The Ice Princess ; AESDREAM [...

Da thaffodill

19.3K 2K 95

Tentang kebenaran masa lalu yang diungkap dengan kecerobohan 7 pemuda dari masa depan. Dan ketujuh pemuda itu... Altro

1. Prolog [7dream]
2. The Future
3. The Past
4. Princess
5. Different
6. Prahara Rambut
7. The Witch
8. The Pretty Coach
9. Babak Dua
10. Crown Prince
11. It's Never Goodbye
12. Dua hati
13. Eldest Yeo
14. Ming
15. The kingdom
16. Tarian pedang
17. Oraboni
18. Musim dingin
19. Celah
20. Bersemi
21. 교활한
22. Celah baru
23. Jaga diri
24. 진실
26. Tak redup lagi
27. Cerita baru
28. Star Chaser
29. EPILOG. Jiwa baru
30. BONUS. Side story off Hwaeun×Haeun
31. Bonus. To my first
32. Bonus. Hangout

25. Sesuatu tentang putri pedang

406 48 5
Da thaffodill

*Warning 🔞

Lin Wen adalah putri kesayangan raja Ming Zhuo. Dia bukan hanya cantik, tapi juga pintar dan tangguh.

Pergerakannya selalu sangat hati-hati demi menjaga nama baiknya. Dan sampai sebelum menjadi korban keegoisan ayahnya, Lin Wen tak pernah memiliki catatan kriminal.

Namun karena itulah, raja Ming Zhuo memanfaatkan putrinya demi kelancaran rencana perebutan tahta kerajaan goryeo.

Karena rencana 10 tahun lalu gagal, kali ini raja Ming Zhuo akan mengerahkan segala kekuatannya untuk merebut goryeo dari tangan Wang Mek Jong.

"Kau yakin mau mengandalkanku, papa?"

"Justru kau yang paling bisa diandalkan, Lin Wen"

Kala itu Lin Wen sempat ragu, karena ini diluar ranah kemampuannya. Maksudnya, Lin Wen tak pernah melakukan hal-hal keji seperti ini.

"Kau ragu? Bukankah kau sudah bersumpah akan melakukan apapun untuk negara ini?"

"Aku akan melakukan apapun untuk negara, tapi kali ini, iya. Aku ragu, papa"

"Kau pasti bisa. Aku berharap banyak darimu, anakku. Hanya selalu ingat, tidak boleh membawa hatimu masuk kedalam rencana. Selalu gunakan otak, tanpa perasaan"

Karena rencana 10 tahun lalu gagal karena Wenchen --putra tertuanya jatuh hati pada Yeo Hwaeun. Raja sungguh mewanti agar itu tak terulang pada putri bungsunya.

Bersihnya nama Lin Wen membuat semua orang percaya kalau Lin Wen tak mungkin melakukan hal buruk, jadi tak mungkin ada yang curiga dan Lin Wen bisa bergerak dengan leluasa.

Semua dimulai saat kunjungan Ming ke Goryeo. Dan tugasnya mudah, dia yang akan mengatasi salah satu hal yang diperkirakan akan jadi penghalang berlangsungnya rencana; Yeo Kyungmin.

Malam setelah acara penyambutan, Lin Wen memberikan kode rahasia pada Han Jang Gil agar menemuinya diluar istana. Agar tak mencolok, Lin Wen memakai tudung hitam dan memilih jalan akrobat yakni melompat lewat tembok pembatas istana.

Cara itu lebih baik daripada harus mencari alasan pada para pengawal yang menjaga pintu istana.

"Benar-benar diluar dugaanku kalau tuan putri Lin Wen akan terlibat juga"

"Berhenti bicara omong kosong, Han Jang Gil. Lebih baik langsung kau beritahu yang kuminta. Dimana Yeo Kyungmin tinggal?"

"Dua hari lagi purnama, temui aku ditempat ini di waktu yang sama. Akan kuberikan kau sesuatu yang bisa membantumu mengetahui tempat tinggal Kyungmin"

Setelah interaksi singkat malam itu, Jang Gil kembali ke pos, dan Lin Wen memilih untuk pergi ke tempat yang selalu menjadi tempat favoritnya setiap berkunjung ke goryeo.

Disana, awalnya dia hanya diam. Merenungi segala perbuatannya. Apakah keputusannya sudah benar? Kenapa dia merasa seolah semua ini adalah beban?

Salah satu cara untuk membuatnya tenang setiap hatinya dihadapi kegundahan adalah dengan bermain dengan pedangnya. Ya dia mahir menarikan tarian pedang. Dan semua orang tahu itu.

Disanalah akhirnya dia bertemu Huang Renjun.

Awalnya Lin Wen tak terlalu tertarik, dia memang mudah beradapatsi dengan orang-orang bahkan yang baru dikenal. Jadi dia hanya menganggap hubungannya dengan Renjun hanya sebatas 'kenalan' saja.

Namun di pertemuan kedua, anehnya Lin Wen malah merasa nyaman. Keduanya seolah memiliki sinkronasi tanpa mereka sadari.

Sampai akhirnya Lin Wen terlena dengan segala perkataan Renjun yang selalu membuatnya tenang.

Dan puncaknya adalah saat ciuman pertama mereka. Lin Wen pikir dirinya sudah gila karena pertama kalinya dia mencium lelaki duluan. Tapi tak disangka kalau ternyata Renjun memberikan respon positif.

Entah kenapa Lin Wen sangat bahagia saat itu. Sampai lupa kalau sudah saatnya dia memenuhi janjinya dengan Han Jang Gil.

Alhasil, Lin Wen terlambat. Beruntung Jang Gil sangat penyabar.

"Katakan apa yang akan kau berikan"

"Setidaknya kau meminta maaf terlebih dulu karena sudah membuatku menunggu, tuan putri..."

Oh. Ralat. Jang Gil bukan penyabar.

"Baiklah... aku minta maaf..."

"Ini. Pakai ini saat rombongan Kyungmin akan kembali ke Jib. Dan menyelinaplah diantara para pengawal"

Lin Wen menerima setelan baju zirah khas pengawal itu.

