The Escapes of Mistress

By QStory21

2.1M 169K 14.8K

Lillyanne Nicole Brown hanya tahu bagaimana caranya menghamburkan uang ribuan dollar dalam satu hari. Wanita... More

Prolog
1. Anodyne
2. Lust
3. Baxorexia
4. Cwtch
5. Jealous
6. Ilunga
7. Torpe
8. Thantophobia
9. Tears
10. Evanescent
11. Induratize
12. Misunderstanding
13. Anger
14. Cingulomania
15. Drapetomania | 1
16. Drapetomania | 2
17. Decision | 1
19. The Escapes
20. Fail!
21. BETRAYAL
22. Absquatulate
23. Habromania
24. LOST
25. HEAL
26. Move On
27. Philophobia
28. Just Lilly
29. Our Eyes
30. Retrouvaille
31. Saudade
32. Razbliuto
33. Sehnsucht
34. Give Peace A Chance
INFO
35. FINAL DECISION
36. Temerate
37. Undecided

18. Decision | 2

49.9K 4.8K 624
By QStory21

"Something that is difficult to choose, sometimes causes feelings of confusion due to excessive fear,"

-Decision

________________________________

5.45 AM

Matahari belum menampakkan dirinya saat Lilly memasangkan sebuah dasi berwarna navy blue ke kerah baju Theodore yang sebentar lagi akan berangkat ke bandara untuk melakukan penerbangan menuju New York. 

"Selesai!" ujar Lilly yang dibarengi dengan tepukkan hangatnya pada dada bidang Theodore. Theodore yang sejak tadi memperhatikan Lilly dari kebungkaman pun langsung menarik wanita itu ke dalam pelukan. Ia memeluk erat tubuh ramping Lilly yang terbalut dengan gaun tidur berbahan satinnya.

"Ayo ikut aku pergi Lillyanne," bisik Theodore yang entah kenapa, merasa sangat berat untuk meninggalkan wanitanya kali ini. Ada sebuah perasaan khawatir yang terselip di dalam hatinya saat ia melihat senyuman Lilly yang lembut. Ya meski hanya akan pergi tiga hari, tetapi tetap saja! Theodore merasa jika tiga hari itu adalah waktu yang sangat lama untuk berpisah dari Lillyanne yang belum pulih.

"Alford?"

"Kenapa kau tidak ikut saja hm? Di sana, kau bisa berbelanja dan berjalan-jalan sesuka hatimu seperti saat kita berada di Paris," ujar Theodore, mencoba memberi penawaran yang sebenarnya tidak akan diterima oleh Lilly.

Seakan tahu apa yang sedang dipikirkan oleh pria di hadapannya, Lilly pun mencoba untuk tetap tersenyum, menyembunyikan ketegangan yang timbul di wajahnya saat melihat Theodore. Perlahan, Lilly meregangkan pelukkan itu dan menatap lembut netra abu kebiruan Theo.

"Keadaanku tidak memungkinkan untuk ikut denganmu ke New York, Alford. Kau tahu itu lebih dari siapapun bukan?" Lilly membalas  ajakan Theodore dengan ketegangan yang luar biasa. Percakapan ini jelas membuat jantung Lilly berdegup kencang. Rencana pelarian yang akan ia susun bersama Gabriel pasti akan terancam jika Theodore membatalkan jadwal penerbangannya ke New York pagi ini.

"Tapi—"

"Pergi saja. Aku akan baik-baik, Alford. Lagipula ada banyak orang yang menjagaku di sini." Lagi, Lilly mencoba meyakinkan Theodore untuk tetap melanjutkan perjalanannya. Mendengar ucapan Lilly, Theodore hanya bisa menghembuskan napas pelan.

Lilly benar, dia tidak bisa memaksa Lilly pergi kali ini.

Keadaan wanita itu tidak memungkinkannya untuk pergi.

Dengan hati yang berat, Theodore lantas menangkup wajah Lilly, mengusapnya secara perlahan sebelum ia memberi sebuah kecupan lembut di kening wanitanya yang cantik.

Cup!

Sebuah kecupan hangat kembali mendarat di dahi Lilly untuk waktu yang cukup lama. Keterdiaman tiba-tiba saja memerengkap mereka di sebuah keadaan yang abu-abu. Keinginan untuk pergi dan tinggal bertabrakan menjadi satu, membuat nurani kembali goyah dan mempertanyakan, manakah keputusan yang tepat?

