Ellea

By Ramdan_Nahdi

69.9K 9.3K 316

Alby dan Ellea baru saja pindah ke rumah Belanda yang sudah lama tak berpenghuni. Malam pertama, terdengar su... More

Jeritan Tengah Malam
Kering
Ringkikan Kuda
Susanne
Sosok Negatif
Kembali ke Masa Lalu
Nippon
Rumah Tuan Ruben
Bekas Tragedi
Jendral Yamamoto
Gasha
Ellea
Rumahku
Rumah Sakit Jiwa
Pantai
Ayunan
Sulastri

Dimensi Waktu

3.4K 513 19
By Ramdan_Nahdi

"Kamu mau ke mana?" tanya Sekar, sembari menggenggam tanganku kencang.

"Saya mau menolong Kering!" balasku.

"Sudah terlambat! Seharusnya kamu tidak membawanya kembali ke rumah itu."

"Saya akan menyelamatkannya!" Kuhempas tangannya.

"Jangan bertindak bodoh!" Sekar menghalangi jalanku. "Apa ini?" Ia merebut surat di kantung baju.

"Surat untuk Tuan Ruben. Kembalikan!" balasku. Ia malah merobek surat itu. "Kenapa kamu merobeknya, Sekar?"

"Jangan berhubungan lagi dengan Belanda. Biarkan mereka berhadapan dengan Nippon."

"Di rumah itu tidak hanya ada orang Belanda! Ada bangsa kita juga!"

"Semua butuh pengorbanan, Mamat!"

"Kamu jahat, Sekar!"

Ia menarik tanganku. "Kenapa kamu berubah? Kemarin kamu setuju dengan rencana ini?"

"Saya tidak mau menumpahkan darah orang yang tak bersalah."

"Mereka itu penjajah, Mamat!"

"Tapi semua sudah berlalu."

"Mereka menguasai tempat ini. Menjadi tuan tanah di tempat ini. Mereka hanya menganggap kamu dan pribumi lainnya sebagai budak. Apa kamu tidak sadar?"

"Saya sadar, tapi Kering dan keluarganya tidak jahat, Sekar?"

"Apa kamu bilang, tidak jahat? Mereka sering mengancam kita dengan senapan. Jika kita tidak menurut, mereka tidak segan-segan menembak kita. Apa kamu lupa?"

"Saya tidak lupa. Tapi, sekarang saya hanya ingin menolong Kering!" Aku melangkah pergi.

"Jangan pergi ke sana, Mamat. Kamu akan terbunuh!" teriak Sekar. Namun, aku tak takut, terus melangkah menuju rumah.

Suara tembakan mulai terdengar. Kupercepat langkah, tapi ada seorang pria tua yang menghentikanku. "Untuk apa kamu ke sana?" tegurnya, seraya menarikku.

"Saya mau menyelamatkan mereka," sahutku.

"Menyelamatkan pakai apa? Mereka semua membawa senapan. Kalau kamu datang ke sana, maka akan mati konyol."

Benar juga, aku tidak akan bisa berbuat apa-apa. Hanya bermodalkan tangan kosong dan keberanian saja tidak cukup. Jangan sampai baru melangkah mendekat sudah tewas tertembak.

"Sebaiknya sekarang kita bersembunyi," ajak Pria tua itu. Ia mengajakku ke sebuah tempat di dekat pantai, di sana sudah berkumpul banyak orang yang sebagian besar adalah pribumi.

__________

Daritadi aku hanya duduk di pojokan, tidak mengobrol. Karena tidak tau apa yang harus diobrolkan. Apalagi aku tidak mengenali mereka.

Setelah ada kabar kalau tentara Jepang sudah pergi. Aku bergegas pergi ke rumah. Beberapa orang sudah berkumpul di depan rumah. Di dekat pintu, terlihat dua pengawal Sussane tewas, tak jauh dari mereka ada beberapa mayat tentara Jepang.

Aku melangkah ke dalam rumah. Banyak darah berceceran di ruang tengah. Ada satu mayat tergeletak di sudut ruangan. Mayat seseorang yang tadi memasak bersamaku. Kemudian berjalan menuju kamar.

Kriet!

Kubuka pintu kayu itu, melihat Kering sudah tergeletak di dekat tempat tidur. Seketika itu tangisku pecah. Padahal aku sudah ada di dekatnya, tapi tak sanggup menyelamatkannya.

Beberapa mayat ditemukan tergeletak di dapur dan kamar mandi. Sementara mayat Susanne dibaringkan di atas tempat tidur, dengan pakaian yang sudah terkoyak-koyak. Aku tertunduk lesu, menyaksikan kekejaman ini. Kemudian melangkah ke luar.

Di luar rumah, sudah disambut oleh tentara Belanda. Seorang Pria berperawakan tinggi besar dan rambut pirang berjalan mendekat. Ia menanyakan apa yang sebenarnya terjadi di rumah ini.

Kali ini aku terpaksa harus berkata jujur. Kalau semua yang terjadi karena ulah Sekar. Ia yang melaporkan pada tentara Jepang.

Seorang tentara Belanda berdiri di belakang dan mengikat tanganku. Lalu. Ia memintaku untuk duduk di teras, tak boleh bergerak.

Berkali-kali aku menundukan kepala, karena tak kuat melihat mayat yang diseret ke luar rumah. Mayat-mayat itu sengaja ditumpuk di halaman depan. Kecuali, mayat Kering dan Susanne yang dibaringkan di teras, di sampingku.

