Bukan Salah Jodoh

By Aliyanthi

11.2K 1.8K 428

Menjalin hubungan dari cinta yang tumbuh sejak kecil hingga merencanakan pernikahan impian membuat keduanya b... More

Membenci mu
Melamar
Terbawa perasaan
Akan Selalu Ada
Fitnah
Menjauh
Mulai Baper
Permintaan Terakhir
Tidak terima
Keenandra Raditya
Takut Kecewa
I love U
Perselingkuhan
Maafkan Aku
Lari
Bukan Salah Jodoh tapi Takdir

Bonus part

968 127 27
By Aliyanthi

🌿Bukan Salah Jodoh🌿
------------By: 2AL-------------
  Almeera dan Aliyanthi
----------Bonus part--------

Deru ombak terdengar riuh membawa angin laut yang menyapa. Dua sejoli tengah berlari saling berkejaran hingga akhirnya jatuh bersama di atas pasir putih yang bersih. Keduanya saling tatap dengan posisi yang tak terduga, di mana Al berada di atas tubuh mulus sang istri.

"Apa yang kamu rasakan, Ndin?"

"Aku gugup," jawab Andin singkat dengan merona. Sukses membuat Aldebaran yang tengah mencoba menahan saliva.

Netra keduanya seolah berbicara juga hening yang terasa karena berganti dengan deru bahkan desis insan yang tengah memadu kasih agar sampai ke muara. Keduanya tidak peduli di mana berada meski hanya ombak juga siluet senja yang menjadi saksi penyatuan antara keduanya yang seolah tak ingin berhenti.

Al merebahkan diri di sisi istrinya dengan napas yang masih tersengal-sengal. Ia menggenggam jemari tangan Andin di bibirnya dan tak henti mengecupnya berulang-ulang membuat Andin terharu.

"Ini menyenangkan," kata Al yang terlihat sempurna di mata sang istri.

"Kamu sudah mengulangnya berkali-kali, Mas."

"Panggil lagi."

"Apa?"

"Mas, aku suka panggilan itu. I love you Andin."

Mereka saling menoleh dan kembali menautkan bibir bahkan menjadi semakin tak ingin berhenti.

•••

Bulan madu yang terasa sempurna di mana kata cinta sudah terucap bahkan kini bisa memiliki satu sama lain seolah tidak ingin terpisah lagi. Keduanya berdansa di iringi musik syahdu dari alunan musik yang terdengar. Bukan di restoran ataupun sebuah hotel, mereka memilih berdansa di dekat tenda yang terpasang yang menghadap bibir pantai. Bulan juga kerlip bintang memerangi keduanya.

"Aku ingat seseorang."

"Siapa?"

"Keenandra, dia juga pernah mengajakku berdansa seperti ini."

"Oh, ya, berani sekali dia berdansa dengan istrinya Aldebaran."

"Bahkan dia menyentuhku sampai akhirnya membuatku terlena."

"Kemana lelaki itu sekarang?"

"Aldebaran menghilangkannya."

Keduanya terkekeh, padahal tau persis apa yang di bahas, karena Keenandra ataupun Aldebaran adalah orang yang sama persis.

Krubuk. Krubuk.

"Kamu lapar, Sayang?"

"Ah, maaf, Mas. Perutku tidak bisa dikondisikan."

"Tidak apa, aku pun lapar. Ayo kita makan sesuatu yang spesial."

Keduanya menghentikan tarian dansa karena rasa lapar yang mendera. Sejak tadi memang sudah terasa tapi mereka sama-sama menahannya agar tak merusak momen yang tercipta. Namun, cacing-cacing di perut nyatanya terus bersenandung lara, mereka terus berdemo ria.

Aldebaran mengajak Andin ke arah tenda. Di mana sudah tersedia beberapa buah jagung yang sudah terkupas juga tusukan bumbu di sebelahnya. Andin senang, sudah lama sekali dia tidak memakan makanan kesukaannya itu.

"Biar aku tebak. Kamu mau ajak aku untuk bakar jagung?"

"Tebakan yang tepat. Kamu sangat menyukai jagung bakar, Ndin. Ingat, waktu kita camping dulu? Kamu menghabiskan empat buah jagung bakar sekaligus."

Andin tersenyum saat mengingat momen itu. Tak menyangka jika Aldebaran mengingatnya bahkan pria yang dulu sangat dia benci itu tahu segala hal tentang dirinya. Apa yang disukai maupun yang tidak dia suka.

"Kamu memang suami yang perhatian, Mas. Aku malu, sebagai istri, aku bahkan tidak mengetahui apapun soal kamu."

"Anggap aja yang kamu sukai, aku pun menyukainya. Ayo! Nanti apinya keburu mati."

Jangung-jagung sudah siap untuk dibakar, Aldebaran membawanya ke arah api ungun yang masih berkobar. Dia menyiapkan semuanya di sana. Tak lupa Aldebaran menggelar sebuah tikar untuk mereka duduk.

"Duduk sini, Ndin!"