"Kau mau apa agar aku bisa menebus kesalahan hari ini?"

"Tidak perlu tuan putri. Aku hanya ingin memperingatimu... berhati-hatilah dengan hubunganmu"

"Jangan mengurusi kehidupan pribadiku, Han Jang Gil"

"Hanya memperingati, tuan putri. Baiklah, aku permisi"

Bukan hanya sekali Lin Wen mendapat peringatan seperti itu,bahkan kakaknya, pangeran Wenchen pun ternyata mengetahui apa yang diam-diam Lin Wen lakukan.

"Bukankah kau sudah bertekad untuk tidak jatuh cinta?"

"Jatuh cinta tak akan menjadi penghalang ku dage. Dan juga... aku takkan jatuh sedalam dirimu"

"Bagaimana bisa kau seyakin itu? Ku peringati,hati tak pernah mau dikendalikan, Lin Wen"

"Aku bisa mengendalikan hatiku. Karena aku bukan kau ge"

Hari itu Lin Wen benar-benar kesal pada orang-orang yang mengurusi sesuatu yang menurutnya sangat pribadi.

Memangnya apa yang salah dengan jatuh cinta?

Dia begitu yakin kalau perkataannya bisa dipegang. Padahal apa yang dikatakan Jang Gil dan kakaknya benar-benar akan menjadi penghalang terbesar dalam berjalannya rencana.

Buktinya semua baik-baik saja, dia berhasil menyelinap diantara rombongan kepulangan Kyungmin tanpa membawa-bawa 'masalah pribadi'.

Meskipun waktu itu hampir saja dia ketahuan karena malah berpapasan dengan Renjun saat sedang melakukan pengintaian di sekitar kediaman Kyungmin.

Saat mendengar dari Jang Gil kalau ada salah satu pengawal yang harus diintai karena tak sengaja menguping pembicaraan anak buahnya, Lin Wen jadi semakin waspada.

Pandangannya tak pernah lepas dari pemuda bernama Na Jaemin itu. Sampai akhirnya datang hari dimana Jaemin mendapat giliran berpatroli dengan Han Jang Gil, mereka mulai menjalani rencana penculikan Jaemin.

Ramuan Lin Wen berhasil membuat Jaemin tak sadarkan diri. Dengan bantuan anak buahnya, Jaemin dibawa pergi ke tempat sejauh mungkin dari jangkauan Kyungmin.

Sejauh itu selalu berhasil. Bahkan pengalang sudah disingkirkan.

Namun kejadian tak terduga terjadi. Na Jaemin berhasil lolos dari penyergapan.

Hari itu, semua anak buahnya kalang kabut. Dan Jang Gil memilih untuk kabur dari Jib. Karena jika Na Jaemin lolos, ada kemungkinan besar penyamarannya terungkap.










"HAN JANG GIL TERLIBAT???" Eunso memekik saat menanyakan keberadaan Jang Gil yang gantian menghilang, lalu malah mendapat jawaban seperti itu dari sang putri.

Yang paling syok pastinya Gaeun. Kini bahkan dia masih bingung harus bereaksi seperti apa.

"Jib sudah ketahuan... jadi kemungkinan besar, tempat ini akan jadi sasaran mereka juga" Ungkap Kyungmin,

"Lalu apa yang harus kita lakukan Gongju?" Tanya Minjeong mulai panik,

Di forum diskusi ini, Kyungmin merasa sangat bimbang. Disaat-saat seperti ini, kekuatan dan kemampuan Kyungmin sangat dibutuhkan. Tapi dia harus mempertimbangkan sesuatu yang lebih penting

"Maafkan aku. Sepertinya aku harus bersembunyi. Karena aku harus hidup sampai akhir..." kyungmin diam sejenak, atensinya beralih para ketujuh pemuda yang sudah hampir satu bulan hidup bersamanya,

"Dengan begitu kalian akan bisa pulang"

Para dayang dan pengawal agak bingung mendengar pernyataan sang putri barusan, tapi tak kepikiran untuk bertanya, karena menurut mereka iti tidak penting.

Sementara dreamies malah jadi gegana. Ada sebersit perasaan enggan untuk kembali ke tempat dimana mereka seharusnya hidup.

"Lee Minhyung dan Zhong Chenle, pimpinlah para pengawal untuk tetap menjaga para wanita..." Mark lee mengangguk,

"Lee Jeno, Na Jaemin dan Lee Haechan... pergilah ke istana untuk melindungi putra mahkota dan Raja"

Mereka mengangguk.

"Berarti kita harus berangkat sekarang Gongju?" Tanya Haechan,

Kyungmin menatapnya penuh arti,"Tunggu perintahku. Aku ingin bicara sebentar dengan Jeno"

Jeno reflek melotot, beruntung mulutnya tidak kelepasan.

"Kim Minjeong, Park Jisung, Huang Renjun kawal aku untuk pergi sejauh mungkin dari Jib sampai keadaan dipastikan aman" Sang putri lanjut membagi tugas untuk dreamis, yang namanya disebutkan pun menurut.

"Para dayang apakah kalian siap untuk turun tangan juga?"

"Ye Gongju... kami selalu siap mengayunkan pedang-pedang kami" Jawab Son Eunso mantap.

Matahari semakin bergulir ke arah barat. Sebelum kejadian besar itu benar-benar terjadi, Kyungmin ingin membuat sebuah keputusan.

Dihampirinya pemuda berambut pink yang tengah berkumpul dengan para pengawal lain untuk mengasah pedang-pedang mereka.

"Lee Jeno"

Yang dipanggil menoleh dan sedikit terkejut saat mengetahui siapa yang baru saja memanggilnya.

Tatapan Kyungmin terlihat sayu, dan Jeno selalu berfirasat buruk tiap kali sang putri seperti ini.

"Ada apa, Gongju?"

"Bisa kau ikut aku sebentar?"

Jeno mengangguk dengan ragu. Memangnya dia boleh menolak? Diikutinyalah sang putri.

Mereka sudah keluar dari Jib, Jeno sempat menoleh ke belakang dan agak bingung saat Kyungmin belum juga berhenti melangkah, dan keduanya sudah masuk lumayan jauh ke hutan.

