The Escapes of Mistress

By QStory21

2.3M 179K 15.6K

Lillyanne Nicole Brown hanya tahu bagaimana caranya menghamburkan uang ribuan dollar dalam satu hari. Wanita... More

Prolog
1. Anodyne
3. Baxorexia
4. Cwtch
5. Jealous
6. Ilunga
7. Torpe
8. Thantophobia
9. Tears
10. Evanescent
11. Induratize
12. Misunderstanding
13. Anger
14. Cingulomania
15. Drapetomania | 1
16. Drapetomania | 2
17. Decision | 1
18. Decision | 2
19. The Escapes
20. Fail!
21. BETRAYAL
22. Absquatulate
23. Habromania
24. LOST
25. HEAL
26. Move On
27. Philophobia
28. Just Lilly
29. Our Eyes
30. Retrouvaille
31. Saudade
32. Razbliuto
33. Sehnsucht
34. Give Peace A Chance
INFO
35. FINAL DECISION
36. Temerate
37. Undecided
38. In Another Life

2. Lust

81K 5.2K 124
By QStory21

"When you fall in love with someone's beauty."

- Lust

____________________________________

"Welcome home Alford..." Sebuah sambutan yang terdengar begitu lembut di telinga Theodore. Dengan senyuman hangat, Lilly memeluk tubuh pria itu. Menghirup dalam-dalam aroma citrus dan kayu manis yang menguar dari balik jas hitamnya.

Ah, Lilly menggilai aroma ini!

Mendapat sambutan yang begitu manis, Theodore pun juga ikut membalas pelukkan Lilly tak kalah erat. Ia melingkarkan sebelah tangannya di pinggang mungil Lillyanne dan mengecup lembut pundak mulus wanita itu.

Cup!

Saat bibirnya menyatu dengan kulit Lilly, Theodore terdiam-seakan mencerna baik-baik aroma dan tekstur kulit wanitanya. Lilly yang merasa jika Theodore membatu di tempatnya pun langsung dilanda rasa was-was.

Jangan sampai pria itu tahu!

"Lilly..."

"Ya?"

"Apa kau mandi malam lagi?"

Deg!

Pertanyaan itu keluar sesaat setelah Theodore merasakan betapa dingin dan lembabnya kulit Lilly saat ia kecup. Selain aroma mawar yang begitu kuat, Theodore juga bisa mencium wangi sabun cair yang biasa Lilly gunakan saat melaksanakan ritual mandi, yaitu aroma mint segar dan apel.

Seakan tertangkap basah, Lilly hanya bisa terdiam dengan wajah tegang. Apalagi, saat Theodore meregangkan pelukannya dan menatap matanya dengan dingin. Tanpa bisa mengelak ataupun membantah, Lilly pun mengangguk dengan takut-takut.

"Theodore, aku-" Belum sempat Lilly menyelesaikan kalimatnya, Theodore sudah lebih dulu membuka pintu dan memanggil aunty Shane beserta Olivia dengan lantang.

Ceklek!

"Aunty Shane! Olivia!" Teriakkan itu menggema ke setiap sudut mansion dengan sangat sempurna-membuktikan bahwa Theodore benar-benar berteriak sekuat tenaganya. Lilly yang tahu jika ia sedang dalam masalah besar pun langsung memegang lengan Theodore, menarik tubuh pria itu agar kembali menatapnya.

"Theodore, kumohon dengarkan dulu penjelasanku."

Theodore tersenyum sinis.

"Penjelasan? Penjelasan apa?! Penjelasan bahwa kau ingin kembali masuk rumah sakit hanya karena hampir mati kedinginan?!" teriak Theodore. Lilly menggeleng.

"Bukan begitu. Aku-"

Bruk!

Theodore menghempaskan tangan Lilly hingga membuat wanita itu terhuyung ke belakang.

"Olivia! Aunty Shane!" Teriakkan itu kembali terdengar di dalam mansion hingga membuat beberapa pelayan yang mendengarnya langsung berkumpul di bawah tangga, menatap ke lantai atas untuk mengetahui apa yang sedang terjadi.

