'๐’๐†๐†' ๐€๐ฆ๐›๐ข๐ญ๐ข๐จ๐ฎ๐ฌ ๏ฟฝ...

By Taratataaa__

19.7K 2.4K 117

Kelas istimewa-kelas yang hanya akan dihuni oleh anak-anak peringkat paralel. Peringkat satu sampai dengan li... More

Prelude
Optis
โ€ข1โ€ข Apofisis
โ€ข2โ€ข Bakteri Aerob
โ€ข3โ€ข Coulomb
โ€ข4โ€ข Dinasti
โ€ข5โ€ข Empiris
โ€ข6โ€ข Fosfat
โ€ข7โ€ข Gastrodermis
โ€ข8โ€ข Hafnium
โ€ข9โ€ข Inersia
โ€ข10โ€ข Jarak
โ€ข11โ€ข Kingdom
โ€ข12โ€ข Lesbianisme
โ€ข13โ€ข Massa Jenis
โ€ข14โ€ข Neuron
โ€ข15โ€ข Oogenesis
โ€ข16โ€ข Proton
โ€ข17โ€ข Quasar
โ€ข18โ€ข Ragam Beku (Frozen)
โ€ข19โ€ข Silikon
โ€ข20โ€ข Titanium
โ€ข21โ€ข Uterus
โ€ข22โ€ข Vassal
โ€ข23โ€ข W-Virginis
โ€ข24โ€ข Xilem
โ€ข25โ€ข Yupa
โ€ข26โ€ข Zeolit
โ€ข27โ€ข Zigospora
โ€ข28โ€ข Yerkes
โ€ข29โ€ข Xenon
โ€ข30โ€ข Waisya
โ€ข31โ€ข Volcano
โ€ข32โ€ข Uranium
โ€ข33โ€ข Tabulasi
โ€ข34โ€ข Saham
โ€ข35โ€ข Radula
โ€ข36โ€ข Quarry
โ€ข37โ€ข Petrokimia
โ€ข38โ€ข Oksidator
โ€ข39โ€ข Niobium
โ€ข40โ€ข Musci
โ€ข41โ€ข Labelling
โ€ข42โ€ข Katabatic
โ€ข43โ€ข Joule
โ€ข44โ€ข Iridium
โ€ข46โ€ข Germanium
โ€ข47โ€ข Flagela
โ€ข48โ€ข Ekspansi
โ€ข49โ€ข Deklinasi
โ€ข50โ€ข Candu
โ€ข51โ€ข Bromin
โ€ข52โ€ข Ampere
Nawoord
Extra Caput 1
Ekstra Caput 2

โ€ข45โ€ข Heuristik

183 32 3
By Taratataaa__

Biar diam dianggap mati. Daripada bising menyakitkan hati.

👑

Heuristik adalah sebuah teknik yang mengembangkan efisiensi dalam proses pencarian, namum dengan kemungkinan mengorbankan kelengkapan (completeness). Fungsi heuristik digunakan untuk mengevaluasi keadaan-keadaan problema individual dan menentukan seberapa jauh hal tersebut dapat digunakan untuk mendapatkan solusi yang diinginkan. 

👑

Bangku yang ada di Class Crown telah terisi semua, bahkan bangku yang biasa diduduki oleh Aina, Aira, Dizcha, dan Gizca. Ya, hari ini mereka berempat telah kembali bersekolah.

Liburan mereka tidak berjalan dengan sesuai harapan. Mereka lebih sering pergi ke tempat-tempat yang akan dituju itu sendirian, tidak bersama-sama.

Mereka masih sama seperti waktu itu. Saling diam. Hingga membuat temannya yang lain, yang tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi, merasa bingung.

"Tugasnya per kelompok atau individu, Bu?" tanya Reynal pada guru di depan kelas.

"Kelompok, ya. Satu kelompok terdiri dari dua anggota. Ibu sudah membuatkan kelompoknya. Sengaja Ibu yang atur agar tidak ada yang sirik kalau kalian yang pilih sendiri anggota kelompoknya," jawab Bu Adinda di depan.

Bu Adinda mulai membacakan tiap-tiap anggota kelompok dari kelompok satu sampai dengan kelompok lima belas.

