Kesempatan?

By MatahariSenjamuAku

468K 24.1K 1.7K

Seorang laki-laki yang berusaha memperbaiki kesalahannya kepada perempuan yang pernah ia curangi More

Prolog
Kejujuran yang Pahit
Kopimu Teramat Pahit
Keinginan
Pulang
Selamat Datang
Kebahagiaan
UPDATE: Mohon Maaf
Haruskah (?)
Alasan
Bunga Layu
Mekar
Lepas
Dear Readers
Langkah
Keputusan
Bertemu
Awal
Rencana
Bersama
Ragu
Bunga
Back With Info and Story in Sunday
Rasa
Jengah
Retak
Kamu Segalanya
Alasan Lagi
Ikhlas
Menyerah
Harapan
Kerendahan Hati
Penerima Rindu
Sudah
Melepas Rindu
Harapan yang Tersimpan
Mengambil Asa (Part 1)
Mengambil Asa (Part 2)
Di antara Surga dan Neraka (1)
Di antara Surga dan Neraka (2)
Di antara Surga dan Neraka (3)
Di Antara Surga dan Neraka (4)
Di Antara Surga dan Neraka (5)
Informasi UPDATE!

Berhenti Merindu

2.8K 150 6
By MatahariSenjamuAku

Pukul 8 malam, Anaya memilih untuk pulang lebih lambat dari rekan-rekannya. Anaya baru memutuskan untuk keluar ruangannya saat keriuhan para karyawan mulai menghilang. Baru saja Anaya mengunci pintu ruangannya, Anaya kemudian dikagetkan dengan suara berat seorang laki-laki di belakangnya yang memanggil namanya.

"Anaya.." kata suara itu yang mambuat Anaya segera berbalik badan.

"Eh Pak Indra, iya pak? Mau pulang ya Pak? Saya kira tadi bareng sama yang lain.." basa-basi Anaya sambil mengangguk sopan seolah menyapa pada dua orang di belakang Indra.

'Mungkin bodyguard atau semacamnya, perasaan baru kali ini melihat Pak Indra didampingi seperti ini.. dan rasanya tadi dua orang ini tidak mendampingi Pak Indra. Aneh..' pikir Anaya.

Indra tersenyum simpul, namun Anaya tidak paham mengapa mata atasannya itu seakan ingin berkata sesuatu.

"Sehabis pulang kerja ini kamu ada waktu untuk saya ganggu?" tanya Indra yang sontak membuat Anaya bertanya apa yang dimaksud oleh laki-laki di depannya ini.

"Maksud Pak Indra?" Tanya Anaya.

"Ya... Saya ingin mengajak kamu untuk makan malam? Karena saya rasa makan malam beberapa waktu yang lalu tidak berjalan seperti yang direncanakan... Untuk kali ini saja Anaya? Sekalian bentuk rasa terima kasih saya kepada kamu yang banyak membantu saya selama saya di sini... Saya rasa, saya banyak berubah karena kamu Nay.. Kali ini saja.." kata Indra panjang lebar meminta kesediaan Anaya.

"Tapi pak..." namun perkataan Anaya segera disela oleh Indra.

"Kalau perlu saya saja yang meminta izin pada Fakhri.. Saya mohon Nay..." ucap Indra sambil menatap penuh harap pada Anaya.

Anaya menghela nafas berat lalu mengambil handphone yang ada di tasnya. Jari Anaya kemudian mengetikkan nama suaminya, 'Mas Fakhri', dan tombol memanggil segera ditekan olehnya. Anaya tidak lupa untuk sedikit menjauh dari jangkauan tiga orang itu.

"Sebentar ya pak.. saya hubungi suami saya dulu" ucap Anaya pada Indra dan dibalas dengan anggukan saja oleh Indra.

TTTTTT TTT... TTTTTTTTTTT...

"Halo, Assalammualaikum.." suara di seberang telefon bukan menjadi hal yang menyebalkan lagi bagi Anaya. Bagaimana pun Anaya sangat mencintai laki-laki yang memiliki suara itu.

"Wa'alaikummussalam... Mas Fakhri sekarang lagi dimana? Masih di rumah Om? Atau gimana?" tanya Anaya.

"Mau aku jujur atau ndak?" tanya Fakhri.

"Eh, kok kamu balik nanya sih Mas, serius nih...." Ucap Anaya.

"Jawabanku tergantung kamu pengennya gimana Nay.. Pengen aku jujur atau nggak... Mungkin kalau aku jujur, akan sedikit menyebalkan buat kamu.." kata Fakhri sambil tersenyum di balik obrolan telefon itu.

"Okey, jujur saja Mas.. Aku tidak akan marah.." kata Anaya yakin seolah dia tahu apa yang akan dikatakan oleh Fakhri. Pasti tidak jauh-jauh soal Ziyah dan Ara.

"Baiklah.. Ini aku lagi mampir di kafe temen, sambil mesenin kepengenannya Ziyah dan Ara... Kenapa? Minta aku jemput? Atau mau aku antar sesuatu untuk nemenin kamu ngelembur? Bilang aja Nay.. Oh ya... kamu tadi bilang tidak akan marah ya.." kata Fakhri mengingatkan.

"Iya,. Tentu Mas... aku gak marah kok... Ini, Pak Indra mau bicara sama Mas.." kata Anaya mengabaikan rasa tidak biasa di dalam hatinya.

"Iya Nay.. Aku gak masalah.. Berikan ke dia.." kata Fakhri.

"Sebentar.." kata Anaya kemudian segera pergi menuju Indra yang sedang menyenderkan punggungnya di dinding.

"Ini pak.." Kata Anaya sambil menyerahkan handphone-nya pada Indra.

"Thanks.. Sebentar ya.." kata Indra yang tersenyum sopan kepada Anaya sambil menjauh dari Anaya dan dua orang yang mengikutinya sejak petang tadi.

"Halo, Mr. Fakhri" kata Indra.

"Ada apa?" ucap Fakhri seperti enggan untuk basa-basi dengan Indra.

"Tentunya Om Aldi sudah bicara tentang keinginanku kan? Aku akan antar Anaya pulang sekitar jam setengah 10 malam.." kata Indra yang juga tidak ingin berlama-lama bicara dengan Fakhri.

