The Escapes of Mistress

QStory21

2.1M 168K 14.8K

Lillyanne Nicole Brown hanya tahu bagaimana caranya menghamburkan uang ribuan dollar dalam satu hari. Wanita... Еще

Prolog
1. Anodyne
2. Lust
3. Baxorexia
4. Cwtch
5. Jealous
6. Ilunga
7. Torpe
8. Thantophobia
9. Tears
10. Evanescent
11. Induratize
12. Misunderstanding
13. Anger
14. Cingulomania
15. Drapetomania | 1
16. Drapetomania | 2
17. Decision | 1
18. Decision | 2
19. The Escapes
20. Fail!
21. BETRAYAL
22. Absquatulate
23. Habromania
24. LOST
25. HEAL
26. Move On
28. Just Lilly
29. Our Eyes
30. Retrouvaille
31. Saudade
32. Razbliuto
33. Sehnsucht
34. Give Peace A Chance
INFO
35. FINAL DECISION
36. Temerate
37. Undecided

27. Philophobia

52.9K 3.9K 412
QStory21

"Fear of falling in love, can negatively affect your ability to have meaningful relationships."

-Philophobia
______________________

Malam itu, hujan yang sangat deras mengguyur kota Denpasar yang sejak tadi pagi diliputi oleh awan mendung. Suara gemercik air yang bergesekan dengan atap rumah, membuat suara bising itu tidak dapat terhindarkan. Lilly yang sejak tadi berdiri di depan jendal pun hanya bisa termenung, menikmati hawa dingin hujan yang begitu khas.

Entah kenapa, di saat hujan turun begini, isi kepalanya pasti akan berkelana ke masa lalu—mengingat-ingat kembali luka lama yang sempat terlihat indah di matanya. Kilas balik saat ia memohon  kepada Madelyn untuk dibiarkan pergi dari hidup Theo, kini muncul ke permukaan.

Lilly ingat betul saat itu, sehari setelah ia dirawat di rumah sakit pasca keguguran, dia—dengan segala rasa sakit dan air matanya berlutut di hadapan Madelyn, memohon dengan sangat kepada wanita itu untuk membiarkannya memulai hidup baru jauh dari Theo. Madelyn yang mengerti perasaan Lilly pun tanpa diduga langsung membantunya secara sukarela. Wanita paruh baya yang Lilly kira akan memandangnya sebelah mata itu, ternyata adalah seorang yang membantunya melarikan diri dari Los Angeles.

Tapi jika kalian bertanya apakah Lilly masih berkomunikasi dengan Madelyn atau tidak, maka jawabannya adalah tidak. Lilly memutus komunikasi dengan orang-orang yang berkaitan dengan Theo, termasuk Alice dan Gabriel yang entah bagaimana kabarnya.

Ya, tak peduli seberapa keras ia berusaha melupakan semua kilasan kelam itu, bayang-bayang akan netra abu yang sering menatapnya dengan berbagai emosi pasti akan terbesit di dalam ingatan, menguak kembali luka lama yang terkubur di dalam hati.

Waktu yang berlalu setiap harinya pun juga tak mampu menghapus ingatan Lilly akan seorang Theodore Alford yang luar biasa bajingan.  Kemarahan yang terpendam, kebencian yang tumbuh dan rasa ingin melampiaskan semuanya, kian hari kian membebani hati Lilly. Meski sudah empat tahun tidak bertemu, namun api kebencian Lilly tidak pernah padam.

Lilly tidak akan pernah melupakan tatapan kemarahan dari netra abu Theodore hari itu. Dia juga tidak akan pernah melupakan saat tangan besar Theodore mendorong kencang tubuhnya tanpa belas kasih hingga terjatuh.

Rasa sakit yang ia alami saat itu,  hingga kini masih dapat dirasakan. 

"Dia sudah tertidur ya?" Suara Louis yang tiba-tiba menginterupsi ruangan, seketika membuat lamunan Lilly terpecah. Lilly lalu menoleh,  menatap ke arah Louis yang baru saja keluar dari dalam kamar. Tak lama Lilly tersenyum dan mengangguk.