Aina–Liora.

Aira–Zelena.

AlifanRevika.

Alvarez–Vita.

Anelis–Indira.

DizchaGizca.

Erayla–Austin.

Flavia–Anggara.

GraysiaNoelia.

JevaDanella.

Karvian–Aldo.

LouissaAnandyas.

ReynalRavendra.

Darwin–Nezar.

Tsabita–Kanaya.

Demikianlah Bu Adinda menyebutkannya. Banyak dari mereka yang mendesah berat lantaran mendapatkan partner yang tidak sesuai dengan keinginannya.

"Bu, saya mau mengerjakan tugasnya secara individu saja. Ini hanya makalah, tidak perlu berkelompok pun saya bisa menyelesaikannya," ujar Dizcha diawali mengangkat tangannya agar Bu Adinda mengalihkan atensi padanya.

"Sombong banget. Mentang-mentang otaknya encer," cibir Zelena yang duduk tepat di belakangnya.

Dizcha memutar tubuhnya seratus delapan puluh derajat. "Elo yang IQ-nya di bawah gue aja bisa sombong, masa gue gak bisa sih? Mikir dong!"

"Tidak bisa, Dizcha. Ibu sengaja membuat tugas ini menjadi tugas kelompok dengan anggota yang sedikit agar terlihat kerja sama di antara kalian. Terlebih Ibu tau kalau kalian tidak terlalu dekat dengan lima belas murid baru. Betul?"

"Kalau begitu, saya tukar kelompok saja sama kelompok yang lain," usul Dizcha.

"Tidak bisa, Dizcha. Ibu sangat menginginkan hasil dari kerja sama antara kamu dan Gizca. Ibu yakin hasilnya akan sangat memuaskan. Kamu tahu sendiri bukan kalau Gizca itu pemenang IHO? Dia pasti akan sangat membantumu," tolak Bu Adinda.

Gizca mendengarkan dengan baik usaha Dizcha agar tidak satu kelompok dengannya. Ia sedikit mengerutkan kening. Apa dia benar-benar ingin menghindar?

Dizcha menghela napas kasar. Bu Adinda memang sulit untuk diajak bernegosiasi.

"Saya akan tetap satu kelompok dengan Dizcha, tapi, tugas kami akan berbeda, Bu. Isinya mungkin akan sama, tapi kami akan mengumpulkan makalah itu dengan nama masing-masing," ucap Gizca.

"Terserah saja. Yang penting kalian bekerja sama." Bu Adinda mulai pusing dengan ini. "Baik, pelajaran Ibu sampai di sini. Lusa, makalahnya harus sudah dikumpulkan saat ada pelajaran saya. Mengerti?"

"Mengerti, Bu!"

Lantas Bu Adinda melangkah keluar kelas. Menghirup udara dalam-dalam saat telah berhasil keluar dari ruang kelas ambisius itu.

"Kita kerja sama, tapi tugas masing-masing," kata Aira pada Zelena.

Zelena membelalakkan matanya. Apa-apaan ini?!

"Gak bisa gitu, dong!"

"Bisa. Dizcha sama Gizca aja bisa."

"Mereka beda sama kita. Dari awal emang mereka gak mau satu kelompok," ujar Zelena tidak terima.

"Gue juga gak mau satu kelompok sama lo," balas Aira.

"Gue aduin sama Bu Adinda," ancam Zelena.

Aira tidak menyanggah atau pun melarang apa yang akan dilakukan Zelena. Raut wajahnya terlihat datar. Tidak peduli dengan ancaman yang diberikan Zelena.

"Gue gak peduli."


Pesan masuk ke ponselnya langsung Aira cek. Laki-laki itu ada-ada saja. Pasti dia bermaksud mengajaknya untuk membolos pelajaran.

Karvian berdiri dengan sedikit mendorong kursinya ke belakang. Pergerakan laki-laki itu benar-benar tak lepas dari pandangan Aira.

"Ai, gue izin ke toilet, ya. Jangan catet gue bolos di jam pelajarannya Bu Rinai," ucap Karvian dengan nada sedikit memeringatkan.