"Sampai hati kamu membuat Om Aldi terseret dalam rencana kamu untuk memisahkanku dengan Anaya?" tanya Fakhri yang seakan paham dengan apa yang dibicarakan oleh Indra.

"Aku cukup beruntung saat Om Aldi lebih percaya padaku dibanding kamu hingga mengiyakan permintaanku.. Tenang saja, dia tidak sendiri, ada orang-orang Om Aldi yang mengawasi kami... Kalau pun aku melakukan sesuatu yang buruk kepada Anaya, Om Aldi adalah orang pertama yang akan mencari dan membunuhku, bukan kamu yang hanya mencintai Anaya sekedarnya sampai tega mengkhianati Anaya.. Ck.. Begitu pengecut.." rahang Indra mengeras saat menyinggung masalah antara Fakhri dengan Anaya.

"SETIDAKNYA AKU DAN ANAYA SUDAH BERDAMAI UNTUK ITU, SEMENTARA KAMU MASIH MELAKUKAN HAL YANG SAMA.. MENGAGUMI ISTRI ORANG.." KATA FAKHRI TIDAK MAU KALAH MEMBALAS PERKATAAN INDRA SEBELUMNYA.

Indra tersenyum seolah tidak mau mendengarkan perkataan Fakhri, "Terserah apa yang kamu katakana Mr. Fakhri, hanya saja aku sudah mendapat izin dari Om Aldi untuk membawa Anaya malam ini.." ucap Indra.

"Iya.. aku paham, tapi camkan, jangan bertindak melampaui batas.. hanya makan malam dan segera ucapkan selamat tinggal kepada Anaya... Oh ya, tidak perlu antar Anaya pulang, aku yang akan jemput Anaya.." kata Fakhri tegas, karena di dalam hatinya ada rasa tidak terima saat mengetahui Indra meminta kepada Om Aldi untuk melancarkan rencananya yang ingin makan malam bersama Anaya, istrinya. Fakhri hanya meredam kemarahannya saat mengetahui bahwa permintaan itu datang dari Indra yang berencana pergi ke luar negeri. Fakhri pun tidak memungkiri ada rasa lega saat mengetahui kabar tersebut. Fakhri berharap dengan kepergian Indra dan keadaan pernikahannya yang semakin membaik membuat kehidupannya semakin bahagia.

"Kenapa tidak Anaya saja yang memutuskan? Jangan selalu paksakan pendapatmu itu selalu benar Mr. Fakhri.. Tapi aku yakin, tanpa bertanya pun pasti Anaya memilih untuk kamu jemput karena Anaya adalah istri yang baik..." kata Indra panjang lebar.

'TERLALU BAIK UNTUK MENJADI ISTRIMU..' PIKIR INDRA.

"Terima kasih.. Aku anggap itu pujian untuk Anaya.. Tolong berikan handphone-nya kepada Anaya" kata Fakhri.

"Thanks" kata Indra sambil melangkah menuju keberadaan Anaya.

"Sudah diizinkan oleh Fakhri... Kita berangkat bersama? Atau kamu mau duluan saja?" Tawar Indra.

"Hmm.. Pak Indra turun saja dulu, saya segera ke bawah, mau ngobrol sebentar dengan suami saya" kata Anaya sopan.

Setelah memastikan Indra sudah menjauh, kemudian Anaya segera bicara dengan Fakhri.

"Tidak apa-apa mas? Aku makan malam bersama Pak Indra?" tanya Anaya heran.

"Iya... Om Aldi memintaku untuk mengizinkanmu pergi dengan dia.. Setidaknya Om Aldi mengirim orang-orangnya untuk mengawasi Indra selama kalian bersama.." Jelas Fakhri.

"Maaf aku tidak bisa menolak permintaan Om Aldi Nay, dan membuat kamu harus makan malam bersama orang itu.." sesal Fakhri.

"Bagaimana pun Om Aldi tidak akan punya maksud buruk Mas.. Percaya saja pada Om Aldi.. Aku sebenarnya juga ada keperluan bicara dengan Pak Indra.." kata Anaya sambil melangkah pergi meninggalkan kantor untuk menyusul Indra.

"Soal apa?" tanya Fakhri kepada Anaya.

"Aku kan sudah menyerahkan pengajuan pengunduran diri beberapa waktu yang lalu mas dan aku merasa itu harus cepat diputuskan.. Aku merasa tidak harus memperpanjang kontrak.. Om juga memintaku membantu perusahaan miliknya..." Jelas Anaya.

"Ya sudah.. selesaikan semuanya.. Oh ya, nanti aku jemput ya? Kamu kirim saja alamatnya.. Aku akan jemput.. Bagaimana? Atau kamu mau diantar oleh Indra?" tanya Fakhri pada Anaya lagi.

"Hmm.. Nanti aku kirim alamatnya ya mas.. Tapi tidak apa-apa kah? Bukannya mas akan mengunjungi Ziyah dan Ara?" tanya Anaya sedikit gusar.

"Hanya untuk menemani mereka... Oh ya, soal Om Aldi juga, beliau mempersilahkan kamu untuk pulang bersamaku kapan pun... ya... meskipun Om kamu juga cukup keras mewanti-wantiku untuk kali ini... untuk membahagiakan keponakannya yang paling dia sayang.." kata Fakhri yang mengundang senyuman Anaya.

"Iya, aku merasa Om dan Tante juga tidak masalah dengan Ziyah dan Ara Mas..." kata Anaya sambil melangkah menuju basement.

"Hummm... ingat, nanti aku jemput.. Aku tutup dulu ya, pesanannya sudah siap... have a fun istriku.. segera hubungi aku kalau laki-laki itu bertindak tidak jelas.. bye sayang.. Wassalammualaikum.." pamit Fakhri.

"Iya.. Wa'alaikummussalam Mas... hati-hati di perjalanan ya.. Terima kasih.." kata Anaya.

==================================

Mobil Fakhri sudah sampai di halaman rumah yang ditinggali oleh Ziyah dan Ara. Fakhri segera keluar mobil dan membawa beberapa makanan, kemudian pintu rumah terbuka. Fakhri tersenyum pada Ziyah yang sedang menggendong Ara.

"Assalammu'alaikum.." kata Fakhri sambil membiarkan tangannya dikecup oleh Ziyah.

"Wa'alaikummussalam Ayah..." jawab Ziyah sambil membiarkan Fakhri untuk mengambil Ara untuk digendongnya, sementara beberapa makanan dan minuman yang dibeli Fakhri berpindahtangan ke Ziyah.