"Hmm. Dia langsung tertidur setelah makan malam," jawab Lilly yang kemudian kembali memfokuskan pandangannya ke arah jendela. Mendengar hal itu, Louis lantas mendekati Lilly, berdiri di samping wanita itu dan menatapnya lekat-lekat.

Dari tempatnya berdiri, Louis bisa menangkap raut ketegangan di antara garis wajah kekasihnya. Netra cokelat itu juga terlihat memerah dengan bibir yang terkatup rapat, seolah tengah menahan sesuatu.

"Apa yang kamu pikirkan?" Louis akhirnya memecah keheningan, menyuarakan rasa penasarannya secara langsung. Lilly menggeleng.

"Tidak ada," jawab Lilly. Namun Louis tak lantas percaya begitu saja. Dia telah mengenal Lilly sejak saat wanita itu menginjakkan kakinya di Indonesia untuk yang pertama kali. Dan sejak saat itu, Louis dapat mengingat semua kebiasaan Lilly, termasuk saat dirinya menikmati hujan dalam diam sembari mengenang luka lama yang belum pulih seutuhnya, seperti saat ini.

"Kamu masih memikirkannya?" tanya Louis hingga membut Lilly menoleh, menatap wajahnya dalam diam.

"Memikirkan tentang semua yang kamu alami sebelum kamu datang ke sini," Louis melanjutkan kalimatnya dengan tatapan teduh yang menenangkan.

Sangat kontras dengan sifat Theodore di masa lalu.

Tak bisa mengelak, Lilly pun memilih untuk tetap diam. Louis yang mengerti bagaimana perasaan wanitanya pun tersenyum. Dia lalu menangkup wajah Lilly dan mengusapnya secara perlahan.

"Apa kamu ingin kembali ke sana, Lilly?"

Deg!

Lilly terhenyak mendengar pertanyaan itu, namun ia akhirnya kembali menggeleng.

"Aku tidak ingin mengambil resiko buruk itu Louis."

"Tapi lukamu juga tidak akan sembuh jika kamu terus seperti ini. Setidaknya, kamu harus mencoba mengikhlaskan—"

Namun Lilly langsung menghindar, membuat tangan Louis terlepas dari wajahnya.

"Aku masih belum bisa mengikhlaskan bayiku yang terkubur di sana Louis. Rasa sakit yang aku rasakan saat itu, tidak akan pernah bisa aku lupakan!" Lilly memotong ucapan Louis dengan iris cokelatnya yang memerah. Genangan air mata yang mulai bertumpu di pelupuk, seakan telah menjelaskan bagaimana rasa sakit yang Lilly alami bertahun-tahun silam.

"Lilly...."

"Aku merasa sangat hancur setiap kali memikirkannya... Bukankah dia harusnya masih ada di sini, Louis? Jika di hidup, dia pasti sudah bisa berjalan dan bahkan memanggilku dengan sebutan Mama, seperti Lillibeth..." Lilly memelankan suaranya di akhir kalimat, berusaha menekan rasa sesak yang kian mendominasi hatinya.

Melihat Lilly kembali terjatuh dalam dukanga, Louis pun langsung membawa tubuh Lilly ke dalam dekapan. Dia mendekap erat tubuh rapuh wanitanya yang cantik.

Sungguh, Louis tidak bermaksud membuat Lilly menangis.

"Shussshh... Maaf sayang, aku tidak tidak bermaksud membuatmu sedih... Aku hanya ingin kamu berdamai dengan masa lalu. Maaf jika aku terlalu lancang," gumam Louis dengan sebelah tangan yang mengusap pelan rambut Lilly. Lilly mencengkram lengan Louis, menumpukan kepalanya di dada bidang pria itu dan menangis kencang di sana.

"No... Ka-kamu tidak perlu minta maaf... Aku hanya.... Aku—"

"Shutttt sudah Lillyanne... It's okay baby.... Aku mengerti...." Louis berusaha menenangkan wanitanya yang menangis sesegukan. Mendengar Louis berkata seperti itu, tangis Lilly turun semakin deras.

