Ex Boyfriend | Jung Jaehyun

By selvimeliana

18.2K 1.2K 696

๐‚๐จ๐ง๐ญ๐ž๐ง๐ญ ๐ฐ๐š๐ซ๐ง๐ข๐ง๐ (๐ฌ) ; ๐๐ก๐ฒ๐ฌ๐ข๐œ๐š๐ฅ ๐ญ๐จ๐ฎ๐œ๐ก, ๐ค๐ข๐ฌ๐ฌ๐ข๐ง๐ , ๐œ๐ฎ๐๐๐ฅ๐ž, ๐š๐ฅ๐œ๐จ๐ก๐จ๐ฅ... More

PROLOG
01. Masih Tentang Liana
02. Dia?
03. Mimpi Buruk
04. Masa Lalu yang Kembali
05. Kisah Itu Sudah Berakhir
06. Berawal Tantangan
07. Hari Pertama
08. Hanya Sebatas Bertemu Lagi
09. Realita Mereka
10. Pantas Bahagia
11. Galen Daumzka
12. Serpihan Kebenaran Tentang Aldi
13. Satu Kebenaran Lagi
14. Masa yang Berbeda
CERITA BARU
PEMBERITAHUAN ! ! !
15. Mereka Hanya Masa Lalu, kan?
16. Lekas Sembuh
17. Apa Damai itu Benar Ada?
18. Ending
19. Putus Asa
21. Reuni Masa Lalu
22. Reuni Masa Lalu 2
23. Deja Vu
24. Lunch
25. Hujan Malam Ini
26. Kenangan Masa Lalu
27. Bukan Sekedar Harapan
28. Masih Butuh Waktu
29. Tahapan
30. Tersampaikan
31. Terbalaskan
32. Bagian Masa Lalu
33. Janji
34. Menikmati Waktu
35. Lamaran
36. Terungkap
37. Happy Wedding
EPILOG

20. Terima Kasih

205 24 24
By selvimeliana

Ada perasaan tidak rela saat Aldi mengantar Liana tadi. Rasa-rasanya, Aldi tidak ingin jika Liana langsung pulang begitu saja. Aldi ingin menghabiskan waktu cukup lama dengan Liana. Entah apa maksud dari perasaannya kali ini, tapi yang jelas hal ini membuat Aldi tidak tenang.

Aldi tidak bisa melakukan apapun untuk mengatasi ini, mengingat hubungannya dengan Liana yang baru saja membaik setelah sekian lama. Ia tidak mau sampai membuat Liana risih jika ia mengutarakan perasaannya ini. Sehingga Aldi memilih untuk tetap diam sampai akhirnya Liana masuk kedalam rumah. Dan setelah itu, Aldi juga memilih untuk pulang dengan perasaan yang tetap tidak rela.

Diperjalanan pulang, tiba-tiba Aldi mendapatkan sebuah panggilan dari Liana tepat saat ia memikirkan perempuan itu.

Tidak menunggu lebih lama, Aldi menekan tombol yang ada di setir untuk mengangkat panggilan tersebut.

"Halo."

Sebelah alis Aldi terangkat karena ia tidak mendengar suara apapun dari sebrang sana.

"Liana?"

"Halo."

"Na, kamu denger aku?"

"Kamu disana, kan?"

Aldi jadi bingung sendiri karena Liana tidak kunjung menjawab.

Apa Liana tidak sengaja memanggilnya?

Aldi berpikir begitu sehingga ia berniat untuk memutuskan panggilan tersebut. Namun, saat Aldi ingin mengakhiri panggilan tersebut, ia malah mendengar suara seorang pria yang berseru keras.

Itu suara Galen, Aldi yakin.

"Liana!" Aldi kembali mencoba memanggil Liana, dan hasilnya tetap sama. Liana sama sekali tidak menjawab.

Walaupun Aldi tidak mendapatkan jawaban dari Liana, tapi samar-sama ia bisa mendengar beberapa percakapan antara Liana, dan Galen.