"Lama ya? Antreannya panjang, jadi harus sabar.. maaf ya.." kata Fakhri sambil masuk ke dalam rumah.

"Nggak kok mas... Lagian Ara juga belum ngantuk Mas..." jawab Ziyah yang kemudian meletakkan beberapa makanan dan minuman di atas meja makan, sementara Fakhri memangku Ara sambil menyuapi sedikit kentang goreng.

"Mas tadi bagaimana bertemu om-nya Mbak Anaya? Lancar?" tanya Ziyah.

"Iya, alhamdulillah lancar.." kata Fakhri tanpa ada niatan bercerita tentang permintaan Indra pada Om Aldi yang ingin mengajak Anaya makan malam.

"Sejam lagi aku pulang ya.. Ada urusan di luar" kata Fakhri.

"Mas tidak menginap? Sejak awal aku dan Ara tinggal di sini, Mas tidak pernah menginap... Hanya mengunjungi aku Ara saja.." Kata Ziyah sambil memakan kentang goreng di hadapannya.

"Aku hanya menghormati keberadaan Anaya.. Dia tidak sedang di rumah.. Aku pikir itu hal terbaik yang saat ini bisa aku lakukan Ziyah.. Setidaknya kamu harus bersabar juga.. Saat Anaya sudah pulang, maka nanti akan kita atur bersama bagaimana waktu terbaik agar aku bisa menemani kamu dan Ara, begitu pun dengan Anaya dan calon adik Ara itu juga.. Bagaimana pun mereka adalah saudara... Kamu harus paham itu..." Tutur Fakhri sabar sambil menyuapi Ara sedikit-sedikit.

"Iya mas.. Oh ya, aku berpikir akan mengundurkan diri saja dari sekolah dan menemani kamu di sini.. Bagaimana?" tanya Ziyah girang tiba-tiba.

Fakhri yang sibuk dengan Ara harus menghentikan gerak tangannya membersihkan mulut Ara yang cemot dan menoleh pada Ziyah. "Kamu yakin?" tanya Fakhri seakan ada nada keberatan yang diselipkan oleh Fakhri, namun tidak ada penekanan dalam pertanyaannya.

"Iya, biar Ara dekat dengan Mas juga kan.. Mas juga tidak perlu capek kalau harus wara-wiri antara rumahku dengan rumah Mbak Anaya" Kata Ziyah.

Fakhri mulai memasang wajah serius di hadapan Ziyah, ada rasa tidak ingin rencana Ziyah itu terwujud. "Aku kira kamu hanya di sini beberapa bulan saja.. kamu yakin?" tanya Fakhri lagi.

Fakhri menghela nafas berat dan memaksakan senyumnya itu terukir di hadapan Ziyah. "Kita pikirkan itu nanti, kamu juga jangan terburu-buru untuk memutuskan hal demikian.. Kamu sendiri kan yang juga sangat mencintai apa yang kamu lakukan.. mengajar dan berinteraksi dengan murid-muridmu.." kata Fakhri lagi.

"Hmm.. Ya sudah kalau mas bilang begitu.. Aku akan pertimbangkan lagi..." kata Ziyah yang masih memasang raut bahagianya melihat interaksi antara dua orang yang dikasihinya itu, Fakhri dan Ara.

================================

Siang itu Om Aldi hendak melakoni hobinya, yaitu mencuci beberapa mobil yang terparkir manis di garasinya. Yups, Om Aldi punya sedikit keanehan soal selera, termasuk hobinya. Tentu aneh saat memiliki banyak uang yang bisa digunakan, salah satunya untuk membayar jasa mencuci mobil, namun lebih memilih untuk mencuci mobil sendiri, bahkan menyuruh sopir atau pekerja lainnya di rumahnya saja tidak. Saat 3 mobil kesayangannya sudah dicuci dan tangan Om Aldi masih sibuk untuk mengelap, tiba-tiba keasyikan Om Aldi itu terintrupsi oleh suara dering handphone yang sangat berisik. Suara itu datang dari handphone milik Om Aldi yang dipegang oleh istrinya, Tante Reina.

"Telfon dari Indra.." kata Tante Reina kepada suaminya, kemudian masuk ke dalam rumah.

Telefon itu belum diangkat oleh istrinya, kemudian dengan cepat Om Aldi mengangkat telefon itu karena merasa mungkin saja itu berkaitan dengan pekerjaan atau hal penting lainnya.

"Wa'alaikummussalam... Iya Ndra, ada apa?" tanya Om Aldi.

"Indra rencananya mau ajak Anaya makan malam nanti Om, boleh?" tanya Indra di seberang telefon yang sedang memandang ke luar jendela ruang kerjanya, menampakkan panorama kota yang sibuk di siang hari.

"Kamu salah alamat kalau mau minta izin Ndra.. Langsung hubungi Fakhri saja..." jelas Om Aldi.

"Bukannya Anaya akan berpisah dengan laki-laki itu dan tinggal bersama Om?" tanya Indra tanpa merasa terkejut dengan apa yang dikatakan oleh Om Aldi tentang Anaya. Indra tidak terkejut bukan karena sudah mengetahui apa yang sedang terjadi pada Anaya dan rumah tangganya, tetapi Indra sedang berusaha menanggapi apapun tentang Anaya sebiasa mungkin tanpa menyertakan perasaan bercampur di dalamnya.

"Anaya memutuskan untuk kembali pada suaminya Ndra. Entahlah apa yang dipikirkan Anaya... Om sebenarnya merasa sedikit kecewa dan ragu dengan apa yang dilakukan Anaya kali ini..." Cerita Om Aldi pada Indra sambil duduk di teras rumahnya meskipun kaki dan beberapa bagian bajunya basah, siap-siap saja diomeli istrinya jika mengetahui dia duduk seenaknya seperti ini.

Keluhan Om Aldi itu tidak dibalas oleh Indra, hanya hening yang didengar oleh Om Aldi

"Ndra.. Halo..." kata Om Aldi sambi memeriksa sambungan telefonnya.

"Halo.." kata Om Aldi lagi.

"Iya Om.. Maaf sedikit ada kesalahan jaringan sepertinya barusan Om.." kata Indra bohong.

"Ah Ndra.. Kamu itu gak usah bohong sama Om.." tutur Om Aldi membalas alasan Indra.