Melihat Theodore yang marah dan Lilly yang ketakutan di ambang pintu, tanpa diberitahu pun mereka paham apa yang sedang terjadi.

"Aku rasa Nona Brown ketahuan," bisik salah seorang pelayan dengan tatapan ngeri.

"Ya, aku rasa juga begitu. Kebiasaan buruk Nona Brown yang suka mandi malam pasti membuat Tuan Theodore menggila malam ini," sahut pelayan yang lain.

"Olivia! Aunty Shane!" Teriakkan itu kembali terdengar hingga....

"Minggir." Suara aunty Shane yang baru saja datang dari arah dapur bersama dengan Olivia, sontak membuat para pelayan membuka jalan untuk mereka berdua. Dengan diikuti oleh Olivia di belakangnya, kedua orang itu pun menapaki tangga dengan wajah gugup.

Sementara itu, Theodore yang masih di ambang kemarahan pun langsung menggila begitu melihat kedua orang yang bertanggung jawab atas kemarahannya muncul ke permukaan.

"KENAPA KALIAN MEMBIARKAN DIA MANDI MALAM HA?!!" Teriakkan yang luar biasa kencang itu langsung menyambut aunty Shane dan Olivia yang bahkan masih berada di anak tangga ke sepuluh. Lilly yang merasa bersalah sekaligus takut pun tidak bisa berbuat apa-apa selain terdiam di tempatnya. Tidak mudah untuk meredam amarah seorang pria temperament seperti Theodore.

Aunty Shane dan Olivia pun kembali berjalan hingga sampai di depan Theodore yang kesetanan. Dengan kepala yang tertunduk dalam, mereka berdua hanya bisa meminta maaf.

"Maafkan kami, Tuan. Kami tahu, jika kami telah melanggar perintah Anda untuk tidak membiarkan Nona Brown mandi malam," aunty Shane bersuara dengan tangan yang berkeringat dingin.

"Maaf? Kau bilang maaf?" Theodore menatap dengan sinis.

"Bagaimana jika kejadian dua tahun yang lalu terulang lagi ha?! Bagaimana jika dia kembali di ambang kematian?! Siapa yang akan bertanggung jawab untuk itu?! SIAPA?!"

Brak!

Theodore melampiaskan amarahnya dengan memukul dinding sekuat tenaga hingga membuat Lilly, aunty Shane dan Olivia merasa terkejut.

"Al-" Dan Theodore langsung memberikan tatapan tajamnya ke arah Lilly yang bahkan belum sempat menyelesaikan kalimatnya.

Lilly yang tidak tega melihat wanita paruh baya seperti aunty Shane menjadi pelampiasan amarah Theodore atas kesalahannya pun langsung memasang badan—berdiri di hadapan pria itu dan menatap netra abunya dengan seksama.

"Jangan salahkan mereka, Alford. Aku yang bertanggung jawab untuk semuanya. Aku yang meminta mereka untuk menyiapkan air mandiku. Aku yang memaksa mereka untuk membiarkanku mandi malam. Jadi jika kau ingin melampiaskan amarahmu," Lilly menarik napas sejenak dan menghembuskannya secara perlahan.

"Lampiaskan saja padaku. Jangan pada aunty Shane atau Olivia," sambungnya dengan perasaan takut yang luar biasa mendominasi. Aunty Shane dan Olivia yang mendengar itu sontak menatap Lilly dengan tatapan tidak percaya.

Bagaimana bisa Lilly menyerahkan dirinya demi kelalaian mereka?

Tidakkah Lilly tahu bagaimana menakutkannya Theodore saat berada di puncak kemarahan?