Mereka berdua sepertinya bertengkar lagi.

Aldi jadi mencemaskan Liana jika seperti ini.

Beberapa detik setelah itu, jantung Aldi seperti berhenti berdetak ketika ia mendengar suara desahan yang lirih. Walaupun terdengar lirih, tapi Aldi tahu jika itu memang suara seseorang yang sedang mendesah.

Saking terkejutnya mendengar itu, Aldi sampai mengerem mendadak ditengah-tengah jalan. Beberapa mobil, dan motor yang ada dibelakangnya, berseru kesal sambil membunyikan klakson berkali-kali sebelum akhirnya menyalip. Tapi Aldi tidak peduli dengan itu semua.

Aldi menggigit kepalan tangannya sendiri sambil terus mendengarkan suara disebrang sana untuk memastikan apa yang sedang terjadi.

"Bangsat!"

Tanpa memutuskan panggilan tersebut, Aldi menancap gas. Mobilnya mulai membelah jalan raya dengan begitu cepat.

Aldi putar arah seperti orang kesetanan. Kali ini Aldi tidak memikirkan nyawanya sendiri. Yang ia pikirkan sekarang hanya Liana yang terdengar mulai mengatakan hal yang tidak-tidak kepala Galen.

Lewat percakapan mereka berdua yang didengar Aldi, Aldi jadi tahu situasi seperti apa yang sedang terjadi antara Liana, dan Galen. Aldi sampai tidak mampu membayangkannya terlalu jauh.

Galen gila.

Aldi terus memaki didalam hatinya.

Aldi marah, itu tentu saja. Ia marah sebagai sesama pria karena apa yang Galen lakukan pada Liana kali ini sudah keterlaluan. Separah apapun kondisi hubungan mereka, tidak seharusnya membuat Galen bertindak sampai sejauh ini hanya untuk membuat Liana menjadi miliknya lagi. Galen salah melakukan itu.

Dari sekarang, Aldi benar-benar sudah tidak bisa menoleransi Galen lagi. Seperti apa yang Aldi katakan pada Galen saat itu, sekarang Aldi benar-benar tidak akan mau melepaskan Liana jika untuk pria seperti Galen.

"Liana, tolong!" Aldi kalang kabut karena mendengar tangisan Liana, hingga ia terus menambah kecepatan mobilnya. Ia sangat ingin segera sampai di rumah Liana. "Bertahan, Na! Aku mohon."

Mobil Aldi semakin melaju cepat.

Butuh waktu kurang lebih lima belas menit untuk Aldi sampai di rumah Liana, itupun sudah dengan kecepatan diatas rata-rata.

Dengan tidak sabar, Aldi langsung turun dari mobilnya yang terparkir asal didepan rumah Liana. Saking tidak sabarnya, bahkan ia sampai lupa membawa kunci mobilnya.

Pria itu langsung masuk kedalam rumah Liana yang untung saja gerbang, dan pintu rumah Liana sama sekali tidak di kunci. Ia tidak mengucapkan salam sama sekali. Ia asal masuk saja, tidak peduli jika ada orang lain didalam rumah ini.

"Na?"

"Liana!"

Sambil berlari, Aldi menyusuri rumah Liana yang ternyata sepi. Tidak ada yang datang saat Aldi berteriak manggil-manggil Liana seperti tadi.

"Kamu dimana, Na?" Aldi bergumam sambil menatap kesekelilingnya.

Aldi mulai berpikir jika mungkin saja Liana, dan Galen ada didalam kamar Liana. Pemikiran ini membuat Aldi langsung bergerak menuju ke lantai dua. Yang Aldi tahu tentang kamar Liana hanya sebatas ini saja, ia tidak tahu pasti dimana kamar perempuan itu. Jadi untuk menemukan Liana, Aldi sampai membuka setiap pintu yang ada di lantai dua.

"Na?"