"Om tahu kamu suka pada Anaya kan?" kata Om Aldi yang tiba-tiba membuat jantung Indra seakan disentak oleh rasa sakit dan rahangnya mengeras menahan emosi yang meluap-luap pada batinnya. Ya. Ternyata Indra belum mampu sejauh itu melepas nama Anaya.

"MUNGKIN ANAYA TERLALU BAIK UNTUK SAYA OM.." UCAP INDRA SENDU.

"Oh ya Om.. Saya yakin Anaya tidak akan mau pergi bersama saya.. dan saya yakin Fakhri tidak akan membiarkan istrinya bersama laki-laki lain.. Tolong bantu saya Om.. sekali ini saja... Saya akan pergi ke Swiss dan akan tinggal beberapa lama di sana Om.. Hanya sesekali saya akan pulang ke Indonesia selama beberapa bulan ke depan karena masih ada tanggung jawab dengan perusahaan di sini Om.." cerita Indra pada Om Aldi.

"Ayah kamu tidak cerita ke Om soal ini.." Kata Om Aldi sedih seakan begitu berat mendengar penuturan Indra, karena Indra yang merupakan anak dari rekan kerjanya itu sudah dianggap seperti anaknya sendiri.

"Ini memang rencana yang baru-baru ini saya putuskan Om.." singkat Indra sambil tersenyum kecut di seberang telefon.

"Kemudian Om bisa apa untuk bantu kamu? Secara personal Om percaya kamu akan menjaga Anaya, apalagi untuk sekedar makan malam bersama.." kata Om Aldi.

"Om tolong bicara dengan Fakhri untuk mengizinkan Anaya pergi dengan saya.. Saya hanya ingin meminta maaf kepada Anaya.. dan berterima kasih atas segala yang dia lakukan untuk saya dan perusahaan ini Om.. Saya juga akan memberikan tanda persetujuan untuk pengajuan resign Anaya.." kata Indra.

"Resign?" Om Aldi sedikit terkejut dengan apa yang dikatakan Indra.

"Dia resign untuk membantu Om di perusahaan Om kan?" tanya Indra memastikan.

"Ya.. itu memang pernah kami bicarakan Ndra,.. Aku kira tidak secepat itu Anaya meminta pamit dari perusahaanmu.. Ah.. baiklah.. Permintaan kamu soal Anaya akan Om coba lakukan.. Oh ya.. kitra-kira kapan kamu mau ajak Anaya untuk makan malam? Karena sore ini Fakhri akan ke rumah Om untuk menyelesaikan dan menjelaskan beberapa hal berkaitan dengan Anaya... Nanti biar sekalian Om bicara kepada Fakhri.." ucap Om Aldi.

"Oh, dia sore ini ke rumah Om? Kebetulan saya sudah tidak punya waktu lagi Om... Saya berencana untuk mengajak Anaya makan nanti malam Om.." kata Indra.

"Aduh kamu itu Ndra.. sangat mendadak sekali bilangnya... Untung saja memang Fakhri akan ke sini.. Ya sudah.. tunggu kabar dari Om ya.." tutur Om Aldi yang tidak habis pikir dengan rencana Indra itu yang dia nilai cukup mendadak.

Dengan sedikit tertawa kecil Indra menjawab dengan jelas, "Iya Om! Maaf sekali ya Om.. tapi saya yakin Om sangat mampu untuk mewujudkan permintaan ini... Terima kasih ya Om.. Indra tunggu kabar baiknya..." kata Indra.

"Iya.. Apa lagi yang mau kamu bicarakan? Om mau lanjut aktivitas Om ini.." kata Om Aldi.

"Tidak ada lagi Om, itu saja.. kalau begitu Indra juga lanjut kerja dulu Om,,, Terima kasih banyak ya Om.. Wassalammualaikum.." pamit Indra yang dibalas dengan salam juga oleh Om Aldi.

'Hhh.. Anak muda..' batin Om Aldi sambil meletakkan handphone-nya di atas meja kecil yang berada di sampingnya.

=======================================

Sehabis shalat Ashar, Fakhri memantapkan niatnya untuk pergi ke rumah Om Aldi untuk menyelesaikan beberapa masalah soal rumah tangganya dengan Anaya. Saat akan berangkat Fakhri memanggil Ziyah sekedar untuk pamit.

"Maaf ya.. aku tinggal dulu ke rumah Om Aldi... Jadinya cuma sampai Ashar ini nemenin kalian" kata Fakhri lembut.

"Iya.. gak apa-apa kok mas, lagian sikap lembut mas beberapa waktu terakhir ini sudah cukup nyenengin aku sama Ara... Mas hati-hati ya.. semoga lancar ketemu Om-nya Mbak Anaya.." ucap Ziyah sambil mengecup tangan Fakhri.

"Iya.. istri sebaik kamu memang harus dibahagiakan.. Aku pergi dulu ya.." kata Fakhri sambil mengucapkan salam.

Kepergiaan Fakhri hanya ditatap nanar oleh Ziyah. Perempuan itu tidak memungkiri sebenarnya ada rasa tidak rela melepas Fakhri. Namun seakan disadarkan oleh waktu, Ziyah sadar memang inilah takdirnya harus berbagi kebahagian keluarganya dengan keluarga lain.

Fakhri masih bisa melihat Ziyah dari kaca spion mobilnya. Berkali-kali Fakhri menyadari apa yang dirasakan Ziyah, tetapi Fakhri hanya mampu untuk meminta maaf di setiap doanya dan berusaha memperbaiki segala kesalahannya pada dua perempuan yang berada dalam kehidupannya saat ini.

Mobil Fakhri kemudian sampai di depan rumah Om Aldi. Kedatangan Fakhri kemudian disambut oleh senyuman Tante Reina dan mempersilahkan Fakhri masuk. Om Aldi sudah menunggu di ruang tamu dan tidak lupa Fakhri disambut dengan ramah oleh Om Aldi. Pembicaraan soal rumah tangga Fakhri dengan keponakan Om Aldi, yaitu Anaya diakhiri dengan penerimaan dan keikhlasan oleh Om Aldi. Bagaimana pun juga Om Aldi begitu menyayangi Anaya dan menginginkan Anaya merasa bahagia dengan hidupnya, meskipun Om Aldi harus tutup mata atas kenyataan yang mengatakan bahwa ada keluarga lain yang membayangi keluarga keponakannya. Tidak lupa Om Aldi memperingatkan Fakhri untuk tidak menyia-nyiakan kesempatan dari Anaya untuk pernikahan mereka. Om Aldi juga mengatakan tidak akan segan untuk membuat Anaya benar-benar jauh dari jangkauan Fakhri apabila Anaya memutuskan untuk pergi dari kehidupan Fakhri.