"G-Gongju...?" Panggil Jeno hati-hati,

Kyungmin berhenti, dan reflek Jeno ikut berhenti.

"Gongju?" Ulangnya,

Lalu Kyungmin berbalik dengan perlahan. Pergerakan yang sebenarnya membuat Jeno agak merinding. Perasaannya tidak enak.

"Kau membawa pedangmu, Lee Jeno?"

Jeno melihat pedang digenggamannya yang tadi hampir selesai diasah.

"Baiklah... keluarkan pedangmu" Titah Kyungmin sembari dia juga mengeluarkan pedangnya sendiri,

Jeno hanya membuat gerakan spontan, untuk bertahan. Tapi tidak menyerang.

"G-Gongju... apa yang akan kau lakukan?"

"Bantu aku melatih kemampuan bertarungku"

Dahi Jeno mengerut,"Bukannya Gongju nanti gak akan ikut bertarung?"

"Lakukan saja! Ini perintah"

Jeno meneguk salivanya dengan susah payah, lalu detik berikutnya dia terkejut bukan main karena sang putri bersungguh-sungguh. Dan tampaknya ini bukan melatih tapi bertarung sungguhan.

Jeno sampai kelabakan saat berusaha menyeimbangi pergerakan Kyungmin.

Berkali-kali dia memanggil sang putri namun tak digubris.

Sampai akhirnya Jeno dipojokkan disebuah batang pohon, sebenarnya dia masih kuat menahan Kyungmin, hanya saja dia masih tak mengerti dengan sikap sang putri sekarang.

Nafas keduanya menggebu saat Kyungmin sedang memojokkan Jeno, dan Jeno menahan pedang Kyungmin dengan pedangnya.

"Lee Jeno dengarkan aku baik-baik" Tukasnya masih dengan posisi yang sama,

Jeno yang posisinya sedang terancam pun hanya bisa mengangguk pasrah.

"Aku... juga mencintaimu"

Sejenak keduanya terdiam. Degup jantung Kyungmin dua kali lebih cepat dari biasanya. Lalu dengan gerakan kilat, Jeno menyingkirkan pedang Kyungmin dari hadapan wajahnya.

Sang putri menunduk malu-malu. Menggemaskan sekali.

"Aku gak tau deg-degan karena hampir mati atau karena denger pernyataan cinta Gongju..." Tukas Jeno,

Sontak Kyungmin mendongak,"Kau sungguhan ingin mati?"

Jeno terkekeh, lalu ia menyentuh kedua pundak Kyungmin,"Sejak kapan?"

Kyungmin menunduk lagi, tersemburat rona tipis di pipinya.

"Tidak tahu kapan persisnya. Hanya saja, akhir-akhir ini setiap melihatmu aku selalu berdebar"

"Hm... manisnya"

Kyungmin mengulum bibir bawah, lalu menunduk lebih dalam. Rona di pipinya semakin terlihat jelas.

"Terus kenapa baru bilang sekarang?"

Kyungmin kembali menatap Jeno,"Ini pun sudah sangat terlambat... karena dalam waktu dekat, mungkin kalian akan kembali ke masa depan"

Raut wajah Jeno berubah, senyumnya lenyap, diganti dengan ekspresi sendu. Kenapa perpisahan selalu sangat menyedihkan sih?

Diulurkannya tangan Jeno ke pipi sang putri, ibu jarinya bulir air mata yang jatuh dari mata sayu yang memabukkan itu.

"Berarti Gongju harus janji buat gak lupa sama aku setelah kita semua pulang"

Berat sekali mengatakan itu. Namun Jeno tak boleh ikut-ikutan terlihat menyedihkan karena itu akan memperburuk suasana.

"Sampai renkarnasiku yang keempat pun aku tak akan pernah melupakannmu, Lee Jeno"

Jeno tersenyum,"Aku penasaran, seseorang yang aku temuin di masa depan itu kamu versi kehidupan yang keberapa"

Kyungmin ikut tersenyum, tangannya menyentuh tangan Jeno yang masih berada di pipinya,"Semoga dia masih memiliki ingatan kehidupan yang menyedihkan ini..."

Sebuah kenyataan yang padahal amat sangat menyulitkan bagi Kyungmin namun hanya hari ini dia berharap masih bisa mengingat hari bahagia ini sampai bertemu Lee Jeno lagi.

Air mata Jeno ikut mengalir, ia lalu mendekatkan wajahnya pada sang putri. Menautkan kedua bibir mereka.

Emosi yang hadir diantara mereka bercampur aduk, antara sedih dan takut dengan apa yang akan terjadi kedepannya.

Dan semua emosi itu disalurkan lewat pangutan ini. Posisi mereka bertukar, gantian Kyungmin yang bersandar pada batang pohon. Ia berpegangan pada pundak Jeno saat permainan pemuda itu semakin agresif, yang sebenarnya Kyungmin juga sama agresifnya.

"Jeno-ya... aku sangat takut" Lirih Kyungmin saat tautan diputus namun kening mereka masih saling menempel,

Jeno memberikan kecupan singkat sekali lagi, lalu mengusap lembut puncak kepala Kyungmin,

"Jangan khawatir... aku pastiin semua akan berjalan lancar..." Tukasnya lalu menenggelamkan Kyungmin kedalam pelukannya.


Menjelang petang, semua mulai menempati posisi masing-masing.

Kyungmin, Minjeong, Renjun dan Jisung bersiap untuk pergi. Para pengawal dan dayang terkuat seperti Son Eunso, Hong Gaeun, Lim Jina, Hong Eunsang, Mark Lee dan Zhong Chenle yang tersisa sudah menyebar di garda depan untuk melindungi Jib.

Yang sudah tua dan sedang sakit dikumpulkan di satu kamar.

Jeno, Jaemin dan Haechan pun sudah bersiap untuk meluncur ke istana.

Rombongan kyungmin sudah siap, mereka memilih untuk berjalan kaki supaya perjalanan mereka sunyi.

Namun sebelum mereka beranjak pergi, Jeno menahan Kyungmin.

