Ellea

By Ramdan_Nahdi

69.9K 9.3K 316

Alby dan Ellea baru saja pindah ke rumah Belanda yang sudah lama tak berpenghuni. Malam pertama, terdengar su... More

Jeritan Tengah Malam
Kering
Ringkikan Kuda
Susanne
Kembali ke Masa Lalu
Nippon
Dimensi Waktu
Rumah Tuan Ruben
Bekas Tragedi
Jendral Yamamoto
Gasha
Ellea
Rumahku
Rumah Sakit Jiwa
Pantai
Ayunan
Sulastri

Sosok Negatif

3.8K 519 22
By Ramdan_Nahdi

Setelah tidur sebentar, kepala ini sudah agak enakan. Kubuka laptop, berniat melanjutkan cerita berjudul Kuntilanak Merah di Rumah Tusuk Sate. Rumah yang kami tempati sebelum ini dan hanya bertahan satu bulan.

Dahlia. Setiap kali aku menulis nama itu, bulu kuduk ini meremang. Namanya memang cantik, tapi tidak dengan wujudnya. Ia tidak seperti Kuntilanak Merah kebanyakan. Tubuhnya lebih besar dan menakutkan.

Anehnya, bentuk semenyeramkan itu tidak membuat Ellea ketakutan. Ia malah menanggapi aksi teror Dahlia dengan santai. Bahkan beberapa kali Dahlia jadi korban omelan adikku itu. Sementara aku harus tetap waras di antara dua makhluk mengerikan yang sering berseteru — Ellea dan Dahlia.

Pada awalnya Ellea menolak untuk pindah dari rumah itu. Namun, ketika melihat kondisiku sudah mulai sakit-sakitan, ia akhirnya mengalah. Tentunya dengan satu syarat, ia yang akan memilih rumah selanjutnya. Ia pun memilih rumah ini.

"Kakak lagi apa?" Kepala Ellea tiba-tiba muncul dari balik pintu.

"Hua! EELLL!" Aku nyaris terjengkang.

"Kakak terlalu berlebihan." Ia masuk ke kamar, lalu berbaring santai di atas tempat tidur. "Kakak sedang menulis cerita yang mana?"

"Rumah Tusuk Sate!" sahutku sambil menatap layar laptop.

"Oh, si Dahlia. Aku jadi kangen menjambak rambutnya yang mirip sapu ijuk itu."

"Gara-gara ulah kamu itu, dia jadi marah sama kakak."

"Ya, karena kakak terlalu takut padanya. Jadi dia bisa dengan mudah meneror kakak. Padahal kalau kakak lebih berani, bisa bantu aku jambak rambutnya."

Aku tak bisa membayangkan menjambak rambut Dahlia yang gimbal dan panjang itu. "Ih, kamu aja. Kakak tidak ikut-ikutan."

"Kakak masih takut sama dia?"

"Masih."

"Kenapa?"

"Ya, karena seram! Gitu saja nanya."

"Hmm ... kayanya lebih seram wanita yang dari tadi melihat kakak dari pohon itu."

"Pohon mana?" Aku melihat ke luar jendela.

"Itu!" Ellea menunjuk pohon beringin yang tak jauh dari jendela kamar. "Dia lagi gelantungan di sana."

"Gelantungan pakai kaki?" Aku langsung membayangkan kelelewar.

"Kakak itu penakut, tapi suka ngomong sembarangan. Pantas selalu diincar sama hantu."

"Lagian kamu bicaranya tidak jelas."

"Dia gelantungan pakai tali."

"Kaya ayunan?"

"Bukan! Talinya diikat di leher."

"Maksud kamu? Bunuh diri?"

"Bukan!"

"Terus apa, dong? Tidak mungkin kan dia lagi main panjat tali."

"Tuhkan, kakak bicara sembarangan lagi. Nanti dia marah!"

"Kamu yang salah! Mancing-mancing imajinasi kakak saja."

Ellea tertawa. "Dia digantung di sana, Kak."

"Pasti ada alasannya kenapa dia sampai digantung."

"Itu hukuman untuknya."

"Hukuman? Memang apa yang dia lakukan."

"Dia berkhianat, Kak."

"Berkhianat gimana?"

Ellea bercerita kalau wanita itu adalah seorang pribumi yang kerja sebagai pembantu di rumah ini. Namun, ia berkhianat, memberikan informasi kalau rumah ini sedang tidak ada penjagaan. Sehingga tentara Jepang bisa menyerbu rumah ini dan membantai semua orang yang ada di sini.

"Banyak orang Belanda dan pribumi yang tewas akibat ulahnya, Kak," ucap Ellea. "Jadi, sudah sepatutnya dia digantung di sana."

"Apa Kering salah satu korbannya?"

"Iya, termasuk Susanne," balas Ellea sembari turun dari tempat tidur.

"Mau ke mana, El?" tanyaku.

"Ke kamar." Ia berlari ke luar.

"Tutup pintunya, El!" perintahku. Namun, ia tidak mengindahkan. Aku bangkit untuk menutup pintu. Kemudian menutup jendela dan membawa laptop ke tempat tidur. Cerita Ellea tadi membuatku takut duduk di depan jendela.

_____________

Aku meregangkan otot, setelah mengetik dua bab cerita. Kulirik jam di sudut kanan layar, pukul lima sore. Biasanya Ellea sudah berteriak-teriak minta makan.