"Semoga hal itu tidak akan terjadi Om.." tutur Fakhri.

"Belajarlah jujur pada pasanganmu Fakhri, dan jangan membuat pasangan kamu menunggu untuk sebuah keputusan.. Tapi inisiatif kamu untuk bicara dengan Anaya beberapa hari yang lalu sudah membuat saya harus mengapresiasi kamu.." kata Om Aldi sedikit formal. Hubungan keduanya memang seperti itu sejak awal pertemuan mereka dahulu. Bukan hal yang harus diperdebatkan karena Om Aldi berusaha membuat Anaya dan pasangannya memiliki privasi yang mungkin saja tidak boleh dijangkau olehnya.

"Iya Om,, saya akan berusaha lebih keras lagi untuk membahagiakan Anaya.." kata Fakhri mendengar nasihat dari Om Aldi.

"DAN JANGAN TERLALU BANYAK ATAU SERING MENYATAKAN JANJI PADA PEREMPUAN.. APALAGI MENJADIKAN JANJI SEBAGAI JAMINAN CINTA..." KATA OM ALDI.

"ITU AKAN JADI MASALAH KALAU KAMU TIDAK BISA MEMENUHI JANJI ITU.. BUKTIKAN SEMUA KEYAKINAN DAN KETULUSAN KAMU DENGAN TINDAKAN.." LANJUT OM ALDI.

"Baik Om.. Saya sangat menyesal dengan apa yang terjadi pada pernikahan kami..." sesal Fakhri.

"Ayo.. dicoba dulu camilannya.. Duh.. ngobrol serius terus.. Teh hangatnya jangan lupa diminum Fakhri.." kata Tante Reina tiba-tiba sambil duduk di sebelah Om Aldi.

"Iya Tante, terima kasih.." ucap Fakhri, kemudian tangannya mengambil secangkir teh di atas meja.

"Oh ya.." kata Om Aldi yang menatap Fakhri setelah meminum kopinya.

"Om ingin langsung jujur saja padamu..." tambah Om Aldi.

"Iya Om.. Ada apa?" kata Fakhri sedikit cemas dengan apa yang hendak dibicarakan oleh Om Aldi.

"Om tadi dapat kabar dari Indra.. Dia minta izin Om untuk mengajak Anaya makan malam bersama.. Om sudah bilang bahwa permintaannya itu salah alamat... Setelah itu dia paham harus kemana dia meminta izin, namun tidak yakin kamu akan mengizinkan hal itu terjadi.." jelas Om Aldi.

"Memang begitu Om.. Saya tidak akan mengizinkan hal itu terjadi.." kata Fakhri tanpa segan.

"Tapi secara personal saya minta kamu mengizinkannya Fakhri.. Indra sudah saya anggap sebagai keluarga saya sendiri.. dan dia akan berencana untuk meninggalkan Indonesia segera.. Katanya ada beberapa hal yang perlu disampaikan secara langsung kepada Anaya.. Apalagi berkaitan dengan pengajuan resign Anaya kepadanya.." kata Om Aldi sambil menatap penuh harap pada Fakhri.

"Tapi saya tidak bisa mengizinkan hal itu terjadi Om.. Maafkan saya.." kata Fakhri dengan yakin.

"Ehm.. Alasan semacam itu rasanya seperti dipaksakan juga Mas.. bagaimana pun, keberatan yang Fakhri ungkapkan itu lumrah.. Fakhri kan suami Anaya.." Kata Tante Reina yang seakan mendukung pemikiran Fakhri.

"Okey... Apa yang kamu takutkan saat Indra bersama dengan Anaya?" tanya Om Aldi penuh tanya.

"Siapa yang mau membiarkan istrinya berduaan dengan laki-laki lain Om? Saya rasa itu sudah tidak benar untuk dilakukan.. Sesuatu yang buruk bisa saja terjadi di sana.." kata Fakhri yang menunjukkan ketidakrelaannya.

"Mas.." gumam Tante Reina yang memegang tangan suaminya, Om Aldi, kemudian ditatapnya suaminya itu sambil menggeleng. Tante Reina seperti memberi tanda bahwa apa yang diminta suaminya untuk Indra itu hal yang terlalu berlebihan.

"Saya mohon Fakhri.. Setidaknya lihatlah saya sebagai keluarga kamu.." tekan Om Aldi, sementara Tante Reina hanya menghela nafas ringan.

"Tapi Om.." kata Fakhri lagi yang kemudian dipotong oleh penuturan Om Aldi.

"Begini saja.. Bagaimana jika Om menyuruh beberapa 'orang' Om untuk menjaga Anaya dan mengawasi apa yang dilakukan oleh Indra saat makan malam itu berlangsung..? Percayalah pada Om.. Om hanya ingin Anaya bahagia... Bukankah Om sudah cukup baik dengan tidak banyak bertanya dan mengungkit tentang keluarga lain kamu itu?" kata Om Aldi tegas.

Kesunyian tiba-tiba membungkam Fakhri saat Om Aldi menyinggung keluarganya yang lain, Ziyah dan Ara. Tante Reina hanya diam sambil memandang suaminya dengan sedikit kaku. Pada akhrinya Fakhri dengan berat hati mengiyakan apa yang diminta oleh Indra melalui Om Aldi.

"Baiklah Om.. Terima kasih atas segala pengertiannya Om.. Saya juga minta maaf membuat Om dan Tante Reina khawatir" kata Fakhri mengalah karena tidak ingin menjadikan apa yang diminta oleh Om Aldi sebagai pemicu masalah baru.

Om Aldi terseyum, "Om juga berterima kasih atas pengertian kamu... Om harap kamu tidak berprasangka buruk kepada Om karena hal ini.." Ucap Om Aldi.

"Iya Om.. Saya mengerti.." Kata Fakhri sambil tersenyum pada dua orang di hadapannya itu.

