'๐’๐†๐†' ๐€๐ฆ๐›๐ข๐ญ๐ข๐จ๐ฎ๐ฌ ๏ฟฝ...

By Taratataaa__

19.5K 2.4K 117

Kelas istimewa-kelas yang hanya akan dihuni oleh anak-anak peringkat paralel. Peringkat satu sampai dengan li... More

Prelude
Optis
โ€ข2โ€ข Bakteri Aerob
โ€ข3โ€ข Coulomb
โ€ข4โ€ข Dinasti
โ€ข5โ€ข Empiris
โ€ข6โ€ข Fosfat
โ€ข7โ€ข Gastrodermis
โ€ข8โ€ข Hafnium
โ€ข9โ€ข Inersia
โ€ข10โ€ข Jarak
โ€ข11โ€ข Kingdom
โ€ข12โ€ข Lesbianisme
โ€ข13โ€ข Massa Jenis
โ€ข14โ€ข Neuron
โ€ข15โ€ข Oogenesis
โ€ข16โ€ข Proton
โ€ข17โ€ข Quasar
โ€ข18โ€ข Ragam Beku (Frozen)
โ€ข19โ€ข Silikon
โ€ข20โ€ข Titanium
โ€ข21โ€ข Uterus
โ€ข22โ€ข Vassal
โ€ข23โ€ข W-Virginis
โ€ข24โ€ข Xilem
โ€ข25โ€ข Yupa
โ€ข26โ€ข Zeolit
โ€ข27โ€ข Zigospora
โ€ข28โ€ข Yerkes
โ€ข29โ€ข Xenon
โ€ข30โ€ข Waisya
โ€ข31โ€ข Volcano
โ€ข32โ€ข Uranium
โ€ข33โ€ข Tabulasi
โ€ข34โ€ข Saham
โ€ข35โ€ข Radula
โ€ข36โ€ข Quarry
โ€ข37โ€ข Petrokimia
โ€ข38โ€ข Oksidator
โ€ข39โ€ข Niobium
โ€ข40โ€ข Musci
โ€ข41โ€ข Labelling
โ€ข42โ€ข Katabatic
โ€ข43โ€ข Joule
โ€ข44โ€ข Iridium
โ€ข45โ€ข Heuristik
โ€ข46โ€ข Germanium
โ€ข47โ€ข Flagela
โ€ข48โ€ข Ekspansi
โ€ข49โ€ข Deklinasi
โ€ข50โ€ข Candu
โ€ข51โ€ข Bromin
โ€ข52โ€ข Ampere
Nawoord
Extra Caput 1
Ekstra Caput 2

โ€ข1โ€ข Apofisis

1.6K 133 4
By Taratataaa__

Aku akan perintahkan diriku dan mengatakan bahwa aku mampu! Aku akan mengalahkan keraguan, rasa takut, perasaan minder, dan menukarnya dengan keberanian.

👑

Apofisis adalah pusat osifikasi sekunder normal yang terletak di bagian tulang yang tidak berbobot dan akhirnya menyatu dengannya dari waktu ke waktu (sebagian besar aposifis berfungsi selama dekade kedua kehidupan, tetapi proses ini dapat ditunda, terutama pada atlet wanita.

👑


Gadis berlesung pipi itu menelan salivanya sedikit kasar. Peringkat tiga? Kenapa masih bertahan di posisi itu? Bukankah ini menyebalkan?

Harapannya untuk bisa turun dari posisinya karena pikirnya semua akan baik-baik saja.

Iya, dia adalah Aira Misha Garaga, si peraih peringkat tiga paralel.

"Gue harap mama gak marah karena peringkat gue yang masih bertahan."

Suara gumaman kecil terdengar. Menghela napasnya pelan lalu memilih untuk segera pulang. Tidak peduli dengan larangan yang ada agar seluruh siswa dan siswi tidak langsung pulang karena akan ada sedikit pengumuman.

Aira yakin pengumuman itu hanyalah pengumuman tentang perlombaan yang ada saat masa jeda tiba.

"AIRA!"

Suara seseorang yang berteriak membuat Aira membalikkan tubuhnya. Kedua alisnya saling bertautan saat melihat orang yang barusan memanggilnya justru hanya memberikan cengiran.

Dasar bule!

"Tante Lila sama om Randi pergi ke Jepang. Lo bakalan aman, Ra. Btw nginap di rumah gue yok," ajaknya.

Aira berpikir sejenak kemudian mengangguk pelan. Wajahnya tetap datar.