Dibalik pintu pertama yang Aldi buka, Aldi tidak menemukan tanda-tanda keberadaan Liana. Begitupun dengan pintu kedua.

Aldi mengerang frustasi. Matanya sampai berair.

Di pintu keempat yang Aldi buka, Aldi melihat keadaan kamar yang kacau. Banyak barang-barang yang jatuh didekat nakas tempat tidur bahkan Aldi melihat ada pakaian perempuan yang tergeletak diatas lantai. Aldi ingat betul jika pakaian itu adalah pakaian yang tadi Liana pakai.

Dengan kaki yang rasanya mulai tidak bertenaga, Aldi memilih untuk masuk kedalam kamar itu. Pikiran-pikiran buruk terus berdatangan sampai membuatnya meraup wajah menggunakan kedua tangannya, saking frustasinya.

Dimana Liana sekarang?

Aldi berhenti berjalan saat ia menemukan sebuah ponsel yang tergeletak diatas lantai. Dengan dada yang naik turun karena perasaannya yang berkecamuk, Aldi mengambil ponsel tersebut.

Ternyata itu memang benar ponsel Liana. Aldi tahu itu karena ia melihat layar ponsel yang masih menunjukan panggilan ke nomornya.

Setelah memutuskan panggilan itu, Aldi menaruh ponsel tersebut diatas meja kecil yang ada didekat sana.

"Kamu dimana, Na?" Aldi mulai mengamati keadaan disekitar kamar Liana.

Aldi tidak menemukan Liana dimana-mana, bahkan ia juga tidak menemukan Galen. Aldi sama sekali tidak melihat mereka berdua. Di kamar Liana, mereka juga tetap tidak ada. Ini membuat Aldi semakin frustasi dan juga takut.

Tapi Aldi tiba-tiba teringat jika ada satu tempat yang belum Aldi lihat. Kamar mandi yang ada di kamar Liana, Aldi harus melihatnya.

Aldi semakin mendekati pintu kamar Mandi. Tanpa mengetuk atau hal yang lainnya, Aldi langsung berusaha membuka pintu tersebut. Namun sayang, pintu tersebut ternyata terkunci dari dalam.

Masih seperti tadi, Aldi sama sekali tidak peduli dengan kemungkinan terburuk yang akan ia lihat nanti. Pria itu terus berusaha membuka pintu kamar mandi dengan cara mendobraknya sekuat tenaga.

Dipercobaan Aldi yang keenam, ia berhasil mendobrak pintu tersebut membuat dadanya naik turun dengan begitu cepat.

"Liana!"

Aldi berhasil menemukan Liana didalam kamar mandi. Perempuan itu ada disana seorang diri. Aldi sama sekali tidak melihat Galen.

Liana, perempuan itu duduk meringkuk dalam posisi membelakangi Aldi. Perempuan itu ada didalam bathtub berisi air yang berasal dari shower diatas kepala Liana yang terus mengalir.

Ada yang sangat melukai perasaan Aldi saat pertama kali melihat Liana disini, yaitu tangis pilu Liana. Dan hal itu bertambah setelah ia melihat punggung Liana yang hanya terbalut oleh bh berwarna hitam.

Aldi mengepalkan tangannya kuat menyaksikan Liana seperti ini. Aldi benar-benar marah.

Tidak bisa hanya diam saja, Aldi memilih untuk mematikan shower. Setelah itu, Aldi mengambil handuk untuk menyelimuti punggung Liana yang terlihat jelas.

"Na?"

Liana sama sekali tidak menatap Aldi. Perempuan itu justru menenggelamkan kepalanya dilipatan kaki setelah mendengar suara Aldi.

Aldi berjongkok didekat bathtub. Lelaki itu menatap nanar Liana. "Ini aku, Na." Aldi melirih. "Keluar dari situ, ya! Kamu bisa kedinginan kalo disitu terus," bujuknya.

Isakan Liana malah semakin menjadi.

"Na?" Aldi tidak tahu harus mengatakan apa lagi disaat-saat seperti ini.