"Oh ya, soal kapan kamu mau jemput Anaya beserta barang-barangnya.. terserah kalian saja ya... Yang penting ketika mau pulang, jangan lupa pamit ke Om dan Tante.. Jangan seenaknya tiba-tiba pulang.." Kata Tante Reina pada Fakhri.

"Iya Tante.. Tentu kami tidak akan seperti itu.." kata Fakhri meyakinkan Tante Reina.

"Bagaimana pun kami adalah keluarga kalian.. Jangan sungkan kepada kami ya.." kata Om Aldi yang tersenyum hangat pada Fakhri.

"Iya Om.. Kalau begitu saya pamit dulu ya Om, Tante.." Kata Fakhri setelah air tehnya benar-benar habis di cangkir.

"Lho kok pulang.. Temenin Om di sini saja sambil main catur.. Kita kan lama tidak main catur bersama.." Bujuk Om Aldi pada Fakhri agar tidak terlalu cepat untuk memutuskan pulang.

"Iya Fakhri.. Kamu juga belum makan di sini.. Tante sudah masak lebih lho..." kata Tante sambil meraih tangan Fakhri untuk dituntun menuju ruang makan..

"Ayo makan dulu.." ajak Om Aldi.

Pada akhirnya Fakhri menuruti permintaan Tante Reina dan entah bagaimana hubungan antara Om Aldi dengan Fakhri setidaknya tampak lebih hangat dari sebelumnya. Tawa di ruang makan itu bergema dan semakin menunjukkan bagaimana keakraban mereka seperti keluarga pada umumnya. Canda tawa itu sedikit membuat Fakhri lupa tentang rencana makan malam yang dibuat oleh Indra dan bagaimana pun keengganan Fakhri, pada akhirnya Fakhri harus mau menerima permintaan Om Aldi untuk mengizinkan Anaya pergi makan malam bersama Indra.

=================================

"Kamu tidak masalah untuk pergi bersama saya? Pasti ada sedikit rasa enggan ya?" tanya Indra dengan sopan.

"Sebenarnya saya kurang nyaman Pak, apalagi saya tidak pergi dengan suami saya.." kata Anaya dengan legowo.

"Tapi suamimu kan mengizinkan Nay.." ucap Indra tersenyum dengan percaya diri, seolah memenang sesuatu karena berhasil mendapatkan apa yang dia inginkan.

"Iya alhamdulillahnya suami saya cukup pengertian untuk itu Pak..." kata Anaya sambil memuji suaminya di hadapan Indra.

Indra hanya tersenyum mendengar apa yang dikatakan oleh Anaya. Indra hanya membenarkan posisi sandarannya. Saat itu Indra duduk di kursi depan, sementara mobilnya dikemudikan oleh 'orang suruhan' Om Aldi. Ada sebuah mobil yang dikendarai oleh 'orang suruhan' Om Aldi lainnya yang setia mengikuti mobil milik Indra itu. Indra tidak banyak bicara soal itu dan hanya mengiyakan apa yang dikatakan oleh Om Aldi terkait keberatan Fakhri dan ide Om Aldi untuk menyertakan 'orang-orang suruhan' untuk mengawasinya dan Anaya. Setidaknya apa yang diinginkannya terwujud. Itu yang dipikirkan oleh Indra.

Dua mobil itu memasuki restoran klasik yang cukup sederhana dengan menonjolkan asrsitektur kolonial pada bangunannya. Hal yang disenangi oleh Anaya. Indra tahu beberapa hal yang disenangi oleh Anaya, termasuk bangunan 'lawas' semacam ini.

"See? Nice place kan?" Tanya Indra pada Anaya yang sedang melihat sekeliling ruangan sambil berjalan menuju tempat yang dipesan oleh Indra. Mata Anaya dimanjakan dengan lampu-lampu kuning yang terkesan mewah dan langkahnya semakin mendekat ke arah luar ruangan.

'Oh, makan di luar.. Tempat makan yang asyik.. Bisa ajak Mas Fakhri ke sini..' pikir Anaya.

Pijakan pertama Anaya menuju luar ruangan itu disapa oleh taburan kelopak mawar merah. Jalan menuju meja yang dipesan Indra itu diletakkan banyak sekali taburan kelopak mawar seperti karpet merah yang indah. Lampu yang redup tergantikan dengan cahaya lilin yang diletakkan di sisi kanan dan kirinya taburan kelopak bunga mawar itu. Anaya juga sedikit terkesiap dengan apa yang di hadapannya, yaitu saat melihat sebuah kolam renang disulap sedemikian rupa dengan banyak lilin di atasnya.

"Saya booking tempat ini untuk kita..." kata Indra di tengah ketakjuban Anaya yang sudah duduk tempat yang dipesan oleh Indra.

"Untuk apa semua ini Pak? Saya pikir ini makan malam biasa.." kata Anaya seolah tersadar dengan keadaannya. Bagaimana pun Anaya saat itu tidak sedang bersama suaminya. Ada rasa tidak nyaman yang menyelinap pada batin dan pikiran Anaya.

"Saya hanya ingin makan malam bersama kamu.. Toh ini semua yang buat adalah staf di sini... Bukan saya yang minta. Saya hanya ingin makan malam bersama kamu sambil membahas beberapa hal terkait dengan pekerjaan" kata Indra seolah tidak membenarkan apa yang diduga oleh Anaya.

"Oh begitu.. Terima kasih kalau begitu atas kebaikan Pak Indra yang menyempatkan waktu untuk mengajak saya makan malam.. Akan lebih baik rasanya jika mengajak karyawan Pak Indra yang lainnya juga.." ucap Anaya sambil sedikit menyindir Indra atas tindakannya yang hanya mengajak Anaya untuk makan malam.

"Sudahlah kita di sini untuk makan malam.. Kita juga tidak hanya berdua.." Ucap Indra.

"Lihat.." Ucap Indra yang diikuti oleh pandangan Anaya yang mengarah pada beberapa orang di sudut lain.

"Mereka adalah orang suruhan Om kamu.. tugas mereka adalah mengawasi saya agar saya tidak melewati batas kewajaran untuk sekedar aktivitas makan malam... Pesan saja apa yang kamu mau.... Saya takut, jika saya yang memesankan makanan untuk kamu, malah kamu sadar seberapa tahu dan perhatiannya saya tentang kamu.. Apalagi saat saya membuat pesanan yang benar untuk apa yang kamu sukai.." ucap Indra panjang lebar, sementara Anaya lebih memilih untuk mengabaikan Indra.