"Gongju..." Panggilnya,

Kyungmin menoleh, lalu Jeno mendekat dan membuat semua orang terkejut karena tiba-tiba dia memeluk sang putri.

"Hati-hati..." Lirihnya,

"Kim Minjeong mau dipeluk juga?" Tanya Jaemin tiba-tiba,

Minjeong yang sedang menikmati pemandangan indah itu pun sontak memelototi Jaemin,"Awas saja kalau berani!"

Jaemin mendecih,"Padahal waktu aku baru dateng langsung meluk kayak gak pernah ketemu bertaun-taun saking rindunya"

Mengingat itu membuat wajah Minjeong panas,"Kalau kau membicarakannya lagi kupastikan kau benar-benar akan kehilangan kepalamu dalam sekejap!"

"Aw... kepalaku..." Cibir Jaemin sembari memegangi kepalanya,

Pasangan Gongju dan Jeno itu melepas pelukan mereka, lalu Kyungmin memberikan kecupan singkat di bibir Jeno, yang lagi-lagi mendapat sorakan spontan dari orang-orang yang menyaksikan.

"Kalian tetaplah waspada" Pesan sang putri pada para pengikutnya, lalu dia segera bergegas bersama Minjeong, Renjun dan Jisung.

Sebenarnya agak berat meninggalkan Jib dan mengandalkan para dayang dan pengawal yang jumlahnya tak lebih banyak daripada para pemberontak nantinya. Namun ia harus yakin, dan selalu berprasangka baik.




Di kegelapan malam, agak sulit menelusuri hutan belantara seperti ini. Belum lagi pakaian Kyungmin dan Minjeong yang beberapa kali tersangkut atau terinjak.

Ada alasan tersendiri kenapa Kyungmin membawa mereka, dan ini sudah termasuk bagian dari rencananya yang sempat didiskusikan hanya dengan Na Jaemin.

Kyungmin memiliki firasat kuat bahwa Lin Wen pasti akan membuntutinya, maka dari itu dia membawa Renjun. Lalu dia memilih Jisung untuk melindunginya, dan Minjeong agar tak terlalu canggung jika hanya pergi dengan kedua pria.

Dan firasat Kyungmin benar adanya.

Lin Wen mengikuti mereka.

Tak melakukan apapun sedari tadi. Hanya mengintai dengan perasaannya yang bercampur aduk.

Sasaran sudah di depan mata, dan seharusnya daritadi Lin Wen sudah membidik sang putri goryeo, tapi selalu urung karena kehadiran Renjun.

Tangannya yang sudah berkeringat itu mencengkram kuat busurnya. Tatapannya nyalang pada keempat orang yang tepat 5 meter didepannya. Lalu dengan ragu-ragu, Lin Wen mengambil anak panah, berusaha untuk hanya fokus pada Kyungmin meski dirinya takut setengah mati kalau tiba-tiba anak panahnya meleset.

Lin Wen menghitung di dalam hati, dengan nafas menggebu dan berat hati, dia lesatkan anak panahnya.












"PARK JISUNG!!"







Yang ditakutkan terjadi. Anak panahnya tak meleset, tapi tingkat kepekaan Jisung tinggi dan pergerakan lebih cepat dari anak panah Lin Wen.

Kini anak itu terkulai lemah sambil memeluk sang putri dari belakang. Pelukannya sangat erat, sepertinya dia benar-benar syok.

"Park Jisung..." Minjeong panik, begitupun Kyungmin dan Renjun.

Renjun melihat dari kejauhan siluet seseorang yang baru saja lari menjauh, dan diduga kalau orang itu adalah pelakunya.

Sementara Lin Wen yang kalang kabut itu merutuki kecerobohannya sendiri. Ditambah kesialan hari ini adalah Huang Renjun mengejarnya.

Jisung yang masih tampak syok itu didudukkan di bawah pohon besar. Wajahnya pusat pasi.

"Park Jisung tahan sebentar, aku akan mencabut anak panah ini..." Titah Kyungmin,

Jisung tak memberi respon, ia hanya sibuk mengatur nafasnya yang putus-putus.

"Minjeong tolong peluk dia sebentar... aku akan mencabut anak panah ini"

Reflek Jisung membuka matanya dan menatap Minjeong saat mendengar perintah yang diberikan untuk dayang itu. Minjeong pun tampaknya terkejut, tapi...

"Ha? Oh b-baiklah..." Dengan ragu, Minjeong mendekat pada Jisung,

"M-maaf akan kupeluk sebentar..."

Mau lama juga boleh banget kok noona. Tenang, itu hanya terucap dalam hati Jisung. Ia masih terlalu lemah untuk flirting.

"Akh..." Ringis Jisung saat sang putri berhasil mencabut anak panah yang tertancap di bahunya, ia meremas lengan baju Minjeong dan Minjeong pun reflek mengeratkan pelukannya.

Darah mengalir agak deras dari luka tusuk di bahunya, namun anehnya, Jisung sudah tak merasakan sakit.

"Buka bajumu"

Sontak Minjeong melepas pelukannya dan Jisung melotot saat mendengar perintah sang putri.

"M-maksud Gongju...?"

Alis Kyungmin bertaut,"Kau tidak mengerti? Cepat buka bajumu!"

Reflek Jisung memeluk tubuhnya sendiri,"Sirheo!"

Minjeong melotot kaget mendengar Jisung menolak perintah Kyungmin. Begitupun Kyungmin.

"Yak! Lukamu harus diobati! Cepat buka bajumu atau aku yang akan membukanya paksa!!"

Jisung bungkam. Sang putri bisa saja benar-benar akan membuka bajunya. Tapi rasanya akan sangat canggung kalau dia harus shirtless didepan para gadis.

"Waeyo... buka saja cepat..." Minjeong malah memanas-manasi, gadis itu menahan tawa saat mengatakannya.

Akhirnya Jisung pasrah. Daripada bajunya dilepas paksa oleh Kyungmin, lebih baik dia menurutinya.

Baru saja Kyungmin akan merobek bagian bawah chimak-nya, Minjeong menahan.

"JANGAN GONGJU! Biar aku saja..." Titah Minjeong lalu ia merobek chimak-nya dan memberikannya pada Kyungmin.

