Ellea

By Ramdan_Nahdi

72.8K 9.6K 320

Alby dan Ellea baru saja pindah ke rumah Belanda yang sudah lama tak berpenghuni. Malam pertama, terdengar su... More

Jeritan Tengah Malam
Kering
Ringkikan Kuda
Susanne
Sosok Negatif
Kembali ke Masa Lalu
Nippon
Dimensi Waktu
Rumah Tuan Ruben
Bekas Tragedi
Jendral Yamamoto
Gasha
Ellea
Rumahku
Rumah Sakit Jiwa
Ayunan
Sulastri

Pantai

3.4K 507 7
By Ramdan_Nahdi

Aku berdiri di depan sekolah. Terlihat banyak anak-anak seusia Ellea ke luar dari gerbang. Mobil jemputan serta angkutan umum sudah berjejer di depan gerbang.

"Kak Al!"

Di tengah keramaian ini, aku masih bisa mendengar dengan jelas suara Ellea. Kuedarkan pandangan, terlihat Ellea sedang berdiri di pintu masuk — dalam sekolah.

Aku melangkah mendekat, tapi ia malah berlari masuk ke dalam. Spontan aku berlari mengejarnya. Ada lelaki yang sangat mirip denganku sedang berjalan melewati koridor depan kelas. Ia membawa kue ulang tahun berukuran kecil. Sesekali ia celingak-celinguk seperti mencari sesuatu.

Aku pun berjalan mengikutinya dari belakang. Tak berselang lama terdengar suara lagu Selamat Ulang Tahun dari lantai atas.

ARGH!

Suara nyanyian itu berubah menjadi jeritan.

BRUG!

Terdengar suara benturan. Aku bisa melihat, tepat di ujung koridor ada tubuh seseorang tergeletak. Lelaki itu berlari kencang. Kue yang tadi dipegangnya pun terjatuh ke lantai. Hancur.

"Ellea!" Lelaki itu memanggil nama Ellea. Aku yang berdiri tidak jauh dengannya bisa melihat kalau tubuh yang berlumuran darah itu adalah Ellea.

Lelaki itu mengguncang-guncangkan tubuh Ellea. Namun, Ellea tidak juga membuka mata. Teman-teman sekelas Ellea hanya menonton saja. Wajah mereka tampak begitu syok. Bahkan beberapa ada yang menangis. Sementara lelaki itu masih memeluk tubuh Ellea sembari menangis kencang.

Tak lama, suasana sekolah menjadi riuh. Banyak siswa berlari mendekat. Begitu pula para guru. Sementara aku hanya bisa berdiri mematung sembari menatap wajah Ellea yang berlumuran darah.

"Kak Al!"

Ada suara Ellea memanggilku. Sontak aku mengedarkan pandangan.

"Kak Al!"

Suaranya berasal dari belakangku. Aku pun menoleh, melihat Ellea sedang berdiri tak jauh dariku. "El!" ucapku.

Ellea tersenyum, lalu berlari. Aku pun mengejarnya. Tepat di depan gerbang sekolah, ia menghentikan langkah. "Tunggu, El!" teriakku sembari berlari kencang. Namun, ia sudah menghilang tanpa jejak.

Tanah tempatku berdiri tiba-tiba bergetar dan berlubang. Sontak aku pun terperosok ke dalam.

Bruk!

Kini aku berada di depan rumah. Langit terlihat begitu gelap. Suara jangkrik terdengar bersahutan. Ada suara jeritan dari dalam rumah. "Ellea!" Sudah pasti itu suaraku.

Aku melangkah ke dalam, menembus pagar dan pintu rumah. Terlihat diriku yang lain sedang menangis di ruang tengah, sembari memeluk foto Ellea. Beberapa anggota keluarga berusaha menenangkan. Namun, ia terus berteriak histeris dan mengamuk.

"Kak Al!" bisik Suara Ellea. Reflek aku menoleh ke samping. Ia sedang mengintip dari balik pintu kamar.

Aku berjalan menuju kamar. Pintunya terbuka lebar, tapi di dalam begitu gelap. Saat masuk ke dalam, terdengar suara jeritan. Sontak aku melangkah mundur. Namun pintu sudah tertutup rapat.

Kriet!

Pintu terbuka.

Tek!

Lampu pun menyala. Kini aku bisa melihat diriku yang lain sedang diikat di tempat tidur. Ia pun mengamuk, berusaha melepaskan ikatan. Setiap kali matanya melirik ke pojok ruangan, ia menjerit ketakutan.

Tak lama, dokter Wendi bersama tiga perawat pria masuk ke dalam kamar. Dokter Wendi berusaha mengajakku ngobrol, tapi aku malah terus mengamuk. Hingga akhirnya, tiga perawat pria itu memegang tubuhku. Kemudian, dokter Wendi menyuntikan sesuatu. Perlahan aku pun mulai tenang.