Bukan hanya Liana yang dalam keadaan kacau, Aldi juga sama. Ia merasa kacau jika harus terus melihat Liana yang seperti ini. "Aku mohon."

"Pergi, Al! Pergi!" sambil terisak, Liana mengusir Aldi. "Aku gak mau kamu liat kondisi aku sekarang," lanjutnya yang semakin menangis.

"Aku gak bisa pergi kalo kamu kaya gini."

"Jangan peduli sama aku, Al!"

"Gimana bisa aku gak peduli?" tanya Aldi. "Sekalipun kita bukan lagi yang dulu, tapi kamu tetep jadi orang terdekat aku, Na. Aku gak bisa berhenti peduli sama kamu."

Aldi berusaha meraih bahu Liana, tapi Liana langsung menghindar.

"Liat aku, Na!" pinta Aldi dengan lembut.

"Aku malu."

Aldi terdiam mendengar Liana berbicara seperti itu.

"Aku malu, Al!"kali ini perempuan itu berseru. "Malu," suaranya jadi melirih seketika.

Sambil menghela napas berat, sebelah tangan Aldi mengusap lembut puncak kepala Liana. "Jangan malu kalo memang gak salah," ucapnya. "Disini kamu itu gak salah, Na. Kalo-pun tadi kesalahan baru aja terjadi, itu bukan salah kamu. Kamu cuma korban. Jadi jangan salahin diri kamu kaya gini, Na!"

"Kamu gak tau apa-apa, Al!" Liana masih menangis.

"Aku tau, Na. Aku denger semuanya." Aldi menghembuskan napasnya kasar. "Tadi kamu kayanya gak sengaja nelfon aku, karna itu aku sekarang ada diaini. Karna aku tau apa yang sebenernya udah menimpa kamu sampai kamu kaya gini."

Tanpa diduga, Liana mulai membalikan badan untuk menatap Aldi. Dan saat itu juga Aldi tersadar jika handuk di punggung Liana tidak benar-benar menutupi bagian depan tubuh Liana. Hal ini membuat Aldi cepat-cepat membenarkannya sampai tubuh depan Liana benar-benar tertutup.

Kedua mata Aldi terangkat untuk melihat wajah Liana. Dan hal pertama yang Aldi lihat adalah mata sembab Liana yang memerah. Kemudian, bibirnya terlihat membengkak dengan beberapa noda darah disekitarnya. Dan lagi, Aldi melihat banyak tanda merah di leher dan juga telinga Liana.

Aldi marah melihat itu, tapi Aldi tetap berusaha tenang. Yang penting sekarang adalah menenangkan Liana yang cukup terguncang.

"Galen brengsek, Al." Liana kembali menangis.

Aldi mengangguk-anggukan kepalanya. Sebelah tangannya bergerak mengusap noda darah diujung bibir Liana. "Iya, Galen brengsek, Na."

Air mata itu terus menerus membasahi pipi Liana yang berhasil membuat dada Aldi sesak, bahkan sangat.

"Kamu boleh nangis, kamu boleh marah tapi jangan sampai menyiksa diri kamu kaya gini, Na." Aldi meraih kedua tangan Liana yang terasa sangat dingin. Aldi sampai menggosok-gosoknya menggunakan kedua tangannya agar tangan Liana menjadi hangat.

Saat Aldi menatap kedua telapak tangan Liana, ternyata tangannya sudah mengeriput. Sepertinya Liana memang sudah cukup lama berendam seperti ini.

"Kamu udah kedinginan. Kita keluar ya, terus keringin tubuh kamu!"

Tidak menunggu jawaban dari Liana, Aldi berdiri lalu berjalan untuk mengambil bathrobe berwarna hitam yang tergantung.

"Ambil ini!" pinta Aldi sambil menyodorkan  bathrobe tersebut kepada Liana yang masih sesenggukan.

Aldi tersenyum kecil saat Liana mengambilnya. Setelah itu, Aldi berbalik badan. Ia memberi waktu untuk Liana memakainya.

