merasa dirinya lebih banyak bekerja sebagai tukang bersih-bersih. Noda tanah liat ini tak akan pernah ada habisnya dari kelas dimulai sampai ia harus membersihkannya sendiri.

Tenang saja, ia tak membersihkan seorang diri, beberapa petugas kebersihan juga datang untuk menolongnya. Tapi tetap.. pekerjaan ini membuatnya harus terus berurusan dengan lap dan kain pel.

TOK TOK..

"Masih lama?"

"Eh-Nat? Tumben niih.."

Nata menyambanginya di pintu depan sana. Keduanya sama-sama baru selesai juga bekerja seharian ini. Maka langsung saja Anora mengambil cepat semua barangnya dan ikut menghampiri Nata di sana.

"Rajin bener bersih-bersih sendirian," ucap pria muda di sampingnya itu.

"Kalo gak dibersihin nodanya bakalan lengket," jelas Anora.

"Pak Yono gak ada?"

"Gak tahu. Sengaja nggak manggil dia. Ribet, lagian sisa dikit doang kok."

Keduanya masih berjalan bersama menuju ruangan kantor. Sore ini sudah tak banyak lagi anak-anak yang berkeliaran dan sudah banyak juga kelas yang telah selesai lebih awal dari mereka.

"Gimana kabar kamu di sana? Kamu nggak diganggu lagi, 'kan?" Anora membuka topik lainnya.

Nata lantas menggeleng, "Aku udah selesaiin semua hutang mereka dan kabar baiknya tahu gak?"

"Nggak."

"Aku bikin KK sendiri."

"Sendirian? Serius??"

"Iya. Aku udah lepas dari mereka semua dan ibu tiriku udah masuk penjara juga. Dia pantes buat dapetin itu."

Diam-diam pria ini melirik ke arahnya yang tampak sedang memandang kosong, seperti berusaha mencerna kalimat mengejutkan darinya, "maaf, aku harus libatin kamu waktu itu."

"Kalo aku gak ada di sana, kamu harus sendirian nanggung semua itu? Gila kali, Nat."

"Aku masih ngerasa bersalah sama Pak Raka. Dia hampir mati waktu itu."

Malam yang mengerikan dulu. Anora seakan terseret lagi memasuki kejadian mengerikan itu. Ada sensasi bak tersentrum yang ia rasakan begitu mendengarkan kalimat terakhir Nata. Jika saja Raka tak benar-benar ada di sana, mungkin ia sudah meregang nyawa saat itu juga. Namun ia juga tak mengharapkan pria itu ada di sana. Anora tak ingin ada nyawa lainnya yang juga harus terseret di kejadian itu.

Perbincangan mereka berhenti begitu tiba memasuki ruangan kantor. Anora terduduk di kursinya, tengah memikirkan bagaimana caranya ia bisa memberi barang ini kepada Violet. Ia sudah jarang mengetahui kabar mereka bahkan pesan terakhir Raka pun tak sempat ia balas pada beberapa hari yang lalu.

Anora memutuskan untuk keluar dari ruangan ini sekaligus ia hendak pulang juga. Di sela-sela perjalanannya meninggalkan koridor ia menyempatkan untuk menelpon pria itu. Panggilan sedang menghubungi, tiba-tiba saja sesuatu menarik perhatiannya begitu melewati lapangan parkir. Dimana dari lapangan basket itu ada seseorang yang sedang bermain bersama satu anak kecil.

Semakin mendekatinya, ia menyadari bahwa kedua sosok itu sedang ia cari saat ini. Ia menemukan Raka yang tengah bermain bola basket dan dari arah kursi penonton ada Violet yang terus menyoraki papanya. Gadis kecil itu terlihat habis dari latihan balet, roknya masih melingkar di sekitar pinggangnya lalu mengembang begitu ia lompat menyemangati sang papa.

Anora mendekat perlahan, ada sedikit ragu untuk mendatangi keduanya terlebih dia membawa sesuatu seperti ini. Namun tak lama, Violet langsung menyadari kedatangannya itu yang berujung Raka ikut berhenti memainkan bola basketnya.