Selain Anaya paham statusnya sebagai seorang istri seseorang, Anaya juga lebih suka menganggap apa yang dikatakan Indra adalah bualan receh untuk seorang perempuan single, bukan dirinya yang sudah bersuami, bahkan dirinya saat itu sedang mengandung anak Fakhri. Anaya yang hanya memilih diam itu membuat Indra tersenyum karena Indra paham apa yang dipikirkan oleh Anaya tentangnya.

'Inilah yang membuat saya sulit menemukan perempuan lain seperti kamu Nay.. Semoga kamu bahagia' batin Indra.

"Oh ya, ini surat persetujuan resign kamu.." kata Indra sambil menyodorkan sebuah kertas yang sudah dilipat rapi.

"Atau kamu berubah pikiran?" lanjut Indra pada Anaya yang sedang menulis menu yang dia pesan, kemudian seorang staf yang berbaju rapi itu mengambil daftar pesanan itu.

"Ehm.. No.. Tidak pak, saya tidak berubah pikiran untuk itu, apalagi saya sedang mengandung... Saya ingin menikmati waktu saya dalam proses menjadi seorang ibu.." kata Anaya yakin.

"Baiklah.. Tentu kamu bilang demikian.." Kata Indra sambil memandang Anaya yang membaca surat persetujuan itu.

"8 bulan lagi pak?" Anaya terkejut bahkan sedikit meninggikan volume suaranya.

"Yang benar saja Pak.. Saya saat ini sedang hamil, bagaimana bisa masa aktif kerja saya masih 8 bulan lagi.." Protes Anaya pada Indra.

Indra tidak terkejut sama sekali, hanya mengambil kertas yang dibaca oleh Anaya kemudian membacanya.

"Mereka yang membuat tidak tahu kamu sedang hamil Nay.." Singkat Indra yang kemudian mengundang ketidakpercayaan Anaya.

"Yang benar saja Pak.. Itu ada tanda tangan Pak Indra.. Harusnya Pak Indra sudah paham bagaimana keadaan saya kan.." tuntut Anaya.

"Itu kita bahas lain waktu saja.. Lihat.. makanan kita sudah datang" bujuk Indra untuk menurunkan emosi Anaya.

Anaya menggeleng dan tanpa ragu Anaya bangkit dari kursi yang didudukinya. "Kalau begitu saya pergi saja Pak.." ucap Anaya sambil menatap tajam Indra.

"A... Okey.. Okey.. kita bahas sekarang juga, tapi setidaknya makan dulu.. Ayolah Nay.. Kamu marah-marah begini juga tidak baik untuk anak yang sedang kamu kandung itu.. Setidaknya bersabarlah dahulu... Kita makan dulu.. Aku sudah benar-benar lapar Nay.." cegah Indra yang berhasil mendudukkan kembali Anaya.

Senyum Anaya tiba-tiba mengembang, sementara Indra bingung menatap Anaya sedang tersenyum padanya.

"Apanya yang lucu? Ada yang lucu?" tatap Indra ragu pada apa yang membuat Anaya tersenyum, bahkan nyaris tertawa di hadapannya.

Anaya masih dengan senyumannya menjadwab Indra, "Pak Indra sudah tidak bersikap formal lagi terhadap saya?" tanya Anaya mengejek pada Indra.

Indra hanya memalingkan wajahnya dan mengabaikan perkataann Anaya kemudian menyantap makanan yang baru dihidangkan di depannya.

"Makan..! Makanlah dulu.. Jangan tertawa geli begitu.." kata Indra sambil menahan rasa malu dan enggan mengiyakan perkataan Anaya.

Setelah beberapa waktu santapan yang dihidangkan telah berganti menjadi makanan penutup. Setidaknya sudah sekitar satu jam mereka berdua saling berbincang bersamaan dengan menyantap beberapa makanan yang dipesan. Anaya memesan kue yang begitu banyak cream coklat pada pesanan terakhirnya itu, namun sesampainya hidangan itu di depannya, Anaya hanya diperbolehkan memakan tidak lebih dari setenganhnya. Keusilan Indra tiba-tiba muncul sedemikian rupa hingga tega memakan setengah kue yang dipesan Anaya.

Kecanggungan di antara Anaya dan Indra perlahan luntur dan digantikan canda tawa seperti sebelumnya.

"Nay" Kata Indra yang tersenyum hangat saat melihat tawa Anaya.

"Selamat ya atas keputusan kamu untuk kembali pada suamimu... Aku hanya bisa ikut mendoakan agar kebahagiaan selalu menyertai kamu.." ucap Indra yang tiba-tiba membawa suasana menjadi cukup serius di antara keduanya.

Anaya tersenyum dengan pasti dan menatap Indra.

"Terima kasih ya Pak... Saya pikir Pak Indra tidak senang atas keputusan yang saya buat.." jelas Anaya.

"ITU HIDUP KAMU NAY... TIDAK ADA ORANG YANG BOLEH IKUT CAMPUR PADA APA YANG SUDAH KAMU PUTUSKAN.. APALAGI UNTUK APA YANG KAMU PIKIR ITU AKAN MEMBAHAGIAKAN KAMU.. AKU PERCAYA PASTI ANAK KAMU SANGAT BAHAGIA DAN BANGGA SAAT TAHU BAHWA IBUNYA ADALAH KAMU..." KATA INDRA DENGAN SENYUMAN YANG MENUTUPI RASA KELU DI HATINYA, MESKIPUN MATA MUNGKIN TIDAK DAPAT MEMBOHONGI RASA KECEWANYA PADA DIRINYA SENDIRI.

"Ehm.. Okey,, Terima kasih Pak Indra.. Jadi.. Pak Indra setuju bukan untuk mempercepat masa non-aktif saya..? Dua pekan sepertinya sudah cukup untuk membereskan segala perkerjaan saya Pak.." kata Anaya yang kembali meyakinkan Indra.

"Dua pekan itu terlalu singkat Nay.. Mungkin sekitar 1,5 bulan lagi.. Aku kira itu juga cukup untuk mencari pengganti kamu.." kata Indra.

"Baiklah... Tapi pada sisa waktu kerja saya itu, saya mohon untuk tidak mengikutkan saya pada beberapa proyek penting..." tawar Anaya.

