Kesempatan?

By MatahariSenjamuAku

469K 24.2K 1.7K

Seorang laki-laki yang berusaha memperbaiki kesalahannya kepada perempuan yang pernah ia curangi More

Prolog
Kejujuran yang Pahit
Kopimu Teramat Pahit
Keinginan
Pulang
Selamat Datang
Kebahagiaan
UPDATE: Mohon Maaf
Haruskah (?)
Alasan
Bunga Layu
Mekar
Lepas
Dear Readers
Langkah
Keputusan
Bertemu
Awal
Rencana
Bersama
Ragu
Bunga
Back With Info and Story in Sunday
Rasa
Jengah
Retak
Kamu Segalanya
Alasan Lagi
Ikhlas
Menyerah
Kerendahan Hati
Penerima Rindu
Berhenti Merindu
Sudah
Melepas Rindu
Harapan yang Tersimpan
Mengambil Asa (Part 1)
Mengambil Asa (Part 2)
Di antara Surga dan Neraka (1)
Di antara Surga dan Neraka (2)
Di antara Surga dan Neraka (3)
Di Antara Surga dan Neraka (4)
Di Antara Surga dan Neraka (5)
Informasi UPDATE!

Harapan

4.8K 235 28
By MatahariSenjamuAku

"Assalammualaikum... Anaya.." Suara tantenya tampak bergetar dan terburu-buru.

"Tante mohon kamu segera pulang ya dari kantor.. dan langsung menuju rumah kamu.." kata Tante Reina yang tampak cemas.

"Loh kenapa Tante? Sejam lagi Anaya bisa pulang. Nanggung sekali tante, masih jam 2 siang gini.. Ada apa tante?" tanya Anaya sambil menutup laptopnya. Anaya merasa enggan untuk pulang, apalagi karena adanya Ziyah di rumahnya. Telfon dari tantenya untuk meminta dirinya pulang bagi Anaya adalah sebuah hal yang menyebalkan.

"Kamu kenapa tidak bilang kalau kemarin kamu sempat jatuh? Bahkan karena didorong oleh perempuan yang kemudian om kamu tahu adalah istri lain Fakhri? Bagaimana bisa kamu merahasiakannya?!" jelas Tante Reina panik.

"Bagaimana bisa om dan tante tahu? Pak Indra yang bilang?" curiga Anaya.

"Awalnya tante yang melihat laporan hasil pemeriksaan itu di lemari baju kamu. Tante hanya berniat untuk merapihkannya saja dan saat menemukan itu tante sama sekali tidak merasa khawatir, malah senang, sehingga tante bilang ke om kamu.." kata Tante Reina.

"Yang buka laporan hasil pemeriksaan itu om kamu karena rasa senangnya sayang.." lanjut Tante Reina.

"Om kamu benar-benar naik pitam setelah melihat visum yang dilampirkan juga di dalamnya.. dan laporan itu ada tanggalnya Anaya..., tepat setelah kepulangan kalian yang ingin pulang terpisah, maka om kamu curiga bahwa laporan-laporan itu ada hubungannya dengan Indra.... Om kamu dengan emosi menghubungi Indra, tapi Indra menolak untuk menceritakan yang sebenarnya terjadi ..." imbuh Tante Reina.

"Pada akhirnya om kamu menghubungi pemilik restoran semalam dan melihat dengan kepala matanya sendiri saat kamu didorong oleh perempuan itu" terang Tante Reina lagi.

"Om kamu kemudian segera pergi ke rumah kamu Nay, dia baru saja berangkat, bahkan sudah menghubungi polisi" imbuh Tante Reina yang cemas.

"Terus kenapa Anaya baru tante kabari soal ini tante...? Semua itu om sendiri yang cari tahu?" selidik Anaya tidak menyangka.

"Kamu tahu siapa om kamu... tentu itu bukan hal yang terlalu merepotkan baginya.. Tante tidak diperbolehkan untuk menghubungi kamu Nay soal ini.. Tapi tante merasa ini akan semakin memperkeruh masalah keluarga kamu.. jadi tante merasa kamu harus tahu.. ini tante masih on the way ke rumahmu... Kamu juga harus ke sana Nay, karena pada akhirnya om kamu memang tahu kalau perempuan itu sedang ada di rumahmu" kata Tante Reina panjang lebar.