"Ya tergantung. Kalau lo gak balik-balik ya gue nyatet nama lo di agenda kelas."

"Lo bukan sekretaris ya, Ai!" sewot Karvian.

"Gampang itu mah. Gue tinggal nyuruh Danella atau Dizcha buat nyatet nama lo di agenda. Lo lupa? Gue ketua kelas di sini," balas Aina tidak mau kalah.

"Gini banget punya ketua kelas. Udah enak si Jeva yang jadi ketua kelas waktu itu," dumel Karvian kesal dan dengan suara yang pelan.

"Coba ngomong yang keras, Kar," pinta Aina.

"Enggak, enggak, sorry. Saya pamit undur diri, Kanjeng Ratu," pamitnya lalu lari keluar dari kelas.

Aina memutar kedua bola matanya malas. Anggota kelas yang satu itu memang seperti itu.

👑

"Kak Vian? Kak Vian ngapain di sini?"

Karvian berbalik. Ia mendapati gadis dengan hijab berwarna putih di kepalanya.

"Kamu yang ngapain di sini? Balik sana ke kelas, jangan bolos pelajaran," suruh Karvian.

"Harusnya Adel yang ngomong gitu. Tadi Adel liat Kak Vian lari-lari dari kelas. Adel penasaran, makanya Adel langsung ikutin Kak Vian. Ngapain sih, Kak, di sini?" tanya Adel penasaran.

"Nyari angin aja. Gerah di kelas, Del," jawab Karvian berbohong.

"Keliatan banget bohongnya, Kak. Di kelas ada AC loh."

Karvian memejamkan matanya sebentar. Ia lupa!

"Masih kurang dingin."

"Ya tinggal turunin suhunya, Kak."

"Gak bisa. Paling rendah tuh suhunya dua puluh dua derajat celsius. Beda sama di rumah, Del, bisa bebas atur suhu AC sesuka kita," balas Karvian menutupi tiap-tiap kebohongannya.

"Kata siapa? AC di kelas boleh sampai dua puluh derajat celsius. Lo ke mana aja sih, Kar? Sejak semester ini 'kan aturan suhu AC diubah."

Adel berbalik. Seorang gadis yang sangat dikenalinya. Dan tentunya dikenali oleh seluruh murid di SGG.

Grace Natalie. Cucu dari pemilik sekolah tingkat akhir, SMA Gold Garuda.

"Lo ngapain ke sini?" tanya Karvian sinis.

"Loh, kok lo nanya sih? Ini sekolah milik kakek gue, jadi terserah gue dong," balas Grace.

"Bukan masalah itu. Lo itu kalau di sekolah sama aja kayak murid lainnya. Pak Roberts sendiri yang bilang," ketus Karvian. "Lo dateng ke rooftop itu udah ngeganggu gue. Lagian lo bukan anak dari kelas istimewa, ngapain masuk ke area gedung ini? Lo lupa sama aturan sekolah? Siapa pun yang bukan siswa kelas istimewa, gak dibolehin masuk ke area gedung ini."

Grace berdecak pelan. Orang-orang yang mengetahui dirinya masuk ke area gedung istimewa selalu mengatakan hal yang sama padahal mereka sudah tahu kalau ia adalah cucu dari pemilik sekolah ini.

Ya, Grace memang tidak pernah berniat untuk memanfaatkan posisinya di sekolah ini sebagai cucu dari pemilik sekolah. Tapi, apa di antara mereka tidak ada yang merasa segan pada dirinya setelah mengetahui fakta itu?

"Oke, terserah."

👑

Perpustakaan utama. Mereka memilih duduk di pojok ruangan. Supaya tidak ada yang menguping pembicaraan mereka berdua.

"Almost all the children in the class are aware of this change, Jev. I'm afraid that someone might just be my stalker or even Aira's stalker appearing again. Udah cukup teror-teror itu gak dateng lagi, jangan sampai karena persoalan ini, muncul teror-teror baru dan stalker baru. Apalagi kalau sampai menimpa ke Aira. Gue gak bisa terima," ujar Aina kesal.

