Tandai kalo masih ada typo (revisi)
"Selalu di paksa menetap oleh keadaan,"
Selamat membaca.
🦩
Setelah melewati perjalanan yang cukup panjang, akhirnya Aisyah tiba di Jakarta. Aisyah turun dari bus dan menuju ke jalan raya menunggu taksi.
"Taksi!" Panggil Aisyah Melambaikan tangannya.
"Perumahan kembang pak," ucap Aisyah setelah masuk ke dalam mobil.
"Siap!"
Aisyah menghela nafas berat, dalam mobil tersebut ia tak berhenti berdzikir memohon perlindungan agar terhindar dari orang-orang yang ingin berbuat jahat padanya.
"Sudah sampai dek,"
"Ah iya pak, ini ongkosnya, Terima kasih,"
"Sama sama."
Aisyah keluar dari taksi, ia menatap bangunan dihadapannya ini dengan pagar warna hitam menunjulang tinggi.
"Ya Allah. Akhirnya Aisyah tiba dengan selamat tanpa gangguan siapa pun," ucap Aisyah sambil menekan bel rumahnya.
Tingnong!
Tak lama kemudian datanglah kang Maman menjamu tamu. "Cari siapa?" Tanyanya saat tak mengetahui gadis dihadapannya.
"Ini Aisyah, kang," ucap Aisyah melepas cadarnya.
"Masyaallah, non Aisyah, sama siapa datang?" Tanya kang Maman nampak terkejut.
"S-sama Gus Ilham," bohong Aisyah menunduk.
"Terus Gus Ilham nya mana?" Tanya kang maman celingukan mencari keberadaan suami Aisyah.
"Gus Ilham nya, pergi lagi!"
"Oh ya udah atuh, masuk non," ajak kang maman membuat Aisyah mengangguk masuk bersama.
"Assalamualaikum!" salam Aisyah saat memasuki rumahnya.
"Waalaikumsalam, ya Allah non Aisyah!" ucap Bi Ina terkejut dengan kehadiran Aisyah.
"Iya bi Ina," sapa Aisyah menyalami tanga Bi ina.
"Sama siapa datang?" Tanya bik Ina.
"Sama Gus Ilham," ucap Aisyah lagi kembali berbohong.
"Terus suaminya mana non?" Tanya bi Ina.
"Gus Ilham nya pergi lagi, tadi lagi buru-buru, dia cuman ngatar Aisyah,"
Bi Ina pun mengangguk tanpa curiga.
"Non Aisyah ke sini tapi nyonya sama tuan nggak ada di rumah,"
"Iya bi, Aisyah datang kesini mau ambil barang kok,"
"Non Aisyah sudah makan?" Tanya bi Ina.
"Hm, belum sih," ucap Aisyah menyengir.
"Mau makan dulu, bibi udah masak tapi cuman tempe non, kalau mau tunggu bibi goreng ayam. Buat non Aisyah?"
"Loh, kok cuman makan tempe, kenapa ayam nya gak di goreng juga?"
"Nyonya nggak ada di rumah non, saya nggak berani goreng sembarangan,"
Aisyah tersenyum simpul. "Ya nggak apa-apa bibi, Bunda pasti ngga marah kok. Lagian bunda beli untuk satu rumah," ucap Aisyah sambil berjalan ke dapur. "Mau bunda ada atau ngga ada goreng aja yang ada di kulkas biarpun itu daging sapi sekalian"
"Bunda pasti ngga marah kok, paling bunda marah kalo ayam di kulkas ngga abis."
Aisyah melangkah ke kulkas mengambil satu cap ayam dan udang, kemudian mengambil panci, lalu menuangkan minyak untuk menggoreng.
Di belakang sudah ada bi Ina yang hanya mendengar saja. "Bi Ina panggil kang Maman juga, sekalian makan bareng bareng."
"Biar saya saja yang goreng non, non Aisyah duduk saja. Nanti kalau sudah jadi, bibik panggil non Aisyah sama Maman juga."
"Biar Aisyah, Bibi siapakah piring sama alat makan lainnya aja."
Bi Ina pun mengangguk.
"Bibi panggil Maman dulu ya non Aisyah,"
"Iya!"