"Badanku bagus noona?" Tanya Jisung iseng pada Minjeong, sang putri yang sedang membersihkan lukanya tiba-tiba terkekeh pelan, sementara Minjeong melotot,

"Jangan bertanya seperti itu!" Sungutnya,

Jisung tertawa,"Wae? Noona malu ya... badan Jaemin hyung gak lebih bagus dari aku loh"

Wajah Minjeong tiba-tiba memanas,"Kenapa tiba-tiba membahasnya??"

"Kali aja noona penasaran"

"Ada cerita diantara kalian bertiga?" Interupsi Kyungmin, kini ia sedang menutupi luka Jisung dengan potongan chimak Minjeong,

"Ne Gongju... aku kejebak siblingzone"

"Hm? Apa itu?"

"Cuma dianggap adek"

Spontan Minjeong memukul pahanya, lalu Kyungmin tertawa lagi.

Beralih ke aksi kejar-kejaran antara Renjun dan Lin Wen. Lin Wen tampak sangat frustasi, berkali-kali ia membetulkan letak penutup wajahnya, dan berusaha untuk tidak berhenti berlari.

Namun karena tidak fokus, akhirnya sampailah mereka di jalan buntu. Plihannya adalah mati karena melompat ke sungai yang jauh dibawah sana, atau melawan Renjun yang beresiko akan ketahuan.

Dua-duanya sama-sama bunuh diri.

Renjun membungkuk mengatur nafasnya,"Nyerah aja deh lo"

Penampilan Lin Wen yang berpakaian serba hitam serta wajah ditutup kain membuatnya tak dikenali. Bahkan Renjun tak bisa menebak dia wanita atau pria.

Akhirnya Lin Wen nekat, dia tak ingin mati sia-sia, jadi dia memilih untuk menerjang tubuh Renjun.

Skor sementara satu sama. Lin Wen berhasil lolos, dan Renjun berhasil melepas cepolan Lin Wen dengan pedangnya.

Reflek Lin Wen buang muka, dia bersembunyi dibalik rambut panjangnya yang berkibas. Karena penutup wajahnya terhubung dengan ikatan rambutnya.

Sementara Renjun diam. Terkejut karena ternyata lawannya wanita.

Pergerakan Lin Wen melambat karena ia harus melindungi wajahnya. Namun tetap harus cepat-cepat pergi dari jangkaun Renjun. Posisinya terancam sekarang.

Namun Renjun berhasil menarik paksa tangan Lin Wen,

"Eiy... mau kemana lo--" Diam sejenak. Syok dan bingung karena baru saja melihat wajah kekasihnya.

"L-Lin Wen?"

Lin Wen menepis cengkraman Renjun, lalu lari secepat mungkin. Dan Renjun tak berhenti mengejarnya.

"LIN WEN!!" Panggil Renjun.

Lin Wen tentu mengabaikan, perasaannya bercampur aduk. Yang penting dia tetap harus berlari sejauh mungkin dari Renjun.

Di depan sana, Lin Wen melihat sebuah dahan rendah, dengan gerakan kilat dan sekuat tenaga, Lin Wen memotong dahan tersebut guna menghalangi jalan Renjun.

Namun Renjun lebih pintar, saat melihat aksi Lin Wen, ia memilih berlari ke sisi kanan, meski semakin jauh, tapi setidaknya dia tak harus melewati dahan yang baru saja jatuh karena pedang Lin Wen.

Larinya dipercepat, sampai akhirnya Renjun berhasil menyeimbangi langkah Lin Wen, dan sedikit dikerahkan lagi tenaganya.

Blam!

Renjun berhasil menghalangi jalan Lin Wen.

Lin Wen terkejut, dia gelagapan, dan memilih untuk putar balik. Pokoknya dia harus menghindar dari Renjun.

Sayangnya dia kalah cepat, lagi-lagi Renjun berhasil menjegal lengannya.

Dengan berat hati, Lin Wen mengayunkan pedangnya, melukai tangan Renjun agar terlepas dari lengannya.

"Lin Wen?!" Renjun memekik kaget, tak percaya dengan apa yang baru saja Lin Wen perbuat padanya.

Lin Wen sendiri tidak percaya dengan perbuatannya, air matanya tiba-tiba mengalir, dia menyodorkan pedang saat Renjun masih tak putus asa untuk mendekatinya,

"Jangan mendekat!"

"Lin Wen...?" Namun Renjun tak berhenti, ia tetap berjalan mendekat, lalu ia kembali dikejutkan oleh Lin Wen yang benar-benar mengayunkan pedangnya.

Terpaksa Renjun harus melawan. Karena dia tidak boleh mati sekarang.

Lin Wen menyerang dengan sangat brutal, namun tersirat keputus asaan dibalik tatapan nyalangnya, air matanya terus mengalir dengan deras. Dan karena sudah sejak tadi perasaan Lin Wen bercampur aduk, jadilah fokusnya buyar, Renjun berhasil memojokkannya dan melepas pedang Lin Wen dari pegangan gadis itu.

Tetapi Lin Wen belum menyerah, dia masih berusaha melawan dengan tangan kosong, yang tentunya tidak sebanding dengan kekuatan Renjun.

Renjun melempar pedangnya ke sembarang arah, menahan pundak Lin Wen dengan tangannya, dan gadis itu makin memberontak dengan brutal.

"LEPASKAN AKU BRENGSEK!!!" Pekiknya disertai tangisan pilu,

"LIN WEN!!"

Tak lama Lin Wen berhenti berontak, dia menunduk sambil menangis tersedu-sedu.

Dengan tangan gemetar, Renjun menarik Lin Wen kedalam pelukannya.

Awalnya Lin Wen tak memberikan respon, namun tiga detik dia sadar, dan segera mendorong tubuh Renjun sekuat tenaga.

"Lin Wen..." Lirih Renjun.

Gadis itu berjalan mundur sedikit menjauh dari Renjun, lalu menyidorkan telunjuknya tepat di depan wajah pemuda Jilin itu,"Jangan mendekat!"

