Kesempatan?

Von MatahariSenjamuAku

468K 24.2K 1.7K

Seorang laki-laki yang berusaha memperbaiki kesalahannya kepada perempuan yang pernah ia curangi Mehr

Prolog
Kejujuran yang Pahit
Kopimu Teramat Pahit
Keinginan
Pulang
Selamat Datang
Kebahagiaan
UPDATE: Mohon Maaf
Haruskah (?)
Alasan
Bunga Layu
Mekar
Lepas
Dear Readers
Langkah
Keputusan
Bertemu
Awal
Rencana
Bersama
Ragu
Bunga
Back With Info and Story in Sunday
Rasa
Jengah
Retak
Kamu Segalanya
Alasan Lagi
Ikhlas
Menyerah
Harapan
Kerendahan Hati
Penerima Rindu
Berhenti Merindu
Sudah
Melepas Rindu
Harapan yang Tersimpan
Mengambil Asa (Part 1)
Mengambil Asa (Part 2)
Di antara Surga dan Neraka (1)
Di antara Surga dan Neraka (2)
Di antara Surga dan Neraka (3)
Di Antara Surga dan Neraka (4)
Informasi UPDATE!

Di Antara Surga dan Neraka (5)

6.6K 189 51
Von MatahariSenjamuAku

ACARA SAYA SAMPAI 4 HARI dan baru kelar kemarin -_-!!!
Karena budget yang 'pas-pasan' dari saya dan pasangan, kami harus putar otak bagaimana cara menempatkan dana di pos-pos yang perlu dan semuanya serba kami yang atur... plusnya adalah budget yang harut kami keluarkan jauh lebih sedikit dibanding orang kebanyakan, minusnya adalah karena acara kami tidak pakai tenda, jadinya kami harus atur tempat dan waktu yang tepat. Mohon maaf ya!! Mohon dimaklumi, karena semuanya serba kami sendiri.. Nih saya lanjutin!! Janji adalah janji!!

.

.

.

Episode sebelumnya,
.
.
.
"Ya kenapa harus 'atau'? Kamu mau ke rumah perempuan itu dulu ya?" Tanya Anaya datar menyembunyikannya emosinya. Mau bagaimana pun Anaya masih sama. Ia tetap tidak menerima kenyataan bahwa ada keberadaan perempuan dan keluarga lain dari suaminya. Yang harusnya hanya dirinya dan anak yang ia kandunglah menjadi satu-satunya keluarga bagi Fakhri.

Fakhri menghela nafas. Ia memanggil kesabarannya untuk tetap 'bangun'. Fakhri tahu bahwa Anaya hanya cemburu. Pasti juga jarena lonjakan emosi saat mengandung, tapi Fakhri lagi-lagi merasa tak mau terjebak pada 'perintah' Anaya. Ego seperti malam yang lalu hingga membawanya ke rumah Ziyah kembali muncul. Ia merasa perlu membuat Anaya tahu posisi Fakhri sebagai suaminya yang harus ditaati oleh Anaya.

"Nay, namanya Ziyah. Bukan 'perempuan itu'. Dia ibu dari anak-anakku, sama juga dengan kamu yang jadi istriku dan ibu dari anakku" tutur Fakhri menekan intonasinya dan berusaha untuk merendahkan tutur bicaranya.

Anaya mengeryit heran.

"Apa kamu bilang mas?" Tanya Anaya pada Fakhri.

"Sudahlah.. aku tidak mau berdebat. Kamu apa tidak rindu padaku? Aku sangat merindukanmu dan anak kita... tolong, jangan buat kita berdebat seperti ini..." ujar Fakhri yang meminta agar Anaya tidak memancing keributan antara mereka.

Anaya diam seakan mengambil jeda dan berpikir, bahwa seharusnya ia lebih tenang menghadapi suaminya dan keadaan yang memang sudah terjadi.

"Iya mas... maaf.. aku cuma mau memastikan sesuatu.." ujar Anaya.

"Okey... love you..." ujar Fakhri yang kemudian disusul dengan panggilan yang tertutup.