"Miss Nora!"

Ia tersenyum membalas panggilan gadis kecil itu. Pria itu langsung berbalik dan ia membiarkan Violet untuk bermain sendiri dulu.

"Hai.. udah lama gak ketemu," sapanya yang terkesan sangat canggung, "maaf, aku gak bales pesan kamu.."

Peralihan topik dilakukan oleh Anora begitu ia menyadari seminggu yang lalu, ia tak pernah membalas pesan maupun panggilan Raka setelah pria itu pulang dari rumahnya.

Lawan bicaranya mengangguk perlahan, ia menatap intens Anora yang tampak tak tenang setelah permintaan maaf itu.

"Aku turut berduka sedalam-dalamnya buat ayah kamu, Ra."

"...."

"Aku ngerti keadaan kamu saat itu. Gak papa kalo kamu butuh waktu."

"Kamu-"

"Abangmu yang ngabarin ke aku."

Apa mereka sudah bertukar nomor saat itu? Anora mengangguk pelan menerima ucapan belasungkawa itu. Sebelum semakin larut, buru-buru ia menyerahkan paperbag yang ia bawa tadi ke arah Raka.

"Buat Vio. Aku ketemu Iris tadi," jelasnya.

Raka belum mau menerimanya dan Anora tahu jika isu rumah tangga mereka akan sedikit sensitif.

"Kenapa kamu mau disuruh dia buat ngasih ginian?" tanya pria ini.

"Iris pamit dengan aku, dia mau pindah ke luar negeri. Raka... mungkin ini gak mudah buat dia pamit secara langsung apalagi Vio-"

"Dia gak pernah jadi mama yang baik buat anaknya."

"...."

"Kamu nggak akan tahu itu, Anora."

Percakapan ini mulai membuatnya tak nyaman, "Tolong diterima. Kamu bisa simpan ini kalo kamu gak mau ngelihat Vio makenya."

Bagaimana pun Iris tetaplah ibu kandung dari Violet. Ia sangat menyayangi gadis kecil itu walaupun tak sesempurna seperti banyak ibu di luar sana. Sekali lagi ia berusaha menyerahkannya.

"Papa gantian, Vio capek." Namun fokus keduanya segera teralihkan begitu Violet menghampiri mereka di sini. Raka menghampirinya dan ia lebih memilih memainkan bola basket tersebut daripada menerima paperbag itu.

"Papa suka main basket," celetuk Violet di keheningan keduanya yang berada di pinggir lapangan.

Ia tahu itu, semasa sekolah dulu, papanya bahkan pernah memenangkan beberapa pertandingan besar mewakili sekolah. Dan juga penggemarnya sangat banyak setiap kali melihatnya bermain di lapangan.

Violet harus tahu jika selain pintar bermain basket, papanya pernah menduduki peringkat tiga besar di try out yang dilaksanakan salah satu bimbel di sekolah. Bahkan semua teman angkatan Anora turut melihat pengumuman tersebut yang ditempel di dekat ruang OSIS dulu.

Anora sangat yakin jika gadis kecil ini akan mewarisi gen cerdas dari sang papa. Dulu pertama kali mereka bertemu di ruangan ujian, Raka yang keluar pertama setelah selesai ujian matematika peminatan dan semua temannya berkata bahwa ia memang pintar dalam pelajaran matematika dan fisika.

Paket yang sempurna, bahkan nyaris terpikirkan bahwa Anora tak akan pernah bisa memiliki sosok seperti itu. Raka layak mendapatkan seseorang yang seimbang dengannya.

"Vio, lihat papa!" Tak jauh dari keberadaan mereka, papanya tampak bersiap-siap hendak melemparkan bola basketnya ke dalam ring. Begitu bola tersebut mendarat sempurna ke dalamnya, Violet langsung bersorak gembira. Aksinya tak terhenti di situ saja, ia kembali memainkan bola tersebut dan bersiap untuk melemparkannya lagi.

Namun sebelum itu terjadi, ia sempat berucap sesuatu kepada mereka.

"Violet and Miss Nora..."

Tatapannya beralih kepada mereka terlebih dahulu.