"Udah?"

"Hem."

Aldi berbalik badan untuk kembali menatap Liana.

Sekarang, mereka berdua sudah saling berhadap-hadapan. Liana yang terdiam, sedangkan Aldi yang terus menatap dalam mata Liana yang berkaca-kaca. "Apapun yang udah terjadi, aku akan ada diposisi terdepan buat kamu. Kamu gak sendiri, gak pernah. Itu yang harus kamu inget, oke?" Aldi mengusap bekas air mata dikedua pipi Liana.

"Aku takut. Aku bener-bener takut. Rasanya, rasanya hidup aku udah direnggut, Al," kedua tangan Liana meraih ujung baju Aldi, lalu meremasnya. Perempuan itu kembali menjatuhkan air matanya.

Kali ini Aldi menangkup kedua pipi Liana. Lelaki itu menggeleng pelan. "Enggak Na, itu gak bener. Gak ada yang renggut hidup kamu. Kejadian tadi gak buat hidup kamu hilang, justru hidup dia yang bakalan hilang karna dia udah kehilangan kamu, sepenuhnya."

"Sebelumnya maaf, tapi aku udah gak tahan lagi."

Dan setelah mengatakan itu, Aldi langsung membawa Liana kedalam pelukannya. Aldi memeluk Liana dengan erat hingga isakan tangis Liana cukup teredam di dadanya.

"Dulu dan sekarang tetep sama, aku gak bisa liat kamu nangis kaya gini. Aku gak tahan."

Liana yang tadi tidak membalas pelukan Aldi sama sekali, sekarang ia mulai membalasnya tidak kalah erat.

"Dia bener-bener kehilangan aku, kepercayaan aku."

"Iya."

"Ini lebih nyakitin aku daripada waktu kamu ninggalian aku, Al. Kali ini aku lebih terluka lagi," tangis Liana pecah.

Aldi yang tidak bisa berkata-kata lagi, memberikan usapan lembut di punggung Liana sambil terus mendengar racauan perempuan itu.

_-_-_-_-_

Liana merasa jika posisi tidurnya saat ini tidak nyaman. Ia sampai berganti posisi beberapa kali untuk mencari posisi ternyaman. Namun, seberapa banyak Liana mencari posisi ternyaman, ia tetap tidak menemukannya. Dengan berat hati, Liana membuka kedua kelopak matanya dengan salah satu tangan memegangi kepala. Kepalanya tiba-tiba terasa sakit. Mungkin ini yang sudah menyebabkan tidurnya terganggu.

Mata Liana benar-benar terasa berat bahkan setelah kedua kelopak matanya terbuka dengan sempurna. Disaat-saat seperti ini lah yang membuat beberapa ingatan Liana bermunculan lagi.

Galen, dan semua yang semalam Galen lakukan kepadanya kembali ia ingat dengan jelas.

Liana terlalu bodoh karena tadi sebelum benar-benar sadar, Liana sempat mengira jika kejadian semalam hanya mimpi belaka. Nyatanya itu semua bukan mimpi, itu nyata dan kenyataan itu lagi-lagi melukai perasaan Liana sampai tanpa sadar sudut mata kirinya sudah mengeluarkan air mata.

Liana tidak pernah membayangkan hal ini akan terjadi kepadanya.

Dengan kasar, Liana mengusap air matanya. Ia tidak ingin menangis lagi walaupun terasa sulit karena hatinya benar-benar terluka. Selain itu, Liana juga jadi takut. Ia takut jika tiba-tiba Galen datang, dan berusaha melakukannya lagi.

Saking takutnya, bibir Liana sampai memucat, tangannya meremas kuat selimut, dan matanya juga menatap ke sekeliling kamarnya yang hanya disinari lampu yang temaram untuk sekedar memastikan jika Galen tidak ada disini.

