BRIANNA [Proses Revisi]

By saripahsaa

1.2M 138K 7.1K

Matanya mengerjap pelan menyesuaikan cahaya yang menembus masuk dalam indera penglihatannya. Setelah terbuka... More

Prolog
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 41

Chapter 32

13.1K 1.7K 175
By saripahsaa

***

[Tuan...] Panggil Max.

'kenapa Max?' batin Brianna menyaut.

[Saya pikir anda tidak bodoh untuk membiarkan gadis itu bersama dengan teman anda tuan] ucap Max berterus terang.

[Anda bahkan tahu siapa gadis itu] tambahnya.

Brianna tersenyum tipis, lalu ekor matanya memperhatikan dua insan yang sedang duduk di salah satu sofa. Terlihat jika yang satunya menampilkan raut wajah menahan kesal. Dan satunya lagi berpura-pura meringis kesakitan namun sesekali mencuri-curi pandang kearah pemuda didepannya.

'kau pikir aku ini gadis yang naif Max?' Brianna tertawa di dalam hati.

[Saya tidak tau tuan. Tapi kenapa anda membiarkan gadis itu berada disekitaran anda tuan]

Bianna bersedekap dada 'Max, kuberi tahu satu hal. Awalnya aku tak tertarik dengan para tokoh di dunia ini, akupun tak ingin berurusan lebih banyak dengan mereka. Tapi setelah diberitahu olehmu jika dunia ini tidak seperti yang ada di novel yang kubaca saat itu, membuatku penasaran ingin mengulik lebih dalam bagaimana kejadian yang sebenarnya pada dunia ini. Dan satu lagi kau taukan jika pemeran utama biasanya akan merasakan sakit lebih dulu diawal cerita lalu setelah itu dia akan berakhir bahagia kan?

[Iya tuan, lalu?]

Brianna tersenyum miring 'maka kali ini aku akan menghancurkan spekulasi semacam itu, kita biarkan sang pemeran utama merasakan hal yang bahagia diawal cerita. Kemudian dia akan menderita diakhir cerita. Kau tau kenapa bisa seperti itu Max?'

[Kenapa tuan?]

'tentu saja karena aku pengendalinya. Aku bebas memainkan peran para tokoh disini sesuka hatiku. Dan gadis itu tidak ada apa-apanya denganku. Biarkan dia merasa bahagia lebih dulu. Karena setelahnya aku akan melihat bagaimana dirinya hancur secara perlahan-lahan'. Jawabnya tersenyum licik.

[Anda sangat licik tuan]

Brianna menyeringai 'ini belum seberapa max'.

Kembali melirik kedua insan tersebut terutama pada gadis itu 'kau memang pemeran utamanya Aluna. Tapi maaf, karena disini. Akulah yang menjadi pengendali duniamu!' Brianna membatin dan tersenyum yang tak dapat diartikan.

Brianna menetralkan kembali raut wajahnya berubah kembali lembut, lalu menghampiri kedua insan tersebut "Dami... " panggil Brianna lembut.

Bukan hanya Damian yang menoleh Aluna pun ikut menoleh padanya. Raut wajahnya seolah menunjukkan tak suka padanya "Kenapa Anna?" jawab Damian tak kalah lembut.

"Aku akan kembali ke kelas. Kau juga harus, tidak mungkin kan kita harus berada disini terus kan?"

Damian tersadar "Ah ya, kau benar. Sepertinya aku akan terlambat ke kelas". Segera dirinya bangkit dari sofa.

Tiba-tiba Aluna menyaut "Maafkan aku, karena sudah merepotkan kalian. Seharusnya tadi aku—"

"Tidak apa-apa Aluna. Kau jangan merasa bersalah seperti itu, kita sebagai manusia memang harus saling membantu kan? Meskipun aku rasa kakimu tidak apa-apa" jawab Brianna pura-pura polos.

Aluna sedikit tersentak. Bagaimana gadis ini bisa tahu jika dirinya sedang berpura-pura "K-kenapa kau menuduhku seperti itu? Aku tidak berbohong, kakiku benar-benar sakit" lirih Aluna tak kalah lugu.

"Anna... Kau jangan berkata seperti itu. Mungkin memang kakinya sedang sakit" timpal Damian membela Aluna. Dan itu membuat Aluna menyeringai merasa puas karena Damian membelanya. Entah apa yang gadis itu katakan hingga membuat Damian tidak kesal lagi padanya.

Brianna mengerjap polos, raut wajahnya berubah menjadi sedih "Dami... Kau tidak percaya padaku? Padahal aku mengatakan yang sejujurnya Dami" ucap Brianna berpura-pura kecewa.