"Done. Setuju..." Ucap Indra sambil mengelap mulutnya dengan beberapa tisu.

"Kalau sudah selesai kita pulang" kata Indra lagi yang melihat Anaya sedang memakan kuenya.

"Pak Indra tidak perlu menunggu saya lho.. Saya akan dijemput Mas Fakhri.." kata Anaya yang kemudian meraih handphone-nya untuk mengabari Fakhri bahwa dia akan segera pulang.

Indra sudah cukup kenyang dengan nama itu, 'Fakhri', mungkin muak. Kemudian dengan refleks Indra lebih memilih untuk bangkit dari kursinya dan segera pamit kepada Anaya.

"Terima kasih ya Pak.. Pak Indra tidak ingin ketemu suami saya dulu? Mungkin bisa berbincang beberapa hal Pak.." kata Anaya yang tersenyum hangat saat Indra minta undur diri terlebih dahulu demi menghindari pertemuannya dengan Fakhri. Indra takut dirinya tidak bisa mengendalikan dirinya saat bertemu laki-laki yang menurut Indra begitu menyebalkan.

"Tidak perlu Anaya.." kata Indra yang mulai melangkah mendekat ke sisi duduk Anaya.

"Ini.." Indra meyerahkan kotak kecil seukuran kota cincin pada Anaya.

'Lagi?' pikir Anaya yang mengira isi di dalamnya adalah cincin.

"Aku tidak bisa banyak bicara pada kamu tentang banyak hal... Buka saja laciku menggunakan ini.. Jadwal keberangkatanku sekitar tiga jam lagi.. Aku hanya mau berterima kasih padamu.. dan maafkan aku atas segala kenangan buruk yang mungkin membuatmu tidak nyaman atas sikapku pada kamu selama ini." Kata Indra pelan pada Anaya yang sedang terdiam.

"KAMU TEMAN PERTAMA SAYA SAAT BERADA DI SINI DAN TERNYATA MENJADI REKAN TERBAIK SAYA JUGA,, TERIMA KASIH ANAYA.. TOLONG.. KABARI AKU SAAT ANAK KAMU LAHIR.. AKU PASTI MEMBERI DIA HADIAH TERBAIK UNTUKNYA.. ITU SAJA.. AKU PERGI NAY.." UCAP INDRA YANG KEMUDIAN PERGI.

Suara langkah Indra benar-benar sudah tidak terdengar saat air mata Anaya jatuh. Anaya tidak tahu mengapa hal itu terjadi tapi Anaya seakan merasa kesedihan yang teramat dalam atas apa yang dikatakan oleh Indra sebelumnya. Perlahan tapi pasti Anaya membuka kotak yang diberikan Indra. Sebuah kunci berukuran kecil dengan pita hitam diikat pada badan kunci itu.

"Nay.." Suara yang dikenali oleh Anaya mengejutkannya.

"Mas Fakhri...!" ucap Anaya yang terkejut dengan keberadaan suaminya itu.

"Cukup romantis juga dia ya.. Dan cukup berani sekali dia melakukan hal seperti ini untuk istri orang.. Tapi setidaknya dia sangat sopan dengan membiarkan pengawal itu untuk menjaga kamu sampai aku datang.." kata Fakhri yang seakan tidak terima dengan apa yang dilakukan oleh Indra.

"Sudahlah Mas.. Tidak baik seperti itu.." ucap Anaya yang kemudian mengajak Fakhri untuk segera pulang.

===========================================

Indra baru sampai rumah saat orang tuanya sudah berada di ruang tamu.

"Mama sama Papa sudah datang? Sudah selesai urusan di Jerman?" tanya Indra.

"Wa'alaikummussalam..." ucap Wanita bersahaja yang sedang duduk bersama suaminya, Pak Cokro.

"Ah iya.. Assalammualaikum Papa- Mama sayang.." kata Indra sambil tersenyum dan meraih tangan kedua orang tuanya dan memeluk mereka.

"Kamu tuh ya, jangan mengubah hal yang sudah baik untuk kamu dan orang di sekitar kamu hanya karena tidak dapat Anaya.." kelakar Pak Cokro pada anaknya itu.

"OH AYOLAH PA.. JANGAN BICARAKAN ITU LAGI.... ANAYA SUDAH MENJADI MASA LALU UNTUK INDRA.." KATA INDRA SAMBIL TERSENYUM PADA ORANG TUANYA YANG TENTUNYA MEMBUAT KEDUA ORANG TUANYA ITU HERAN.

"Kamu yakin?" tatap Bu Cokro

"Seperti kata Mama.. Aku seharusnya sudah paham dengan apa yang dinamakan batasan... Aku istirahat dulu ya Ma.. Penerbanganku dua jam lagi.. sejam lagi aku berangkat ke bandara.." pamit Indra yang hendak istirahat.

"Jangan memaksakan diri Indra.." kata Bu Cokro yang hanya dibalas senyuman lebar oleh Indra saat Indra berbalik menghadap wanita yang begitu ia kasihi itu.

"Kamu jadi ke Swiss? Sudah siap semuanya?" Tanya Pak Cokro.

"Sudah Pa..." jawab Indra.

"Sudah beres semuanya.." kata Indra yang kemudian segera berlalu pergi.

===============================

BERSAMBUNG


Episode-episode ini juga ada di website samawaya.com.
Epsiode selanjutnya HANYA ada di wattpad ini :)

Continue Reading

You'll Also Like

2.3M 254K 45
Bertunangan karena hutang nyawa. Athena terjerat perjanjian dengan keluarga pesohor sebab kesalahan sang Ibu. Han Jean Atmaja, lelaki minim ekspresi...
5.4M 452K 63
"Allahuakbar! Cowok siapa itu tadi, Mar?!" "Abang gue itu." "Sumpah demi apa?!" "Demi puja kerang ajaib." "SIALAN KENAPA LO GAK BILANG-BILANG KALO PU...
16.3M 608K 35
GENRE : ROMANCE [Story 3] Bagas cowok baik-baik, hidupnya lurus dan berambisi pada nilai bagus di sekolah. Saras gadis kampung yang merantau ke kota...
202K 11.8K 36
Masalah besar menimpa Helena, ia yang sangat membenci bodyguard Ayahnya bernama Jason malah tak sengaja tidur dengan duda empat puluh empat tahun itu...