"Li," panggil Aira. Yang dipanggilnya langsung menatap penuh. "Lo gak lagi mencoba buat jadi pengecut, 'kan?" tanyanya menyelidik.

"Maksud lo?"

"Oh ayolah, Liora, lo pasti ngerti maksud gue itu apa. Bilang sama gue kalau dugaan gue itu salah," pinta Aira.

Lawan bicaranya sekarang adalah Liora, Liora Bestiela lengkapnya. Dia keturunan Indonesia-Belanda, tapi jika dilihat dari fisiknya lebih dominan terlihat wajah-wajah Asia daripada wajah bangsa Barat.

Liora tertawa hambar. Di benaknya jadi teringat apa yang biasanya terjadi di rumah saat setelah pengumuman peringkat paralel.

"Dugaan lo benar, Ra. Jujur gue lagi takut banget sekarang. Makanya gue ajakin lo nginap di rumah gue," balas Liora.

Mendengarnya membuat Aira menarik tubuh sang sahabat ke dalam pelukan. Sesaat dia mendengar isakkan lolos dari bibir Liora.

Aira sedikit memberikan usapan di punggung sahabatnya. Dirinya juga sedang takut sebenarnya. Tapi beruntung karena seseorang yang ditakutkannya tengah pergi.

"Minggu besok masa jeda. Lo ... gak mau ke Belanda?" tanya Aira melepaskan pelukannya. Di harap fokus Liora berpindah ke pertanyaannya sekarang.

"Mau ngapain ke sana? Gue bukan bagian dari mereka, gue bukan cucu yang diharapkan."

"Gue tau, Li. Lo itu bukan cucu yang gak diharapkan, tapi, mereka itu yang belum bisa menerima. Menerima takdir yang sudah ditetapkan. Mereka cuma butuh waktu." Aira menampik pemikiran Liora.

Liora kembali tertawa. Tawanya terdengar menyakitkan dan menyayat hati bagi siapapun yang mendengarnya.

Keduanya sudah sama-sama melangkah menuju gerbang. Topik obrolan mereka masih sama.

"Menerima takdir? Butuh waktu berapa lama lagi emangnya? Apa delapan belas tahun itu masih gak cukup?" tanya Liora beruntun.

"Sebenarnya cukup. Hanya merekanya aja yang enggan."

👑

"GILA YA, LO?!"

"Sorry kalau gue telat minta maafnya."

"Ayolah Ra, bisa gak sih lo itu berpikir dewasa sedikit aja? Capek gue tuh sama kelakuan lo yang kayak gini," kesalnya.

"Gue udah bilang, sorry, Aina ...."

Aina Miccle Garaga inilah dia. Si gadis dengan segudang prestasi dan si juara bertahan di peringkat pertama.

"Gue gak butuh maaf dari elo, Ra. Gue butuhnya lo pulang ke rumah, sekarang!"

Mereka tengah berbicara melalui sambungan telepon. Aina dan Aira memang jarang sekali terlihat akur.

"Gue gak bisa pulang sekarang," balas Aira.

"Why?" Aina semakin kesal dengan adiknya itu. Aira benar-benar menguji kesabarannya. "Lo dibayar sama Liora? Berapa? Balik, nanti gue ganti!"

Aira berdecak. Ia tidak bisa memberitahukan yang sebenarnya pada sang Kakak karena sudah berjanji pada Liora untuk tidak memberitahu siapapun termasuk Aina.

Sementara itu Aina meletakkan ponselnya di atas meja belajar lalu dia meraih buku paket mata pelajaran matematika. Loudspeaker dia nyalakan.

Di sana Aira bulak-balik melirik pintu kamar mandi yang masih setia tertutup rapat.

"Besok pagi-pagi gue pulang. Gue bakal jelasin semuanya." Percayalah pada kalimat terakhir, Aira mengucapkannya sangat pelan.

"Sorry, Li, Ai ...."

👑

Sebuah tamparan mendarat keras di pipi mulusnya. Bertepatan dengan itu juga pipinya yang terasa perih pun membasah karena lelehan air mata yang terus berjatuhan.

Matanya yang sipit terlihat tengah terpejam saat ini. Rasanya begitu sesak walaupun ini bukan pertama kalinya.

"Dasar anak bodoh!" maki sang ayah.

"Ma—maaf ...."

Si ayah menendang sebuah guci dekat nakas hingga membuat guci itu terpecah belah. Dadanya naik turun lantaran emosinya yang memuncak.