Damian panik "Tidak bukan seperti itu Anna... Aku—aku hanya—".

"Tidak apa-apa Dami. Aku tau, aku salah karena berbicara seperti itu" potong Brianna sambil menunduk kebawah.

Melihat hal itu dengan cepat Damian mendekat dan langsung mendekap erat tubuh Brianna "Ssst... Maafkan aku. Aku tau kau selalu jujur dalam berucap. Tapi lain kali jangan katakan seperti itu didepan orangnya ya?" tutur Damian lembut.

Dalam dekapannya Brianna mengangguk. Diam-diam matanya melirik pada Aluna lalu tersenyum miring. Membuat Aluna mengepalkan tangannya menatap tajam pada Brianna.

Selang beberapa menit keduanya melepaskan pelukannya "Baiklah sekarang kita harus kembali ke kelas" ucapnya lalu berbalik menatap Aluna "Kau ingin ke kelas atau disini?" tanya Damian datar.

Merasa jika dirinya yang ditanya dengan segera Aluna menjawab "A-ah aku juga ingin ke kelas. Em.. tapi bisakah kau—"

Buru-buru Brianna memotong sebelum Aluna meminta hal yang aneh-aneh lagi pada Damian "Ayo Dami. Kita akan terlambat" rengek Brianna meraih tangan Damian untuk segera pergi.

"Astaga Anna. Iya-iya sebentar".

"Kami pergi dulu" pamit Damian pada Aluna. Setelah itu tangannya ditarik oleh Brianna dan pergi meninggalkan Aluna sendirian di ruangan itu.

Aluna berdecak sebal melihatnya matanya menatap tajam kepergian keduanya yang kini hilang dari pandangan "Awas kau Brianna!" gumamnya mengancam.

***

"Astaga. Kau dari mana saja!?" tanya Olivia saat Brianna sudah duduk di bangkunya.

Brianna hanya meringis "Tadi ada insiden sedikit" jawabnya sedikit berbohong.

"Ya ampun. Tapi kau tidak apa-apa kan?!"

"Iya aku tidak apa-apa".

"Syukurlah. Untung saja hari ini kelas sedang kosong, jadi kau tidak terlambat". Brianna hanya tersenyum saja.

Lalu menoleh pada Vivian yang sedari tadi sibuk dengan bukunya. Tidak terganggu sama sekali dengan kedatangannya. Dan Olivia menyadari arah pandang Brianna "Biarkan saja. Kau harus terbiasa, jika sudah membaca buku-buku tebalnya itu, dia tidak akan terusik sama sekali. Yang lain hanya dianggap angin lalu olehnya" ujar Olivia dengan nada menyindir.

Benar saja, Vivian hanya diam bergeming. Tidak menghiraukan sama sekali. Brianna hanya mampu tersenyum tipis.

Tak sengaja matanya bersitatap dengan seseorang yang sepertinya dari tadi terus saja menatapnya dengan intens. Saat Brianna memberikan senyum, orang itu malah membuang mukanya. Membuat Brianna mengernyit heran.

'ada apa dengan Albern?' gumamnya pada dirinya sendiri.

"Kau mengatakan sesuatu?" tanya Olivia.

Brianna tersadar "A-ah tidak apa-apa" jawabnya kikuk.

Olivia hanya mengangguk saja. Kemudian beralih pada Vivian "Omong-omong si ular tidak berulah lagi kan? Kemarin aku sempat melihat dia memamerkan barang-barang mewah pada teman-temannya itu" tanya Olivia pada Vivian.

"Kau tau dia seperti apa" jawab Vivian acuh. Matanya tetap fokus pada bukunya.

"Ck! Gadis tidak tahu malu. Sudah numpang, seenaknya saja menghabiskan harta orang" cibir Olivia.

"Kau juga! Setidaknya lawan gadis ular itu, jangan hanya diam saja. Dia sudah merebut milikmu semuanya, bahkan Ken sekalipun!"

Brianna mengerutkan keningnya saat nama itu disebut "Ken?"

"Iya Ken. Mantan kekasih Vivi" jelas Olivia.

"Ken... Mantan kekasih Vivian?" beo Brianna terkejut.

"Ya. Ken si brengsek yang berani-beraninya membuat sahabatku terluka seperti ini" jawab Olivia menggebu-gebu.

"Oliv..." peringat Vivian. Dirinya tak suka saat Olivia menceritakan tentangnya pada orang asing.