Keterangan Tante Reina tiba-tiba memunculkan kekhawatiran, terutama pada si kecil Ara yang bisa saja mengalami trauma atau sejenisnya jika melihat ibunya bermasalah dengan polisi.

"Tapi kan tidak ada keadaan serius yang perlu dipermasalahkan Tante.. Pemeriksaan sejenis visum itu juga intruksi dari Pak Indra.. Anaya tidak menganggap itu harus dilakukan, tetapi mau tidak mau harus mengiyakan, karena Anaya tidak berpikir itu akan menjadi masalah seperti ini Tante" jelas Anaya.

"Sudahlah sayang, kamu harus segera bergegas... Tante akan coba mengulur waktu di sana sampai kamu datang.. Kamu hati-hati ya.."

===================


Pintu rumah dibuka oleh Fakhri, sementara Ziyah tetap berada di ruang makan.

"Om.." Fakhri agak terkejut melihat om Anaya, Om Aldi berada di depan rumahnya bersama dua orang polisi.

"Mana perempuan itu?" tanya Om Aldi pada Fakhri tanpa mengindahkan pernyataan Fahri untuk masuk ke ruang tamu.

"Perempuan Om? Siapa? Siapa yang om maksud?" tanya Fakhri.

"Ziyah Ainur Shafa.. Apa Bu Ziyah Ainur Shafa ada di sini Pak?" tanya seorang polisi dengan menyodorkan surat keterangan penangkapan untuk Ziyah.

"Sebentar Pak, lebih baik kita masuk dulu. Bagaimana mungkin istri saya bisa-"

"Fakhri!" potong Om Aldi dengan keras.

"Saya sudah cukup bertaham untuk tidak mengusik keluarga lain kamu! Saya juga sudah benar-benar menahan diri untuk tidak menghajar kamu demi Anaya! Saya juga dengan sangat menyesal tidak mencecar kamu dari awal saat tahu bagaimana kelicikan kamu membawa Anaya pada rumah tangga seperti ini..!" kata Om Aldi mulai berubah formal.

"Sudah pak.. Sabar.. Lebih baik kita masuk dulu.. Kita perjelas bagaimana poinnya" kata polisi lain hingga memaksa Om Aldi dan dua orang lainnya masuk ke dalam rumah.

"Fakhri, bagaimana mungkin kamu masih menutup mata saat Anaya yang sedang mengandung anak kamu nyaris dilukai oleh perempuan itu!?" kata Om Aldi lagi, tepat setelah ia duduk di sofa ruang tamu.

"Bahkan kamu memasukkan perempuan dan anak itu ke rumah yang aku buat untuk Anaya dan kamu! Saya benar-benar tidak habis pikir dengan yang kamu lakukan... Kamu juga tidak mencoba menjemput Anaya.. Rasanya sangat bodoh saat berkali-kali mempertanyakan tentang keputusan saya yang mempercayakan Anaya kepada kamu untuk kamu jaga. Saya benar-benar kecewa." imbuh Om Aldi dengan lebih menekan emosinya untuk tidak terlalu meluap-luap.

"Sudah Pak... Kita coba selesaikan untuk kasus pelaporan yang menyangkut Bu Ziyah Ainur Shafa.." jelas seorang polisi.

"Jadi apa benar Bu Ziyah Ainur Shafa sedang berada di rumah ini Pak Fakhri? Kami mohon kerjasamanya untuk memudahkan proses hukum" terang polisi lainnya.

"Iya Pak. Dia ada di sini. Tapi saya tidak menerima ada penangkapan gegabah tanpa bukti yang kuat.." kata Fakhri. Para polisi itu mengiyakan, sedangkan Om Aldi diam.

Fakhri langsung pergi untuk membawa Ziyah ke ruang tamu. Ziyah duduk bersebelahan dengan Fakhri, sebelumnya Fakhri meyakinkan Ziyah bahwa semuanya akan baik-baik saja.