"... this is for you!"

Bola itu terlempar jauh dan mendarat dengan sempurna memasuki ring itu. Lagi, si gadis kecil bersorak dengan senang. Senyuman pria itu mengembang dan ia menghampiri mereka selagi mengambil jaket bombernya yang tergeletak di kursi penonton. Melihat bagaimana ia menggulungkan lengan kemejanya membuat Anora merasakan ada hentakan kuat di memorinya.

Sepertinya ia pernah melihat kejadian ini di kehidupan masa lalunya dulu...

"Vio, udah sore nih. Miss mau pulang dulu ya, kalian jangan lupa pulang juga," pamit Anora. Belum sempat juga ia berjalan, Raka langsung memberhentikannya di sana, "Miss Nora gak mau pulang bareng?"

"Eh- kayaknya rumah kita jauh deh. Miss udah dijemput nih."

"Dadah Miss Nora!" Violet melambaikan tangannya padanya, namun Raka tak berhenti di sana.

"Miss Nora tadi mau ngasih sesuatu sama Vio loh."

Karena pencegatan tersebut, Anora sedikit dibuat kesal. Ia bahkan tak diberi celah untuk lolos sedikit di hadapan anak kecil ini.

"Aku terima barang dari Iris itu dan kamu bisa pulang sama kami."

"Ra-"

"Sebagai bentuk terima kasih, Anora," potong Raka dan terlihat jelas ada senyum kemenangan terukir di wajahnya.

"Terima kasih ke orangnya jangan ke saya!" bisik Anora dengan menahan kesal sekaligus malu.

"Sama aja. Mending sama kamu," akhir Raka dan ia membawa Violet segera untuk pulang menuju arah parkir.

Anora mendengus. Sejujurnya, ia tak ingin terus-terusan terlihat berdua seperti ini dan bagaimana jika Violet nanti menanyakan apa hubungan keduanya sampai sedekat ini. Namun pria itu membuat semakin terang-terangan terjadi.

___________

Sepuluh yang lalu. Semester terakhir kelas dua belas.

Semester terakhir untuk para siswa kelas dua belas, sejak awal tahun ini kelas tambahan sudah diberikan untuk meningkatkan pembelajaran dalam menghadapi ujian nasional nanti. Kelas akan dimulai satu jam setelah jam pulang sekolah, sekaligus waktu untuk istirahat siang mereka.

Bel pulang sekolah baru saja berbunyi lima belas menit lalu, di lantai dua dimana letak kelas sebelas berada, beberapa siswa tampak tak sabar untuk segera pulang. Beberapa lainnya ada yang sedang sibuk untuk kegiatan ekskul ataupun yang sedang sibuk piket pembersihan kelas.

Anora berada di sana, sibuk memungut sampah bersama temannya karena hari ini adalah jadwal ia piket kelas. Setelah dirasa sudah menumpuk, ia segera membawanya untuk dibuang di kotak sampah luar kelas.

Suasana siang terasa sejuk, dari luar sini terdengar sorakan siswa kelas bawah atau siswa kelas dua belas yang sibuk bermain di lapangan basket. Anora mendekat ke pagar balkon, menghampiri teman lainnya yang sedang asyik menonton pertandingan dadakan di bawah.

Maka dari atas sini, ia dapat melihat banyak anak laki-laki yang tengah bermain basket di bawah sana. Satu yang menarik perhatiannya adalah sorakan para anak perempuan yang tengah menyemangati mereka.

"Go! Kak Raka! Go! Kak Raka!"

Sorakan itu berasal dari segerombolan anak perempuan di sampingnya. Anora mencari dimana objek yang dipanggil tersebut dan ia menemuinya yang tengah berlari gesit memasuki bola ke dalam ring. Tak butuh waktu lama dengan lompatan gagah itu ia berhasil memasuki bola ke dalam ring.

Sorakan semakin kencang dan tentu didominasi sama anak perempuan, bahkan semua angkatan tampak lebih sibuk menontoni mereka saja.