"Tidak apa-apa Vivi aku tau Anna orang baik. Dia tak mungkin berbicara sembarangan" pasalnya Vivian sedikit trauma jika ada yang tau mengenai masa lalunya dengan Ken.

"B-bagaimana bisa?" jujur saja Brianna masih shock mengetahui salah satu fakta jika Vivian adalah kekasih dari Ken, si pemeran utama pria. Padahal di buku novel yang ia baca Aluna adalah kekasih pertama Ken tapi ini? Astaga, Brianna tak bisa berkata-kata.

Sebelum menjawab Olivia sempat melirik pada Vivian seolah memberi izin. Vivian menghela nafasnya "Terserah kau saja" balasnya singkat.

Olivia memulai ceritanya "Jadi begini..."

Saat itu sepasang kekasih tengah berbicara serius di sebuah taman. Terlihat jika sang pria menahan amarahnya dan dan sang gadis berusaha menahan air matanya agar tidak turun.

"Aku serius Ken. Aku tak mungkin melakukan hal serendah itu" ucap gadis itu berusaha menjelaskan, bahkan matanya sudah berkaca-kaca.

Ken mengusap wajahnya kasar "Aku tau kau tidak mungkin melakukannya Vivi. Tapi bukti itu menjelaskan semuanya" balas Ken dengan raut wajah kecewa. 

Vivian menggeleng keras "Kau harus percaya padaku Ken. Kejadian itu tidak terjadi seperti yang kau lihat difoto itu Ken" Vivian meraih tangan Ken dalam genggamannya. Namun Ken menepisnya. Vivian menatap nanar.

"Bahkan untuk melihatku saja kau tak mau" Vivian terkekeh miris.

Ken mengepalkan tangannya berusaha untuk tidak merengkuh tubuh Vivian yang saat ini sedang rapuh karenanya. 

"Ken... Tolong percaya padaku" ujar Vivian dengan putus asa.

Ken masih tetap bergeming. Sebelum suara seseorang menyandarkan keduanya.

"Ken..." panggil seorang dari belakang.

"Luna..." gumam Vivian saat gadis itu menghampiri mereka berdua.

Dengan lancangnya Aluna berdiri disisi Ken dan menggandeng tangan Ken dihadapannya "Kenapa lama sekali! Aku menunggumu dari tadi tau" rengek Aluna mengerucutkan bibirnya.

"Luna... Kau—" Vivian berusaha mencerna dengan apa yang terjadi.

Aluna menoleh pada Vivian "Oh... Hai Vivi, maaf aku kira tidak ada kamu disini" ujar Aluna polos.

Vivian tak menghiraukan ucapan Aluna ia masih tak percaya "K-kalian... Bagaimana bisa kalian begitu akrab. A-aku, bahkan saat kita bersama dulu kau melarangku untuk berteman dengannya. Tapi sekarang? Kau bahkan membiarkan gadis lain menyentuhmu selain aku" lirih Vivian menahan sakit.

Ken tersenyum miring "Lalu apa bedanya denganmu yang membiarkan pria asing menyentuhmu saat kau mabuk. Dan kau tau aku tak suka gadis pemabuk, tapi kau malah melanggarnya, ternyata ini sifat aslimu" Ken tertawa remeh.

"SUDAH KUBILANG JIKA ITU BUKAN KEINGINAN KU!" bentak Vivian tak terima.

"Harus berapa kali aku bilang padamu aku ini dijebak Ken, aku dijebak oleh seseorang hiks..." runtuh sudah pertahanannya, dirinya tak kuasa lagi menahan sakit saat dituduh oleh kekasihnya. Yang bahkan dirinya tak melakukan hal itu sama sekali.

Ken membuang mukanya berusaha untuk tidak melihat pada Vivian yang kini tengah menangis karena dirinya.

"Tolong jelaskan padanya Luna. Jika aku tak melakukan hal itu, aku dijebak kau pun ada disana kan? Kau pasti tau kejadian aslinya seperti apa kan hiks..." dengan mata berlinang air mata Vivian memohon pada Aluna.

"A-aku tidak tau. Saat itu aku ingin menolongmu, tapi kau malah meralangku. Kau bilang aku ini hanya pengganggu kesenanganmu dengan pria itu dan aku tidak tahu lagi apa yang terjadi saat kau bersama pria itu masuk kedalam kamar" jawab Aluna lugu. Meremas kedua tangannya gugup.

Vivian menatap tak percaya "BOHONG! KAU BERBOHONG LUNA. Aku tak pernah berkata seperti itu Ken, gadis itu pembohong" tunjuk Vivian tak terima.