"Langsung bawa saja perempuan ini pak.." kata Om Aldi sambil menatap tajam Ziyah.

Ziyah yang mendengar perkataan itu tidak berani untuk angkat bicara.

"Tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada Om Aldi dan Bapak-Bapak di sini saya rasa masalah ini seharusnya bisa diselesaikan dengan cara lain Pak.. Ziyah mengatakan pada saya insiden itu tidak disengaja, apalagi kalau Ziyah dibawa, kasihan Ara, anak kami yang masih kecil.. masih membutuhkan ibunya.. Saya mohon Pak.. Setidaknya pertimbangka keadaan anak kami" Kata Fakhri mencoba bicara pada tiga orang di depannya.

"Kami membawa Bu Ziyah hanya sekedar untuk meminta keterangan.. Kami mohon Pak Fakhri mengerti.. Jika memang tidak ada pelanggaran hukum di sana, tidak akan ada penahanan" terang polisi itu.

"Apa pengambilan keterangan itu harus dibawa ke kantor pak? Tidak bisa di sini saja?" Tanya Fakhri.

"Tidak bisa, harus di kantor untuk efektifitas pencatatan keterangan Pak" kata polisi lainnya.

"Kalau begitu biar saya yang mengantar istri saya ke kantor polisi pak.. Anda tidak perlu repot-repot membawa istri saya.." kata Fakhri lagi seakan memahami ketakutan Ziyah dan mengetahui keengganan Ziyah.

"Sunggu memalukan.. Saya memberikan kepercayaan saya untuk menjaga keponakan tersayang saya pada laki-laki seperti kamu Fakhri.. Membela orang yang hendak mencelakai istri dan calon Anaya.." kata Om Aldi datar sambil menatap Fakhri dengan penuh kekecewaan.

"Saya hanya berusaha mencari jalan tengah terbaik Om.. Saya juga peduli dengan Anaya dan calon anak saya, tetapi di sisi lain saya tidak bisa lepas tanggungjawab pada Ziyah dan anak saya, Ara,.. Saya harap Om mengerti dan berhenti terlalu menghakimi saya.." terang Fakhri dengan berani menatap balik Om Aldi.

"Apa katamu tadi!?" Om Aldi mulai naik pitam, bahkan meraih kerah baju Fakhri. Keadaan itu berusaha dikendalikan oleh dua polisi yang mencoba melerai mereka.

"Sayang!! Sudah- sudah..." suara itu ternyata datang dari Tante Reina yang langsung mencoba menenangkan suaminya.

"Kamu ngapain di sini...!" Tanya Om Aldi pada istrinya.

"Yak amu ngapain juga di sini! Jangan menyebabkan kekacauan.. buang-buang waktu..." kata Tante Reina.

"Kamu sendiri tahu kan apa yang aku lakukan.. Sudah pak,, kita langsung saja ke kantor polisi. Bawa perempuan itu" kata Om Aldi yang disusul dengan upaya polisi-polisi itu untuk membawa Ziyah, sementara Fakhri mencoba mencegah itu, bahkan Ziyah memegang erat lengan Fakhri. Om Aldi yang mencoba ikut membantu polisi-polisi itu dicegah oleh Tante Reina.

"Om.." Suara Anaya tiba-tba memecah keributan.

Keadaan yang kacau itu kembali tenang, terutama setelah Om Aldi melihat Anaya.

"Om.." kata Anaya lagi yang kemudian disusul dengan langkah Anaya untuk menghambur ke pelukan Om Aldi.

"Terima kasih Om,, tapi om sama sekali tidak memerlukan ini.." kata Anaya yang masih memeluk omnya.

"Om hanya ingin kamu bahagia Anaya, tidak disakiti seperti ini.." Kata Om Aldi sambil melepas pelukan itu.

"Kalau memang ada kesepakatan yang baik, kami sama sekali tidak keberatan apabila tidak ada penangkapan yang seharusnya memang tidak dilakukan... Mari duduk kembali.. kita berdiskusi dengan cara yang lebih baik..." kata salah satu polisi.

