PARALYSED [END]

By Miss_Ristyaningsih

9K 1.9K 4.1K

Kecelakaan yang terjadi karena rasa benci yang tertanam dalam hati dan pikiran membuat nyawa seorang gadis be... More

A T T E N T I O N
C A S T
P R O L O G
B A B 1
B A B 2
B A B 3
B A B 4
B A B 5
B A B 6
B A B 7
B A B 8
B A B 9
B A B 10
B A B 11
B A B 12
B A B 13
B A B 14
B A B 15
B A B 16
B A B 18
B A B 19
B A B 20
B A B 21
B A B 22
B A B 23
B A B 24 (END)

B A B 17

109 25 95
By Miss_Ristyaningsih

"Ainsley. Kamu memesan apa? Nanti aku pesankan, sekalian dengan pesanannya Zeira," tanya Xena.

"Mie goreng satu porsi, batagor satu porsi, dan minumannya air mineral kemasan botol," jawab Ainsley.

"Aku pesan mie bakso, dan minumannya jus jeruk," timpal Zeira.

Setelahnya Xena pergi memesan makanan dan minuman pesanan dirinya dan kedua sahabatnya.

"Ainsley. Menurut kamu, ketua kelas kita yang tadi, tampan atau tidak? Tetapi, aku rasa kamu akan menjawab tampan. Karena, dia memang tampan bahkan sangat tampan. Mungkin jika dia sering keluar kelas, dia pasti akan menjadi siswa yang terkenal akan ketampanannya, dan juga kepintaran yang ia miliki. Sayangnya, dia lebih sering di kelas. Hanya akan keluar jika diminta tolong guru, atau mau pergi ke toilet," tanya Zeira dengan menopang dagu dengan tangannya, dan menatap Ainsley.

"Dia yang tadi? Aku pernah bertemu dengannya. Dan menurutku dia biasa saja," jawab Ainsley.

"Apa! Kamu bilang dia biasa saja! Astaga, Ainsley! Dia tampan, dan kamu tidak bisa menyangkal akan hal itu," pekik Zeira yang membuat mereka ditatap oleh banyak orang.

"Zeira, pelankan suaramu. Kita menjadi pusat perhatian, karena suaramu yang besar," pinta Ainsley dengan pelan kepada Zeira.

Zeira tersenyum dengan memperlihatkan giginya kepada semua orang. "Maaf ya semuanya. Silakan lanjutkan," kata Zeira.

"Zeira," panggil Ainsley.

"Ya, ada apa sahabatku?" sahut Zeira.

"Kamu suka baca novel atau tidak? Aku punya banyak novel di rumah. Jika kamu suka baca novel, aku akan memberikannya nanti," tanya Ainsley.

"Novel? Aku suka baca novel. Kebetulan, novel yang di rumah aku sudah dibaca semua, jadi karena kamu mau memberikan novel kepadaku, aku tidak perlu membeli lagi. Karena, jujur aku sedang malas keluar rumah sekarang," jawab Zeira dengan tersenyum lebar.

"Baiklah. Nanti besok, aku akan membawakannya untuk kamu. Kamu bisa pilih mana yang kamu suka." Zeira hanya menganggukkan kepalanya, sambil mengacungkan jempol kepada Ainsley.

Ainsley mengambil ponselnya yang ia letakkan di saku seragamnya, dan menekan nomor Ainur, untuk dipanggil.
"Assalamu'alaikum bibi Ainur. Bibi dan yang lainnya kenapa tidak ikut ke kantin? Ayo makan bersama Ainsley dan teman-teman Ainsley di sini," ujar Ainsley.

"Wa'alaikumussalam Nona Ainsley. Baiklah kami semua akan ke sana." Setelah mengucapkan salam dan dijawab Ainur, Ainsley mematikan sambungan teleponnya.

Sedangkan Zeira sibuk dengan ponselnya, bermain game. Bukan game online, tetapi game offline. Karena, Zeira tidak mau menguras kuotanya hanya untuk game online.