***
"Gimana mang, udah ada kabar ngga?" Tanya Aisyah berbisik ke kang Maman.
"Kabar apa non?" Tanya kang Maman ikut berbicara dengan cara berbisik.
"Ish! Masa lupa sih, itulah soal bi ina udah mau nggak?"
"Ohh itu, belum non. Saya masih takut."
Aisyah berdecak kesal. "Kelamaan!"
"Bi Ina sama kang Maman tinggal dua orang aja nih?" Ucap Aisyah bersahut.
"Iya non Aisyah, kan nyonya sama tuan ngga ada, berarti cuman saya sama Maman," ucap Bi Ina.
"Cuman dua orang? Ngga papa emang kalo tinggal berdua di rumah?" Tanya Aisyah pada bi Ina.
Bi Ina bingung. "Ya mau bagaimana lagi non, Kita berdua di kasih amanah sama nyonya jaga rumah,"
Aisyah mengganguk-angguk. "Malahan kalau kalian berdua sudah menikah kan lebih bagus lagi,"
Kang Maman lantas tersedak makanan dengan penuturan Aisyah. "Astagfirullah!"
Aisyah menaikkan sebelah alisnya menatap kang Maman. "Lah, salah ya, kang? Bukannya kang Maman juga suka bi Ina?"
Ucapan dari Aisyah lantas membuat kedua orang tersebut terlihat canggung.
"Non Aisyah..." bi Ina menunduk malu.
"Apa jangan-jangan, bi Ina juga suka ya sama kang maman?" Ujar Aisyah membuat bi Ina semakin salah tingkah. Bahkan kang maman pun sama.
"Ayo kang, lamar gihh, bi Ina nungguin tuh!"
"Lamar! Lamar! Lamar!" Ucap Aisyah.
"Doain aja ya non," ucap kang maman membuat bi Ina melotot padanya.
"Bi Ina nggak boleh gitu, kasian tau kang maman. Lagian kalian berdua cocok kok,"
Bi Ina tersenyum kikuk. "Iya maaf!"
"Yaudah deh Aisyah udahan makannya. Kalian berdua lanjut aja, kalo mau bahas yang tadi juga ngga apa-apa Aisyah tunggu kabar baiknya aja," ucap Aisyah setelah meneguk airnya. "Kalau gitu Aisyah ke atas dulu ya!"
"Iya non."
***
Aisyah masuk ke kamarnya, untunglah ada kunci cadangan ia simpan, jadi tidak perlu khawatir tentang bunda Lisa yang membawa kunci kamar milikinya.
"Assalamualaikum," Aisyah masuk ke kamar sambil menyalahkan lampu.
Aisyah berjalan ke arah lemari yang tempatnya menyimpan tas kelinci miliknya. "Semoga aja deh," gumam Aisyah yang tangannya sudah sibuk mencari sesuatu.
"Ketemu!" Serunya.
"Huh! bismillah dulu deh, mudah-mudahan cukup," ucap Aisyah mencium atm miliknya.
Aisyah lalu mendengarkan matanya ke
seluru penjuru kamarnya. Sampai matanya menatap jam dinding yang sudah menunjukkan pukul dua belas.
"Astagfirullah sudah jam dua belas, harus cepat pulang ini," Aisyah segera menutup pintu lemari. Lalu ia keluar dari kamarnya, tak lupa mematikan lampu dan menguncinya.
Aisyah menuruni tangga dengan tergesa-gesa.
"Non Aisyah!" Panggil Bu ina.
"Iya bi?"
"Sudah mau pulang?"
Aisyah mengganguk cepat. "Iya bi, Aisyah pulang dulu ya, Assalamualaikum!"
"Waalaikumsalam non, tapi pulang dengan siapa?"
Langkah Aisyah terhenti kala mendegar pertanyaan dari pembangunannya itu. "Eh...itu bi, Aisyah mau ke supermarket dulu, biar sekalian Gus Ilham jemput disana,"
"Di antar Maman aja non, ke supermarket,"
"Eh nggak usah!" Tolak Aisyah cepat, bisa ketahuan bohong kalau sampai di antar kang maman. "Supermarket dekat kok, Aisyah sendiri aja, kalau gitu pamit ya, Assalamu'alaikum!"