Semua orang pada akhirnya duduk di ruang tamu itu.

"Jadi bagaimana Bu Anaya. Apakah ada hal yang perlu Bu Anaya katakan? Dan apakah kasus atas nama Bu Anaya sebagai penuntut ini dilanjutkan?" tanya salah satu polisi.

"Tidak perlu pak.." kata Anaya sambil menggeleng yang tentunya memicu kemarahan Om Aldi.

"Kamu gimana sih Nay.. Gak bisa Pak..! Kasus ini dilanjutkan.. Bawa saja perempuan ini" kata Om Aldi tidak rela kasus yang dia urus dibatalakan begitu saja oleh Anaya.

"Tapi menurut yang tertera laporan itu atas nama Bu Anaya Pak.." Kata salah satu polisi sambil tersenyum dengan maksud memberi pengertian kepada Om Aldi yang sedang berada pada emosi yang tidak baik.

"Om... Anaya mohon.. sudahlah.." Kata Anaya pada Om Aldi.

"Terserah kamu Nay... Yang terpenting Om sudah berjuang untuk kebahagiaan kamu... Terserah kamu.." kata Om Aldi yang sambil berdiri dan beranjak melangkah pergi ke luar rumah.

"Om.." cegah Fakhri.

"Sudah Fakhri.. Biar.. Om bersikap demikian hanya karena emosi sesaat... tidak perlu dipikirkan.. Biar tante yang mengurus Om.. Tante tinggal sebentar y sayang.." kata Tante Reina pada Fakhri dan Anaya. Keduanya hanya mengangguk.

"Jadi bagaiamana Bu Anaya?" Kata polisi itu lagi.

"Laporan itu tidak perlu diseriusi Pak.. Keadaan saya benar-benar sehat saat ini.. Kemarin hanya satu insiden tidak disengaja karena emosi" Terang Anaya sambil melihat Ziyah yang masih menunduk dan tidak banyak bicara. Mata Anaya mengarah pada lengan Fakhri yang dipegang erat oleh Ziyah. Rasanya Anaya ingin menghempas jauh-jauh tangan Ziyah yang melingkar di tangan Fakhri.

"Baiklah kalau begitu... Masalah ini kami anggap telah selesai dan tidak perlu ada langkah hukum untuk menyelesaikan permasalahan ini.. Kalau begitu kami pamit dahulu.. Terima kasih atas waktunya Pak Fakhri..." Pamit polisi lainnya sambil beranjak dari sofa yang diduduki sebelumnya.

Setelah polisi itu keluar rumah, Om Aldi yang sedari tadi hanya duduk di teras untuk mengurai segala emosi ditemani istrinya kemudian berteriak, "Nay! Pulang!" Kata Om Aldi tanpa ingin melihat wajah Fakhri atau pun Ziyah. Om Aldi mengajak istrinya pulang begitu saja.

"Nay.. Terima kasih ya.. tanpa kamu, Ziyah pasti sudah dibawa" kata Fakhri sambil meraih tangan Anaya.

"Iya Mbak, makasih banyak" kata Ziyah sambil mengalungkan pelukan tangannya pada lengan Fakhri.

Anaya yang melihat hal itu spontan menarik tangannya dari genggaman Fakhri dan memandang Ziyah tajam.

"Meskipun aku bantu kamu kali ini karena kesalahan kamu, aku tidak akan melupakan apa yang kamu lakukan tadi pagi. Jangan buat masalah denganku lebih dari ini Ziyah" kata Anaya pada Ziyah yang kemudian membuat wajah Ziyah seakan takut dan disusul pandangannya pada Fakhri seakan meminta bantuan.

Fakhri yang melihat dua perempuan itu hanya bisa menelan ludah dan mencoba untuk mengendalikan diri tanpa menyertakan emosi. Fakhri tersenyum dan memandang Anaya, tanpa ragu dia mencium kening Anaya. "Pulang ya, aku akan jemput kamu.." kata Fakhri setelah melepaskan kecupannya.

