PARALYSED [END]

By Miss_Ristyaningsih

7.5K 1.8K 4.1K

Kecelakaan yang terjadi karena rasa benci yang tertanam dalam hati dan pikiran membuat nyawa seorang gadis be... More

A T T E N T I O N
C A S T
P R O L O G
B A B 1
B A B 2
B A B 3
B A B 4
B A B 5
B A B 6
B A B 7
B A B 8
B A B 9
B A B 10
B A B 11
B A B 12
B A B 13
B A B 14
B A B 16
B A B 17
B A B 18
B A B 19
B A B 20
B A B 21
B A B 22
B A B 23
B A B 24 (END)
E P I L O G

B A B 15

130 36 83
By Miss_Ristyaningsih

Ainsley merapikan dasinya, dan menatap pantulan dirinya di cermin. Ainsley telah siap dengan seragamnya.

Ini adalah hari pertama ia menjadi siswa di SMA Aerglo. Ia tidak sabar merasakan masa putih abu-abu, dan memiliki teman di sana.

Tok, tok, tok

Setelah mengetuk pintu, Fida masuk ke dalam kamar Ainsley. "Bagaimana? Apa kamu sudah siap sayang?" tanya Fida.

"Iya mama. Ainsley sudah siap untuk pergi dan belajar di SMA Aerglo," jawab Ainsley dengan tersenyum manis.

"Ya sudah. Ayo kita turun ke bawah ya. Kita sarapan pagi bersama dengan yang lainnya," tutur Fida.

"Mama. Apa kakak Aqila juga sudah di ruang makan? Soalnya, ketika Ainsley bangun, Ainsley tidak melihat kakak di kamar," tanya Ainsley.

"Iya sayang. Kakak kamu mandi di kamarnya dan suaminya di sini. Setelah mandi langsung ke ruang makan" jawab Fida.

"Berhenti sebentar Mama," pinta Ainsley, Fida memberhentikan dorongannya di kursi roda yang diduduki Ainsley.

"Mama. Sebaiknya, Mama memaafkan kakak Ikhsan. Dia melakukan itu karena, dia dibutakan oleh rasa bencinya. Ainsley yakin bahwa kakak Ikhsan memiliki rasa sayang kepada Ainsley, walaupun hanya sedikit. Ainsley selalu berpikir seperti ini ketika kakak melakukan hal tersebut kepada Ainsley,
saat Ainsley memaafkan orang lain, berarti Ainsley telah memulihkan hati dua orang sekaligus. Hati kakak yang berbuat salah, dan hati Ainsley yang ikhlas menerima. Memaafkan bukan melupakan. Memaafkan itu untuk melepaskan rasa sakit. Jika kita tidak dengan segera memaafkan kakak Ikhsan atau seseorang yang telah berbuat kesalahan, maka hati kita akan selalu merasakan sakit, dan juga akan timbul rasa kebencian, yang hanya akan menjadi sia-sia," kata Ainsley.

"Baiklah, sayang. Mama akan berusaha untuk memaafkan kakak kamu. Dan Mama berharap, Ikhsan bisa dengan segera menyadari apa yang telah ia lakukan adalah sesuatu yang salah," sahut Fida.

Mereka berdua sampai di ruang makan, dengan Ainsley yang duduk di samping kanan Fida yang duduk di tengah-tengah. Fida duduk di kursi makan untuk kepala keluarga.

"Baiklah semuanya. Sebelum makan, kita berdoa terlebih dahulu, ya. Berdoa dimulai," kata Fida.

Semua orang berdoa sesuai dengan keyakinan masing-masing. Yang sarapan pagi di hari Senin ini, bukan hanya Fida, Aqila, dan Ainsley, tetapi ada juga para asisten rumah tangga, sopir, satpam, dan tiga orang bodyguard, dan itu Fida yang memintanya.

"Berdoa selesai. Selamat makan, semuanya," ucap Fida dengan tersenyum.