"Lin Wen kenapa..." Renjun mulai frustasi,

"Aku hampir salah membunuh orang, dan mungkin aku bisa membunuhmu Huang Renjun!" Pekik Lin Wen,

Renjun menggelengkan kepalanya,dia tetap berjalan mendekati Lin Wen

"Kau akan menyesal setelah ini Renjun!" Lin Wen memberi peringatan lagi sambil terus berjalan mundur,

Dan Renjun tetap mendekat,"Aku masih mencintaimu"

"KAU YAKIN AKAN TETAP MENCINTAI SESEORANG YANG HANYA MEMANFAATKANMU??"

Renjun diam, tidak percaya dengan apa yang baru dia dengar, Lin Wen pun tampak gemetar setelah mengatakannya,

"Lin Wen..."

"Ya! aku hanya memanfaatkanmu untuk mencari tahu tentang Yeo Kyungmin. Rupanya aku berhasil membuatmu benar-benar jatuh cinta padaku huh?" Lin Wen tertawa sarkas, lalu menangis lagi.

Renjun masih diam. Speechless.

"Sudah kubilang bukan kalau aku jahat? Ingat Huang Renjun! Jangan terlalu mudah berprasangka baik pada seseorang yang belum benar-benar kau kenal!"

Renjun tetap diam. Dan Lin Wen memanfaatkan kebisuan Renjun untuk kabur lagi.

Sialnya, dia malah tertangkap rombongan pengawal. Rombongan pengawal dari istana. Sisa dari pengawal yang masih setia pada raja Wang Mek Jong.

Karena masih berontak, akhirnya mereka terpaksa melukai kaki Lin Wen dengan pedang salah satu pengawal.

Renjun masih belum beranjak dari posisinya, kakinya tiba-tiba melemas, dan akhirnya jatuh terduduk di atas tanah. Kebingungannya membuatnya tak peduli kalau baru saja Lin Wen dilukai dan bahkan ditarik-tarik oleh pengawal dengan cara yang agak kurang manusiawi.

Otaknya menolak membenarkan apa yang sedang terjadi hari ini, perasaannya bercampur aduk, dadanya sesak, sampai mau menangis pun sulit. Akhirnya yang keluar hanya suara erangan-erangan pelan.

"HYUNG...!!!" Ini Jisung. Dia baru saja datang menghampiri Renjun bersama putri Kyungmin dan Minjeong.

"Park Jisung..." Lirih Renjun, Jisung memeluk hyungnya.

Tadi selama di perjalanan, Kyungmin menceritakan perihal Lin Wen yang terlibat dalam pemberontakan ini, juga alasan dirinya membawa Renjun untuk ikut melindunginya.

Fakta yang baru Minjeong ketahui. Dia sampai terkejut dengan hubungan Renjun dan putri bungsu raja Ming Zhuo itu. Kalau tidak dalam keadaan genting, ini pasti akan jadi bahan gossip barunya.

"Kita harus kembali ke Jib" Titah Kyungmin,

"Bagaimana dengan yang berada di istana?" Tanya Minjeong,

"Putra mahkota pasti bisa menangani mereka. Lagipula jarak kita sekarang lebih dekat ke Jib"

Minjeong mengangguk, ia juga sebenarnya khawatir dengan keadaan sahabat-sahabatnya di Jib.

Kyungmin memberi isyarat pada Jisung agar membantu Renjun. Lalu mereka berempat bersiap untuk kembali ke Jib. Agak ribet karena Renjun yang tampak lunglai itu harus dituntun oleh Jisung.


Sesampainya di Jib, mereka agak terkejut karena keadaannya sangat memprihatinkan.

Sudah tenang, tampak Mark dan Chenle tengah berusaha membantu nyonya Ahn Woorim yang berkumpul dengan para orang tua itu tengah terluka. Sedangkan mereka berdua sendiri tidak terlalu banyak terluka.

Gaeun, Eunso, Jina, Eunsang dan beberapa pengawal dan dayang lainnya sudah terkapar lemas disembarang tempat.

Kamar-kamar mereka sudah tak berbentuk. Tempat mereka hancur lebur.

Jisung menduduki Renjun diantara puing-puing kayu, bergabung dengan pengawal yang sedang membersihkan luka sayat di perutnya.

"Mark hyung..." Panggil Jisung, dia sendiri tampak masih linglung.

"Jisung... lo balik sendirian?"

Jisung menggeleng,"Sama Gongju, Minjeong noona, Renjun hyung"

Tatapannya masih miris pada para pengawal dan dayang yang luka-luka, juga keadaan 'rumah' mereka yang hancur.

"Ini gimana bisa kacau banget hyung?" Tanya Jisung,

"Zhong Chenle! Sini bantuin gw ngobatin Eunso!" Pinta Mark,

Tak jauh dari sana Chenle menyahut,"Bentar hyung! Ini ada yang tulangnya kegeser!"

Jisung meringis sendiri. Padahal dirinya pun punya luka yang cukup serius, walaupun sekarang sudah tak sakit sama sekali.

"Mereka nyerang bener-bener gak liat-liat lawan, Sung. Semua dibantai. Parah banget emang" Mark menjawab pertanyaan Jisung yang tadi,

"Itu Renjun kenapa?" Tanya Mark saat melihat Renjun sedang terduduk lemas disana,

Jisung ikut menatap Renjun dengan miris, lalu kembali pada Mark,"Kalo jadi dia juga kayaknya bakal stress banget sih"

Dahi Mark berkerut,"Kenapa emang?"

Jisung diam sejenak, lalu menjawab pertanyaan Mark,"Putri Lin Wen terlibat di pemberontakan ini"

"Anjir! Masa??"

Jisung mengangguk,"Termasuk yang paling berpengaruh malahan"

Mark menutup mulutnya yang terbuka lebar dengan kedua tangan, matanya terbelalak. Reaksi yang sama seperti saat Jisung baru tahu fakta itu dari Kyungmin.