Lama Theodore memberi kecupan hangat itu hingga sebuah getaran ponsel di saku jas yang menandakan jika Dann sudah ada di bawah, memaksa Theo untuk segera melepaskan Lilly.

"Jaga dirimu baik-baik, ya?" Lilly mengangguk.

"Hmm."

Cup!

Theodore kembali memberi kecupan hangat di dahi Lilly.

"Telepon aku setiap dua jam sekali, okay?" Lilly kembali mengangguk.

"Baiklah."

"Aku akan meminta pelayan untuk menjagamu."

"Iya Alford."

"Jangan lupa minum—"

"Jangan lupa minum obat, istirahat yang cukup, makan yang banyak dan hubungi Alice saat aku merasa sakit. Aku sudah hapal semuanya, Alford. Jadi bisakah kamu turun ke bawah? Dann mungkin akan mati kedinginan jika kamu tidak segera turun," ujar Lilly, melanjutkan ucapan Theodore hingga membuat pria itu tersenyum geli.

"Baiklah-baiklah. Aku akan segera turun menemui Dann. Jaga dirimu baik-baik karena aku akan segera kembali, okay?" Dan Lilly sekali lagi mengangguk.

"Aye-aye captain!" balas Lilly dengan wajah yang begitu sumringah, betapa Lilly melakukan aktingnya dengan sangat baik.

"Give me a kiss before I go," ujar Theodore sambil menunjuk bibirnya. Lilly yang tidak ingin membuat semua jerih payahnya sia-sia pun lantas berjinjit dan....

Cup!

Ia memberikan sebuah kecupan singkat di bibir hangat Theodore.

"Good bye baby," bisik Lilly dengan tatapan yang tersirat. Theodore yang mendengarnya pun mengulum senyum bahagia.

"I'll be back as soon as possible, okay?"

"Hmm. Aku akan menunggumu," balas Lilly sebelum ia menjauhkan diri dari Theodore dan memberikan tas kerjanya kepada pria itu.

"Aku pergi," ujar Theodore sebelum ia kembali memberikan Lilly pelukkan singkat dan berjalan terburu  meninggalkan kamar, meninggalkan Lilly yang saat itu langsung melenyapkan senyuman manis dari wajahnya.

Perasaan muak yang sudah sangat membebani hati, membuat Lilly tidak bisa merasakan perasaan lain selain kebencian. Saat deru mesin mobil Theodore terdengar, di saat itu juga Lilly segera berjalan mendekati jendela, memastikan jika pria itu benar-benar pergi. Dari balik kaca jendela yang basah, Lilly dapat melihat Theodore masuk ke dalam mobil, disusul oleh Dann dan seorang sopir yang sesaat kemudian langsung melajukan mobilnya.

"Ini akan menjadi yang terakhir, Alford. Benar-benar akan menjadi yang terakhir," bisik Lilly dengan tatapan mata yang mengikuti arah gerakkan mobil Theo yang meninggalkan White Mansion. Dan saat mobil itu telah hilang dari pandangannya, di saat itulah Lilly langsung menutup pintu, mengambil ponselnya dan menghubungi Gabriel untuk memberikan jawaban atas penawarannya kemarin.

Tutttt....

Sambungan telepon langsung terdengar di telinga Lilly saat ia menelepon kontak Gabriel Clifford.

Tuttttt.....

"C'mon Gabriel, angkat teleponnya...." Lilly berbisik dengan perasaan tegang yang kian mendominasi.

Tuttttt....

_________________________

Sementara itu, Gabriel yang masih tertidur pun perlahan mulai terbangun saat suara ponsel di atas nakas mengganggu tidur nyenyaknya. Dengan mata yang masih terpejam, tangan lebarnya mulai meraba nakas dan mengambil ponselnya.

"Hallo?" sapa Gabriel dengan suara parau.

"Hi Gab! It's me, Lilly."

Satu detik...

Dua detik...

Tiga detik....

Dan Gabriel langsung berdiri tegak dari ranjangnya saat menyadari bahwa Lilly akhirnya menelpon untuk yang pertama kali.

"Oh, Lilly! Maaf, aku—"

"Bisakah kamu membawaku pergi dari Amerika hari ini?"

Boom!

Pertanyaan itu jelas membuat Gabriel yang masih merasa pusing karena tiba-tiba bangun dari tempat tidur terdiam. Otaknya mencoba mencerna perkataan Lilly yang mengagetkan.