Jeva terdiam. Dia bingung harus merespon apa. Dia bahkan baru mengetahui ini barusan saja.

Aina memberitahunya soal ini dan Aina meminta Jeva untuk merahasiakannya sampai semua yang terlibat siap untuk diketahui oleh semua orang kalau ternyata mereka masih memiliki hubungan darah.

"I'm not really okay right now, Jev. Persahabatan gue bisa aja hancur sekarang juga. Liora juga belum tau apa pun soal ini. Gue takut dia tau soal ini dari orang lain, dia kecewa sama gue dan yang lainnya, terus kita bener-bener hancur. I don't want that to happen," lanjut Aina.

"Siapa sih yang mau persahabatannya hancur, Ai? Gue rasa enggak ada. Cuma orang-orang bodoh yang pengin itu terjadi, apalagi kalau sampai ngadu domba sahabatnya sendiri. Tapi, ini bukan salah lo, Ai. Posisinya di sini kalian gak salah sama sekali. Kalian emang terlibat, tapi bukan berarti kalian berperan sebagai pelaku. Bukan. Gue juga gak bisa nyebut kalian itu korban. Bukan karena apa, di sini gak ada korban yang sesungguhnya, Ai. Kalau bicarain soal korban, tante Lila sama tante Lili juga korban. Itu yang sebenarnya. Letak kesalahannya ada di nenek kakek lo sama Tuan Fengying. Udah. Sumbernya dari sana."

"But, why am I and the others also involved? Why don't you just stop. Until Mama and Aunt Lili just wrote."

"Karena lo juga bagian dari mereka. Mungkin jawaban gue ini gak tepat, Ai. Tapi, lo boleh inget kata-kata gue. Orang tua emang lebih tau yang terbaik buat anak-anaknya, tapi orang tua lebih banyak menutup mata buat tau dampak buruk yang menimpa anak-anaknya dari yang orang tua lakuin." Jeva menghela napasnya sebentar. "Gue juga termasuk salah satu korban di dalam konflik yang terjadi di rumah gue. But, now all the problems are solved. Gue lega setelah semuanya selesai. Yang perlu lo percaya, yang sekarang lagi menimpa keluarga lo dan sahabat lo, itu semua bakalan berakhir. Lo bakalan tenang, Ai."

Aina mengeluarkan ponselnya. Membuka galeri dan mencari foto-fotonya dengan keempat sahabatnya. Ada puluhan bahkan ratusan foto mereka berlima.

Dia tersenyum getir. Apa mungkin tidak lama lagi foto-foto ini hanya sekadar tersimpan di memori ponsel tanpa pernah ada tambahan foto dan video lagi?

Bahkan foto-foto itu tersimpan dalam foldernya sendiri. Folder khusus.

"Di sini, kita berlima senyum bareng, bahagia bareng. Tapi sekarang? We are both angry. Kedengaran aneh tau, Jev, kita gak pernah ada konflik sampai separah ini," desah Aina.

"Ai, kalau lo sama yang lainnya real friend dan bukan fake friend, mau separah apa pun konfliknya, kalian bakalan balik lagi kayak dulu. Gue yakin dan lo juga harus yakin itu."

👑

"Lusa."

"Apa?"

"Kita tunangan."

"WHAT?! Kok bisa? Mendadak banget tau gak?"

Alvarez mengedikkan bahu. Ia juga tidak tahu. Bahkan ia masih shock mendapatkan kabar ini dari orang tuanya.

Dizcha membuang napas kasar. Masalahnya dengan sahabatnya saja belum selesai. Tapi sekarang masalah baru telah tiba.

Dizcha tidak pernah mau bertunangan dengan Alvarez walau pun dia sendiri tahu kalau Alvarez ialah laki-laki yang baik.

"Gue gak bisa, Rez."

"Lo pikir gue bisa? Gue juga enggak. Gue gak mau maksain lo, Diz, tau gue paling gak bisa ngebantah permintaan orang tua gue."

Dizcha berdecak sekali. Selalu soal orang tua.

"Kita udah selalu nurutin semua kemauannya orang tua kita, so, buat sekarang, kita mau orang tua yang nurutin kemauannya kita. Kita tolak perjodohan ini bareng-bareng dan pakai alasan yang masuk akal. Oke?" usul Dizcha.

