Ellea

By Ramdan_Nahdi

69.8K 9.3K 316

Alby dan Ellea baru saja pindah ke rumah Belanda yang sudah lama tak berpenghuni. Malam pertama, terdengar su... More

Jeritan Tengah Malam
Kering
Ringkikan Kuda
Sosok Negatif
Kembali ke Masa Lalu
Nippon
Dimensi Waktu
Rumah Tuan Ruben
Bekas Tragedi
Jendral Yamamoto
Gasha
Ellea
Rumahku
Rumah Sakit Jiwa
Pantai
Ayunan
Sulastri

Susanne

3.8K 504 11
By Ramdan_Nahdi

"Kakak takut, El!" ucapku.

"Seharusnya kakak berterimasih padanya, bukan malah bersembunyi di balik selimut," balasnya.

"Memang dia siapa, sih? Kok bisa ditakuti. Pasti wujudnya seram. Apa jangan-jangan dia itu Kuntilanak Laki-laki?"

Aku pernah baca sebuah cerita tentang Kuntilanak Laki-laki yang bentuknya setengah kuda. Katanya kalau ia datang akan terdengar suara kuda atau lonceng. Hih! Aku langsung merinding ketika mengingat cerita itu.

"Sembarangan. Dia itu sosok yang positif, Kak! Malah disamakan dengan Kuntilanak Laki-laki."

"Suaranya sama."

"Tidak semua yang bersuara kuda itu Kuntilanak Laki-laki, Kak!"

"Habisnya, kakak tanya wujudnya, eh kamu malah bilang rahasia."

"Dia ingin berkenalan langsung. Jadi kakak yang harus melihatnya sendiri."

"Ya sudah, sekarang bilang sama dia kalau kakak sudah siap." Aku mencoba memberanikan diri

"Dia sudah pergi."

"Ke mana?"

"Ya, mana aku tau!" sahutnya, ketus.

"Kok malah kamu yang marah."

"Habisnya kakak bikin malu."

"Tolong bilang ke dia, kakak minta maaf." Baru kali ini aku merasa bersalah dengan hantu.

"Semoga saja dia bisa memaafkan kakak. Takutnya, dia marah dan membiarkan sosok apapun masuk ke rumah ini."

"Jangan gitu dong, El."

"Ya, itukan salah kakak sendiri." Ellea berlari ke arah pintu.

"EL!" Aku memanggilnya tapi ia malah menutup pintu.

Kini aku sendirian, tak tau harus melakukan apa jika ada sosok lain yang datang. Bersembunyi di balik selimut atau menyambutnya dengan senyuman. Entahlah! Terkadang aku bingung dengan dunia perhantuan.

_________

Malam sudah semakin larut, aku masih belum bisa tidur juga. Suara ringkikan kuda itu masih terngiang di telingaku. Katanya sosok yang baik dan positif, tapi kenapa suaranya membuat jantung ini berdebar kencang. Kupejamkan mata seraya menarik napas panjang. Berusaha untuk menenangkan pikiran.

ARGH!

Terdengar suara jeritan seorang wanita, kencang sekali. Suaranya berasal dari luar rumah. Spontan aku menarik selimut untuk menutupi tubuh ini. Ingin pergi ke kamar Ellea, tapi ini sudah tengah malam. Aku tak mau mengganggu tidurnya.

ARGH!

Suara itu kembali terdengar. Kini lengkap dengan tangisan dan rintihan minta tolong. "Tolong saya." Kini suara itu terdengar begitu dekat. Dari logatnya jelas sekali hantu ini bukan berasal dari Indonesia.

"Pergi! Jangan ganggu saya!" teriakku. Namun, suara minta tolong itu tetap terdengar. Sontak aku menutup telinga dengan bantal. Suara-suara masih terdengar, hingga aku tertidur.

Pagi harinya, aku terbangun dengan kepala pusing. Dengan mata perih dan mengantuk, aku berjalan ke kamar mandi untuk mencuci muka.

Pagi ini terasa sepi. Biasanya Ellea sudah ada di kamar membangunkanku. Namun, daritadi suara tak terdengar. "EL!" panggilku seraya ke luar kamar.

Aku pergi ke kamar. Terlihat pintunya masih tertutup. Mungkin ia masih tidur. Kubuka pintu. Ia tidak ada di dalam. Ke mana perginya?

"EL!" Aku memanggilnya sembari berjalan ke dapur. Nihil. Ia tidak ada di dapur. Kini aku mulai panik. Sudah mengecek setiap sudut rumah, tapi batang hidungnya belum kelihatan.

Bergegas aku berlari ke pintu depan. Kriet! Pintunya tidak terkunci. "EL!" Aku berjalan ke luar. Terlihat ada seorang pria paruh baya lewat depan rumah.

"Pak." Aku mengejarnya.

Bapak itu menoleh sembari menghentikan langkah. "Ya?"

"Apa bapak melihat seorang anak perempuan, usianya sekitar 15 tahun?"

"Saya tidak melihatnya."

"Oh, makasih, Pak. Maaf menganggu."

"Adek tinggal di rumah Belanda ini?" tanyanya.

"Iya, Pak. Baru pindah dua hari lalu."

"Hati-hati, Dek."

"Hati-hari kenapa, Pak?"

"Rumahnya angker."

"Oh, saya kira apaan." Kalau masalah itu, aku sudah tau. Dua hari saja kepalaku sudah pusing. Tak terbanyang harus tinggal di sini selama dua bulan.

"Wah, adek sudah tau?"