"Waalaikumsalam hati-hati, non Aisyah!"
Sebelum pergi dari sana, Aisyah kembali memasang cadarnya agar tidak ada yang mengenali dirinya.
****
Setelah kepergian Aisyah, bi Ina keluar sejenak melihat pagar rumah yang dibiarkan terbuka begitu saja. Ia berinisiatif menutup gerbang namun suara klakson mobil menghentikannya. Ternyata kedua orang tua yang baru saja datang.
"Assalamualaikum, Bi!" Sapa Lisa keluar dari mobil.
"Waalaikumsalam nyonya! tuan!" Balas bi Ina membungkuk sopan.
"Habis dari luar ya?" Tanya Lisa, saat melihat bi Ina tadi yang hendak menutup gerbang tadi.
"Bukan nyonya. Tadi pager ke buka, mungki non Aisyah lupa tutup kembali."
Bunda Lisa mengernyit heran, perasaan Aisyah tau dirinya tidak ada di rumah, lantas mengapa Aisyah berjuang.
"Mas, Ilham atau Aisyah ada bilang mau datang ke sini?"
Papa Adhes yang baru saja keluar dari mobil menatap heran istrinya. "Loh Aisyah datang. Tapi mereka berdua nggak ada yang bilang mau datang."
"Aisyah datang sama siapa bi?"
"Kata non Aisyah suami nya tuan, tapi cuma non Aisyah yang singgah,"
"Terus Aisyah pulang naik apa?"
"Katanya mau ke supermarket dulu, sekalian nungguin suaminya di sana,"
Bunda Lisa mengganguk. "Berarti Aisyah sendiri ke supermarket?"
Bi Ina mengganguk sebagai jawabannya.
Sontak hal itu membuat Lisa membulatkan mulutnya, sadar akan suatu keberanian Aisyah. "Beneran, bi?"
"Iya nyonya, saya juga sudah tawari biar di antar sama maman, tapi non Aisyah nya nolak,"
Lisa dan suaminya saling menata satu sama lain. Mereka berdua tersenyum seakan ada suatu hal yang bahagia mendegar Aisyah yang mulai berani keluar sendiri.
"Ayo kita masuk," ajak Adhes merangkul istrinya.
"Aisyah, mas..."
"Iya udah nggak apa-apa" ucap papa Adhes tersenyum ke istrinya.
"Alhamdulillah," batin Adhes.
****
Sedangkan di sisi lain, Gus Ilham baru saja tiba di rumahnya. Setelah mengucap salam, ia duduk di sofa sambil menyenderkan kepala seraya memejamkan matanya.
"Sudah jam berapa?" Gumam gus Ilham beralih menatap jam di tangannya.
"Dua jam yang lalu seharusnya Aisyah pulang tapi kenapa rumah kelihatan sunyi?" Batin Gus Ilham.
"Aisyah!" Panggil Gus Ilham namun tak ada yang bersahut.
"Aisyah!" Panggilnya lagi dan masih belum ada yang menyahut.
"Apa pergi ke asrama?" Pikirnya.
Meong...
Aurora melompat ke atas sofa tenpat gus Ilham duduk, kucing tersebut menjilat-jilat tangan milik Gus Ilham.
"Ummi kamu mana hmm?" Ucap Gus Ilham mengusap-usap bulu Aurora.
Meong....
Gus Ilham lalu mengangkat paper bag yang ia bawah. "Pasti cantik," gumamnya menatap sebuah pakaian du dalam sana.
Gus Ilham bahkan tak berhenti tersenyum saat membayangkan begitu cantik istrinya memakai pakaian ini. Lamunan Gus Ilham seketika buyar saat ponselnya berdering.
"Papa, tumben menelpon," ucap Gus Ilham membaca nama yang menelponnya.
"Halo Assalamualaikum, Pa,"
"Waalaikumsalam nak, apa kabar?"
"Alhamdulillah baik, papa sendiri bagaimana kabarnya?" Ucap Gus Ilham bersandar.
"Alhamdulillah baik juga, bagaimana sudah sampai rumah?"
Gus Ilham mengerutkan Alisnya bingung. "Sampai rumah, maksudnya gimana ya, pa?"
Kamu dan Aisyah kan, dari ke rumah papa dan Bunda. Sudah sampa ya?"