Ketakutan Liana malah semakin menjadi setelah ia menyenggol sesuatu yang ada disampingnya. Ia hampir saja menjerit karena itu, jika saja ia tidak menggigit bibirnya kuat. Ia sampai tidak peduli dengan perih yang dirasakannya, karena ia menggigit tepat dibagian bibir yang terluka.

Karena tidak kunjung mendengar apapun, akhirnya Liana memberanikan diri mendongakan kepalanya kearah samping kanannya, tepat kearah sesuatu yang ia senggol tadi.

"Aldi?"

Wajah Aldi terlihat samar-samar berkat bantuan cahaya temaram di kamar Liana. Pria itu duduk bersandar di kepala ranjang dengan kedua mata yang terpejam.

Takut jika ini hanya halusinasinya saja, Liana sampai mengucek matanya, lalu melihat kearah Aldi lagi. Dan yang ia lihat tetap wajah Aldi yang sedang terlelap.

Melihat keberadaan Aldi disini membawa satu hal baik. Ketakutan yang tadi Liana rasakan mulai menghilang secara perlahan.

Liana merasa tenang jika ada orang lain disisinya.

Agar bisa melihat Aldi dengan jelas, Liana sampai tidur menyamping kearah Aldi. Kedua matanya tidak terlepas dari wajah pria itu. "Makasih," walaupun dengan suara yang lirih, tapi Liana mengatakannya dengan tulus.

Karena Aldi, Liana yang sekacau semalam bisa tenang kembali. Pria itu dengan sabar menenangkan Liana, mengurusnya, bahkan ia sampai tertidur disini padahal niatnya hanya akan menemani Liana sampai tidur.

Liana tidak berhenti memperhatikan Aldi bahkan saat Aldi mulai bergerak dalam tidurnya. Sepertinya pria itu juga merasa kurang nyaman, apalagi dilihat dari posisi tidurnya yang seperti itu.

"Kamu kebangun?"

Liana terkejut mendengar suara itu. Niatnya mengambil bantal yang ada disampingnya untuk Aldi pun, tidak jadi. Lian balik badan untuk melihat Aldi yang ternyata sedang menatapnya dengan mata sayu, khas orang yang baru bangun tidur.

"Iya."

Pria itu menegakan tubuhnya, lalu ia kembali menatap Liana. "Gimana perasaan kamu sekarang? Udah baikan?"

"Lumayan." Liana tidak bisa melihat Aldi lebih lama lagi, ia masih merasa malu. Jadi ia hanya menunduk untuk melihat jari-jarinya yang sedang saling membelit.

"Syukur kalo gitu," jawab Aldi. "Tadi pas kebangun, kamu pasti kaget karna liat aku disini."

Liana menatap Aldi, lalu mengangguk. "Tadi aku kira kalo kamu itu dia." Liana kembali menunduk.

"Maaf. Aku tadi ketiduran padahal niatnya setelah kamu tidur, aku akan pulang."

"Harusnya aku yang minta maaf karna buat kamu kaya gini. Dan tadi pasti gak nyaman banget tidurnya." Liana menatap Aldi dengan tatapan yang penuh sesal.

"Seengaknya aku bisa tenang." Aldi tersenyum.

Pria itu menatap jam tangannya. Dan ternyata jam sudah menunjukan pukul dua dini hari yang artinya sudah sekitar lima jam Aldi disini. "Sekarang baru jam dua pagi. Kamu lanjut tidur lagi aja!" Aldi kembali menatap Liana.

"Gak tau bisa apa enggak. Aku udah gak ngerasa ngantuk lagi."

"Coba dulu aja, ya. Aku temenin sampai tidur lagi kalo kamu mau." Aldi meraih selimut Liana untuk ia tarik sebatas dadanya.

"Habis itu?"

Aldi menatap Liana. Pria itu sempat menaikan salah satu alisnya. "Aku pulang setelah kamu tidur lagi," pria itu kembali memberikan senyumannya.