"Ini sayang. Makan yang banyak ya," tutur Aqila setelah mengambil makanan dan menaruhnya di piring untuk Ainsley, tidak lupa dengan air minumnya.

"Terima kasih kakak," sambut Ainsley dengan tersenyum.

"Iya sama-sama," sahut Aqila dengan membalas senyuman Ainsley.

Beberapa menit kemudian, sarapan pagi telah usai. Dan Ainsley sudah siap untuk pergi ke sekolah.

"Semoga hari Nona Ainsley menyenangkan. Dan semoga Nona segera mendapatkan teman atau sahabat yang baik. Jangan beraktivitas banyak ya. Agar tidak cepat merasa lelah," harap Rani

"Terima kasih bibi Rani" sahut Ainsley.

"Iya nona, sama-sama," ujar Rani.

"Ainsley pamit pergi ke sekolah dulu ya, Mama, dan semuanya. Assalamu'alaikum," salam Ainsley.

"Wa'alaikumussalam warohmatullohi wabarokatuh," jawab semua orang.

Ainsley masuk dengan dibantu seorang bodyguard dan Ainur yang akan ikut sesuai dengan syarat yang diberikan Fida. Lalu kursi rodanya dilipat, dan diletakkan di bagasi mobil.

Bodyguard yang menjaga Ainsley ada tiga orang, yaitu pertama yang berusia 22 tahun, dan dua orang sisanya berumur 17 dan 19 tahun. Yaitu, Nabil, Azi, dan Vikram.

"Kalian semua hati-hati ya. Saya meminta tolong kepada kalian berempat untuk menjaga Ainsley, terutama dari para siswa atau siswi yang ingin berbuat macam-macam kepadanya. Saya percaya, bahwa kalian bisa menjaga dan melindungi Ainsley. Para bodyguard, berjaga di depan kelas, jangan di depan gerbang, ikuti ke manapun Ainsley pergi, kecuali di toilet, kalian cukup menjaga dari luar, dan bibi Ainur yang masuk ke dalam untuk membantu Ainsley. Saya sudah mengatakan tentang hal ini kepada kepala sekolah, jadi kalian tidak perlu khawatir, jika nanti kepala sekolah akan memarahi kalian," ucap Fida.

"Baik Ibu Fida. Kami semua akan menjaga nona Ainsley, serta menjaga kepercayaan yang ibu berikan kepada kami. Kami tidak akan membiarkan ada yang melukai fisik nona Ainsley," sahut Nabil, bodyguard yang berumur 22 tahun.

"Baiklah. Kami pamit pergi ke sekolah, Assalamu'alaikum," salam Nabil.

"Wa'alaikumussalam warohmatullohi wabarokatuh," jawab Fida, Rani, Anandya, dua orang satpam, dan dua orang sopir dengan bersamaan.

Nabil, Azi, Vikram, dan Ainur masuk ke dalam mobil. Ainsley duduk di tengah-tengah, antara Azi dan Ainur. Azi duduk di sebelah kirinya, dan Ainur di sebelah kanannya.

Ainsley memakaikan AirPods ke telinganya, dan mendengarkan lagu dari sana, yang sudah ia hubungkan dengan ponselnya. Ainsley memejamkan matanya.

"Ya Allah, apapun yang terjadi di sekolah nanti, Ainsley serahkan semuanya kepada-Mu Ya Allah. Ainsley yakin sesuatu yang baik, sedang menanti Ainsley," batin Ainsley dengan tersenyum tipis.

Tiba-tiba Azi mengusap lembut rambut Ainsley, membuat Ainsley membuka matanya. Dan langsung menoleh ke Azi.

Azi hanya diam sambil terus mengelus rambut panjang Ainsley yang tidak diikat, dengan tatapan lurus ke depan tanpa ekspresi apapun. "Tidak usah berpikiran buruk," bisik Azi dengan suaranya beratnya yang hanya bisa di dengar oleh Ainsley.