"Bagaimana bisa aku pulang jika ada orang lain yang mencoba merebut rumahku sendiri mas?" tanya Anaya dingin sambil menatap Ziyah.

"Aku gak pernah ada maksud demikian kok mbak" tolak Ziyah yang ditanggapi senyuman singkat Anaya.

"Nay..! Cepat!" Kata Om Aldi yang sudah ada di dalam mobil.

"Aku pamit Mas" Kata Anaya kemudian meraih tangan Fakhri untuk dikecup.

"Sekali lagi, aku terima kasih ke kamu Nay.. Kalau kamu tidak datang, yang aku khawatirkan adalah Ara.." Kata Fakhri.

"Aku pasti akan jemput kamu" imbuh Fakhri yang berusaha diabaikan oleh Anaya.

"Assalammu'alaikum..." Kata Anaya.

"Wa'alaikummussalam.." jawab Fakhri dan Ziyah.

Mobil hitam itu keluar dari halaman rumah. Fakhri dan Ziyah segera berbalik menuju ke dalam rumah, bahkan Ziyah tetap saja memluk lengan Fakhri.

"Sampai kapan Mbak Anaya seperti itu mas?" Tanya Ziyah pelan.

Fakhri yang mendengar itu hanya tersenyum kecut.

"Pasti ada waktunya yang lebih tepat untuk menerima ini semua" pikir Fakhri.

===========================


"Kamu terlalu baik Nak.. Hal seperti ini seharusnya tidak pernah terjadi dan bahkan laki-laki payah itu tetap saja membela perempuan itu" kata Om Aldi tidak habis pikir dengan keponakannya ini.

"Sudahlah Om.. setidaknya aku melakukan ini semua demi kebahagian seorang anak... aku gak bisa seegois itu Om" jelas Anaya.

"Terserah padamu Nay.. Om harap Fakhri bisa lebih bijak menangani ini semua" kaya Om Aldi sambil menyetir, sepertinya Om Aldi benar-benar sudah tidak seemosional sebelumnya.

"Terima kasih pengertian om" Kata Anaya sambil memandang langit yang tetap cerah dari balik kaca mobil.

=============================

Langkah Fakhri masuk ke dalam sebuah restoran kecil yang tampak lebih cocok disebut sebagai kafe kecil, meskipun banyak menu di antaranya menyediakan makanan berat. Langkah Fakhri terhenti di sebuah meja yang sudah ada sekitar 2 laki-laki seumurannya.

"Assalammualaikum..!" Kata Fakhri menyapa kedua laki-laki tersebut.

"Wa'alaikummussalam..." jawab mereka.

"Gimana kerjaan Ri?" tanya Arya.

"Wih.. tanyanya udah soal kerjaan aja.." kata laki-laki lain yang duduk di sebelah Fakhri.

Selain Arya, Fakhri juga punya teman dekat lainnya yang benar-benar mengerti apa yang sedang terjadi pada Fakhri, meskipun tidak seawal dan sedetail Arya. Maklum, temannya yang bernama Aden ini baru kembali dari tempat dinasnya di Kalimantan.

"Ck ck ck.. Gak ketemu dua tahun udah punya istri dua aja kamu Ri..." Kata Aden sambil menatap Fakhri.

"Hfft" Fakhri tampak lelah dengan persoalan dua perempuan yang ada dalam kehidupannya saat ini. Fakhri sebelumnya mengira ini semua akan muda, tetapi lain cerita saat semuanya benar-benar terjadi.

"Dalam kasusmu yang satu ini aku harap kamu tidak memakai skala prioritas untuk menghadapi dua istrimu Ri.." kata Aden menanggapi cerita Fakhri tentang banyak hal yang terjadi.

"Nih bro, baca nih:

مَنْ كَانَ لَهُ امْرَأَتَانِ فَمَالَ إِلَى إِحْدَاهُمَا جَاءَ يَوْمَ القِيَامَةِ وَشِقُّهُ مَائِلٌ

"Siapa saja yang memiliki dua istri lalu lebih cenderung kepada salah satunya, pada hari kiamat kelak ia akan datang dalam keadaan sebagian tubuhnya miring." (HR. Ahmad dan Imam Empat)" tunjuk Aden dengan tabletnya pada Fakhri.