Alvarez menggelengkan kepala. Dia tetap tidak bisa, mau menggunakan alasan apa pun. Pasti nanti orang tuanya akan selalu mengungkitnya yang tidak mau menuruti kemauan mereka.

Bukan hanya itu saja. Ia juga pasti akan dicap buruk oleh mereka.

"See? Masalahnya bukan ada di orang tua kita, tapi lo sendiri, Rez. Kalau kita nyoba buat nolak ini semua dari awal, pasti mereka bakalan nerima, Rez. Tapi 'kan di sini elo sumbernya, lo gak mau nolak perjodohannya. Bisa aja kita ancam pakai ancaman bunuh diri—"

"Lo gak usah gila, Dizcha! Gue pernah pakai ancaman itu dan mereka gak peduli. Orang tua gue bukan kayak orang tua lo, Diz," sela Alvarez tersulut emosinya.

"Orang tua gue bukan kayak orang tua lo? Maksud lo apa?! Orang tua gue brengsek, Rez, orang tua gue lebih jahat dari orang tua lo! Orang tua gue gak pernah peduliin gue, Rez!" sentak Dizcha.

Alvarez mengacak-acak rambutnya sendiri. Dua orang sudah sama-sama tersulut emosinya.

"Buktinya nyokap lo samperin lo ke Sydney, kakak lo juga, 'kan? Lo pikir gue gak tau soal itu? Nyokap lo peduli sama lo, enggak kayak nyokap gue, Dizcha ...."

Dizcha memalingkan wajahnya. Sedikit mendongak menatap ke atas, berusaha menghalau air mata yang sudah siap jatuh dari pelupuk matanya.

Nyatanya, apa yang Alvarez katakan tidak sepenuhnya benar. Dia memang datang menemuinya. Tapi bukan karena dia peduli.

"Lo gak tau apa-apa, Rez ...."

"Iya, gue emang gak tau apa-apa karena lo emang gak pernah ngasih tau gue."

"Bukan itu!" Sekali lagi Dizcha menyentak Alvarez. "Mereka datang ke Sydney buat liburan, bukan buat gue. Lo tau itu? Lo tau siapa nyokap gue? Lo tau enggak, gue tanya?!"

Alvarez menggeleng pelan. Sampai sekarang, ia tidak mengetahui siapa ibu kandung Dizcha. Bahkan teman-teman sekelasnya pun tidak ada yang mengetahuinya.

"Lo tau siapa nyokapnya Gizca?" tanya Dizcha. Anggukan kepala Alvarez membuat ia melanjutkan kalimatnya lagi. "Lili Ferysna Prapanca, dia nyokap gue."

Laki-laki tinggi itu membelalakkan matanya lebar. Jantungnya berdegup sangat kencang. Di dalam hatinya terus membantah apa yang dikatakan oleh Dizcha.

"Kaget? Gue juga. Bahkan gue baru tau siapa nyokap gue yang sebenarnya beberapa hari ini. Lo tau? Mungkin gue gak pernah dianggap, Rez, entah sama nyokap atau pun bokap gue. Bokap gak pernah peduliin gue, dia lebih peduli sama Kak Sekala. Begitu pun sama nyokap, dia lebih peduli sama adik gue, Gizca. Buktinya gue udah ditinggal sama nyokap dari bayi."

Suara Dizcha terdengar lirih. Bibirnya dia gigit guna menahan suara yang keluar dari mulutnya. Air matanya perlahan luruh. Mengingat kejadian beberapa hari terakhir yang berhasil membuatnya terkejut bukan main.

"Cerita tentang bokap gue yang ngerawat gue sampai lupa kalau masih ada Kak Sekala di hidup dia ... gue rasa itu cuma kebohongan. Kak Sekala cuma pengin bikin gue seneng sesekali. 'Kan gue gak pernah dibikin seneng sama dia, mungkin kayak gitu, dia bohong."

Dizcha mengusap kasar air matanya. Mata dan hidungnya sudah memerah. Tangisnya memang tertahan, tapi, sakitnya tak tertahankan.