"Kenapa kamu tidak pernah membuatku bangga, hah?! Peringkat dua itu peringkat yang rendah, Dizcha. Kapan peringkatmu naik, hm? Coba contoh kakakmu, dia selalu membuatku bangga. Tidak sepertimu, beban!" bentaknya.

Dizcha sudah terduduk di lantai berwarna putih yang dingin. Tangisnya masih belum berhenti.

" qīn, Dizcha mohon ampun."

"Ampun katamu? Apa hanya dengan ampun peringkatmu bisa naik? Tidak akan! Cepat pergi ke kamarmu dan bacalah bukumu. Jangan berani-berani untuk tidur, sampai pagi sekalipun," perintah si ayah dengan tegas.

Dizcha menurut. Menaiki anak tangga satu persatu dengan perasaannya yang campur aduk. Tak bisa dipungkiri dia sedikit merasa sakit hati.

Di kamarnya sudah ada sang kakak yang tengah duduk selonjoran di tempat tidur miliknya dengan buku kimia yang tengah dibacanya.

Kakaknya—Sekala Fanegar—menatap sekilas kemudian melemparkan sebuah buku tebal ke arah Dizcha yang masih berdiri di pintu.

Dizcha menatap penuh amarah. Buku itu mendarat tepat di wajahnya hingga membuat pangkal hidungnya terasa sakit.

"Gak usah manja, belajar cepetan! Gue awasin di sini. Kalau sampai lo tidur, gue aduin," ancam Sekala dengan mudahnya.

Dizcha mendengkus kesal. Memilih duduk di meja belajar tanpa membalas Sekala sedikitpun. Dia rasa percuma kalau membalasnya.

"Tanpa lo sadari, lo itu penghalang kebahagiaan gue, Kak. Gue ... adik lo sendiri ... lo halangi kebahagiaannya. Gue tau ini demi kebaikan gue, tapi gue gak pernah merasa ini baik buat gue," batin Dizcha. Dia menyeka air mata yang ada di ekor matanya.

👑

Gizca Fridavany—gadis dengan wajah polosnya itu tengah tertawa puas bersama dengan orang yang paling disayanginya yaitu bundanya sendiri, Lili.

"Gizca puas banget liat abangnya cengo kayak tadi liatin Bunda main. Lagian sih pake ngeremehin Bundanya Gizca segala," ledek Gizca masih tertawa.

Lili mengusap rambut putrinya lembut lalu tertawa saat angin berembus sangat kencang hingga membuat rambut Gizca berantakan.

"Oh angin, kenapa kamu begitu menyebalkan?" tanya Gizca sok dramatis membuat Lili semakin tergelak.

"Drama," cibir Lili dengan tangannya yang merapikan rambut Gizca yang berantakan.

Gizca mencebik kesal. Menghentakkan kakinya dan segera masuk ke mobil saat Lili menyuruhnya karena rintik-rintik hujan mulai jatuh ke bumi.

👑

Pagi hari dengan mentari yang masih malu-malu memberikan sinarnya. Di jam setengah enam pagi Aira sudah berada di rumahnya. Menarik selimut putih yang Aina gunakan untuk menutupi kaki hingga lehernya.

Berulang kali Aira melakukan berbagai macam cara untuk membangunkan Kakaknya, tapi tak juga ada yang berhasil. Bahkan anehnya Aina tak bergerak sama sedikitpun.

"Aina, jangan bikin gue takut, ya!" teriak Aira mulai cemas.

Aira memilih duduk di sisi ranjang. Memastikan denyut nadi Aina. Masih terasa.

"Gak lucu pranknya, Ai!" sentak Aira.

Menepuk-nepuk pipi Aina guna membangunkannya, tapi tidak ada reaksi apapun dari Aina. Aira semakin takut.

Keluar dari kamar Aina dan memanggil salah satu ART serta menyuruh sopir menyiapkan mobil.

"Lo pingsan atau mati sih?!"

Saat hendak membawa Aina ke mobil, sopirnya sudah lebih dulu meminta izin untuk menggendong Aina agar bisa lebih cepat. Tanpa pikir panjang Aira mengizinkannya.

Sebelum ikut mengekor keluar kamar, Aira menemukan beberapa tablet obat tidur yang berserakan di lantai serta beberapa butir obat lainnya yang Aira sendiri tidak tahu itu obat apa.

"Lo overdosis kayaknya, Ai," pikir Aira lalu bergegas keluar dengan membawa serta obat-obat itu.

👑

"Cuma orang bodoh yang pengin sakit. Kayak lo misalnya, Aina."