Azi tahu bahwa Ainsley pasti memikirkan yang tidak-tidak tentang hari pertama dia bersekolah di SMA Aerglo. Apapun yang terjadi, Azi akan melindungi Ainsley, karena itu adalah tugasnya sebagai seorang bodyguard.

Ainsley tersenyum, lalu kembali menikmati lantunan lagu yang terdengar dari AirPodsnya, dengan tatapan yang lurus ke depan.

Lima menit kemudian, usapan itu berhenti, dengan Azi yang meletakkan tangannya di atas paha. Hal itu membuat Ainsley merasa sedikit kehilangan, namun ia berusaha untuk terlihat biasa saja. Ia menatap sekilas Azi yang arah pandangannya ke jendela.

Pria itu hanya diam, walaupun ia tahu bahwa Ainsley memandangnya.

Ainsley kembali duduk dengan bersandar, lalu kembali memejamkan matanya. 

"Nona Ainsley. Kita sudah sampai di sekolahnya Nona," panggil Ainur dengan menepuk pelan bahu Ainsley.

Ainsley yang hanya memejamkan matanya, langsung membukanya. Dan melihat sekitar, sebelum dia digendong ala bridal style oleh Azi dan didudukkan ke kursi rodanya yang diambil Nabil dari bagasi. "Terima kasih banyak karena sudah membantu Ainsley," ujar Ainsley dengan menatap semua orang.

"Iya Nona Ainsley. Nona tidak perlu berterima kasih, karena itu sudah menjadi tugas kami," sahut Nabil dengan tersenyum tipis.

Ainsley meletakkan tas sekolahnya di atas pahanya. Perlahan kursi rodanya berjalan, yang didorong oleh Ainur. Ketiga bodyguardnya, berdiri di sisi kanan, kiri, dan juga di belakangnya.

"Eh. Apa dia yang menjadi murid baru itu? Apa dia cacat, sehingga menggunakan kursi roda?" tanya seorang gadis sambil mengunyah permen karet, ketika Ainsley lewat di depannya.

"Entahlah, tetapi mungkin benar. Sudahlah, tidak usah berbicara aneh-aneh tentang gadis itu. Lihat saja, di sampingnya! Sudah ada bodyguard yang menjaganya. Apa kamu mau jika kamu dibuat menyesal karena mengatakan hal itu?" jawab teman dari gadis yang bertanya itu.

"Selain Naura. Ternyata ada juga ya, yang manja sekali di sekolah ini. Apa harus sampai memakai bodyguard?" ujar salah seorang gadis yang memakai jilbab. Penampilannya tidak bisa dikatakan baik. Baju seragam dikeluarkan, rok yang bahkan tidak menutupi seluruh kakinya, dan juga jilbabnya yang ia naikkan ke atas, seolah-olah memamerkan daerah dadanya.

"Iya, ya. Tetapi, dia dijaga bodyguard karena cacat dan menggunakan kursi roda. Jadi, dia tidak bisa berbuat apapun, dan mengandalkan para bodyguardnya. Tetapi, bodyguardnya tampan semua, ya? Perempuan yang duduk di kursi roda juga cantik sekali, tetapi sayangnya dia cacat," sahut temannya yang berdiri di sampingnya dan menatap Ainsley dengan tatapan menghina dan jijik.

"Diam! Atau saya buat kalian menyesal seumur hidup" bentak Azi dengan suara beratnya, membuat semua orang terdiam, karena merasa terkejut sekaligus takut akan ucapan serta tatapan tajam Azi yang begitu menusuk.

Ainsley menjadi pusat perhatian, dan ia tidak nyaman akan hal itu.

"Kakak Azi, berhenti. Tidak usah seperti ini. Ainsley tidak apa-apa. Yang mereka ucapkan adalah kebenaran, yang tidak bisa kita hindari. Ayo kita pergi ke ruangan kepala sekolah saja, dan tidak perlu mempedulikan apa yang mereka ucapkan, karena jika kakak marah, takutnya akan ada masalah yang terjadi nantinya," pinta Ainsley dengan menarik baju Azi yang berdiri di sampingnya.