"Nona..." Lilly langsung menoleh, menatap aunty Anne dan Olivia dengan senyuman manis, seolah ingin mengatakan bahwa ia akan baik-baik saja lewat senyuman itu. Tapi berbeda dengan apa yang dikhawatirkan oleh aunty Anne, Theodore malah tidak menghiraukan ucapan Lilly. Tanpa sepatah katapun, pria itu malah menarik tubuh Lilly agar kembali berdiri di belakangnya.

"Sebagai hukuman, mulai saat ini, kalian berdua dilarang menemui Lillyanne. Dan khusus untuk kau!" Theodore menunjuk Olivia.

"Mulai detik ini, kau kupecat!"

"Alford!" Sekali lagi, Theodore memberikan tatapan dinginnya ke arah Lilly saat wanita itu akan berbicara. Olivia yang mendengar hukuman itu pun juga langsung mantap Theodore dengan tatapan tidak percaya. Kesedihan jelas terpancar dari balik wajah cantik gadis itu.

"Tuan, saya mohon, jangan pecat saya. Saya benar-benar membutuhkan pekerjaan ini Tuan, saya harus mengobati ibu saya yang sakit." Olivia memohon dengan netra gelapnya yang memulai memerah.

Tapi Theodore tetaplah Theodore-pria dingin yang sangat jarang memberikan simpatinya kepada siapa pun yang melanggar peraturan.

"Itu konsekuensi yang harus kau terima!" tegas Theodore.

"Tuan, saya mohon!"

Bruk!

Olivia menjatuhkan kedua lututnya di lantai sambil menyatukan kedua tangan, kembali memohon kepada Theodore. Lilly yang melihat Olivia seperti itu pun kembali berusaha untuk berbicara kepada Theodore, namun belum sempat ia membuka suara, Theodore sudah lebih dulu menarik tangannya untuk dibawa masuk ke dalam kamar.

"Beri dia gaji dan tips. Mulai besok pagi aku tidak ingin melihatnya lagi di sini." Tanpa bisa membantah aunty Shane pun mengangguk.

"Ba-baik Tuan."

Brak!

Pintu kamar itu ditutup dengan kencang oleh Theodore sesaat setelah berhasil menyeret Lilly masuk ke dalam kamar.

"Alford!"

"DIAM!" Seketika bentakkan itu membuat Lilly membatu di tempatnya. Theodore yang sejak tadi menahan amarahnya kepada Lilly pun langsung mencengkram wajah wanita itu.

"Kau..." Theodore mulai menyudutkan tubuh Lilly ke dinding.

"Berani sekali kau melanggar peraturan yang telah aku buat."

Bruk!

Punggung Lilly membentur dingin putih itu dengan cukup kuat.

"Kau pikir, kau siapa Lillyanne? Kau pikir, kau siapa hingga bisa melanggar aturan yang akan membuatku rugi itu ha? Jika kau mati sebelum aku bosan, aku bisa rugi Lillyanne," desis Theodore dengan wajah yang luar biasa mengerikan. Lilly yang mendengarnya pun hanya bisa diam dengan air mata yang mulai menggenangi pelupuk matanya.

"Dan apakah kau lupa jika kau telah aku bayar untuk hubungan ini? Apa kau lupa, jika tanpa aku kau hanya akan menjadi seorang gadis murahan yang miskin? Jadi, jangan mati terlalu cepat, Lillyanne."

Deg!

Kata-kata itu langsung menghujam jantung Lilly dengan begitu hebat. Rasa sakit itu harusnya bisa ia tahan untuk semua kemewahan ini, namun ada kalanya ia merasa begitu marah saat Theodore mengingatkan dia akan posisinya.

Dengan air mata yang mulai menetes, Lilly langsung mendorong tubuh Theodore dengan sekuat tenaga hingga pria itu terhuyung ke belakang.

"Kalau begitu, akhiri saja hubungan ini! Cari saja wanita baru yang bisa kau atur sesuka hatimu!" Lilly berteriak dengan tangisnya yang pecah.

"Jikapun aku harus menjadi seorang pelacur yang melayani banyak pria, setidaknya aku bisa bebas!" Dan setelahnya, Lilly segera berlari masuk ke dalam ruang wardrobe untuk mengemasi barang-barangnya.