Tidak berapa lama, Xena datang dengan membawa nampan yang di atasnya ada makanan dan minuman milik mereka bertiga, hal itu bersamaan dengan Ainur, Azi, Vikram, dan Nabil yang datang mendekati mereka. "Maaf Xena. Aku tidak bisa membantumu," ucap Ainsley, karena melihat yang dibawakan Xena cukup banyak, namun ia tidak bisa membantunya.

"Tidak apa-apa," sahut Xena dengan tersenyum, lalu meletakkan nampan tersebut di atas meja.

"Ambil milik masing-masing ya," lanjutnya.

"Bibi Ainur, dan kakak-kakak. Kita makan bersama saja. Ainsley tahu, kalian belum makan. Kalau pun ada, pasti hanya sedikit. Jadi, pesanlah makanan, lalu kita makan bersama di meja ini," pinta Ainsley.

"Baiklah Nona Ainsley. Tetapi, biarkan kami duduk dan makan di meja yang berbeda saja," sahut Nabil.

"Tidak kakak. Aku mau kalian makan bersama kami. Jangan merasa tidak enak," tolak Ainsley dengan menggelengkan kepalanya sambil tersenyum.

"Baiklah Nona," sahut Nabil, lalu ia pergi bersama Vikram untuk memesan makanan untuk dirinya, Vikram, Azi, dan Ainur.

Zeira menggeser sedikit tubuhnya, agar lebih dekat Ainsley, lalu mendekatkan bibirnya ke telinga Ainsley. "Ainsley. Semua bodyguard kamu, tampan-tampan ya? Mereka juga terlihat masih muda, bahkan mungkin ada yang hampir seumuran dengan kita, benar bukan?" bisik Zeira.

"Iya Zeira. Ada yang 17 tahun, 19 tahun, dan 22 tahun. Yang pergi memesan makanan tadi, namanya Nabil yang berusia 22 tahun, dan Vikram yang berusia 19 tahun. Sedangkan, yang di depan kita ini, namanya Azi atau Arfa berumur 17 tahun blasteran Indonesia-Turki," jawab Ainsley dengan ikut memelankan suaranya.

"Lagi dan lagi hanya tentang pria yang menjadi topik utama pembicaraan kamu Zeira," timpal Xena dengan suara keras sambil memutar kedua bola matanya dengan malas.

"Tidak usah berbicara. Dan biarkan Ainsley memakan makanannya dengan tenang," lanjutnya dengan menatap tajam Zeira.

Zeira hanya cemberut sambil memakan mie baksonya.

Mereka semua makan dengan tenang, sampai bel masuk pun berbunyi.

"Ayo semuanya, kita ke kelas," ujar Ainsley, yang dibalas dengan anggukan kepala oleh Zeira, Xena, Ainur, Vikram, Nabil, dan Azi.

Mereka semua berjalan bersama-sama. Dengan Azi yang mendorong kursi roda Ainsley, sambil menatap tajam sekitarnya. Karena, ada beberapa orang yang masih menatap Ainsley dengan tatapan menghina, dan ia benci itu.

Tatapan yang mengatakan seolah-olah mereka makhluk sempurna di dunia ini.

"Nona Ainsley, kami akan menunggu di sini. Jika Nona Ainsley butuh sesuatu, atau mau ke toilet, panggil saya saja Nona," kata Ainur.

"Iya Bibi Ainur. Terima kasih. Ainsley masuk dulu." Ainur tersenyum dan menganggukkan kepalanya.

Lima menit setelah mereka bertiga masuk ke kelas, guru mata pelajaran berikutnya pun datang, dan memulai pelajaran.

Hal itu terus berlanjut sampai mata pelajaran terakhir selesai.

Semua siswa dan siswi bersiap-siap pulang setelah mendengar suara bel pulang berbunyi nyaring.