"Tadi gw liat rombongan pengawal dari istana. Kayaknya sebentar lagi kita bakal dapet bantuan" Tukas Jisung,

Mark mengangguk-anggukan kepala,"Bagus deh. Kewalahan gw sama Chenle daritadi"

Tak lama, sang putri menghampiri keduanya,"Park Jisung, kemari ku periksa lukamu"

Jisung lagi-lagi reflek memeluk tubuhnya sendiri,"Aku harus buka baju lagi?" Tanyanya sangsi,

Otomatis Mark melotot mendengarnya. Kyungmin memutar bolamatanya malas,"Lalu bagaimana caraku memeriksa kalau kau pakai baju??"

Jisung mengusap tengkuknya canggung,"Hng... gimana kalau sama Mark hyung aja diperiksanya?"

Kyungmin menghela nafas pasrah,"Baiklah... terserah kau. Kalau begitu aku akan mengumpulkan para pengikut agar bersiap ke istana"

"Kita mau ke istana?" Tanya Mark,

Kyungmin mengangguk,"Sebentar lagi bantuan datang. Dan kita akan meninggalkan Jib"

Keduanya mengangguk, lalu sang putri pergi darisana.

"Kenapa sih lo Sung?"

Jisung melirik kanan kiri, lalu melepas bajunya,"Tadi gw kepanah, ini luka yang dimaksud Gongju..."

Perlahan Mark membuka lilitan kain di bahu Jisung, agak meringis melihatnya.

"Kok bisa sih?"

Jisung mengendikkan bahu,"Kayaknya cuma korban salah sasaran, karena aslinya anak panahnya ngarah ke Gongju"

"Wah... jadi lo abis jadi pahlawan?"

Jisung terkekeh geli,"Bisa jadi"

Setelah selesai membuka lilitan, Mark agak heran, karena tak ada luka serius sebagaimana seharusnya luka tusuk. Hanya sedikit lebam.

"Gak ada lukanya, Sung?"

Jisung menggigit bibir bawahnya,"Sebenernya gak lama setelah anak panahnya dicabut, gw udah gak ngerasa sakit sedikitpun, hyung"

Dengan ragu, Mark menepuk bekas lebam di bahu Jisung.

"Ngapain sih hyung?"

"Sakit gak? Nyut-nyutan gitu?"

Jisung diam sejenak lalu menggeleng,"Cuma perih dikit karena lo pukul barusan"

"Wah... gak nyata ya lukanya? Kayaknya gak akan ada yang bisa ngelukain kita disini deh"

"Gw juga sempet mikir gitu sejak kedatangan Jaemin hyung waktu itu. Udah ilang hampir dua hari tapi badannya masih bersih. Aneh 'kan?"

Lalu kebingungan mereka diinterupsi dengan kebisingan yang dibuat karena rombongan pengawal dari istana datang.

Tak sadar kalau ternyata Kyungmin dibantu oleh Minjeong sudah selesai mengumpulkan orang-orang yang terluka parah untuk dibawa ke istana.

Lalu Chenle bergabung dengan mereka.

"Minhyung orabi, Chenle, Jisung, Renjun. Kalian tidak keberatan kan jika pergi ke istana berjalan kaki?" Tanya Kyungmin,

Mark melihat ketiga member, dan berhenti pada Renjun,"Lo kuat jalan, Jun?"

Renjun mengangguk tanpa semangat.

"Tidak masalah, Gongju..." Jawab Mark,

"Kim Minjeong kau juga tidak keberatan berjalan 'kan?"

Minjeong mengangguk mantap,"Aku masih sehat, Gongju"

Kyungmin mengangguk,"Baiklah... aku juga akan berjalan menemani kalian, agar kereta ini bisa menampung semua orang yang terluka"

Kyungmin memberi isyarat pada salah satu pengawal yang datang dari istana, lalu pengawal itu mengangguk dan mulai memerintah anak buahnya untuk mengangkut para dayang dan pengawal yang terluka kedalam kereta.

Di perjalanan menuju istana, tak ada satupun yang bersuara selain hentakan kaki yang bersahutan. Keadaan sangat sunyi dan sendu. Perjalanan seolah sangat panjang dan memaksa mereka untuk merenungi segala yang sudah terjadi hari ini.

Dari permulaan malam, sampai sekarang hampir pagi. Di waktu yang singkat itu sudah terjadi sebuah tragedi yang memilukan.

Beberapa orang merasakan mati rasa pada hatinya karena baru saja dikhianati. Contoh nyatanya adalah Renjun dan Gaeun. Mereka baru saja kehilangan seseorang yang amat dicintainya.

Beberapa orang yang lain masih merasa khawatir dengan orang-orang yang akan mereka temui di istana. Kim Minjeong, Yeo Kyungmin dan keempat member dream. Mereka berusaha berprasangka baik untuk orang-orang yang sedang berjuang di tempat yang berbeda itu.

Hari mulai sedikit terang, dan akhirnya rombongan itu berpijak di istana.

Keadaan disana tak kalah memprihatinkan.

Tak lama, raja Wang Mek Jong dan putra mahkota menyambut kedatangan mereka dengan wajah panik.

"YEO KYUNGMIN" Panggil sang raja,

"Abamama..." Lirih Kyungmin,

Raja Mek Jong menangkup wajah putrinya, memerhatikannya dengan seksama,"K-kau terluka?"

Kyungmin menggeleng,"Tidak abamama... aku baik-baik saja..."

Lalu raja menarik putrinya kedalam pelukannya. Tangis Kyungmin pecah saat itu juga. Pun Baek Ah tak bisa menahan tangis melihat pemandangan yang cukup memilukan ini.

Setelah 10 tahun, ini adalah pelukan pertama yang Kyungmin dapat dari ayahnya.

Rombongan yang menyaksikan pun turut bersedih melihatnya.

"Dimana pengawal-pengawal ku?" Tanya Kyungmin setelah melepas pelukan ayahnya,

"Mereka sedang diobati oleh para tabib istana" Jawab Baek Ah,

"Mereka membawa orang-orang yang terluka?" Tanya pangeran Wang,

Kyungmin mengangguk, lalu dia menghampiri Minjeong,"Masuklah kedalam bersama yang lain"

Minjeong mengangguk, lalu mulai memimpin rombongan agar segera masuk ke dalam istana untuk diobati.