👑

"Ngerepotin orang aja, masih pagi juga. Tapi sialnya gue khawatir juga!"

👑

"Gue bingung. Ini antara gue yang terlalu bodoh atau emang elonya yang terlalu pintar sih? Gue gak ngerti motif lo ngelakuin ini tuh apa, Ai."

👑

"Gimana keadaan Aina, Ra?"

Ketiganya saling pandang lalu sama-sama menghela napasnya.

Aira tersenyum kecil melihatnya. "Aina udah sadar kok. Dia cuma overdosis."

"Cuma katanya? Sinting!"

Gizca yang notabenenya adalah gadis paling tak sabaran di antara mereka semuanya pun segera masuk ke ruangan dimana Aina terbaring lemah dengan infusan yang terpasang.

Kening Aira berkerut halus dengan bahu yang terangkat, acuh. Dia ditinggal sendirian karena Dizcha dan Liora pun sudah ikut masuk ke dalam.

"Sorry, Ai. Tapi kalau boleh jujur, gue senang liat lo lemah kayak gini," gumam Aira bersedekap dada.

Setelah bergumam singkat Aira ikut masuk ke ruang rawat melihat tiga sahabatnya yang tengah memperhatikan Aina yang masih terlelap.

👑

Dua hari berikutnya Aina sudah pulang ke rumah dengan keadaan yang masih sedikit lemas. Wajahnya pun masih pucat.

Aira membantu Aina menaiki tangga satu persatu. Ia merasakan jelas kalau berat badan Aina berkurang walau hanya sakit dua hari saja.

Aina menatap sekitar rumahnya. Sejak dia masuk rumah sakit, dia tidak menemukan orang tuanya sama sekali. Apa mereka masih berada di Jepang?

"Mama sama papa nggak pulang?" tanya Aina.

"Tepatnya nggak gue kabarin," jelas Aira.

Aina tersenyum dengan bibirnya yang pucat. Kembali melanjutkan langkah menuju kamar dengan dibantu Aira. "Bagus deh," tanggapnya.

Aina perlu bersyukur karena akhirnya Aira bisa memutuskan keputusan yang sangat tepat. Dirinya belum siap mendapatkan omelan hanya karena mengonsumsi obat tidur lagi dan ketahuan meminum obat-obatan itu secara berlebihan.

Aira membantu Aina untuk merebahkan tubuhnya di ranjang yang kemudian dia sendiri pun ikut berbaring di samping Aina.

Memainkan ponsel dan sesekali menyahuti apa yang Aina katakan.

"Kalau main ponsel jangan sambil tiduran, Ra. Gak baik. Lo mau mata lo rabun? Ngeliat Dizcha yang jalan tanpa kacamata aja liatnya miris. Ini lo malah nyari penyakit," tegur Aina.

Aira berdecak. Menunjukkan layar ponsel ke depan wajah Aina yang menampilkan isi chatnya dengan seseorang.

"Mama udah tau lo lagi sakit," ucap Aira.

"LO NGASIH TAU MAMA?!" tanya Aina sedikit berteriak. Refleks saja mendengar ucapan Aira. "Baru aja gue bangga sama lo karena lo bisa ngambil keputusan yang benar karena gak kasih tau mama."

Aira menggaruk pelipisnya. Memilih posisi duduk dengan bersandar ke kepala ranjang. Menarik napas panjang lalu mulai menjelaskan bagaimana Lila bisa tahu perihal ini.

"Ternyata pihak rumah sakit kirimin bukti tagihan biaya perawatan lo, bukan gue yang ngasih tau ke mama. Lo sih pake sakit segala, mama jadi nyalahin gue karena dia mikirnya gue gak bisa jagain lo. Padahal 'kan gue adiknya, masa gue yang jagain elo sih?" keluh Aira.

Bukannya kesal, Aina justru terkekeh mendengarkan keluhan Aira. "Udah, biar nanti gue yang jelasin ke mama."

Aira kembali berbaring dengan posisi menghadap Aina dan memeluk boneka pisang berukuran jumbo yang berada di tengah-tengah keduanya.

Melihat Aina yang mulai memejamkan matanya membuat Aira menarik bibirnya membentuk senyuman tipis. Lalu ikut memejamkan matanya dengan berusaha memeluk Aina dengan memaksakan boneka pisang itu ada di tengah tanpa menyingkirkannya.