Andin duduk di sebelah Aldebaran. Dia bahkan bergelayut manja di lengannya seakan ada lem di sana yang membuat Andin terus menempel pada suaminya itu.

"Kalau kamu kayak gini, siapa yang ngurus jagung bakarnya, Ndin?"

"Kamu, Mas. Kan, masih ada tangan yang satunya. Aku kedinginan," jawab Andin manja sambil menelusup ke dada bidang Aldebaran. Dia memeluk suaminya erat.

"Jangan seperti ini. Nanti bukannya makan jagung bakar, aku malah bablas bawa kamu ke tenda." Aldebaran justru menggoda. Spontan Andin melepas pelukannya.

"Aish, aku lapar. Aku mau makan jagung. Itu ada waktunya."

Aldebaran terkekeh, dia senang melihat ekspresi sang istri yang menggemaskan. Dia tahu istrinya itu takut akan hal itu.

"Jangan cemberut, aku makin nggak tahan lihat wajah kamu, Sayang." Aldebaran menjawil dagu Andin.

"Mas, aku boleh tanya sesuatu?"

"Apa?"

"Ini soal, Ken. Kok, bisa, sih, kamu kepikiran nyamar gitu?"

"Aku hanya ingin kamu mencintaiku dengan caraku sendiri. Buktinya, Ken yang terus ada buat kamu selama ini, kamu malah milih Aldebaran. si cupu, si jelek, bahkan kamu sangat membencinya. Kenapa, kamu justru mencintai Aldebaran dari pada Keenan?"

"Keenan dan Aldebaran memang orang yang sama tapi mereka beda jauh. Perhatian dan ketulusan Aldebaranlah yang menyadarkan aku jika cintaku itu dia, bukan Keenandra. I love you, Mas Aldebaran," ungkap Andin lembut lalu mencium pipi suaminya itu.

"Hei, jangan menggodaku terus. Kamu tidak akan ku ampuni."

"Mas, ih. Itu aja yang kamu pikirkan. Mana jagung aku?"

Lagi-lagi Aldebaran terkekeh saat menggoda sang istri. Tak lama, dua buah jagung bakar sudah siap dinikmati. Andin memakannya dengan sangat lahap karena memang rasa lapar diperutnya sudah tak tertahankan lagi.

"Tunggu sebentar!" Aldebaran beranjak ke arah tenda lalu kembali dengan membawa alat musik gitar. Dia kembali duduk di samping Andin.

"Wow, gitar? Kamu bisa main itu, Mas?"

"Sedikit, aku punya sebuah lagu untuk kamu. Mau dengar?"

"Bernyanyilah, aku nggak sabar mau dengar suara merdu suamiku ini."

Petikan senar gitar dari tangan Aldebaran mulai mengalun menciptakan nada-nada indah, berbaur dengan deburan ombak di lautan membuat suasana malam itu semakin syahdu penuh romantisme.

"Selama nafasku masih berdesah, dan jantungku terus memanggil indah namamu. Ta'kan pernah hati ini mendua, sampai akhir ... hidup ini ...."

Sepenggal lagu yang dinyanyikan Aldebaran sukses membuat mata Andin berkaca-kaca. Dia terharu karena suaminya ini ternyata begitu romantis dan tak menyangka memiliki suara yang sangat merdu. Aldebaran menghentikan nyanyiannya, dia heran kenapa sang istri justru menangis.

"Hei, kamu kenapa nangis? Suara aku jelek, ya?"

"Bukan, Mas. Tapi aku terharu. Kamu so sweet banget, sih." Andin semakin terisak.

"Loh, loh, kok malah makin jadi nangisnya?" Aldebaran meletakkan gitar di tikar, dia memeluk  Andin untuk menenangkannya. Sang istri mendongak, dia menatap Aldebaran penuh arti.

"Kenapa?" tanya Aldebaran bingung.

"I am yours," jawab Andin lirih.

Aldebaran tersenyum, seketika dia membopong sang istri ke dalam kamar yang berada di dalam tenda lalu merebahkan tubuhnya di atas kasur setinggi tiga puluh sentimeter yang sudah lengkap dengan bantal, guling, selimut, bahkan bau harum dari lilin-lilin aromaterapi menyeruak di dalam sana.

"Kita akan melakukannya di sini?"

"Why not?"

"Nanti tendanya rubuh."

"Tidak akan. Aku pastikan tendanya kuat."

"Tapi, Mas, gimana kalau ada orang?"

"Mana mungkin ada orang lain di pulau pribadi, Sayang. Pulau ini milik Papa, tidak akan ada orang lain selain kita."

"Apa? Pantas aja, sejak kita datang ke sini. Tidak ada orang lain lagi selain kita. Tapi—"

"Apa kamu akan terus mengoceh?"

Aldebaran mengecup dahi Andin, kedua mata, kedua pipinya dan terakhir berlabuh di alat bicaranya hingga Andin terdiam dan menghentikan ocehannya. Dia terbuai, pria yang sudah resmi menjadi suaminya tersebut tahu bagaimana cara memperlakukan wanitanya.