Gus Ilham semakin di buat bingun saat mertuanya mengatakan hal itu. Memangnya kapan Gus Ilham pergi ke rumah mertuanya? Apa jangan-jangan, Hanya Aisyah yang kesana.
"Papa tau dari mana?"
"Tadi bi Ina bilang Aisyah datang sama kamu katanya, cuman Aisyah aja yang singgah, pulangnya aisyah tungguin kamu di supermarket,"
Gus Ilham mengangguk mengerti, berarti Aisyah ke jakarta tanpa seizinnya. "Maaf pa, Ilham lagi ada urusan,"
"Yaudah, kalau gitu,"
"Iya pah Assalamualaikum"
Tut!
Telpon di putus secara sepihak. Gus Ilham mengepal tangannya dengan keras, bahkan rahang nya pun ikut mengeras tandanya ia benar-benar marah.
"Aisyah Aqilah!"
Gus Ilham menekan nomor seseorang dj ponselnya. "Panggil semua keamanan di pesantren temui saya di ruangan, saya tunggu lima menit,"
Gus Ilham melempar paper bag ke sembarang arah. Ia kemudian beranjak pergi dengan wajah marah.
***
Sedangkan Aisyah, kini telah tiba dipesantren, ia mulai memanjat pagar dari pesantren. Saat kakinya menyentuh tanah pesantren ia pun menghela nafas.
"Semoga aja Gus Ilham nggak tau, Aisyah kabur,"
Saat hendak menuju ke arah rumahnya, Aisyah berhenti karena mendengar suara seseorang dari arah sana. Aisyah segera berbalik arah menuju pesantren, karena terburu-buru, satu sandal miliknya terlepas.
"Aghh! Pake lepas segala lagi," ucap Aisyah frustasi. Ia tidak punya banyak waktu, karena suara orang berjalan semakin dekat. Tanpa menghiraukan sandalnya, ia pun segera pergi dari sana.
Setelah Aisyah telah enyah, datanglah Gus Ilham diwaktu yang tepat. Ia mengamati sekeliling tempat tersebut, sampai matanya menagkap sebuah sandal yang tidak asing baginya.
Gus Ilham berjalan mendekat sandal itu dan mengambilnya. Gus Ilham tertawa kecil.
"Oh kabur ya?" Ucapnga menatap jejak kaki yang tak sengaja dibuat.
*****
Sedangkan Aisyah terus berlari, hingga tiba di asrama temannya. "Assalamualaikum!" Salamnya.
"Waalaikumsa- Astagfirullah ukhti siapa?!" Tanya Fatia terkejut.
"Huh! Fatia tolong ambilin air," titah Aisyah.
"Kok dia bisa tau nama ku?" Gumam Fatia. "Apa ukhti kenal saya?"
Aisyah menerobos masuk, tidak menghiraukan pertanyaan yang dilontarkan dari Fatia.
"Eh! kok langsung masuk aja!" Panggil Fatia.
"Anda-" Fatia seketika tercegang melihat gadis tersebut ternyata Aisyah.
"Subahanalla Aisyah! kamu toh!?"
"Pikir aja sendiri!" Sarkas Aisyah.
Sedangkan Luna, Liza dan Luzi baru saja tiba di asrama, dibuat terkejut dengan kehadiran Aisyah yang sudah seperti gembel.
"Aisyah!" Luna segera menghampiri Aisyah yang sudah tepar.
"Syukurlah kamu sudah pulang," ucap Luna.
"Makasih Luna," ucap Aisyah memeluk Luna.
"Kalian ngomongin apa sih?" Tanya Fatia heran begitu pun dengan Liza dan Luzi.
Aisyah dan Luna saling menatap dan tersenyum penuh arti membuat Fatia menatap sinis mereka berdua.
"Apaan sih, main rahasia-rahasian,"
Btw, Kalian ada dengar nggak, kalau Gus Ilham lagi kejar santri yang kabur dari pesantren," ucap Luzi, gadis satu ini memang sudah di juluki seorang wartawan.
Dan sontak saja, Aisyah dan Luna seketika menegang, wajah mereka tiba-tiba menjadi pucat pasi. Sedangkan Fatia kembali menatap kedua sahabatnya itu, kini ia mengerti situasi ini.