Jujur, Lilly terkadang merasa bersalah pada Louis. Lilly merasa, tidak sepantasnya pria baik dan bertanggung jawab seperti Louis mendapatkan seorang wanita sepertinya. Kehadiran Louis dan Lillibeth dalam hidup Lilly seolah menjadi cahaya baru untuknya bertahan

Terlebih Lilibeth, kehadiran gadis kecil berusia empat tahun itu benar-benar membantunya sembuh dalam keterpurukan. Saat melihat Lillibeth, Lilly seakan melihat janin nya yang telah tiada. Meskipun dia bukan ibu kandung yang melahirkannya, tapi Lilly menyayangi gadis kecil itu. Dia sudah bersama Lillibeth sejak saat Lillibeth berusia satu tahun.

Tapi untuk Louis.... Lilly masih merasa ragu.

Pria itu terlalu "putih" untuk Lilly yang "hitam".

Masa lalunya sebagai seorang wanita simpanan yang menjual diri, terkadang membuat Lilly merasa bimbang saat Louis mengajaknya  menikah.

Lilly ingin, tapi Lilly takut.

Meski terasa tidak mungkin, tapi Lilly takut jika suatu hari Louis akan merendahkannya, seperti Theo. Lilly  takut jika Louis juga akan menyakitinya seperti Theo. Belajar dari pengalaman di masa lalu, Lilly sangat paham tentang arti kesetaraan dalam sebuah hubungan.

Apa yang akan dikatakan keluarganya soal Lilly?

Satu dua orang mungkin setuju, tapi sisanya pasti menentang.

Dan lagi, mungkin Louis baik untuk saat ini, tapi di masa depan siapa yang tahu?

Lilly semakin memejamkan matanya, membiarkan liquid hangat itu jatuh membasahi pipi.

Lilly trauma dan takut untuk jatuh cinta, hanya itu.

Lama Lilly menangis di dalam dekapan Louis, hingga akhirnya ia berhasil menenangkan diri setelah rasa kantuk mulai menghampiri.

"Lou-Louis..." panggil Lilly dengan suara serak yang terbata. Mendengar panggilan wanitanya, Louis pun meregangkan pelukan. Dia menatap wajah sembab Lilly sambil mengusapnya secara perlahan.

"Ada apa hmm?" tanya Louis. Lilly mendongak.

"Aku mengantuk....," gumam Lilly. Seakan mengerti arti ucapan Lilly, Louis pun tersenyum.

"Tidurlah sayang. Lillibeth pasti sudah—"

"No...no... Malam ini aku ingin tidur denganmu. Apa kamu bisa?" Louis cukup terkejut mendengar ucapan Lilly. Namun sesaat setelahnya ia langsung mengangguk.

"Tentu saja!" jawab Louis. Tanpa basa basi, mereka pun berjalan menuju kamar Louis yang berada tak jauh dari kamar Lillibeth. Mereka berbaring di atas ranjang sambil berpelukan. Jari mereka saling bertautan erat dengan kepala Lilly yang bertumpu pada dada Louis.

Kenyamanan, jelas dirasakan oleh Lilly yang selama ini tidak memiliki sandaran. Tapi sekali lagi, Lilly tidak ingin egois dengan memanfaatkan kebaikan pria ini. Dia bukanlah pasangan yang tepat bagi Louis.

"Louis?"

"Hm?"

"Apa kamu tidak berniat mencari wanita lain?"

Deg!

Pertanyaan itu jelas mengundang tatapan terkejut dari Louis. Ia melirik ke arah Lilly yang tengah menatap lurus ke depan.

"Apa yang kamu bicarakan sayang? Kenapa berkata seperti itu?" Louis berusaha untuk mengontrol rasa ketidaksukaannya terhadap ucapan Lilly.