"Aku mencintai kamu, Mas," ucap andin disela-sela desahannya.

"I love you too," balas Al lembut.

Aldebaran semakin terhanyut, dia begitu menikmatinya, pun dengan andin yang semakin terlena dengan sentuhan sentuhan cinta yang Al berikan padanya.

Udara malam semakin mencekam, Al dan andin semakin jauh menjelajahi diri. Malam pertama yang luar biasa, karena mereka melakukannya di tempat yang tak biasa. Aldebaran sangat agresif, Andin hampir gila dibuatnya. Sudah lama menahannya, Mungkin itulah alasannya.

...

Dua minggu setelah honeymoon.

"Argh ... apa ini benar? Apa aku tidak mimpi?" pekik Andin tidak percaya saat dirinya melihat jelas dua garis merah di tespack yang baru saja ia pakai untuk memastikan kondisinya yang akhir-akhir ini selalu dilanda mual dan pusing. Andin berbinar juga tak percaya karena selama ini dugaannya ternyata benar.

"Sayang, apa yang terjadi? Kenapa kamu berteriak?"

Suara Aldebaran dari luar kamar mandi terdengar panik, mungkin karena jeritan Andin tadi. Andin tersenyum, dia menyembunyikan alat tes kehamilan itu di belakang badannya lalu keluar dari dalam kamar mandi.

"Kamu kenapa? Apa ada yang terluka?" tanya Aldebaran panik, "itu apa yang kamu sembunyikan di belakang?" imbuhnya.

"Kalau aku kasih tahu. Mas mau kasih hadiah apa untuk aku?"

"Hadiah? Kamu ulang tahun? Bukannya masih lama?"

"No, bukan itu. Ayo tebak!"

"Anniversary kita? Itu juga masih lama."

"Bukan, Mas. Tebak lagi."

"Ulang tahun Mama, Papa? Atau hari spesial kamu?"

"No, no, no. Tebakan kamu salah semua. Kamu ini gimana, sih, Mas?"

"Apa dong? Udah kasih tahu aja. Jangan pakai teka-teki segala."

Andin mendekatkan wajahnya ke arah telinga Aldebaran. Dia membisikkan sesuatu.

"Aldebaran junior."

"Apa? Aldebaran junior? Maksud kamu?" Aldebaran berpikir sejenak, "kamu hamil, Sayang?" terkanya sumringah.

Andin mengangguk, dia juga menunjukan hasil tespack itu pada Aldebaran. "Tara ...."

"Ya Alloh, terimakasih banyak." Aldebaran seketika memeluk Andin dan mengecup dahinya lama.

"Kenapa bisa secepat ini, ya?" celetuk Aldebaran.

"Kamu nggak seneng aku hamil?"

"Bu–bukan itu, Ndin. Aku nggak nyangka aja, kita dikasih kepercayaan secepat ini. Aku pandai juga untuk itu."

"Gimana nggak cepat jadi, selama honeymoon aja kamu nggak kasih aku ampun."

"Ah ... jadi teringat momen itu jadinya." Aldebaran memainkan mata nakalnya.

"Hei! Kamu ini, sekarang ada bayinya. Jadi nggak bisa sering-sering."

"Iya, iya. Aku tahu. Terimakasih, Sayang. Kamu sudah memberikan kado terindah dalam hidup aku."

Aldebaran mengecup bibir ranum Andin. Lalu beralih mencium perutnya yang masih rata. "Sehat-sehat di perut Mama, Sayang. Papa tunggu kamu lahir ke dunia ini."

Tiba-tiba Aldebaran memeluk pinggang Andin, dia mengangkat dan memutar tubuhnya.

"Aku akan menjadi seorang ayah ...," teriak Aldebaran senang.

"Mas lepas, aku pusing. Kasihan dedek bayinya."

Aldebaran menurunkan tubuh Andin. Dia kembali memeluknya juga mengecup bibirnya berulang kali. Pagi itu, keduanya larut dalam kebahagiaan tiada tara karena kehadiran calon penerus yang tidak disangka-sangka.

-----🌿🌿🌿-----
#BukanSalahJodohPartBonus
#CerhalAlmeeraAliyanthi

Udah, ya, lunas. Full kemelenyotan tuh🤣🤣🤣

Continue Reading

You'll Also Like

1.8M 58.7K 69
Cinta atau Obsesi? Siapa sangka, Kebaikan dan ketulusan hati, ternyata malah mengantarkannya pada gerbang kesengsaraan, dan harus terjebak Di dalam n...
482K 1K 15
🔞 kisah sx abang tiri dan adik tirinya
396K 43.5K 26
Yg gk sabar jangan baca. Slow up !!! Bagaimana jika laki-laki setenang Ndoro Karso harus menghadapi tingkah istrinya yang kadang bikin sakit kepala. ...
630K 57.2K 54
⚠️ BL LOKAL Awalnya Doni cuma mau beli kulkas diskonan dari Bu Wati, tapi siapa sangka dia malah ketemu sama Arya, si Mas Ganteng yang kalau ngomong...