Apa ini mimpi? 

"Ka-kau... Apa?" tanya Gabriel dengan suara terbata. Lilly terdengar menghembuskan napas pelan di sana.

"Bisakah kamu membawaku pergi dari negara ini? Aku ingin melarikan diri dari Alford seperti apa yang kamu katakan kemarin."

DAMN!

Ucapan itu jelas membuat Gabriel merasa senang. Akhirnya! Akhirnya Lilly bisa memustukan hal itu! Akhirnya ada sesuatu yang bisa dia ambil dari seorang Theodore Alford yang angkuh!

"Gab?"

"Oh, a-apa kamu yakin? Maksudku, kamu rencananya akan pergi ke mana dan kapan?"

"Aku belum menentukan tujuannya, tetapi aku ingin pergi hari ini juga karena aku tidak memiliki banyak waktu."  Lilly menjawab dengan jujur. Gabriel yang memahami perasaan dan posisi Lilly pun mencoba menyusun rencana di kepala secepat yang ia bisa.

"Ada berapa banyak orang di dalam sana?"

"Sekitar 50 orang. Itu sudah termasuk pelayan, petugas keamanan, sopir dan pengurus taman."

"Sial! Theodore memang berencana mengurung Lilly ternyata," Gabriel mengumpat kasar saat mendengar berapa banyak orang yang selama ini mengawasi Lilly di White Mansion.

"Apa mereka 24 jam di sana?" Gabriel kembali memastikan.

"Tidak. Mereka akan kembali ke kediaman saat pukul sepuluh malam. Tapi, gerbang juga akan dikunci saat itu." Penjelasan Lilly yang seperti itu, semakin membuat Gabriel yakin jika Theodore memang benar-benar sudah gila. Bagaimana bisa dia memperlakukan seseorang seperti tahanan selama bertahun-tahun?

Apa dia semacam psikopat gila yang terobsesi pada Lilly?

"Lalu apa kamu tahu bagaimana cara keluar dari dalam mansion setelah pukul sepuluh malam tanpa diketahui oleh semua orang itu?" tanya Gabriel.

"Ada sebuah gerbang kecil di samping gerbang utama. Itu biasanya tidak dikunci, tetapi ada cctv yang mengawasi area itu. Di beberapa titik mansion juga dipasangi cctv serupa."

" I swear to the God, you're so fucking crazy Alford!" Gabriel kembali mengumpat Theodore akan semua "penjagaan" yang ia beri di White Mansion.

"Gab?"

"Aku akan segera membuat rencana pelarian untukmu Lilly. Jadi, tunggu saja kabar dariku. Aku akan pastikan besok pagi, kamu tidak akan lagi berada di sana," ujar Gabriel dengan pasti. Lilly yang mendengar ucapan itu jelas menjadi sangat bahagia.

"Terima kasih, terima kasih Gabriel. Aku akan menunggu kabar darimu. Sekali lagi terima kasih." Suara Lilly terdengar bergetar di seberang sana.

"Aku senang bisa membantumu keluar dari cengkraman manusia gila itu, Lillyanne," balas Gabriel sambil menganggukkan kepalanya.

"Sekali lagi terima kasih Gab."

"Hmm. Aku akan segera menghubungimu Lilly." Dan mereka pun sama-sama memutuskan sambungan telepon. Begitu sambungan telepon terputus, seulas senyum tipis pun terbit di wajah Gabriel.

"I'm a winner, Alford!"

_______________________

New York, Amerika Serikat

2.20 PM

Setelah melakukan perjalanan udara selama kurang dari lima jam, Theodore akhirnya sampai di kediaman pribadi sang ibu yang terletak di tengah kepadatan kota New York. Kini, pria itu sedang duduk berhadapan dengan Madelyn Alford yang terlihat sedang menikmati  segelas teh hangat yang ada di tangannya. Wanita berusia 54 tahun itu masih terlihat sangat cantik dengan netra biru dan rambut brunette-nya yang indah.

"So, apa yang membuat mommy menyuruhku datang kemari?" Theodore memberanikan diri memulai percakapan setelah kehilangan panjang yang memerangkap mereka. Madelyn perlahan meletakkan gelas tehnya di atas meja dan tersenyum.