Jujur saja, Ainsley merasa terkejut ketika mendengar Azi yang membentak orang seperti ini. Ainsley tidak pernah melihat kemarahan besar seperti ini dari mata Azi.

Azi memejamkan matanya sebentar, berusaha untuk mengontrol emosi yang ada pada dirinya, lalu kembali membuka matanya dan menatap tajam sekitar. "Kembali berjalan," pinta Azi kepada Ainur, dengan tetap menatap ke depan.

Mereka terus berjalan. Lalu, mereka sampai di depan ruang kepala sekolah. "Biar saya yang menanyakan ruang kelas Anda Nona Ainsley. Nona tunggu saja sebentar di sini," ucap Nabil.

Ainsley hanya menganggukkan kepalanya dengan tersenyum kepada Nabil. Nabil langsung masuk ke dalam setelah mengetuk pintunya.

Beberapa menit kemudian, pintu ruangan kepala sekolah terbuka. Dan keluarlah seorang wanita paruh baya yang mungkin seumuran dengan Fida, lalu diikuti Nabil dibelakangnya.

Wanita paruh baya itu menyesuaikan tingginya dengan Ainsley yang duduk di kursi roda. "Halo cantik. Apa kamu murid barunya?" tanya wanita itu dengan tersenyum manis.

Tidak bisa dipungkiri, wanita yang ada di depannya ini masih terlihat cantik di usianya yang sudah lanjut.

"Iya, Ibu. Nama saya Ainsley Annora Jagravi. Biasa dipanggil Ainsley. Ibu kepala sekolah, jangan seperti ini. Ayo bangun Ibu!" jawab Ainsley.

"Tidak apa-apa, Ainsley. Nama Ibu, Savana Delisia. Semua orang biasa memanggil dengan nama, Ibu Sava. Walaupun, baru pertama kali bertemu dengan kamu, tetapi ibu sudah merasakan bahwa kamu adalah anak yang baik, sayang. Jika ada yang memperlakukan kamu buruk, maka langsung katakan itu kepada Ibu," sanggah Sava.

"Ayo semuanya. Saya akan mengantarkan kalian ke ruang kelasnya Ainsley," lanjutnya dengan menatap Nabil, Azi, Vikram, Ainur, dan terakhir Ainsley dengan tersenyum ramah.

Sava berjalan di depan, dengan diikuti yang lainnya di belakangnya. "Di sini, kami memiliki lift. Untuk mempermudah seseorang untuk naik ke lantai berikutnya. Jadi, kita naik lift saja ya," ucap Sava.

Nabil, Azi, Vikram, Ainur, dan Ainsley hanya menganggukkan kepalanya saja.

Mereka semua memasuki lift yang sudah terbuka pintunya. 

"Aku yakin, biaya untuk bersekolah di sini, bukanlah murah. Sekolah ini sangat bagus, fasilitasnya lengkap, semua orang pasti akan nyaman jika menjadi bagian dari sekolah ini. Apa aku pindah sekolah saja? Dan mencari sekolah yang biayanya tidak terlalu mahal. Selama ini, mama sudah memenuhi semua kebutuhan aku, tetapi jika terus seperti ini, aku tidak bisa untuk diam saja," batin Ainsley dengan kepalanya yang ia tundukkan.

"Sudah saya bilang. Berhenti berpikiran yang buruk. Kamu pantas bersekolah di sini," bisik Azi di telinganya dengan sedikit membungkukkan tubuhnya, menyesuaikan tingginya dengan Ainsley.

Ainsley tidak bereaksi apapun. Ia masih tetap menundukkan kepalanya.

"Jangan menunduk. Mahkota kamu akan jatuh," pinta Azi dengan masih membisikkannya di telinga Ainsley. 