"Putri Lin Wen dan para pengkhianat sudah dimasukkan ke lapas, tinggal menjemput Ming Zhuo dan putranya" Tukas sang raja,

Renjun reflek berhenti saat mendengar nama Lin Wen, lalu Jisung membimbingnya untuk tetap berjalan.

"Pangeran Wenchen tidak terlibat abamama. Bukankah dia juga korban?" Tanya Kyungmin,

Raja terdiam sebentar, menatap putrinya penuh arti,"Kesalahan Wenchen adalah; dia hanya diam saja melihat kekejian ini. Bahkan membiarkan adiknya terlibat"

Kyungmin menghela nafasnya, menatap pasrah sang ayah. Sebenarnya dia masih ingin menyelamatkan Wenchen --mantan tunangan kakak perempuannya yang kini berstatus sebagai calon suaminya. Namun perkataan sang ayah barusan benar adanya.

Kini Kyungmin dan para pengikutnya akan tinggal di istana. Mereka hanya tinggal duduk dengan tenang setelah melewati hari-hari penuh tekanan karena harus menguatkan hati saat dicap pengkhianat.

Tak lama, terdengar berita bahwa raja Ming Zhuo dan pangeran Wenchen sudah diseret ke lapas istana. Dijadikan tawanan dan bergabung dengan putri bungsunya. Dan akan segera dieksekusi setelah dua hari lagi.

Malam sebelum hari eksekusi, Renjun berkunjung ke lapas. Menemui Lin Wen.

"Lin Wen..." Panggilnya.

Keadaan Lin Wen benar-benar sangat tidak layak. Rambutnya yang digerai itu tampak kusut tak terawat, mukanya pucat dan kusam, bibirnya pecah-pecah, bajunya lusuh, tangan kakinya penuh bekas luka. Dan luka paling parah adalah luka sayat di kaki kanannya.

Lin Wen mendongak, menatap Renjun dengan pandangan hampa.

"Huang Renjun..." Lirihnya,

Renjun berjongkok, agak menyakitkan melihat keadaan Lin Wen yang seperti itu,"Kamu tau rasanya waktu kamu bilang semua itu? Aku hampir mati"

Lin Wen menunduk,"Lalu apa yang mau kau dengar dariku? Permintaan maaf?"

"Kamu ngerasa itu sebuah kesalahan?"

Mendengarnya Lin Wen malah tertawa sarkas, lalu dia menatap Renjun dengan mata sayunya,"Lebih baik kau menyaksikan hukuman gantung ku esok siang. Semoga itu bisa menyembuhkan luka hatimu"

Renjun menatap gadis dihadapannya dengan tatapan datar,"Kamu masih gak mau cerita yang sesungguhnya?"

"Kau mau mendengar hal yang lebih menyakitkan lainnya?" Sarkas Lin Wen sambil mengeluarkan air matanya.

Mulut dan hati Lin Wen masih tidak mau sinkron.

Renjun membuang mukanya kesamping, lalu tertawa sinis. Tidak percaya dengan setiap kata yang keluar dari mulit Lin Wen.

Setelah itu Renjun berdiri, menatap Lin Wen yang masih menunduk dengan miris,"Kamu tau apa yang bikin aku marah besar sama diri aku sendiri?"

Tentu gadis itu tak menjawab, ia masih bergeming, menunduk untuk menyembunyikan air matanya yang tak mau di kompromi

"Karena aku masih gak bisa benci kamu" Lanjut Renjun.

Setelah kepergian Renjun dari lapas, Lin Wen menangis sejadi-jadinya. Menenggelamkan wajah dibalik kedua telapak tangannya. Entah apa yang ada dipikirannya karena selalu mengatakan kebohongan pada seseorang yang amat dicintainya.

Tapi dia merasa sudah tak punya pilihan lain.







Esok siangnya, datang hari dimana para tawanan pemberontak akan dieksekusi.

Semua boleh menyaksikan proses hukum gantung hari itu. Namun dreamies menahan Renjun yang juga ingin ikut menyaksikan.

"Kata Lin Wen, liat proses eksekusi dia bisa nyembuhin luka hati gw, Jen. Dan gw mau coba ngebuktiin kata-kata dia" Tukas Renjun menjawab kebingungan para member yang melihat sikapnya.

Dan jawaban itu malah membuat yang mendengar tak bisa menahan air mata. Menyakitkan sekali.

Tawanan digiring ke tempat eksekusi seperti binatang, agaknya Renjun dan juga Gaeun yang masih kesulitan berjalan itu sedikit menyesal telah memilih untuk menyaksikan hukuman ini.

Kilas balik dengan sang kekasih tiba-tiba terputar begitu saja seperti film lama.

Gaeun menutup mata saat giliran Jang Gil digantung.

Begitupun dengan Renjun, meski awalnya agak keras kepala ingin menyaksikan proses eksekusi ini, pada akhirnya dia tak kuasa mendengar suara pekikan tertahan yang keluar dari mulut Lin Wen saat gilirannya datang.

Suaranya amat menyesakkan. Suara yang selama ini mengalun dengan indah dan menenangkan ditelinganya menjadi suara paling menakutkan yang pernah Renjun dengar.

Sadar akan keadaan Renjun, Jeno dengan sigap membawa Renjun pergi dari sana. Membiarkannya di tempat itu lama-lama hanya akan membunuhnya perlahan.

Hampir ikutan nangis pas nulis 😭😌

Continua a leggere

Ti piacerà anche

71.7K 3.3K 5
Cerita Singkat sederhana yang akan berakhir manis. tidak terlalu rumit karena sama-sama mengalah akan hati dan keadaan. * Only Reading.
24.8K 3.7K 33
:IB : F4 Circle 00L? gausah deh, lu mending gausah kenal sama mereka daripada nanti dapet kartu merah. Orang lain menyebutnya sebagai kematian. Emang...
507K 37.6K 59
Kisah si Bad Boy ketua geng ALASKA dan si cantik Jeon. Happy Reading.
64.4K 2.7K 22
Selamat datang di cerita sekelompok manusia yang bertahan hidup di tengah wabah mengerikan. Berawal dari sebuah uji coba dan berakhir menjadi mala p...