"Jangan bilang kamu yang di cari Gus Ilham, kan Aisyah?" Ujar Fatia.
Aisyah dan Luna diam tak bergeming, mereka berdua sudah tertangkap tungga menunggu hukuman.
"Luna!" Teriak Pani dari luar berlari ke asrama Khadijah.
"Ada apa?" Tanya Fatia.
"Wah kebetulan ada kamu juga Aisyah. Pohon mangga di belakang aula mau di tebang."
"APA!"
Oh tidak! markas mereka. Mangga mereka, Kehidupan mereka, sebentar lagi akan di musnah oleh Gus Ilham.
"Ayo cepat kita lihat!" Ucap Aisyah segera memasang jilbabnya.
"Liza Luzi kalian ngga mau ikut?" Tanya Pira.
"Maaf ya, kami nggak ikut soalnya mau makan," tolak Liza di angguki oleh kembarnya Luzi.
Ke empat gadis itu segera berlari menuju belang asrama dengan tergesa-gesa.
"Pira!" panggil salah satu teman asrama nya.
"Apa!"
"Ustazah Erna datang, kita semua di panggil, ayo" Pira menghela nafas panjang, mau tidak mau harus pergi, jika tidak ketua asramanya bisa marah.
"Kalian bertiga pergi aja deh, saya di panggil" ucap Pira pergi dari sana.
***
Kini ketiga gadis itu sudah sampai di belakang aula. Mereka sengaja bersembunyi dibalik tembok agar terlihat oleh Gus Ilham.
"Astagfirullah,beneran mau di tebang!"
"Ish! Jangan ribut bodoh, lagian Gus Ilham nggak potong semua. Cuma sebagian itu biar nggak kena tembok pesantren."
"Kayaknya tembok mau di tambah deh, biar lebih tinggi, biar nggak ada santri yang bisa manjat dan kabur lagi," ucap Fatia sedikit menyinggung Aisyah.
"Kamu sindir saya?" Tanya Aisyah.
"Menurut kamu?" Tanya Fatia.
"Nggak mampan!" Aisyah berucap sewot.
"Terserah," balas Fatia kesal.
"Ini kenapa jadi kalian berantem sih?" Ujar Luna kesal. "Udah ah, ayo kesana. Nggak ada tuh!"
Saat semua orang pergi, Aisyah, Fatia dan luna pun pergi ke bawah pohon mangga tersebut.
"Ya Allah pohon mangga kesayangan Aisyah!" Pekiknya.
"Kasian nggak bisa makan mangga lagi dong!"
"Kalian bertiga!" Panggil seseorang dari belakang.
Ketiga gadis itu sontak menoleh mendengar suara panggilan tersebut. Dimana sudah ada Gus Ilham dan Kiyai Syakir.
"Gus Ilham!" Ucap Aisyah kaget.
"Sedang apa kalian di sini?" Tanya Abi Syakir menatap satu satu santri di depannya.
"I-itu pak kyai-"
"Saya yang ajak mereka ke sini pak Kyai," ucap Aisyah.
"Aisyah?" Syakir menatap menantunya dengan tak percaya.
"kalian berdua silahkan pergi," ucap Abi Syakir pada Luna dan Fatia.
Luna dan Fatia hendak pergi namun ditahan kembali oleh Gus Ilham. "Tunggu dulu abi. Jangan biarkan santri bebas tanpa hukuman setelah melanggar peraturan."
"Sudah-sudah, kalian berdua silahkan bersihkan masjid saja." Ucap Kyai Syakir membuat Luna dan Fatia mengangguk segera pergi dari sana.
"Aisyah sendiri kenapa ajak kedua teman mu ke sini, bukannya kalian sudah tau daerah ini terlarang untuk santri?" Tanya Syakir.
"Afwan abi, Tadi Aisyah cuman mau ambil mangga,"
"Kamu ngidam?" Tanya Abi syakir tertawa.
Aisyah mendongak membulatkan matanya "Nggak!"
"Abi bercanda kok, yasudah kamu pulang sana, sudah sore juga," ucap Syakir memperhatikan penampilan Aisyah yang berantakan.