"Sebelum menjawab, mommy ingin bertanya, mana kekasihmu? Bukankah mommy menyuruhmu untuk membawanya juga?" tanya Madelyn dengan sorot mata tajam yang mengitari Theodore, mencari keberadaan seorang wanita yang telah berhasil membuatnya menunggu selama beberapa hari hanya untuk menemui putera kandungnya.

"Aku tidak memiliki kekasih mom," tegas Theodore hingga membuat Madelyn terkekeh pelan mendengarnya.

"Benarkah? Kalu begitu coba lihat ini." Madelyn lalu memberikan sebuah map berwarna mersh kepada Theodore.

"Apa itu?"

"Buka saja," ujar Madelyn sambil mengangkat dagu, menyuruh putera semata wayangnya melihat isi dari map itu. Tanpa basa-basi Theodore pun membuka map itu dan melihat apa isinya. Dan....

Boom!

Betapa terkejutnya Theodore saat melihat beberapa lembar foto Lilly ada di dalam sana.

"Mom—"

"Dia kekasihmu, 'kan?"

"Mom?"

"Jawab mommy, Theodore Alford!" penegasan yang dilontarkan Madelyn seketika itu membuat Theodore terdiam.

Sialan!

Bagaimana bisa ibunya mengetahui perihal Lilly?!

"Bukan. Dia bukan kekasihku," Theodore menjawab pertanyaan sang ibu tanpa berani memandang wajahnya. Madelyn yang sudah sangat bosan dengan dunia percintaan Theodore yang belum juga usai hanya bisa menghembuskan napas pelan.

"Mr. Jhonson ingin pertunanganmu dan Bianca dilanjutkan." Sontak kalimat itu membuat Theodore menatap ibunya.

"Puterinya mengatakan jika hubungan kalian sudah membaik dsn bahkan kau menjanjikan pernikahan untuknya," Madelyn kembali melanjutkan.

"Lalu? Apa yang mommy putuskan?" tanya Theodore yang sebenarnya berharap jika sang ibu tidak menerima keinginan itu. Meski Bianca adalah pasangan terbaik untuknya, tapi Lilly adalah pilihan terbaik untuknya pulang.

"Mommy belum menjawabnya, Alford." Dan Theodore langsung menghembuskan napas lega saat mendengar jawaban ibunya. Melihat sikap Theodore, Madelyn semakin yakin jika wanita yang ada di dalam foto adalah kekasih baru Theodore.

"Tapi besok, mommy akan segera menjawabnya."

Deg!

Bagai dipatahkan saat sedang berjuang, Theodore kembali terdiam mendengar hal itu. Madelyn yang tidak ingin lagi memaksakan kehendak puteranya pun lantas berdiri dan duduk di samping Theodore. Ia menggenggam erat tangan Theodore sambil menatap wajahnya.

"Alford, mommy mungkin pernah memaksamu untuk menikah dengan Bianca. Tapi saat pertunangan kalian dibatalkan beberapa tahun yang lalu, mommy menyadari bahwa mungkin dia bukan wanita terbaik yang bisa mendampingimu. Dan sekarang, mommy ingin kau jujur sayang, apa kau masih mencintai Bianca? Jika iya, lalu siapa wanita ini? Kenapa kau terlihat sangat menyayanginya?" Madelyn mencoba mengulik kebenaran tentang hati Theodore yang sangat sulit ditebak.

Theodore adalah tipe anak pendiam yang selalu berusaha menyembunyikan semua emosinya, bahkan di saat George Alford, sang ayah meninggal dunia saat ia masih kecil.

Disuguhi pertanyaan seperti itu, Theodore tentu ingin jujur. Namun lagi-lagi, latar belakang Lilly dan hubungan mereka, membuatnya ragu untuk mengungkapkan kebenaran. Ibunya mungkin akan langsung memaksanya memutuskan hubungan dengan Lilly saat ia mengetahui kebenarannya. Martabat keluarga Alford harus tetap terjaga agar tidak menimbulkan rasa malu.

"Alford?"

"Aku mencintai Bianca mommy, dan aku tidak mengenal siapa wanita itu."

Dan pada akhirnya, jawaban realistis itulah yang keluar dari dalam mulut Theodore.

Bianca akan tetap menjadi pemenangnya.

________________________

White Mansion, Los Angeles

8.20 PM

Makan malam baru saja usai saat Lilly berjalan mondar-mandir sambil memegang sebuah kotak test pack kehamilan di tangannya. Alat yang ia beli sesaat sebelum Theodore menjemputnya di halte kemarin,  terlihat belum ia gunakan sama sekali. Ketakutan akan kehamilan yang benar-benar ia alami membuat Lilly ragu untuk mencobanya.