Liana yang mendengar itu malah jadi terdiam tanpa melepaskan tatapannya dari Aldi yang sedang memakai jas kerjanya lagi dalam posisi berdiri.

Setelah Aldi memakai jas kerjanya, pria itu kembali menatap Liana. Tatapannya terlihat bingung. "Kenapa?" tanyanya. "Ada yang pengin diomongin?" tanyanya lagi.

"Aku gak mau tidur lagi kalo setelah itu kamu pergi."

Mereka berdua terdiam dengan Aldi yang semakin bingung.

"Gimana?" Aldi bertanya, mungkin takut jika ia hanya salah dengar saja.

"Aku gak mau tidur lagi kalo kamu bakalan pergi dari sini, Al."

Ternyata Aldi tidak salah dengar.

Liana tiba-tiba meraih tangan Aldi, membuat pria itu menatap kearah tangan mereka berdua untuk beberapa saat sebelum ia kembali menatap Liana.

"Jangan pergi, Al!" mata Liana menatap nanar mata Aldi. "Aku gak mau sendirian. Aku takut dia dateng lagi," ungkapnya. "Aku tau aku udah kaya orang gak punya malu lagi setelah apa yang terjadi, bahkan setelah semaleman kamu nemenin aku. Tapi aku bener-bener gak mau sendirian disini. Aku gak bisa."

Aldi ikut meraih tangan Liana yang masih mencekal tangannya. "Tangan kamu hangat, Na." Aldi langsung duduk ditepi ranjang dan menyentuh kening Liana yang ternyata juga terasa hangat. "Kamu demam," ucapnya sambil menatap Liana penuh khawatir.

"Aku panggil dokter, ya?" masih dengan perasaan khawatir, Aldi meraih ponselnya yang ada di nakas tempat tidur Liana.

Liana yang melihat itu malah menarik pelan tangan Aldi yang masih ia genggam, membuat pria itu menatap Liana lagi.

"Kenapa?"

"Gak usah panggil dokter, Al. Ini jam dua pagi, lagipula aku paling cuma butuh istirahat aja, kok," selesai mengatakan itu, Liana melepaskan tangan Aldi.

"Seengaknya kamu harus minum obat," ucap Aldi. "Dimana biasanya kamu nyimpen obatnya? Biar aku ambil."

"Di kotak warna merah yang ada dideket televisi ruang tengah."

Aldi mengangguk mengerti. "Aku ambilin sebentar," pria itu mulai berdiri dari duduknya.

"Al?"

Aldi berhenti berjalan setelah beberapa langkah. Ia kembali menatap Liana yang baru saja memanggilnya.

"Makasih."

"Buat?"

"Semuanya."

Aldi tersenyum kecil. "Jangan khawatir, aku akan pulang besok pagi."

Tanpa Liana meminta lagi, Aldi memberikan jawaban atas permintaan Liana yang sejak tadi tidak sempat ia jawab.

_-_-_-_-_

GIMANA?

JANGAN LUPA VOTE DAN COMMENT 😉

SEMOGA KITA DIPERTEMUKAN DI PART SELANJUTNYA ❤

BYE  👋🏻

TBC


Continue Reading

You'll Also Like

794K 76.8K 51
Ini adalah Kisah dari Kila. Kila Prastika yang ternyata memiliki seorang bapak kos yang kebelet kawin ... "Nikah sama saya, kosmu gratis seumur hidu...
1M 102K 27
Karmina Adhikari, pegawai korporat yang tengah asyik membaca komik kesukaannya, harus mengalami kejadian tragis karena handphonenya dijambret dan ia...
2.8M 302K 50
Bertunangan karena hutang nyawa. Athena terjerat perjanjian dengan keluarga pesohor sebab kesalahan sang Ibu. Han Jean Atmaja, lelaki minim ekspresi...
610K 26.4K 41
Siapa yang punya pacar? Kalau mereka selingkuh, kamu bakal ngapain? Kalau Pipie sih, rebut papanya! Pearly Aurora yang kerap disapa Pie atau Lily in...