"Widih.. kan ngeri ya.." kata Arya yang mulai memunculkan sifat humornya.

"Nih lagi nih:

إِذَا كَانَ عِنْدَ الرَّجُلِ امْرَأَتَانِ فَلَمْ يَعْدِلْ بَيْنَهُمَا جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَشِقُّهُ سَاقِطٌ

"Apabila seorang laki-laki memiliki dua istri namun tidak berlaku adil di antara keduanya, pada hari kiamat kelak ia akan datang dalam keadaan sebagian tubuhnya miring (karena lumpuh sebelah)." (HR. At-Tirmidzi)" tunjuk Aden lagi yang ditanggapi dengan hambar saja oleh Fakhri.

"Fakhri tuh udah tahu lha, dia paham bagaimana-bagaimananya..." ungkap Arya untuk menghentikan apa yang dilakukan oleh Aden.

"Yaudah sih, yang terpenting jangan sekali-sekali membuat skala prioritas soal perempuan.. Rumit.. Just do it aja.. Gak baik juga kalau kamu sebagai laki-laki yang aku kenal sangat bertanggung jawab ini mengabaikan satu hal untuk hal lain karena kamu menganggap sesuatu yang kamu abaikan itu mampu memahami maksud kamu.." Kata Aden. Fakhri dan Arya yang mendengarnya dibut meringis karena seakan-akan Aden yang menceritakan ceritanya sendiri.

"Betul, coba kembalikan semuanya pada porsinya Ri.. termasuk bawa Anaya pulang kalau perlu.. Seharusnya itu yang kamu lakukan sedari awal.." kata Arya hati-hati. Arya dan Aden memang belum menikah sehingga lebih memilih tidak banyak berkomentar terlalu dalam pada masalah Fakhri. Arya hanya berpikir bahwa apa yang dilakukan oleh Fakhri rasanya kurang tepat dengan membiarkan Anaya pergi begitu saja, meskipun dalam ceritanya Fakhri menyebutkan maskudnya dan permintaan Anaya untuk membuat ruang antara keduanya.

"Kuncinya Cuma dua Ri, tinggal kamu pilih yang mana, antara memilih atau menbahagiakan" kata Arya lagi.

Fakhri yang mendengar itu mencoba untuk memahami perkataan Arya. Tanggapan Arya tentang masalah yang dia hadapi ini dianggap oleh Fakhri jauh lebih tenang diabnding sebelumnya.

"Cinta itu memang gak bisa milih untuk siapa, tapi cara merawatnya itu jelas bisa dipilih.. Selanjutnya, biar Allah yang atur.... Betul??" Kata Aden dengan tingkahnya yang lucu sehingga memicu tawa Fakhri dan Arya.

====================


Kunci rumah diputar oleh Fakhri. Seluruh ruangan sudah temaram saat ia buka pintu. Setelah Fakhri mengunci pintu rumah kembali, ia langsung pergi ke kamar tamu untuk sekedar melihat keadaan Ziyah dan Ara. Langkah Fakhri yang pelan sama sekali tidak membuat dua sosok yang sudah menjadi bagian dari kehidupannya itu tidak terusik. Jilbab Ziyah masih terpasang rapi, mungkin dia tertidur saat menemani Ara. Tangan Fakhri mengusap lembut kening Ziyah sambil tersenyum hangat. Sudah dua hari Fakhri benar-benar mendiamkan Ziyah karena sikap keterlaluan Ziyah tempo hari pada Anaya, bahkan Om Aldi sampai turun tangan.

"Maafkan aku Ziyah.." bisik Fakhri kemudian mengecup kening istrinya yang membelakanginya.

Tidak lupa Fakhri mencium kening anaknya, Ara, yang sedang dipeluk oleh Ziyah.