"Kau harus memastikannya Lillyanne! Tenang saja! Theodore tidak ada! Dia akan kembali lusa nanti!" batinnya terus saja berkata seperti itu sejak tadi. Rasa mual yang kian mendera perutnya saat sedang makan malam tadi, membuat Lilly ingin sekali mencoba benda pipih ini.

"Jika aku hamil pun, aku akan tetap akan selamat 'kan? Malam ini aku akan pergi.... Aku akan terbebas..." Lilly berbicara pada diri sendiri, berusaha menenangkan jantungnya yang bedegup kencang. Dan perlu diketahui, Gabriel akan datang menjemput Lilly tengah malam nanti. Pria itu akan membawa Lilly menuju Milan, sebelum Lilly memutuskan akan pergi ke negara mana.

"Okay, let's do this Lillyanne!"

Dengan semua pertimbangan itu, Lilly akhirnya memberanikan diri  masuk ke dalam kamar mandi dan menggunakan test pack yang ia pegang untuk membuktikan kehamilannya. Lilly menjalankan semua prosedur yang tertulis di bagian belakang kotak test pack.  Hingga pada akhirnya Lilly sampai di  tahapan akhir, di mana Lilly diharuskan menunggu selama beberapa saat untuk melihat garis apa yang akan dihasilkan oleh test pack itu.

Sepuluh menit lebih Lilly terdiam dengan jantung yang berdebar kencang, dan dua garis merah yang tidak pernah ia harapkan mulai muncul di dalam sana. Dua garis yang menandakan jika ia benar-benar hamil itu, langsung membuat Lilly lemas.

Lilly langsung mencengkram erat pinggiran wastafel demi menopang bobot tubuhnya. Perlahan, Lilly pun meraba perut katanya dengan tatapan kosong.

"Kamu benar-benar ada ya?" bisik Lilly, kepada sebuah nyawa baru yang tumbuh di dalam rahimnya.

"Kenapa kamu harus hadir di dalam perut seorang wanita sepertiku? Tidakkah kamu tahu jika ayahmu tidak pernah menginginkanmu?"

Tes....

Setetes air mata Lilly jatuh membasahi pipinya. Wanita itu terisak pelan sambil mengusap-usap lembut perutnya. Lilly sadar jika janin ini tidak bersalah dan berhak untuk dilahirkan, tapi apa dia tidak akan malu jika kelak ia mengetahui bahwa seperti apa ibunya?

Tidakkah janin ini, akan merasa malu saat ia mengetahui bahwa ia memiliki seorang ibu yang bahkan menjual dirinya demi menikmati hidup mewah?

Tidakkah ia akan membenci ibunya saat ia tahu bahwa ia terlahir dari seorang wanita yang bahkan tidak memiliki apa-apa di dunia ini?

Lilly menggeleng. Ia tidak ingin anaknya hidup dalam kesengsaraan sepertinya dulu. Dan daripada dipertahankan, Lilly lebih memilih untuk "mengembalikan" janin ini kepada Sang Pencipta. Meski akan terlihat jahat, tapi Lilly tak memiliki pilihan lain.

Hidupnya sudah sangat hancur. Pelariannya belum tentu berhasil. Dan dia tidak ingin membuat anaknya merasa menderita di kemudian hari.

"Aku minta maaf, tapi kamu harusnya tidak hadir di dalam rahim wanita sepertiku," ujar Lilly dengan suara yang bergetar. Perlahan, Lilly mulai menghapus air matanya. Ia membasuh wajahnya dengan air dan menarik napasnya dalam-dalam sebelum ia keluar dari dalam kamar mandi, bermaksud membuang test pack itu ke dalam kotak sampah.

Ceklek!

Bersamaan dengan pintu kamar yang mandi terbuka, tiba-tiba saja....

"Lilly!"

Boom!

Suara Theodore yang memanggilnya,membuat Lilly merasa terkejut bukan main.

Bagaimana bisa Theodore kembali secepat itu?

Bukankah pria itu bilang akan pergi sekama tiga hari?

Apa dia hanya membeli air minum di sana?

Semua pertanyaan-pertanyaan itu seketika masuk ke dalam otak Lilly. Membuat keterkejutannya semakin menjadi.