"Kak Al!"

Reflek aku menoleh ke belakang. Ellea sedang berdiri di dekat pintu. Saat kaki ini melangkah, ia malah berlari. "El! Tunggu!" Aku mengejarnya. 

Ia menghentikan langkah. Berdiri menghadapku lalu tersenyum. "Jangan lari terus, El!" protesku.

"Kakak lupa sesuatu," balasnya.

"Lupa apa, El?" balasku, bingung.

"Aku tidak akan mengatakannya." Ellea membalikan badan.

"Jangan pergi lagi, El!"

Ellea menoleh, "Waktuku sudah tiba, Kak. Aku berharap, kakak ada di sana saat aku dan Kering pergi."

"Kamu mau pergi ke mana, El?" Aku melangkah mendekat. Namun, Ellea kembali berlari kencang meleati koridor yang gelap.

"Ellea!" Aku memanggilnya, tapi ia sudah menghilang.

"ELLEA!" Aku sadarkan diri, melihat suasana ruangan sudah agak ramai. Ada dua orang perawat, Dokter Wendi, Jovita, tante dan satu orang lagi yang tadi muncul di mimpiku. Sepertinya ia adalah pamanku.

"Alby," panggil Tante.

Aku melirik Dokter Wendi, "Dokter tidak menyuntikan sesuatu, kan?"

"Tidak," balasnya.

"Saya tidak gila, Dok. Saya hanya sedih kehilangan Ellea."

"Iya, saya tau. Apa kamu masih melihat Ellea?"

"Tidak."

"Atau ... melihat sosok lain selain Ellea?"

"Tidak juga."

"Baiklah."

Aku bangkit dari brankar. Paman berjalan menghampiriku. "Ayo pulang, Bi," ucapnya.

"Aku mau ambil barang-barang di rumah kontrakan," balasku.

"Sekarang sudah malam, Bi."

"Malam?"

"Iya, kamu tadi pingsan lama banget, Bi."

"Besok paman antar ke sana."

Aku tidak punya pilihan lain. Malam ini sebaiknya menginap di rumah tante.

_________

"Bi!" panggil Ilham saatku akan masuk ke dalam mobil.

"Ya?" sahutku.

"Ini tasnya." Ia menyerahkan tas selempangku.

"Ya ampun, sampai lupa. Makasih, Ham."

"Sip."

"Aku pulang sama Ilham ya, Bi," ucap Jovita.

"Oke, Jov. Makasih banyak ya untuk hari ini," balasku.

"Iya."

Aku pun masuk ke dalam mobil menuju rumah tante.

"Kamu masih ingat paman sama tante, Bi?" tanya Paman sembari mengemudi.

"Maaf, sejujurnya aku tidak ingat," balasku.

"Tidak apa-apa. Selama ini kamu tinggal di mana saja?"

Aku menceritakan semua yang terjadi dua tahun terakhir ini. "Bagaimana kamu bisa menyentuh Ellea?" tanya Paman.

"Aku juga tidak tau. Makanya selama ini tidak curiga kalau ia sebenarnya sudah meninggal."

"Tadi, kamu terus memanggil nama Ellea selama pingsan. Apa kamu bertemu dengannya?" tanya Tante.

"Iya."

"Apa dia mengatakan sesuatu?"

"Tidak, dia hanya berlari pergi dan menghilang. Mungkin itu sebuah salam perpisahan." Sengaja aku tak menceritakan yang sebenarnya. Jujur, aku sedang malas sekali menjawab banyak pertanyaan. Soalnya, pikiran ini masih terus mencerna ucapan Ellea.

Kakak lupa sesuatu

Entah apa maksudnya kali ini.

Tak terasa, mobil sudah sampai di rumah tante. "Nanti di dalam ada Bastian sama Sherly. Kamu pasti tidak mengingatnya, kan?" ucap Tante.

"Iya, Tan."

Aku melangkah ke dalam rumah. Terlihat seorang anak laki-laki dan perempuan berlari ke arah tante. "Ini kakak Alby." Tante memperkenalkanku pada dua anaknya.

"Halo kakak Alby," sapa Anak laki-laki — Bastian.

"Kamu yang namanya Bastian, ya?" balasku.

"Iya."

"Kalau ini Sherly." Aku menatap anak perempuan berambut keriting.

"Iya, Kak."

"Ya sudah, kakaknya mau istirahat dulu," ucap Paman, lalu mengantarku ke sebuah kamar tak jauh dari ruang tengah.

Aku membaringkan tubuh di atas tempat tidur. Sembari menarik napas panjang, mencium aroma kopi yang sangat menenangkan.

Tok! Tok!