Dia muak dengan semua kekangan Theodore Alford!

"Lillyanne!" teriak Theodore lalu ikut menyusul Lilly masuk ke dalam ruang wardorbe. Begitu ia masuk dan melihat Lilly tengah mengemasi barang-barangnya, kemarahan Theodore langsung memuncak. Dengan langkah lebar, pria itu mengambil koper Lilly dan menghempaskannya ke lantai dengan kuat.

Brak!

"Alford! Hmph-"

Theodore langsung menarik pinggang Lilly, memberinya sebuah ciuman kasar yang begitu menyakitkan. Tak ada jeda ataupun kelembutan di setiap gerakkan itu. Theodore mencecap, menjilat dan bahkan menggigit bibir kemerahan Lillyanne yang manis.

Beruntung Lilly bisa menutup rapat-rapat bibirnya, menutup akses Theodore untuk melesakkan lidahnya ke dalam sana.

"Buka Lillyanne!" desak Theodore dengan tatapan tajam. Lilly menggeleng dan berusaha mendorong tubuh Theodore agar menjauh dirinya.

"Lepas! Lepaskan! Cari saja wanita lain yang bisa kau atur ini dan itu! Tiduri mereka dan bersenang-senanglah! Mungkin ini adalah saatnya kau merasa bosan denganku!" teriak Lilly yang diakhiri dengan sebuah senyuman sumbang di wajahnya. Mendengar teriakkan itu, Theodore hanya diam dengan wajah dingin yang masih menyisakan amarah.

"Dan seperti yang kau katakan tadi, aku memang hanya akan menjadi seorang wanita murahan yang miskin tanpamu. Tapi tak apa, mungkin dengan cara itu, aku bisa naik ke ranjang pria manapun, memberikan mereka sebuah pelayanan yang baik dan mendapatkan kepu-"

"Tutup mulutmu sebelum aku membuatnya berdarah, Miss.Brown," desis Theodore dengan wajah yang luar biasa memerah. Buku jarinya sudah terkepal erat di kedua sisi. Namun itu tidak membuat Lilly takut sedikitpun.

"Kenapa? Bukankah aku memang wanita yang seperti itu?"

"Masalahnya kau wanitaku, sialan!"

Prang!

Sebuah vas bunga yang terpajang di atas nakas seketika menjadi pelampiasan amarah Theodore. Pria itu benar-benar tidak bisa menahan amarah saat Lilly membicarakan pria lain di hadapannya. Baginya, Lilly adalah sesuatu yang telah ia tandai sebagai miliknya. Dan segala sesuatu yang telah menjadi miliknya, tidak boleh disentuh oleh orang lain.

"Berhenti memancing emosiku dengan mengatakan hal-hal sialan itu, Lillyanne." Lilly tersenyum sumbang.

"Kau yang memulainya Theodore. Tanpa kau ingatkan pun, sebenarnya aku tidak pernah lupa akan posisiku. Dan jika kau mau, kau bisa menggantinya dengan wanita yang baru. Bukankah begitu, Mr.Alford?"

Theodore mengetatkan rahang-mencerna semua yang Lilly ucapkan.
Jujur, jika saja ia bisa melakukan semua yang dikatakan oleh Lilly, ia tentu akan melepaskan wanita itu dengan mudah sejak awal.

Namun Theodore tidak bisa melakukan itu. Ia tidak bisa meniduri wanita lain di saat hasratnya hanya terpaku pada seorang Lillyanne Brown yang cantik. Bukan maksudnya untuk mengingatkan Lilly akan psoisinya tadi. Sebenarnya, Theodore hanya ingin memberi gertakkan pada Lilly agar tidak lagi mengulangi kebiasaan mandi malamnya.