"Perhatian untuk seluruh siswa, siswi, dan para guru yang ada di dalam kelas. Pembelajaran untuk hari ini telah usai, dan kita akan bertemu kembali di besok hari, sekian dan terima kasih," ucap seorang guru perempuan dari kantor pusat yang terdengar di speaker yang ada di dalam kelas mereka.

"Waktu yang paling aku tunggu!" seru Zeira dengan tersenyum lebar, sambil memasukkan semua buku-bukunya ke dalam tas.

Sedangkan Ainsley hanya tersenyum, dan ikut memasukkan semua peralatan menulisnya ke dalam tasnya.

Azi masuk ke dalam kelas dan menatap Ainsley. "Nona Ainsley, mari kita pulang," ujar Azi.

"Tunggu sebentar kakak," sahut Ainsley.

"Zeira, kamu mau pulang sama siapa?" tanya Ainsley.

"Aku pulang dengan Xena. Pulang saja duluan Ainsley. Nanti akan aku bilang kepada Xena bahwa kamu sudah pulang duluan," jawab Zeira dengan tersenyum.

"Apa tidak apa-apa?" tanya Ainsley untuk memastikan.

"Tidak apa-apa Ainsley," jawab Zeira dengan nada meyakinkan.

"Baiklah. Aku pamit pulang duluan ya Zeira. Kalau Xena bawa kendaraan, katakan kepadanya, untuk berhati-hati di jalan, kecepatan kendaraan tidak boleh melewati batas normal," kata Ainsley.

"Aku tidak janji untuk itu Ainsley. Karena, Xena sangat suka membuat jantung orang berdetak cepat secara tiba-tiba dengan melajukan kendaraannya," balas Zeira dengan tersenyum.

"Apapun itu. Jangan sampai kalian kenapa-kenapa hanya karena hal itu. Karena, nyawa adalah sesuatu yang yang tidak bisa dibeli jika hilang." Zeira hanya menganggukkan kepalanya, lalu memeluk Ainsley sebentar, setelahnya melepaskan pelukan itu, lalu melambaikan tangannya ketika kursi roda Ainsley perlahan berjalan keluar kelas yang didorong oleh Azi.

Azi dengan tatapan lurus ke depan, dengan wajah tanpa ekspresinya terus mendorong kursi roda Ainsley. Tidak ada percakapan antara mereka berdua. Sedangkan Ainsley hanya tersenyum ketika melewati siswa dan siswi, baik yang seangkatan dengannya atau kakak kelasnya. Walaupun, ada yang tidak membalas senyumannya atau ada yang memberikan wajah sinis mereka, namun Ainsley tetap tersenyum.

Banyak siswi yang berbisik-bisik tentang ketampanan Azi. Namun, pria itu tidak mempedulikannya. Karena, selagi itu tidak mengganggunya, maka dia akan diam saja, dan tidak peduli apapun.

"Kakak Azi," panggil Ainsley.

"Hm," sahut Azi dengan memberhentikan kursi roda.

"Aku mau beli roti bakar di kantin. Apa boleh kita ke sana terlebih dahulu, lalu ke parkiran?" tanya Ainsley.

"Tidak apa-apa." Azi kembali mendorong kursi roda ke arah kantin.

"Mau beli berapa?" tanya Azi dengan mengusap rambut Ainsley.

"Beli untuk Ainsley, bibi Ainur, kakak Vikram, kakak Nabil, dan untuk Kakak Azi," jawab Ainsley.

"Aku tidak makan," tolak Azi.

"Benarkah? Baiklah. Ainsley tidak bisa memaksa, jika kakak tidak mau. Belilah untuk Ainsley dan yang lainnya, kecuali kakak." Azi menganggukkan kepalanya, lalu berjalan ke arah penjual roti bakar, dengan tetap mendorong kursi roda Ainsley. Karena, tidak mungkin ia membiarkan Ainsley sendirian, tanpa ada yang bersamanya. Takutnya, ada yang ingin macam-macam dengan Ainsley.

Azi membelinya di kantin kelas dua belas. Karena mereka sudah berada di lantai satu.