Aku berjalan ke luar, sembari menyalakan lampu. Kemudian menghampiri Ellea di kamar. "El." Ternyata ia masih tidur. "El." Aku mengoyangkan tubuhnya. Tubuhnya terasa begitu dingin. "EL!" teriakku panik sembari mengoyangkan tubuhnya dengan kencang.

"Kakak!" teriak Ellea, membuka mata dan menatapku marah. "Ganggu orang lagi tidur!"

"Lagian salah kamu, tidur susah dibangunkan."

"Kakak juga begitu!"

Iya juga sih! Sepertinya memang sudah keturunan. "Badan kamu dingin banget, El. Makanya kalau tidur pakai selimut, terus jendelanya ditutup."

"Bukan gara-gara itu, Kak!"

"Terus gara-gara apa?"

"Aku lagi Astral Projection."

Astral Projection adalah melepaskan sukma dari tubuh. "Oalah. Bilang dong! Memang tadi kamu jalan-jalan ke mana?"

"Ke hutan belakang rumah dan pantai bareng Kering."

Aku pikir ia 'jalan-jalan' ke mana. Ternyata hanya sebatas hutan dan pantai. "Itu kan dekat, El! Untuk apa pakai Astral Projection segala?"

"Biar lebih aman, Kak. Takut kalau pergi sendirian ke sana nanti diculik."

"Siapa juga yang menculik kamu, El! Yang ada penculiknya bisa kena mental," balasku.

"Gimana kalau malah sukma kamu yang diculik sama sosok negatif di hutan itu?" imbuhku.

"Tidak mungkin, Kak. Soalnya aku dan Kering dipantau oleh Lelaki Berkuda."

"Oh si penjaga rumah ini?"

"Iya."

Aku menutup jendela. "Kamu mau makan apa?"

"Apa saja, Kak!" sahutnya masih rebahan di atas tempat tidur.

"Ya sudah." Aku kembali ke kamar.

Sekitar satu jam kemudian makanan pun datang dan kami makan bersama di ruang tengah. "Kakak tidak mau beli televisi?" tanya Ellea.

"Sekarang semua informasi sudah bisa dilihat di ponsel. Acara-acara televisi juga sudah banyak di youtube," sahutku.

"Selain itu, kita juga sering pindah rumah. Jadi rasanya repot kalau harus membawa televisi juga. Lagian kamu sudah besar tidak mau pakai ponsel. Ini 2021 loh, El! Anak kecil saja sudah bawa ponsel ke mana-mana."

"Aku malas pakai ponsel, Kak."

"Berarti bukan salah kakak tidak mau beli televisi."

"Oh ya, Kak. Waktu Astral Projection, aku melihat sosok negatif itu, tapi tidak begitu jelas."

"Palingan antara Genderuwo, Siluman atau ... Jin Pesugihan."

"Kayanya bukan, Kak. Sepertinya dia bukan jin lokal."

"Hantu Belanda dong."

"Bukan juga."

"Dari yang aku lihat sekilas sih, ukuran badannya besar banget, seperti Raksasa."

"Genderuwo itu!"

"Bukan, Kak!"

"Ini jauh lebih besar."

"Jin pesugihan biasanya memiliki ukuran yang besar."

"Kan sudah dibilang bukan Jin lokal. Aku lihat di sekitarnya banyak tentara, Kak."

"Tentara Jepang?" tebakku.

"Iya, tentara Jepang. Hanya saja ...." Ellea celingak-celinguk.

"Ada apa, El?" Aku ikut celingak-celinguk.

"Aku takut dia mendengar dan masuk rumah ini, Kak."

"Ya sudah jangan diceritakan." Jarang sekali aku melihat Ellea ketakutan. Namun aku masih penasaran dengan ucapannya tadi. "Tentara Jepangnya kenapa, El?" Aku sedikit memancingnya.

"Kakak mau tau?"

"Iya."

Ellea menggeser tempat duduknya, tepat di sampingku. "Semua tanpa kepala!"

"Tanpa kepala?" Saking kagetnya, aku sampai mengulang ucapannya dengan lantang.

"Kakak!" Ellea menutup mulutku.

Brug! Brug! Brug!

Terdengar suara derap sepatu tentara. "El." Aku melirik Ellea yang menatap tajam ke arah pintu depan. "Apa mereka datang?"

"Iya," balasnya, pelan.

BERSAMBUNG

Continue Reading

You'll Also Like

829K 6.6K 9
(FIKSI) Lulu,gadis manis bertubuh indah menikah dengan jin,bukan untuk "pesugihan" tapi untuk "perlindungan"
6.1K 1.6K 22
⛔ DILARANG KERAS PLAGIAT ‼️ ••• Badut itu lucu, jika tidak bermain dengan nyawa. Terdapat fakta mengejutkan mengenai adanya seorang badut yang berkel...
20.8K 4.3K 53
[Mantra Coffee : Next Generation Season 2] Halaman terakhir sudah penuh terisi dan ditutup oleh sebuah titik, tetapi sejatinya selalu ada awal baru d...
65.4K 5.4K 76
Kematian seorang Guru di SMP GENTAWIRA membawa Zuna dan Diana kembali ke sekolah lama mereka. Awalnya hanya Zuna yang ditugaskan untuk mengusut kemat...