Fakhri hendak beranjak pergi saat punggungnya dipeluk oleh Ziyah. Meski tanpa suara, Fakhri tahu Ziyah menangis. Entah itu menangis bahagia atau pun sedih. Fakhri kemudian membelai pipi Ziyah, mengusap air matanya dan menenangkan Ziyah.

"Sudah..., tidur.." kata Fakhri, kemudian Fakhri memtutuskan untuk menemani Ziyah. Fakhri menyediakan waktunya untuk menepuk-nepuk pelan lengan Ziyah yang masih sesekali tersedu, hingga hingga ibu dari anaknya itu benar-benar terlelap.

Setelah Fakhri benar-benar memastikan Ziyah tertidur, Fakhri mulai beranjak keluar dari kamar itu. Langkah Fakhri pelan menuju kamarnya dengan Anaya. Harum parfum Anaya yang begitu ia kenal benar-benar membuatnya semakin rindu. Langkah Fakhri kemudian berlanjut pada lemari Anaya. Pandangannya mengedar pada baju-baju Anaya, sebagian isi lemari itu kosong karena dibawa oleh Anaya bersama kepergiannya. Setelah menutup lemari, langkah Fakhri terhenti pada ranjang dinginnya. Fakhri duduk di sisi ranjang yang biasanya digunakan oleh Anaya, kemudian meraih bingkai foto kecil di sisinya. Foto pernikahannya dengan Anaya tampak begitu bahagia di sana.

Fakhri mengambil HP di saku celananya, dan mencari nomor kontak Anaya, pada sekali tekan, Fakhri langsung mengirim foto pernikahan mereka dalam bingkai kecil putih itu kepada Anaya.

"Masih ada tentang kita untuk bersama. Aku rindu kamu" ketik Fakhri. Kemudian HP itu diletakkan di samping lampu tidur di sisi ranjang.

Senyum Fakhri benar-benar merekah saat mengingat banyak hal yang dilewati bersama Anaya dan senyuman Anaya di foto itu benar-benar semakin membuatnya terhanyut dalam kerinduan. Fakhri merebahkan badannya di sisi tempat tidur Anaya, kemudia dia menutup matanya perlahan agar semakin membuat bayangan tentang kenangannya bersama Anaya semakin nyata. Pada akhirnya Fakhri terlelap dengan memeluk bingkai foto kecil itu.

Ziyah yang melihat apa yang dilakukan Fakhri di kamar milik Anaya dengan suaminya hanya menatap datar. Ziyah dipaksa mendekat untuk melihat keadaan suaminya. Peluh di kening Fakhri diseka oleh Ziyah, ia pegang tangan Fakhri yang sedang memeluk bingkai foto kecil yang diyakini oleh Ziyah ada foto Fakhri dan Anaya. Ziyah yang menyadari itu hanya tersenyum perih. Hatinya seperti dicubit kecil oleh rasa kesal dan lelahnya. Ziyah teringat masa-masa membahagiakannya bersama Fakhri meskipun dalam hati kecilnya Ziyah tahu bahwa yang benar-benar dicintai oleh Fakhri adalah Anaya, bukan dia.

"Tapi aku juga berhak kan mas.." gumam Ziyah pelan, kemudian menyeka air matanya dan mengecup kening Fakhri sebelum ia beranjak pergi dari kamar itu.

=====================


"Allahu Akbar.. Allahu Akbar..." Adzan subuh membangunkan Fakhri seketika. Fakhri segera bersiap menuju masjid di dekat rumah. Saat melewati kamar tamu, ia melihat Ziyah sedang mengurus Ara yang sedikit rewe;.

"Mas mau sarapan lebih awal? Biar aku yang masakin.." Kata Ziyah saat menyadari Fakhri sedang berdiri di depan kamar.

"Boleh.. Aku ada keperluan ke kantor jam 6, jadi aku minta tolong soal sarapannya ya.." kata Fakhri sambil tersenyum.

"Iya..." Jawab Anaya begitu manis sambil menggendong Ara yang menangis.

"Ara kenapa?" Tanya Fakhri yang hendak mendekat meraih anaknya.