*****
=
=
=

===============================
=======================
================
.
Lanjutan,
.
.
.
.
.
.
Ziyah sudah ada di rumah selepas Ashar. Dia bersyukur tidak harus mengantre karena memang sedang sepi antrean. Terlebih, Ara tidak rewel sama sekali. Kini, ia hanya perlu bersantai sambil menemani Ara menonton kartun kesukaan Ara. Ara sudah mandi dan bahkan Ziyah juga sudah menyiapkan makanan untuk Fakhri. Ia sudah memakai setelan yang nyaman untuk bersantai saat sore, khas ibu-ibu rumahan yang menunggu suaminya pulang kerja.

"Sebentar ya Ara, Bunda ke kamar dulu sebentar.." kata Ziyah.

Ziyah segera beranjak ke kamarnya dan mengambil surat keterangan mengenai kehamilannya. Ia benar-benar tidak sabar menunjukkannya pada suaminya, Fakhri. Di kertas itu berisi keterangan bahwa ia benar-benar sedang mengandung.

Ziyah segera menuju ruang tv. Ara tampak masih bermain dengan mainannya sambil ditemani suara video kartun yang menyala. Ia letakkan surat keterangan itu di atas meja dan menemani Ara kembali di sampingnya.

Tok tok tok....
Tok tok tok....

Suara ketujan pintu terdengar.

'Lho, kata Mas Fakhri dia ke sini sekitar maghrib... Ini masih jam 4 sore.. Siapa ya...' batin Ziyah penasaran.

Ziyah meraih Ara dan menggendongnya. Langkahnya hendak berhenti saat melihat siapa yang datang dari jendela yang gordennya ia ikat.

Ziyah mengeryitkan dahi saat melihat siapa yang mengetuk pintu rumahnya.

******

.
.
.
.

Anaya tercekat mengingat apa yang sempat dikatakan oleh Fakhri. Pekerjaan yang sebelumnya dia kerjakan sudah begitu saja ia abaikan. Anaya berpindah ke kursi panjangnya yang empuk dan nyaman. Ada bantal kecil yang ia gunakan untuk menyangga kepalanya.

Ia sedang menunggu sesuatu. Sebuah kabar yang mungkin menjadi jawaban yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Mungkin membuat dirinya terkejut tapi tetap akan merasakan hal yang sama seperti sebelumnya.

Sebuah pesan masuk ke handphone milik Anaya. Bola mata melebar seolah terkejut dengan apa yang ia ketahui dari pesan itu.

*****

.
.
.
.
.
.
.

"Assalammualaikum..." suara itu nyaring, seorang perempuan muda dengan sebuah map di tangannya, membuat Ziyah segera membuka pintu rumahnya.

"Wa'alaikummussalam...." ujar Ziyah sambil tersenyum hangat setelag pintu itu terbuka.

Ziyah mempersilahkan perempuan itu untuk duduk di teras depan.

"Terima kasih Bu..." ujar perempuan itu setelah dipersilahkan duduk oleh Ziyah.

"Maaf... Ada perlu apa ya?" Tanya Ziyah yang juga cekatan memangku Ara.

Ziyah memandang perempuan ini hampir dari atas ke bawah. Perempuan muda, cantik, dan sepertinya masih mahasiswi atau mungkin baru lulus. Ziyah penasaran apa yang membuat perempuan di hadapannya itu bertamu ke rumahnya.

Tiba-tiba perasaan Ziyah tidak enak. Ia seolah khawatir ada hubungan atau masalah tertentu yang dibawa oleh perempuan di hadapannya ini yang bisa saja mengaitkannya dengan suaminya. Ziyah cemas. Ada rasa curiga, tapi Ziyah mencoba menepis bayangan-bayangan buruknya.

Perempuan muda itu tersenyum.

"Begini Bu.. maaf mengganggu sebelumnya.. saya anaknya Bu Rindang, hanya ingin menyampaikan terkait dengan iuran warga setiap bulan saja..." terang perempuan di depannya yang belum menyebutkan namanya itu.

Seolah tercekat karena kecurigaannya sendiri, Ziyah langsung reflek memperlihatkan wajahnya yang begitu lega. Dalam benak Ziyah, ia begitu bersyukur karena ternyata apa yang dia pikirkan tidak terjadi, dan jangan sampai itu terjadi.

Ziyah tersenyum melepas ketegangannya.