"Gue bingung sama diri gue sendiri, Ai. Di satu sisi gue pengin lo lemah kayak kemarin, lemah dalam waktu yang lama, terus nanti lo gak sekolah dan ketinggalan materi karena dengan itu gue bisa punya kesempatan buat naikkan peringkat gue. Tapi di satu sisi lainnya juga, gue pengin lo sehat, Ai. Liat lo sakit, dada gue ikutan sakit. Sesak Ai rasanya. Lo juga pasti rasain ini 'kan kalau gue lagi sakit?" tanya Aira.

Tentu saja tidak ada jawaban dari Aina karena karena Aina sudah tertidur pulas dalam waktu hitungan menit.

"Gue berpikir, gue pengin lindungi diri sendiri makanya gue gak bilang ke mama, bukan karena gak mau liat lo diomelin mama. Tapi hati gue ternyata berkata lain, ikatan batin kita kuat ternyata ya, Ai. Tanpa lo minta pun gue lakuin seperti apa yang lo inginkan. Dalam hati, gue ngelakuin ini karena gue gak mau liat lo dimarahin mama, cukup gue aja yang selalu diomelin sama mama. Dan lo jangan. Plin-plan banget 'kan gue? Iya, Ai, gue gak pernah tegas sama diri gue sendiri," sambungnya tanpa mengalihkan atensinya sama sekali.

"Tolong ajari gue caranya bersikap tegas, Ai. Seenggaknya biar gue bisa tegas sama diri gue sendiri dulu. Gue mau bisa bersikap tegas kayak lo yang tegas ke gue. Gue terlalu jahat karena selalu bersikap gak peduli sama sekitar, termasuk lo, padahal lo itu kembaran gue sendiri."

Jika sedang berbicara sendiri seperti ini, mata Aira selalu berkaca-kaca. Entahlah, rasanya sangat menyesakkan.

"Maaf ... gue pernah benci sama lo."

👑










2021 kata gesss, pas ya sama tahunnya, tahun 2021 wkwk

Jangan lupa jejaknya ya sokey?!😉🔨

Continue Reading

You'll Also Like

Riptide By V

Teen Fiction

309K 7.7K 112
In which Delphi Reynolds, daughter of Ryan Reynolds, decides to start acting again. ACHEIVEMENTS: #2- Walker (1000+ stories) #1- Scobell (53 stories)...
133K 6.6K 47
แ€„แ€šแ€บแ€„แ€šแ€บแ€€แ€แ€Šแ€บแ€ธแ€€ แ€›แ€„แ€บแ€ทแ€€แ€ปแ€€แ€บแ€•แ€ผแ€ฎแ€ธ แ€กแ€แ€”แ€บแ€ธแ€แ€ฑแ€ซแ€„แ€บแ€ธแ€†แ€ฑแ€ฌแ€„แ€บแ€กแ€™แ€ผแ€ฒแ€œแ€ฏแ€•แ€บแ€›แ€แ€ฒแ€ท แ€€แ€ฑแ€ฌแ€„แ€บแ€œแ€ฑแ€ธ แ€€แ€ปแ€ฑแ€ฌแ€บแ€”แ€ฑแ€™แ€„แ€บแ€ธ แ€แ€ผแ€ฐแ€แ€ผแ€ฌแ€œแ€ฝแ€”แ€บแ€ธแ€œแ€ญแ€ฏแ€ท แ€€แ€ปแ€ฑแ€ฌแ€บแ€”แ€ฑแ€™แ€„แ€บแ€ธแ€€ แ€•แ€ญแ€ฏแ€ธแ€Ÿแ€•แ€บแ€–แ€ผแ€ฐแ€œแ€ญแ€ฏแ€ท แ€”แ€ฌแ€™แ€Šแ€บแ€•แ€ฑแ€ธแ€แ€ถแ€›แ€แ€ฒแ€ท แ€€แ€ฑแ€ฌแ€„แ€บแ€™แ€œแ€ฑแ€ธ แ€”แ€ฑแ€แ€ผ...
22.8K 356 91
(completed) Hello readers, this is gfriend's quotes based on their songs lyrics. I just take a.ka. choose few lines from their songs. Hope you guys e...
67.6K 2.7K 37
แด…ษชแด แด‡ส€ษขแด‡ษดแด›; แด›แด‡ษดแด…ษชษดษข แด›แด ส™แด‡ แด…ษช๊œฐ๊œฐแด‡ส€แด‡ษดแด› แดส€ แด…แด‡แด แด‡สŸแดแด˜ ษชษด แด…ษช๊œฐ๊œฐแด‡ส€แด‡ษดแด› แด…ษชส€แด‡แด„แด›ษชแดษด๊œฑ.