"Bu. Beli roti bakar empat," ujar Azi.

"Oh iya. Tunggu sebentar ya. Duduk dulu mas. Biar tidak lelah berdiri," tunjuk sang penjual roti bakar ke kursi yang berada tidak terlalu jauh darinya, kepada Azi.

Azi hanya menganggukkan kepalanya, lalu kembali mendorong kursi roda Ainsley ke dekat tempat duduk. Lalu, duduk di bangku yang ada, dengan Ainsley yang berada di sebelahnya.

Sambil menunggu, Ainsley memperhatikan sekitarnya. Sudah tidak ada kakak kelas dua belas yang berkeliaran di kantin. Karena, pasti semuanya sudah pulang.

Ainsley merasakan ada yang memperhatikan dirinya. Namun, pandangannya sudah menelusuri kantin, namun tidak ada orang selain para penjual yang beberapa darinya membereskan barang mereka, dan dirinya juga Azi di dalam kantin kelas dua belas.

Ainsley mengembuskan napasnya dengan pelan, lalu mendengarkan lagu dari headset kabel yang ia hubungkan dengan ponselnya.

Dari jarak yang cukup jauh, terlihat seorang laki-laki yang seumuran Ikhsan sedang mengawasi Ainsley. Pria itu tidak pernah mengalihkan pandangannya dari Ainsley. Pria itu baru saja datang. Dia tidak membuntuti Ainsley sejak tadi, karena ia tahu bahwa Azi memiliki kepekaan yang kuat terhadap orang-orang sepertinya. Maka dari itu, ia mengawasi Ainsley di saat Azi lengah dengan memainkan ponselnya.

Padahal apa yang pria asing itu pikirkan adalah salah. Azi sudah tahu bahwa ada yang mengawasi dan memperhatikan Ainsley sejak tadi. Ia hanya berpura-pura bermain ponselnya, padahal dia sedang mengirim pesan kepada Vikram. Untuk menyuruhnya menangkap pria itu sebelum dia menyadari bahwa dia sudah ketahuan.

Dor!

Ainsley dan para penjual yang ada di kantin kelas dua belas terkejut ketika mendengar suara tembakan dan terlihat seorang pria yang telah terbaring dengan darah yang terbaring mengenaskan di lantai dengan darah yang terus keluar dari kepalanya.

Dan yang menembaknya adalah Vikram. Vikram hanya diam di tempatnya, sambil memasukkan pistolnya ke dalam saku celana.

"Dia adalah orang yang jahat yang tidak bisa dibiarkan hidup lama," tegas Azi dengan suara yang besar, sehingga semua orang dapat mendengarnya.

Lalu Azi menelepon teman-temannya untuk membereskan mayat dari pria asing tadi, namun sebelum itu ia memerintahkan untuk mencari tahu identitas dari pria itu serta siapa yang telah menyuruhnya.

Ainsley sedari tadi hanya diam dengan terus menatap ke depan, lebih tepatnya ke arah Vikram yang juga menatapnya, lalu laki-laki itu menganggukkan kepalanya, seolah-olah mengatakan semuanya akan baik-baik saja.

"Tidak usah takut. Dia pria yang patut di bunuh. Atau nyawa Nona yang akan dalam bahaya," ujar Azi yang mengusap lembut rambut Ainsley, untuk menenangkannya.

Setelahnya teman-temannya membawa mayat tersebut dan membersihkan darah yang ada, sampai sebersih-bersihnya, seolah-olah tidak ada ada yang terjadi. "Tolong jaga rahasia ini. Atau nyawa kalian beserta keluarga kalian menjadi taruhannya," tukas Azi yang membuat semua orang yang berada di kantin menganggukkan kepalanya, karena tidak mau keluarga mereka dalam bahaya.

Lalu, ia kembali mendorong kursi roda Ainsley, dengan Vikram yang berada di samping mereka berdua.