"Bukankah kamu bisa mendapatkan wanita yang lebih baik dariku? Maksudku, aku bukan pilihan yang tepat untuk menjadi pendampingmu dan Lillibeth," gumam Lilly, disertai dengan senyuman ironi yang terukir di wajah cantiknya. Namun setelah beberapa saat menunggu, Lilly tidak mendengar jawaban dari Louis. Hanya napas hangat dan detak jantungnya yang dapat Lilly rasakan.

"Louis?"

"Apa kamu mulai meragukanku, Nona Brown?"

Damn!

Pertanyaan Louis melesat tepat ke sasaran!

Kali ini, gantian Lilly yang terdiam. Lidahnya kelu untuk menjawab.

Tanpa Lilly ketahui, Louis merasa de javu dengan keadaan ini.

"Kamu tahu? Dulu Ibu Lillibeth juga meragukanku saat aku mengajaknya untuk menikah, sama seperti kamu saat ini..." Suara Louis terdengar sangat lembut ketika membicarakan ibu dari puterinya, Selena. Lilly yang mendengar Louis tiba-tiba membuka percakapan tentang ibu Lillibeth pun langsung mendongak, menatap wajah tampan Louis yang ternyata tengah menatap sendu ke arah sebuah lukisan bunga lily yang tergantung di depan mereka.

"Saat itu, dia masih sangat muda. Sembilan belas tahun bukanlah pilihan yang tepat untuk seorang gadis dengan banyak impian sepertinya menikah. Tapi aku juga tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan untuk tetap berada di sampingnya. Aku tidak ingin kehilangan Selena sebelum mengikatnya dalam janji suci pernikahan..."

Lilly tertegun mendengar penjelasan Louis. Kepalanya kini dipenuhi oleh imajinasi antara kisah Louis dan Selena. Ya, Lilly tahu jika Selena adalah ibu Lillibeth, Louis sendiri yang memberitahunya. Tapi Lilly tidak pernah bertanya lebih lanjut mengenai wanita itu karena setiap kali Louis membicarakannya, pria itu pasti akan meneteskan air mata.

"Dia gadis manis yang aku temui di musim semi. Selena sama seperti kamu, dia hidup sendirian saat itu. Dia menghidupi dirinya dengan menjual lukisan-lukisan indah yang ia buat dengan kedua tangannya. Dan kamu tahu?" Louis lantas menatap Lilly. Pria itu terdiam sejenak sebelum berbisik

"Dia menyukai bunga Lily..."

Deg!

Hati Lilly tiba-tiba saja berdesir hangat saat Louis mengucapkan kalimat itu. Dia seakan bisa merasakan bagaimana rasanya jadi Selena.

"Ibuku tidak merestui hubungan kami, dia bahkan menyuruh Selena untuk pergi. Dan hal itulah yang membuat Selena mulai meragukanku."

"Lalu kenapa kamu sangat ingin menikahinya?" Lilly tidak bisa menahan keinginan tahuannya akan kisah Louis dan Selena. Louis lagi-lagi tersenyum. Ia mengusap wajah Lilly dengan pelan.

"Aku mencintainya Lilly.... Aku sangat amat mencintainya hingga aku tidak ingin kehilangannya saat aku mengetahui bahwa dia sedang sakit...."

Lilly tertegun. Matanya memanas ketika membayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya. Melihat ada seorang pria tulus seperti Louis saja, Lilly sudah sangat terharu, apalagi jika sampai disuguhkan dengan kisahnya yang seperti ini.

"A-apa dia...." Seakan tahu tebakan Lilly, Louis mengangguk dengan setetes air mata yang mengalir dari sudut matanya.

"Hmm.... Dia tahu jika waktunya tidak lama lagi. Dan setelah melahirkan, Selena berpulang.... Dia meninggalkanku dengan seorang bayi mungil cantik yang ia bernama Lillibeth... Nama yang ia ambil dari bunga favoritnya, bunga Lily...."

Tes...

Air mata Lilly ikut jatuh ketika mendengar kisah dari ibu kandung Lillibeth.