Ingatan akan tubuh Lilly yang pucat di dalam bath up penuh busa, membuat Theodore melarang keras wanita itu mandi malam. Tapi lihatlah sekarang, hanya dengan kalimat-kalimat itu, Lilly benar-benar berpikir dia akan melepaskannya dengan mudah.

"Andai aku bisa melakukannya, aku pasti sudah membuangmu, Miss. Brown."

Alford sialan!

Kalimat yang keluar dari dalam mulut Theodore sesaat setelah Lilly berteriak marah itu langsung membuat perasaannya semakin menjadi-jadi. Entah untuk alasan apa ia merasa sedih atas ucapan itu, Lilly juga tidak tahu. Namun yang pasti, Lilly sedang sangat tidak ingin melihat Theodore saat ini.

"Yasudah kalau begitu kita berpisah saja!" sahut Lilly-masih dengan air mata yang mengalir di kedua pipinya. Theodore yang melihat Lilly menangis semakin kencang pun pada akhirnya melepaskan tubuh wanita itu dan memberinya jarak-mengamati setiap gerakkan yang akan ia lakukan sesaat setelahnya.

Benar seperti dugaan, begitu dilepas oleh Theodore, Lilly segera berbalik dan mengambil koper yang sempat menjadi pelampiasan amarah Theodore. Ia mengambil kembali koper itu dan mulai membereskan kembali baju-bajunya. Sambil sesekali menyeka air mata yang jatuh membasahi pipi, Lilly memasukkan satu persatu baju-baju itu ke dalam koper.

Sementara Theodore yang semua itu pun, hanya bisa menghembuskan napas pelan. Baginya, Lilly hanya membuang-buang tenaga dengan memasukkan pakaian itu ke dalam koper. Karena ia tidak berniat melepaskan wanita itu sampai rasa bosan menghampirinya.

"Memangnya mau ke mana jika kita berpisah?" tanya Theodore dengan kedua tangan yang dilipat di depan dada. Lilly langsung menoleh, menatap pria bernetra abu itu dengan marah.

"Ke mana saja asal tidak ke neraka!" ketus Lilly hingga membuat Theodore  tersenyum geli mendengarnya. Perlahan, Theodore kembali mengikis jarak di antara mereka, berdiri di belakang wanitanya yang masih betah menangis dalam diam dan memeluk tubuh itu dengan erat.

"Lepas!" Lilly memberontak, namun gerakkannya tak lebih kuat dari dekapan Theodore yang hangat.

Cup!

"Sedang marah hm?" bisik Theo sesaat setelah bibirnya memberikan sebuah kecupan hangat di pundak mulus Lilly. Tak menghiraukan bisikkan itu, Lilly pun memilih untuk tetap fokus pada kegiatannya. Melihat tingkah wanitanya yang menggemaskan, Theodore pun kembali menyunggingkan senyum.

"Apa susahnya menuruti laranganku untuk tidak mandi malam, hmm?" bisik Theodore sembari mengusap perut rata Lillyanne dengan jemari tangannya-menikmati kehangatan yang nyaman dari balik tubuh wanita itu. Tak disangka, Lilly pun langsung berbalik dan menatap Theodore dengan genangan air mata yang masih tersisa di antara netra cokelatnya.

Kemarahan dan kekesalan jelas masih terlihat di wajah cantik wanita itu.

"Aku 'kan sudah bilang, aku hanya sesekali melakukan itu, Alford. Olivia dan aunty Shane sudah melarang keras agar aku tidak mandi malam seperti yang kau perintahkan. Dalam dua tahun, ini adalah kali pertama aku mandi malam. Lagipula, aku tidak akan mati hanya karena berendam di dalam bath up. Jadi, jangan salahkan mereka Alford..... Mereka-" Lilly tidak bisa melanjutkan kalimatnya saat gelombang kesedihan itu kembali menghampiri.

Mengingat Olivia dan aunty Shane tadi, perasaan melow-nya kembali mendominasi hingga meredakan amarah yang sempat memuncak. Namun sebelum tangisan itu pecah, Theodore sudah lebih dulu membawa tubuh Lilly ke dalam dekapannya yang erat.