Memang sudah selesai, namun Ainsley masih merasa suasana yang mencekam serta aura yang sangat dingin dari kedua bodyguardnya.

Tidak ada perbincangan di antara mereka bertiga sampai di dalam mobil. Dengan Bibi Ainur di samping kiri Ainsley, sedangkan Azi di samping kanan Ainsley.

Pria itu tidak ada hentinya membisikkan kalimat penenang untuk Ainsley. Dan mengusap tangan Ainsley.

Sejenak Ainsley menatap Azi. Membuat Azi yang semulanya menatap ke depan, menjadi mengalihkan pandangannya ke Ainsley. "Tutup mata Nona, dan tidurlah. Ketika sudah di rumah, akan saya gendong sampai ke kamar, tanpa membangunkan Nona," bisik Azi dengan menaruh kepala Ainsley di bahunya.

Ainsley hanya diam, dengan memejamkan matanya. Mungkin karena kelelahan, dengan cepat Ainsley dapat tertidur.

Vikram menatap ke belakang lewat kaca spion, dan terlihat Azi menganggukkan kepala tanpa ekspresi wajah kepadanya dengan Ainsley yang sudah tertidur. Vikram kembali menatap ke depan.

Sesampainya mereka di rumah, Ainsley masih tertidur dengan nyenyak, tidak terbangun karena terusik dengan suara atau gerakan sedikit pun. Seperti ucapan Azi, dia akan menggendong Ainsley jika dia masih tertidur. Ia menggendongnya ala bridal style ke dalam rumah, yang disusul Vikram yang membawa kursi roda Ainsley.

"Azi. Ainsley kenapa? Apa semuanya baik-baik saja?" tanya Fida dengan raut wajah khawatir.

"Iya Ibu Fida. Nona baik-baik saja. Nona hanya tertidur sejak perjalanan pulang tadi, mungkin karena kelelahan," jawab Azi.

"Baiklah. Baringkan tubuh Ainsley di tempat tidur kamarnya ya. Setelah itu, kalian yang menjaga Ainsley tadi, langsung istirahat saja. Saya tidak mau kalian bekerja. Takutnya kalian akan sakit karena terlalu lelah." Azi hanya menganggukkan kepalanya, lalu ia kembali berjalan ke arah lift untuk menuju lantai dua atau kamar Ainsley, dengan Vikram yang masih berada di belakangnya.

Dengan pelan ia membaringkan tubuh Ainsley ke tempat tidur, ketika mereka sampai di kamar Ainsley. Lalu melepaskan sepatu serta kaus kakinya, lalu menarik selimut sampai di dada.

Vikram meletakkan kursi roda di samping tempat tidur. Mereka berdua dengan melangkah pelan, keluar dari kamar Ainsley, lalu menutup pintunya dengan pelan juga.

Seperti yang diucapkan Fida, bahwa Azi, Vikram, Nabil, dan Ainur diminta untuk istirahat saja, mereka pun beristirahat di kamar yang ada.

Dan yang menjaga rumah adalah, bodyguard yang lainnya.


TBC.

Continue Reading

You'll Also Like

2.4K 226 24
✨DOUBLE A SEASON 2✨ β€’ Silakan baca Double A terlebih dahulu β€’ Baru baca come back to me, biar paham alur Terima kasih πŸ’œβœ¨ Kali ini tidak akan ada lag...
9.4K 838 28
Risha merupakan seorang anak kecil yang periang, tetapi setelah dia berpisah dengan papanya dia menjadi anak yang pendiam dan juga ketus. Atas hasuta...
605K 16.9K 49
Cerita sudh end ya guys, buru baca sebelum BEBERAPA PART DIHAPUS UNTUK KEPENTINGAN PENERBIT. Kata orang jadi anak bungsu itu enak, jadi anak bungsu...
1.2M 70K 34
Agatha Kayshafa. Dijadikan bahan taruhan oleh sepupunya sendiri dengan seorang laki-laki yang memenangkan balapan mobil malam itu. Pradeepa Theodore...