"Dia pergi di pelukanku, tepat saat matahari akan terbit..." Dan Louis langsung memejamkan mata saat rasa sesak itu kembali menghampiri. Lilly yang melihat Louis dalam keadaan seperti itu pun, langsung memeluknya. Mereka sama-sama menangis untuk seorang wanita bersama Selena.

Louis terdiam. Dia tahu jika Selena tidak akan mungkin kembali. Namun Louis sebisa mungkin mencari sosok yang mirip untuk menggantikan Selena, sebagai ibu sekaligus pendampingnya. Dan kini, satu-satunya wanita yang berhasil membuatnya teringat akan Selena hanya Lilly.

Karakter mereka hampir sama meski Lilly cenderung lebih sensitif dibandingkan Selena. Sejujurnya, hal itulah yang membuat Louis mencintai Lilly.

Sedangkan Lilly, wanita itu kini tengah meratapi akhir kisah Selena yang telah berpulanh. Dia yang tidak pernah mengenal Selena bahkan dapat merasakan bagaimana perjuangan wanita itu melahirkan Lillibeth. Dan hal itu mengingatkan Lilly pada dirinya di masa lalu yang dengan tega ingin menggugurkan janin yang berlindung di dalam rahimnya tanpa pikir panjang.

Bukankah kehilangan itu berasal dari niatnya dulu?

Pertanyaan itu tiba-tiba saja menelusup ke dalam hati Lilly, membuatnya semakin terisak pelan.

Louis yang melihat Lilly terisak sedemikian rupa pun, berusaha untuk menenangkan diri.

Ah, Lilly sungguh sangat mirip dengan Selena...

"Lilly, look at me..." gumam Louis sembari menangkup wajah Lilly hingga mata mereka saling memandang.

"Aku tahu kamu masih memiliki keraguan karena traumamu. Aku tidak akan memaksakan hal itu. Tapi..." Louis menjeda kalimatnya. Kini ia menatap Lilly dengan sangat serius.

"Tapi maukah kamu mencobanya denganku?" Lilly terdiam, tangisannya terhenti.

"Lou-Louis?"

"Marry me Lillyanne...."

Kalimat itu akhirnya kembali terucap dari bibir Louis. Namun Lilly tetap tidak bisa memberikan jawabannya. Untuk menggenggam tangan Louis saja Lilly takut. Ya, mungkin benar  jika Lilly sangat berterimakasih kepada Tuhan yang telah mengirimkan pria sebaik Louis untuknya.

Lilly nyaman dengan kehadiran Louis dan Lillibeth. Dia menyayangi kedua orang itu melebihi apapun sekarang.

Tapi untuk menikah, rasanya terlalu berat.

Selain trauma, Lilly juga tak dapat memungkiri jika ia belum benar-benar menyerahkan hatinya kepada Louis.

Karea sejatinya, nama Theodore Alford masih berada di hatinya....

Nama pria itu masih terkubur di dalam sanubarinya yang terdalam.....

"Louis berikan aku sedikit waktu lagi... Kumohon....."










#To be Continued

Продолжить чтение

Вам также понравится

1M 102K 27
Karmina Adhikari, pegawai korporat yang tengah asyik membaca komik kesukaannya, harus mengalami kejadian tragis karena handphonenya dijambret dan ia...
istri mungil nya Gus Agam Zimoy

Любовные романы

1.4M 70K 69
Follow ig author: @wp.gulajawa TikTok author :Gula Jawa . Budidayakan vote dan komen Ziva Atau Aziva Shani Zulfan adalah gadis kecil berusia 16 tah...
993K 146K 49
Awalnya Cherry tidak berniat demikian. Tapi akhirnya, dia melakukannya. Menjebak Darren Alfa Angkasa, yang semula hanya Cherry niat untuk menolong sa...
Han J ; Drive You Insane Virda A. Putri

Любовные романы

2.8M 302K 50
Bertunangan karena hutang nyawa. Athena terjerat perjanjian dengan keluarga pesohor sebab kesalahan sang Ibu. Han Jean Atmaja, lelaki minim ekspresi...