"Gue gak pernah—"

Pelukan tiba-tiba dari Alvarez membuat Dizcha menghentikan kalimatnya. Lidahnya mendadak kelu saat Alvarez mengusap lembut rambutnya.

"Lo ada di sini, lo hidup di sini, lo hidup di dunia ini udah delapan belas tahun. Lo selalu hidup di sini, Dizcha. Jangan sekali lagi lo berpikir kalau gak ada satu orang pun yang menganggap lo hidup. Lo akan selalu hidup di sini bareng gue. Kita sama-sama keluar dan menjauh dari rumah penuh rasa sakit itu bareng-bareng. Kita ciptain kehidupan baru kita di rumah kita. Oke?"

👑




























Kira-kira apa jawaban Dizcha, ya? Setuju atau nggak?

Mereka tuh sama-sama sakit. Tapi ya gitu. Mereka sama-sama menganggap dirinya sendiri itu sebagai anak yang paling menderita di dunia ini. Padahal orang di hadapan dia juga mungkin aja punya kehidupan yang gak jauh beda sama dirinya.

Right?

Dikit lagi ending bestie. Jangan lupa selalu tinggalkan jejak ya setiap selesai membaca chapter di cerita ini. Atau kalau perlu vote di awal baca biar gak lupa wkwkw.

See you <3

Continue Reading

You'll Also Like

564K 14K 114
'i was living in a different world , before i met my little girl' - leo messi. world's greatest footballer , a good husband , a great father and a h...
942K 83.4K 38
๐™๐™ช๐™ฃ๐™š ๐™ ๐™ฎ๐™– ๐™ ๐™–๐™ง ๐™™๐™–๐™ก๐™– , ๐™ˆ๐™–๐™ง ๐™œ๐™–๐™ฎ๐™ž ๐™ข๐™–๐™ž ๐™ข๐™ž๐™ฉ ๐™œ๐™–๐™ฎ๐™ž ๐™ข๐™–๐™ž ๐™ƒ๐™ค ๐™œ๐™–๐™ฎ๐™ž ๐™ข๐™–๐™ž...... โ™ก ๐™๐™€๐™๐™„ ๐˜ฟ๐™€๐™€๐™’๐˜ผ๐™‰๐™„ โ™ก Shashwat Rajva...
200K 9.9K 56
แ€„แ€šแ€บแ€„แ€šแ€บแ€€แ€แ€Šแ€บแ€ธแ€€ แ€›แ€„แ€บแ€ทแ€€แ€ปแ€€แ€บแ€•แ€ผแ€ฎแ€ธ แ€กแ€แ€”แ€บแ€ธแ€แ€ฑแ€ซแ€„แ€บแ€ธแ€†แ€ฑแ€ฌแ€„แ€บแ€กแ€™แ€ผแ€ฒแ€œแ€ฏแ€•แ€บแ€›แ€แ€ฒแ€ท แ€€แ€ฑแ€ฌแ€„แ€บแ€œแ€ฑแ€ธ แ€€แ€ปแ€ฑแ€ฌแ€บแ€”แ€ฑแ€™แ€„แ€บแ€ธ แ€แ€ผแ€ฐแ€แ€ผแ€ฌแ€œแ€ฝแ€”แ€บแ€ธแ€œแ€ญแ€ฏแ€ท แ€€แ€ปแ€ฑแ€ฌแ€บแ€”แ€ฑแ€™แ€„แ€บแ€ธแ€€ แ€•แ€ญแ€ฏแ€ธแ€Ÿแ€•แ€บแ€–แ€ผแ€ฐแ€œแ€ญแ€ฏแ€ท แ€”แ€ฌแ€™แ€Šแ€บแ€•แ€ฑแ€ธแ€แ€ถแ€›แ€แ€ฒแ€ท แ€€แ€ฑแ€ฌแ€„แ€บแ€™แ€œแ€ฑแ€ธ แ€”แ€ฑแ€แ€ผ...
13.1M 435K 41
When Desmond Mellow transfers to an elite all-boys high school, he immediately gets a bad impression of his new deskmate, Ivan Moonrich. Gorgeous, my...