Tak lama kemudian, seorang pria Belanda datang. Ia menangis kencang saat melihat keadaan Kering dan Susanne. Sepertinya ia adalah Papa — ayah dari Kering dan Susanne. Ia marah besar padaku karena tak bisa menjaga kedua anaknya.

"Bagaimana kamu bisa selamat, Mamat?" tanyanya.

"Susanne meminta saya untuk mengantarkan surat pada Tuan Ruben."

"Apa itu benar?" Ia menatap seseorang yang berdiri di dekatnya.

"Tidak," balasnya. Sudah bisa dipastikan kalau ia adalah Tuan Ruben.

"Apa kamu berbohong?" tanya Papa. Di saat bersamaan, salah satu tentara Belanda sudah menodongkan pistol.

"Saya tidak berbohong, Tuan. Saya memang berniat mengantarkan surat, tapi tentara Jepang sudah lebih dulu datang. Jadi saya bersembunyi," jelasku.

"Kalau begitu, mana suratnya?"

"Terjatuh, saat saya melarikan diri ke pantai."

"Bawa dia ke belakang!" perintahnya.

Dua orang tentara Belanda membawaku ke hutan belakang, dalam keadaan tangan masih terikat. Kemudian mereka memintaku untuk berlutut dan menundukan kepala. Perasaan ini sudah tidak enak. Apakah mereka akan menembakku dari belakang?

Cukup lama aku berlutut di sini, tapi tak terjadi apa-apa. Sampai ... terdengar suara wanita berteriak. Spontan aku mengangkat kepala, melihat Sekar sedang diseret ke arahku.

"Mamat berbohong, Tuan!" teriak Sekar.

Tentara yang berdiri di belakang memintaku untuk kembali menundukan kepala. Kini aku hanya bisa mendengar suara jeritan Sekar. Meski sudah tau apa yang akan terjadi selanjutnya.

Sesuai dengan apa yang dikatakan Ellea. Setelah disiksa, tubuh Sekar digantung tepat di pohon, di hadapanku.

Seorang tentara menjambak rambutku dari belakang. Hingga kepalaku menengadah. Ia seperti memaksaku untuk menyaksikan kematian Sekar.

Setelah tubuh Sekar tak bergerak. Papa berdiri di depanku. Ia menatapku dengan wajah merah padam. Kemudian mengacungkan pistol ke kepalaku.

DUAR!

Aku bisa merasakan sakit yang teramat sangat saat timah panas itu menembus kepala ini. Tubuh ini langsung roboh, tak lama kemudian pandangan berubah menjadi gelap.

___________

Aku terbangun, dengan kepala pusing sekali. Kemudian bangkit dan duduk di ujung tempat tidur. Baru kali ini merasakan mimpi yang sangat nyata.

Tok! Tok!

"Kak Al," panggil Ellea.

"Masuk," sahutku.

"Pintunya dikunci!"

Aku lupa kalau pintunya masih dikunci. Kemudian, bangkit dan membuka pintu. "Kenapa wajah kakak begitu?" tanyanya.

"Kepala kakak pusing, El." Aku duduk di tempat tidur.

"Apa kakak habis bermimpi sesuatu?" Ellea menatap wajahku.

"Iya. Mimpi yang aneh."

"Mimpi apa?"

Aku menceritakan mimpi tadi. "Itu bukan mimpi, Kak," komentar Ellea. "Hanya orang-orang tertentu saja yang bisa melakukannya."

"Memang itu apa, El?"

"Tempat yang seharusnya tidak dimasuki oleh manusia."

"Maksud kamu?" Aku benar-benar tak mengerti ucapannya.

"Itu adalah dimensi waktu, Kak."

"Dimensi waktu?"

"Dimensi dimana kakak bisa kembali ke masa lalu. Kakak bisa menjadi bagian dari masa lalu, tapi tidak bisa mengubahnya."

Benar, padahal aku sudah mencoba menyelamatkan Kering, tapi tidak berhasil. "Lalu apa gunanya Susanne mengajak kakak ke sana? Jika kakak tidak bisa mengubahnya?"

"Dia hanya ingin kakak merasakan apa yang dia rasakan. Sakit bukan?"

"Sakit banget, El."

Ellea tersenyum. "Kakak hebat bisa pergi ke sana."

"Tepatnya diajak pergi ke sana, El."

"Iya."

"Apa kamu pernah pergi ke sana juga?"

"Belum."

"Kenapa?"

"Karena aku sudah menjadi bagian dari masa lalu, Kak."

BERSAMBUNG

Continue Reading

You'll Also Like

47K 5.7K 173
"Lin Shi adalah pendosa seluruh industri film!" "Lin Shi, aku ingin meminta maaf kepada seluruh penonton jaringan!" "Lin adalah pencuri tua, aku ti...
6.8K 1.2K 7
[ SHORT STORY ] Semuanya bermula ketika mereka berlibur di villa itu.
270K 28.9K 47
Gilang dan Alby harus menghadapi kemarahan dari Anggota Sekte, setelah kematian Pak Ryan. Baca - Ellea dan Tujuh Hari Setelah Ibu Pergi, sebelum me...
20.8K 4.3K 53
[Mantra Coffee : Next Generation Season 2] Halaman terakhir sudah penuh terisi dan ditutup oleh sebuah titik, tetapi sejatinya selalu ada awal baru d...