"Sudah, Pak. Bahkan sudah bertemu sama penghuninya." Aku berpura-pura bersikap santai sambil tersenyum. "Saya lanjut cari adik saya dulu, Pak."

"Oh iya. Semoga cepat ketemu. Coba adek cek di pantai. Siapa tau dia main ke sana."

"Baik, Pak."

Benar juga! Kemarin Ella sempat menyebut pantai. Aku berlari ke arah belakang rumah yang masih terlihat seperti hutan. Melewati jalan setapak di antara pepohonan, menuju pantai.

Setelah berjalan kurang lebih lima menit, suara deburan ombak mulai terdengar. Aku mempercepat langkah, ke luar dari area hutan. Terlihat pantai dengan air berwarna biru dan pasir putih. Pantas saja Ellea ingin pergi ke sini.

Kuedarkan pandangan, terlihat ada seseorang sedang duduk di ayunan, pinggir pantai. Dari jauh terlihat seperti adikku yang cantik. Bergegas aku menghampirinya.

"EL!" Aku memanggilnya.

Ia menoleh, dengan senyuman mengembang. "Pantainya indah, bukan?"

"Iya, tapi lain kali jangan pergi ke sini sendirian."

"Aku pergi berdua kok!"

Jelas-jelas tidak ada orang lain di pantai. "Apa kamu ke sini bersama Kering?" tanyaku.

"Iya, Kak. Tuh dia sedang berlari-lari di pinggir pantai." Ellea menatap ke depan.

Aku duduk di ayunan sebelahnya. "Bukannya dia tidak bisa ke luar dari rumah itu?"

"Semalam aku sudah minta izin untuk mengajaknya bermain ke pantai."

"Minta izin ke kuda itu?"

Ellea tersenyum, "Dia bukan kuda, Kak."

"Suaranya kok seperti kuda?"

"Itu suara kuda yang ditungganginya."

"Oh. Apa dia punya nama?"

"Punya."

"Siapa?"

"Belum waktunya kakak tau."

Argh! Penyakit menyebalkannya kambuh. Selalu main rahasia-rahasian. "Si Kering masih belum selesai main?" tanyaku.

"Belum. Kakak mau pulang?"

"Iya, kakak masih ngantuk."

"Pulang duluan saja."

"Kakak maunya pulang sama kamu."

"Ya sudah. Yuk, pulang!" Ellea berdiri.

"Loh? Si Kering gimana?"

"Nih, udah ada di sebelahku," balasnya, sembari menoleh ke samping.

Kami pun pulang ke rumah.

Saat berjalan melewati hutan. Ellea tiba-tiba menghentikan langkahnya. Ia menatap tajam ke satu titik. Pasti ia melihat sesuatu.

"Ada apa, El?" tanyaku.

"Di sini ramai. Yuk, cepat pulang!" Ellea tiba-tiba berlari.

"El, tunggu!" Aku mengejarnya.

Sesampainya di rumah, Ellea langsung masuk ke kamar. "Kamu kenapa lari, El? Tadi kakak hampir kesandung loh," keluhku.

"Kakak kenapa ikut lari?"

"Kebiasaan, jawab dulu pertanyaan kakak."

"Di sana terlalu ramai, Kak."

"Ada apa saja?"

"Macam-macam, Kak. Ada yang lokal, Belanda dan Jepang. Semua berkumpul."

"Kenapa mereka berkumpul di sana?"

"Tidak tau, Kak. Tapi, tadi aku sempat merasakan ada aura yang sangat negatif mendekat. Kering juga merasakan itu, makanya dia langsung lari."

Jangan-jangan aura negatif itu berasal dari sosok yang semalam merintih minta tolong. "Apa dia bisa masuk ke dalam rumah?"

"Seharusnya tidak bisa, Kak. Memang kenapa?"

"Semalam ada sosok yang datang. Awalnya dia menjerit kesakitan, terus merintih minta tolong. Kakak sampai tidak bisa tidur."

"Oh, dia datang lagi."

"Kamu mengenalnya?"

Ellea mengangguk. "Suara dia yang kakak dengar saat malam pertama tinggal di sini."

"Oalah! Pantas saja mirip."

"Dia itu sejenis hantu lokal atau international."

"Hantu Belanda, Kak. Namanya Susanne."

Tumben! Ellea langsung menyebut namanya tanpa aku tanya terlebih dulu. "Namanya lucu. Susanne, seperti bintang film lawas."

"Kakak kebiasaan, suka meledek nama orang."

"Dia bukan orang, El."

"Ya, tapi dulunya kan orang!"

"Habis namanya lucu-lucu. Kering. Susanne. Besok apa lagi?"

"Ya udah, panggil saja dia Susan."

"Sudah gede mau jadi apa?" Aku terkekeh.

"KAK AL!" Ellea mulai kesal.

BERSAMBUNG

Continue Reading

You'll Also Like

6.7K 1.2K 7
[ SHORT STORY ] Semuanya bermula ketika mereka berlibur di villa itu.
17.4K 12 3
mending kalian follow dulu akunku soalnya takut kena ban lagi
64.3K 5.3K 74
Kematian seorang Guru di SMP GENTAWIRA membawa Zuna dan Diana kembali ke sekolah lama mereka. Awalnya hanya Zuna yang ditugaskan untuk mengusut kemat...
998K 71.1K 31
Setelah tujuh hari kematian ibu, suasana rumah berubah mencekam. Suara rintihan kerap kali terdengar dari kamarnya. Aku pun melihat, ibu sedang membe...