"Gak apa-apa kok mas,, mas ke masjid aja dulu.. Biasa kok kalau Ara baru bangun begini.." kata Ziyah menyuruh suaminya pergi ke masjid.

"Okey.. Nanti main sama ayah ya nak.." kata Fakhri sedikit mengeraskan suaranya agar Aar memperhatikannya.

"Iya ayah... hati-hati.." jawab Ziyah.

Fakhri tersenyum, "aku ke masjid dulu ya..... Assalammualalukum.." Pamit Fakhri yang diiyakan oleh Ziyah.

"Wa'alaikummussalam.."

=======================

Fakhri sudah menyuapi anaknya di ruang makan, semantara Ziyah sedang mengurus sarapan pagi itu. Sesekali Fakhri memeriksa HP-nya untuk melihat apakah ada pesan balasan dari Anaya. Pagi tadi Fakhri juga telah mengirim pesan kepada Anaya, tapi masih belum juga ada balasan.

"Nih, udah siap..." kata Ziyah sambil membawa mangkuk sop ke atas meja makan.

"Ziyah.." panggil Fakhri kepada Ziyah yang saat Ziyah sedang sibuk dengan makanannya.

"Iya mas?" Jawab Fakhri.

"Kamu betah di sini?" Tanya Fakhri.

"Ehm.. kenapa mas?" Ziyah heran dengan pertanyaan Fakhri.

"Jawab saja.." Kata Fakhri sambil menatap Ziyah.

"Sepertinya begitu mas, apalagi hampir setiap hari ada mas di rumah.." Jawab Ziyah.

"Kamu ingin tinggal di Yogya?" tanya Fakhri.

Ziyah terkejut mendengar pertanyaan Fakhri, "Ehmm.. Nggak kok mas.. Kalau jadinya hanya merepotkan mas, apalagi Mbak Anaya akan sangat tidak setuju dengan itu mas.." tutur Ziyah.

"Tidak di sini Ziyah.. Aku akan carikan satu rumah untuk setidaknya bisa kmu tinggali setahun atau dua tahun, kalau kamu cocok, kita akan beli rumah itu.. Gimana?" kata Fakhri.

Ziyah heran denga perubahan sikap Fakhri padanya yang begitu manis, memang ini bukan yang pertama kalinya, tapi rasanya sangat aneh saat Fakhri menawarinya untuk tinggal di satu kota, padahal sebelumnya Fakhri benar-benar menolak saat Ziyah menginginkannya.

"Aku gak bisa memutuskan sekarang mas.. aku kan juga ada tanggung jawab di sekolah.. tidak lama juga aku harus kembali lagi karena waktu izinku hampir habis mas..." terang Ziyah.

"Ya sudah.. coba pikirkan dulu.. tapi, nanti sore kita lihat rumah yang aku pilih... Kamu gak bisa tinggal lama-lama di sini Ziyah.." tutur Fakhri.

Ziyah kembali menelan kekecewaan saat nama Anaya disebut, bahkan Ziyah berpikir bahwa sikap baik Fakhri adalah salah satu upayanya agar dia dan Ara mau keluar dari rumah ini agar Anaya dapat kembali.

"Iya?" Bujuk Fakhri.

Ziyah kemudian mengangguk tanda setuju dengan mengabaikan apa yang ia sedang pikirkan itu.

============================

BERSAMBUNG


Episode-episode ini juga ada di website samawaya.com

Continue Reading

You'll Also Like

194K 1.1K 24
[21+] Diadopsi oleh keluarga kaya raya bukan bagian dari rencana hidup Angel. Namun, ia anggap semua itu sebagai bonus. Tapi, apa jadinya jika bonus...
324K 4.5K 10
"Because man and desire can't be separated." 🔞Mature content, harap bijak. Buku ini berisi banyak cerita. Setiap ceritanya terdiri dari 2-4 bab. Hap...
2.4M 266K 47
Bertunangan karena hutang nyawa. Athena terjerat perjanjian dengan keluarga pesohor sebab kesalahan sang Ibu. Han Jean Atmaja, lelaki minim ekspresi...
999K 13.7K 34
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...