Tante masuk ke dalam kamar, membawakan makanan dan minuman. "Kamu pasti lapar, Bi," ucapnya sambil menaruh nampan di atas meja.

"Makasih tante," balasku.

Bergegas aku bangkit dan menyantap makanan itu. Perut ini memang sudah sangat lapar. Selesai makan, aku membawa piring dan gelas ke luar kamar.

"Padahal simpan saja di kamar, Bi," ucap Paman.

"Tidak apa-apa. Makasih makanannya. Enak," balasku.

"Biar Bi Enar saja yang bawa ke dapur." Seorang wanita paruh baya menghampiriku, lalu mengambil piring dan gelas kotor dari tanganku.

"Aku kembali ke kamar lagi ya, paman," ucapku.

"Iya," sahut Paman yang sedang fokus menonton televisi.

Aku kembali ke kamar dan tidur. Pagi harinya sudah ada satu set pakaian di atas meja. Bergegas aku pergi mandi dan mengganti dengan pakaian itu. Setelah mandi, tante mengajakku sarapan.

Kami pun sarapan di ruang tengah. Aku menatap layar televisi yang menayangkan acara natal. "Apa sekarang hari natal?" tanyaku.

"Kemarin, Bi. Biasanya kamu melakukan apa di hari natal?" tanya Tante.

"Tidak melakukan apa-apa."

Sebentar ... jika Hari Natal jatuh pada tanggal 25 Desember. Berarti, hari ini tanggal 26 Desember. Ulang Tahun Ellea! Seketika itu aku bangkit dari duduk.

"Ada apa, Bi?" tanya Paman.

"Aku harus pergi ke rumah kontrakan secepatnya."

"Ada apa?"

"Ellea sudah menunggu di sana. Sekarang hari ulang tahunnya."

"Tapi Ellea kan ...."

"Sudah meninggal," potongku. "Aku tau itu paman."

"Ya sudah sebentar lagi paman akan antar ke sana. Kamu masih ingat alamatnya, kan?"

"Masih."

Sekitar pukul 11 siang, kami pergi ke rumah Belanda. Tujuan utamaku kini bukan untuk memgambil barang-barang, melainkan untuk bertemu Ellea. Ia pasti ada di sana bersama Kering. Aku sangat yakin.

Jalan Tol begitu padat. Wajar, banyak orang yang sedang liburan akhir tahun. Waktu terus berlalu, langit yang tadi berwarna biru cerah kini mulai berubah menjadi jingga. Aku berharap, bisa tiba di sana sebelum malam tiba.

"Apa kamu yakin jalannya ke sini, Bi?" tanya Paman.

"Iya, tempatnya memang dekat dengan pantai," balasku.

Kurang dari sepuluh menit kami sudah tiba di depan rumah Belanda. "Tante sama Paman tunggu di mobil saja," ucapku sembari turun dari mobil.

Bergegas aku masuk ke dalam rumah. "El!" panggilku. Kemudian pergi ke kamarnya. Kulihat koper kecil berwarna merah muda tergeletak dekat lemari. Koper milik Ellea.

Aku membuka koper, ternyata isinya kosong. Lemari pun kosong, tak ada sehelai pakaian. Berarti selama ini pakaian yang kulihat hanya halusinasi saja.

Duk! Duk!

Terdengar langkah kaki di luar. "El!" Spontan aku berlari ke luar.

Duk! Duk!

Suaranya berasal dari kamarku. Kubuka pintu, terlihat Kering sudah berdiri menyambutku. "Dia tidak ada di sini," ucapnya.

"Di mana?"

"Di pantai."

Bergegas aku berlari ke luar, menuju pantai. "Mau ke mana, Bi?" teriak Paman.

"Tunggu sebentar,"sahutku kemudian berlari menuju hutan. Tak ada rasa takut, karena aku terlalu ingin bertemu Ellea.

Tiba di ujung hutan, terlihat Ellea sedang duduk di ayunan. Aku berjalan menghampirinya. Ia pun menoleh. "Kak Al," ucapnya seraya tersenyum manis.

BERSAMBUNG

Continue Reading

You'll Also Like

146K 8.3K 35
Reina Amora, gadis berparas ayu khas pribumi, salah satu yang beruntung diterima di Black Campus melalui jalur beasiswa, kehidupan damai berubah begi...
1M 74.4K 31
Setelah tujuh hari kematian ibu, suasana rumah berubah mencekam. Suara rintihan kerap kali terdengar dari kamarnya. Aku pun melihat, ibu sedang membe...
4.3K 564 43
Up : Setiap hari Penderitaan besar apa yang sedang kalian alami... kehilangan keluarga? perundungan? kekerasan? pelecehan? atau wabah zombie yang sek...
2.2M 531K 48
❝Kata mama, permainan ini bisa bikin meninggal.❞