"KAU?! Dasar gadis tidak tahu malu. Aku tak percaya dengan wajah polosmu itu kau begitu picik Luna. Kau gadis yang tid—".

"CUKUP!!" Bentak Ken.

Ken menunjuk dengan berani pada Vivian "Jaga ucapanmu Vivi. Kau seperti gadis yang tidak bermoral, kau lihat Aluna ketakutan karena mu" Ken merengkuh tubuh Aluna yang kini meringkuk ketakutan.

Vivian semakin sakit melihatnya "Aku? Tidak bermoral? Jika aku tidak bermoral, lalu sebutan apa yang pantas untuk Aluna. Gadis tidak tahu malu kah?" Vivian tersenyum miring.

"JAGA UCAPANMU VIVIAN!" Ken kembali membentak. Vivian menutup matanya, cukup. Sudah cukup, harus sampai kapan dirinya menanggung rasa sakit lebih dalam dari ini.

"D-dulu, kau bahkan tak pernah membentak ku sama sekali. Tapi hari ini, a-aku—aku bahkan tak mengenali dirimu Ken, kau berubah" lirihnya.

Vivian menghembuskan nafasnya dalam-dalam, lalu kembali membuka matanya "Ken... A-aku—" mati-matian Vivian menahan rasa sesak di dadanya "aku menyerah dengan hubungan ini" air matanya meluruh, tak kuasa menahan sakit saat ungkapan yang paling ia hindari keluar dari bibirnya.

Untuk sesaat Ken terdiam. "Bagus. Karena itu yang aku inginkan, aku tak ingin berurusan lagi dengan gadis rendahan sepertimu" balas Ken dengan nada menusuk.

Lagi. Vivian harus menahan rasa sakitnya yang kian bertubi-tubi, dan itu disebabkan oleh orang yang ia cintai selama ini "B-baiklah. Sekarang kau bebas melakukan apapun tanpa ada gangguan dari gadis rendahan sepertiku" Vivian menggigit bibir bawahnya menahan rasa sesak di dadanya.

Ken tersenyum remeh "Baguslah jika kau sadar diri. Ayo Luna, kita pergi dari sini" Ken berujar dengan lembut. Lalu menuntun Aluna dalam rangkulannya meninggalkan Vivian yang kini menatap keduanya dengan nanar.

"Lagi-lagi aku selalu kalah denganmu. Selamat, kau merebut semuanya dariku Luna" Vivian terjatuh pada rerumputan, dan menangis sekencang-kencangnya. Meratapi nasibnya yang selalu kalah dengan Aluna dalam hal apapun.

"Begitu lah ceritanya" ujar Olivia mengakhiri cerita.

Brianna mengerjapkan matanya berusaha mencerna setiap cerita yang ia dengar dari Olivia. Ya tuhan, jadi Aluna dan Vivian itu pernah bersahabat dulunya setelah itu hancur karena Aluna menusuk Vivian dari belakang. Benar-benar definisi tidak tahu malu, bagaimana bisa dia menjebak Vivian seperti itu. Hanya untuk mendapatkan Ken, Brianna tak habis pikir dengan kelakuan Aluna yang berkedok polos padahal hatinya busuk.

Jika seperti ini, Brianna semakin bersemangat untuk menghancurkan Aluna se hancur-hancurya. Hingga gadis itu lebih memilih mati dari pada hidup.

***

Haii semua apa kabar?

Seperti biasa, maaf lama abis US trus beresin tugas uprak yang belum aku kerjain jadinya lama up maaf yaa hehe 🙏

Udaa itu aja deh aku jg bingung mo ngetik apa.

Jan lupa vote sm komennya yaa.

Babaii.

TBC

Continue Reading

You'll Also Like

847K 82.8K 29
Kaylan Saputra anak polos berumur 12 tahun yang tidak mengerti arti kasih sayang. Anak yang selalu menerima perlakuan kasar dari orangtuanya. Ia sel...
145K 13.6K 21
Apa yang kamu lakukan jika mengulang waktu kembali? Tabitha Veronika Miller sosok gadis yang diberi kesempatan untuk mengulang waktu kembali, kematia...
1.6M 128K 98
Thalia Navgra seorang dokter spesialis kandungan dari abad 21. Wanita pintar, tangguh, pandai dalam memasak dan bela diri. Thalia mengalami kecelakaa...
373K 43.1K 55
Rafka, seorang mahasiswa berumur dua puluh tujuh tahun yang lagi lagi gagal dengan nilai terendah di kampus nya, saat pulang dengan keadaan murung me...