Anora mundur sesaat, ia harus menyelesaikan piket kelas ini dengan segera. Akhirnya setelah sepuluh menit berlalu, ruangan kelas ini telah bersih juga dan tugas terakhirnya adalah membuang sisa sapuan pasir di lantai ini ke dalam kotak sampah.

Pertandingan sejenak menghening dan lagi, karena rasa penasarannya ia pun mendekat dan dapat terlihat jelas sosok Raka dari bawah sana hendak melemparkan bolanya ke dalam ring. Ia tengah menyiapkan aba-aba terlebih dahulu sambil berteriak.

"Alindra, this one is for you!"

"WOOO!!"

"Cieee! Ciee!"

Pecah sudah teriakan yang menunggu di setiap lantai gedung sekolah ini. Bola tersebut telah masuk ke dalam ring itu dan Anora bertanya-tanya, apakah orang itu sedang menyatakan perasaannya ke seseorang?

"Idiiih!"

Perhatiannya beralih lagi begitu mendengar ada suara lain yang muncul di dekatnya. Sella bergidik geli melihat kemenangan Raka di bawah itu.

"Itu lagi nembak ya?" tanya Anora spontan.

"Lagi ngebanggain doinya. Gue gak tahu kalo mereka udah jadian atau belum, tapi kayaknya udah sih," jelas Sella.

"Oh.."

"Balik gak?"

"Ayo."

Pasti semua anak perempuan yang bersorak tadi sebagian ada yang mengalami patah hati. Anora masa bodoh akan hal itu.

"Nora!"

Dan satu lagi sumber suara yang datang. Kurang familiar di telinganya karena pasti bukan sosok yang akrab dengannya.

Begitu ia berbalik, ada sosok anak laki-laki yang badannya lebih tinggi darinya dan wajahnya sudah tak asing lagi di sekolahan ini.

"Ya?"

"Kita ada kumpul ekskul sekarang."

"Oh oke.."

"Mau bareng?"

"Eh- di sana udah rame?"

"Udah. Kita nyariin kamu."

Azka yang memanggilnya barusan tadi. Siswa yang baru saja menjabat sebagai ketua OSIS di tahun pelajaran ini dan mereka berada di satu ekskul bersama. Rasanya Anora baru saja dihampiri oleh sesosok pangeran yang sulit digapai.

Sedangkan Sella tadi memutuskan untuk pulang bersama temannya yang lain. Anora buru-buru mengambil tasnya dan bergegas ke ruangan mereka, karena posisinya sebagai sekretaris di badan ekskul ini, ia harus bersiap-siap untuk rapat yang akan dilaksanakan sekarang.

Tanpa kedua orang ini sadari, dari bawah sana juga, Raka tak sengaja menangkap objek ke duanya dari lantai atas itu di sela-sela selebrasi kemenangannya. Melihat bagaimana sosok Azka tengah mengobrol bersama satu adik tingkat yang pernah ia temui di ujian bulan lalu.

Ah.. ia lupa namanya...

Jam istirahat siang kelas dua belas akhirnya resmi berakhir. Semua yang berada di lapangan tadi kembali masuk dan tak jauh dari ring basket itu ada sesosok perempuan yang sempat namanya ia teriaki tadi.

Senyum Raka pun lantas mengembang dan bertepatan di langkah pulangnya itu, ia langsung teringat dengan nama adik tingkat yang ia cari tadi.

Anora..

____________

BERSAMBUNG

Continue Reading

You'll Also Like

1.4M 81.8K 31
Penasaran? Baca aja. No angst angst. Author nya gasuka nangis jadi gak bakal ada angst nya. BXB homo m-preg non baku Yaoi 🔞🔞 Homophobic? Nagajusey...
508K 37.6K 59
Kisah si Bad Boy ketua geng ALASKA dan si cantik Jeon. Happy Reading.
67K 8.7K 30
It started with a hello. Samudera, atau lautan. Seperti namanya ada banyak hal yang tidak aku ketahui tentangnya. -- personal dump of my own attemp...
368K 10.9K 31
(COMPLETED) You are a mortal girl with a mortal life you're nothing special, at least you think so. Being able to do something other humans can't, yo...