****
.


.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Fakhri turun dari mobilnya dan menuju kediamannya bersama Anaya. Tak lupa salam ia sebutkan dan dibalas dengan ramah oleh Anaya. Anaya nampak begitu cantik dengan kondisi kandungannya yang sudah sedikit mulai nampak. Auranya begitu mempesona. Fakhri tersenyum melihat istrinya yang menawan sudah mempersiapkan hidangan yang tampaknya begitu lezat dan masih hangat.

Anaya yang sedang berpakaian santai dengan warna biru dongker, namun tampak begitu clean itu, menanyakan apakah Fakhri hendak mandi terlebih dahulu atau langsung makan, apalagi adzan maghrib sudah berkumandang. Fakhri memutuskan untuk membersihkan dirinya terlebih dahulu dan lanjut shalat maghrib, kemudian makan masakan istrinya, Anaya.

Hanya butuh waktu sekitar setengah jam saja Fakhri sudah bersantai di ruang makan sambil menunggu Anaya menyiapkan hidangan. Setelah shalat berjamaah keduanya langsung berhambur dengan penuh canda menuju ruang makan. Fakhri tersenyum lebar saat memulai makan makanan yang dimasak oleh Anaya.

"Gimana kerjaan mas?" tanya Anaya sambil menyiapkan buah-buahan segar untuk dihidangkan pada suaminya.

"Bagus.." jawab Fakhri singkat seolah memang dia sedang sangat menikmati makanan di hadapannya dan tidak ingin diganggu.

"Pelan-pelan..." ujar Anaya penuh perhatian.

Tidak lama piring di hadapan Fakhri sudah bersih. Fakhri membantu istrinya mencuci piring, sementara Anaya hanya duduk di meja makan. Setelah itu Fakhri memilih untuk menemani Anaya duduk di meja makan itu.

"Kenapa?" tanya Fakhri saat melihat Anaya memangku dagunya.

"Kamu selama ini menginap di rumah Ziyah?" tanya Anaya yang tentu membuat Fakhri merasa aneh mengapa Anaya tiba-tiba bertanya demikian.

"Lho.. Kok tiba-tiba Ziyah ada dalam obrolan kita.." kata Fakhri mencoba untuk mengalihkan pembicaraan mengenai Ziyah.

"Ya aku baru saja tahu kamu dari mana saja beberapa waktu kemarin ini saat tidak pulang kemari..." ujar Anaya.

Fakhri menghela nafas, memanggil kesabarannya datang.

"Kamu gak suka aku ke sana?" tanya Fakhri yang sepertinya memancing kemarahan Anaya. Begitu tampak dari sorot mata Anaya, seolah-olah ia ingin berkata, 'menurutmu???!'.

"...." Anaya tidak menjawab pertanyaan Fakhri yang memancing amarahnya itu.

Fakhri memutuskan untuk berlalu begitu saja dari Anaya dan pergi menuju ruang kerjanya.

'Andai kamu lebih jujur, mungkin aku tidak sebegini marahnya..' batin Anaya. 

Fakhri merenung di ruang kerjanya. Sepertinya banyak pikiran yang ia sedang jadikan beban. Bagaimana tidak? Fakhri tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika Anaya mengetahui kehamilan kedua Ziyah dan Fakhri masih harus memikirkan apa yang harus dilakukan agar Anaya menerima apa yang terjadi pada Ziyah saat ini. Egois?

.
.

.

.

.

Bersambung

.

Saya akan otw honeymoon dulu yah.. Insya Allah malam nanti akan saya publish yang lainnya... See You,,,






Weiterlesen

Das wird dir gefallen

5.1M 275K 55
Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusaknya sejak 7 tahun lalu. Galenio Skyler hanyalah iblis ya...
6.2M 319K 73
"Baju lo kebuka banget. Nggak sekalian jual diri?" "Udah. Papi lo pelanggannya. HAHAHA." "Anjing!" "Nanti lo pura-pura kaget aja kalau besok gue...
579K 40K 61
Dokter Rony Mahendra Nainggolan tidak pernah tahu jalan hidupnya. Bisa saja hari ini ia punya kekasih kemudian besok ia menikah dengan yang lain. Set...
997K 48.3K 47
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...