"Jangan menangis, Lillyanne." Theodore kembali bersuara dengan pelan, seakan tidak membiarkan Lilly menjadi wanita yang cengeng terus menerus. Lilly yang mendengarnya pun sontak menjadi kesal.

"Kau jahat!"

"Tidak. Aku hanya tidak suka dibantah." Lilly mendengus.

"Dasar manusia es!"

"Apa kau bilang tadi?" Theodore meregangkan pelukannya saat ia mendengar Lilly menggerutu secara samar-samar. Lilly meggeleng pelan.

"Tidak ada," jawab Lilly dengan eskpresi wajah yang sialannya sangat ketus. Untuk sesaat, Theodore ingin bertanya lebih lanjut-menemukan jawaban pasti atas gerutuan wanitanya. Namun ia mengurungkan niat itu saat Lilly tiba-tiba saja berjinjit dan kembali memeluknya dengan manja.

Apa Lilly sedang dirasuki oleh arwah jahat hingga dapat mempengaruhi moodnya secara drastis seperti ini?

"Kenapa lagi?"

"Jangan pecat Olivia ya?" cicit Lilly dengan gerlingan mata yang begitu manja. Theodore menggeleng.

"Tidak bisa. Keputusanku tidak bisa diganggu gugat, Lillyanne. Pelayan itu telah berani melanggar perintahku, dan bukan tidak mungkin jika ia akan melakukannya lagi di kemudian hari," tegas Theodore hingga membuat Lilly kembali dihantui rasa bersalah.

Andai dia mengelap tubuhnya lebih lama tadi....

"Dia gadis yang baik Al-" Kalimat Lilly langsung terhenti saat Theodore mengangkat sebelah tangannya-menandakan jika ia tidak ingin mendengar alasan yang lain. Pada akhirnya Lilly hanya bisa tertunduk, menyesali perbuatannya yang sudah jelas dilarang oleh Theodore dan semua pelayan yang ada di White Mansion.

Tidak suka melihat Lilly hanya diam menunduk, Theodore pun mengangkat ujung dagu gadis itu dengan sekali hentakkan.

"Jangan mengabaikanku ketika aku di sini," ujarnya dengan netra abu yang menghujam tajam netra cokelat Lilly. Lilly langsung mengangguk patuh.

"Maafkan aku."

Theodore tersenyum tipis.

"Akan aku maafkan setelah ini, Nona Brown." Dan sesaat setelahnya Theodore langsung mengangkat tubuh Lilly ala bridal style- menghujani bibir merah muda yang sejak tadi mencuri perhatiannya tanpa ampun. Dengan netra yang saling berpandangan, Theodore berbisik...

"I miss you, Lillyanne...."

Continue Reading

You'll Also Like

4.1M 30.5K 34
⚠️LAPAK CERITA 1821+ ⚠️ANAK KECIL JAUH-JAUH SANA! ⚠️NO COPY!
2.5K 257 7
Siapa sangka jika perempuan biasa seperti Lorena Flanery memiliki saudara kembar seorang model papan atas seperti Laurent Flanery. Hal yang lebih tid...
4.3M 129K 88
WARNING ⚠ (21+) 🔞 𝑩𝒆𝒓𝒄𝒆𝒓𝒊𝒕𝒂 𝒕𝒆𝒏𝒕𝒂𝒏𝒈 𝒔𝒆𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒘𝒂𝒏𝒊𝒕𝒂 𝒚𝒈 𝒃𝒆𝒓𝒑𝒊𝒏𝒅𝒂𝒉 𝒌𝒆 𝒕𝒖𝒃𝒖𝒉 𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒍𝒂𝒊𝒏 𝒅𝒂𝒏 �...
380K 25.1K 69
Andini Poetri akan melakukan apa pun untuk menjerat Aldebaran Alfahri, mantan tunangan sepupunya. Tujuannya membuat Aldebaran jatuh cinta lalu mening...