Aisyah hanya mengangguk. Setelah itu Abi Syakir pergi dari sana, membiarkan Aisyah dan Gus Ilham berdua.
"Bersihkan masjid dan saya tunggu di rumah," ucap Gus Ilham menatap tajam Aisyah.
***
Sesampainya Aisyah di rumah, gadis itu masuk kedalam. Pertama masuk Aisyah sudah di sambut dengan tepukan tangan dari Gus Ilham.
"Selamat datang tuan putri," ucap Gus Ilham tersenyum sinis.
"Assalamualaikum," salam Aisyah.
"Cepat masuk!" Bentak Gus Ilham.
"Kabur dari pesantren lagi?" Ucap Gus Ilham membuat Aisyah terkejut.
Aisyah menunduk. "Maaf Gus Ilham,"
"Kenapa kamu sangat bandel Aisyah. Kamu tidak pernah kapok ya?!"
"Maaf," ucap Aisyah.
"Kamu kalau mau berbohong jangan bawa-bawa nama saya! Kapan saya antar kamu ke jakarta hah?"
"Kamu itu maunya apa sih Aisyah?" Tanya Gus Ilham menatap jengah Aisyah. "Saya malu punya istri seperti kamu, taunya cuman bisa bikin onar, malu-maluin!"
"Gus!" Sentak Aisyah. Bagaikan Di tusuk belati, hatinya begitu sakit mendengar ucapan dari suaminya yang begitu menyakitkan.
"Apa? Mau marah hah?" Ujar Gus Ilham selangkah maju kehadapan Aisyah.
"Gus Ilham keterlaluan!" ucap Aisyah dengan berani.
"Kamu yang keterlaluan, istri macam apa kamu ini yang keluar tanpa izin suami!?" Bentakan dari Gus Iham itu membuat Aisyah kembali terdiam.
"Sepertinya ini keputusan terakhir saya, memang harua saya lakukan dari dulu," ucap Gus Ilham membuat Aisyah mendongak menatap wajah suaminya.
Perasaan Aisyah mulai tidak enak. "Gus, jangan hukum berat Aisyah! Aisyah—"
"AISYAH AQILAH, DETIK INI DAN SETERUSNYA KAMU, SAYA KELUAR KAN DARI PESANTREN INI!!"
Tubuh Aisyah langsung merosot kebawah. "Gus Ilham, nggak mungkin kan?"
"Kurang jelas atau mau saya umumkan di lapangan biar kamu dengar?" Tanya Gus Ilham.
Aisyah bersimpuh di hadapan suaminya. "Aisyah mohon Gus, Jangan keluarkan Aisyah dari pesantren, hiks.."
Gus Ilham tetap Gus Ilham, keputusannya tidak bisa di tarik lagi. Ia tidak menghiraukan Aisyah berusaha untuk melangkah pergi.
"Aisyah mohon, gus. Jangan keluarkan Aisyah, Aisyah janji nggak akan nakal dan kabur lagi!"
"Aisyah siap di hukum apapun , tapi jangan sampai di DO!"
"Keputusan saya sudah bulat dan tidak bisa di ganggu gugat lagi. Memang lebih baik kamu berhenti sekolah saja bukan?"
Aisya menggeleng tidak membenarkan ucapan Gus Ilham. "Aisyah janji nggak akan nakal. Aisyah mohon ya, jangan keluarkan Aisyah dari pesantren,"
Aisyah menggenggam kedua tangan suaminya. "Aisyah mohon Gus Ilham.."
"Lepas!" Hardik Gus Ilham.
Gus Ilham meninggalkan Aisyah yang tersungkur ke lantai akibat hardikan tangan nya.
"Aisyah mau sekolah hiks.." Aisyah menutup matanya yang sudah mengeluarkan begitu banyak air mata.
"GUS ILHAM AISYAHH MAU SEKOLAH!" teriak Aisyah menangis tersedu-sedu.
****
_GUS ILHAM MY HUSBAND_
Jangan luoa follow sebelum di baca hiar makin sering update.
Wajib follow
Instagram: @wattpadasya
Tiktok : @wattpadasya
Minal aidin wal faizin🙏🥰
SEE YOU ASSALAMUALAIKU 🧡
SELASA, 29 MARET 2022
Revisi ulang sabtu, 22 april 2023