Sementara itu, Theodore yang baru saja kembali ke LA setelah menemui ibunya, terlihat begitu tenang saat melihat Lilly. Tak ada gurat bahagia yang ia tampilkan. Padahal jika dipikir, tadi pagi pria itu terlihat sangat berat saat akan melepaskan Lilly. Percakapan singkat yang terjadi di New York bersama sang ibu, nyatanya berhasil membuat Theodore kembali dengan keputusan yang tidak terduga.

Penerbangan total yang menghabiskan waktu selama hampir sebelas jam dengan perbedaan waktu tiga jam di antara dua tempat yang berbeda, berhasil membuat Theodore mengubah seluruh alur hidupnya di masa depan.

Lama Theo meneatap ke arah Lilly, hingga ia kembali membuka percakapan.

"Aku akan segera menikah, Lilly."

Deg!

Kalimat itu langsung membuat Lilly mematung di tempatnya. Test pack yang semula ingin ia buang ke kotak sampah, kini ia genggam erat-erat.

Apapun yang terjadi, Theodore tidak boleh mengetahui kehamilannya!

Melihat Lilly hanya diam, Theodore pun berjalan mendekati wanita itu.

"Apa kau tidak ingin tahu alasannya?" Theodore kembali bertanya kepada Lilly saat ia sudah berhadapan langsung dengan wanitanya yang cantik. Dan Lilly hanya menggeleng kaku, berusaha menutupi rasa takut yang mulai mendominasi. Keringat dingin mulai membanjiri tangannya yang tersembunyi.

"Ti-tidak. A-aku tidak ingin tahu alasannya." Lilly menjawab dengan suara terbata yang bergetar hebat. Melihat keterkejutan Lilly, Theodore pun tersenyum tipis dan mengangkat dagu wanitanya dengan jentikkan jari telunjuk hingga netra mereka saling berpandangan, mengantarkan sebuah emosi yang tersirat.

"Kalau begitu biar aku saja yang memberitahumu secara sukarela," bisik Theodore dengan lembut, nyaris tidak terdengar. Setelah mengatakan itu, Theodore mendekatkan bibirnya ke telinga Lilly dan berbisik....

"Aku jatuh cinta Nona Brown." 

Deg!

Perkataan itu semakin membuat Lilly mencengkram test pack nya dengan erat.Air matanya hampir menetes. Keputusannya untuk menggugurkan janin ini ternyata adalah sebuah keputusan yang tepat.

Sebentar lagi Theodore akan menikah dengan Bianca. Dan dia itu berarti, peluang untuk mempertahankan janin ini sudah hilang sepenuhnya.

Meski merasa sesak saat memikirkan semua itu, namun Lilly harus tetap terlihat baik-baik saja agar tidak menimbulkan kecurigaan Theodore. 

"Oh, senang mendengarnya," gumam Lilly dengan senyum paksaan yang terlihat begitu manis. Melihat respon Lilly yang sangat jauh dari eskpektasi, Theodore pun membungkukkan badan—menyamakan tingginya dengan Lilly dan kembali menatap wajah cantik itu dalam-dalam.

"Dan kau tahu? Kau akan tetap tinggal di sini sebagai wanitaku Lillyanne." 

"Dan aku akan melarikan diri sebelum matahari terbit di esok pagi, Theodore...."








#To be Continued

HIATUS DULU AH🗿👍🏻

SEE YOU🙂

Continue Reading

You'll Also Like

3M 152K 62
Mari buat orang yang mengabaikan mu menyesali perbuatannya _𝐇𝐞𝐥𝐞𝐧𝐚 𝐀𝐝𝐞𝐥𝐚𝐢𝐝𝐞
342K 26.8K 58
Elviro, sering di sapa dengan sebutan El oleh teman-temannya, merupakan pemuda pecicilan yang sama sekali tak tahu aturan, bahkan kedua orang tuanya...
1.9M 9K 17
LAPAK DEWASA 21++ JANGAN BACA KALAU MASIH BELUM CUKUP UMUR!! Bagian 21++ Di Karyakarsa beserta gambar giftnya. 🔞🔞 Alden Maheswara. Seorang siswa...
782K 50.4K 33
Semua orang mengira Saka Aryaatmaja mencintai Juni Rania Tanaka, namun nyatanya itu kekeliruan besar. Saka tidak pernah mencintai Rania, namun menola...