Interaksi dari mereka berdua dilihat oleh Sava. Sava hanya tersenyum melihatnya. Sava berharap gadis cantik itu dapat nyaman bersekolah di sini, tanpa ada gangguan apapun.

Dengan terpaksa Ainsley kembali mengangkat kepalanya. Lalu ia menatap Azi yang sudah berdiri tegak dengan menghadap ke depan. Dengan perlahan Ainsley mengarahkan tangannya untuk menggenggam tangan Azi, lebih tepatnya jari telunjuk laki-laki itu. Setelah berhasil dipegang, Ainsley kembali menghadap ke depan.

Azi hanya membiarkannya tanpa menepis atau menolak jari telunjuknya digenggam oleh tangan kecil Ainsley.

Pintu lift terbuka ketika sampai di lantai tiga. Lantai di mana kelas X berada.

Sava kembali berjalan di depan. Koridor kelas X telah sepi, karena kegiatan belajar mengajar telah dimulai sejak lima menit yang lalu.

Sava berhenti di depan kelas X IPA 1, membuat Ainur yang mendorong Ainsley di kursi roda berhenti, begitupun dengan Nabil, Azi, dan Vikram. "Ainsley. Ini kelas kamu nak," ujar Sava.

Tok, tok, tok

Sava mengetuk pintu kelas yang tertutup itu, lalu tidak sampai lima menit, pintu itu dibuka oleh seorang guru perempuan yang berumur 30 tahunan. "Ibu kepala sekolah. Mari silakan masuk ke dalam Ibu," ucap guru yang bernama Nazwa.

"Saya mengantarkan murid baru di kelas ini. Ainsley, kamu masuk jika ibu sudah ajak masuk ya," jawab Sava yang dibalas dengan anggukan kepala oleh Ainsley serta senyuman.

"Selamat pagi anak-anak," tutur Sava dengan tersenyum sambil menatap semua siswa dan siswi kelas X IPA 1 yang duduk di bangku mereka.

"Selamat pagi juga untuk ibu kepala sekolah," jawab semua siswa dengan bersamaan.

"Baiklah. Tujuan ibu datang ke sini adalah, mengantarkan seorang murid baru di kelas ini. Kalian akan memiliki teman baru," ucap Sava dengan tersenyum.

"Ayo masuk nak," ajak Sava kepada Ainsley.

Semua orang menatap ke pintu kelas mereka, karena merasa penasaran siapa yang menjadi murid baru di kelas mereka. Kecuali, hanya satu orang siswa laki-laki yang hanya sibuk membaca buku, tanpa peduli tentang sekitarnya.

Ainsley dengan pelan masuk ke dalam kelas dengan dia mendorong kursi rodanya sendiri. Ia sudah meminta Ainur untuk tunggu saja diluar beserta dengan para bodyguard, dan membiarkan dia yang menggerakkan kursi rodanya.

Semua orang terkejut ketika melihat murid baru yang akan menjadi bagian dari kelas mereka menggunakan kursi roda. Beberapa siswi perempuan berbisik-bisik tentang Ainsley.

Bisikan itu terdengar sampai kepada seorang laki-laki yang sedari tadi hanya fokus ke buku yang dia baca. Lelaki itu mengangkat kepalanya, dan menatap ke depan, lebih tepatnya ke arah Ainsley.

Laki-laki itu mengerutkan keningnya, merasa pernah bertemu dengan Ainsley.
"Dia adalah perempuan yang waktu itu di toko buku, yang menginginkan buku yang berada di rak atas, lalu aku membantunya untuk mengambil buku itu yang tidak bisa digapai olehnya. Seingat aku, dia waktu itu berdiri dengan baik, dan sekarang perempuan itu duduk di kursi roda. Berarti, terjadi sesuatu sampai membuat dia harus menggunakan kursi roda," batin laki-laki itu dengan mengangkat satu keningnya ke atas.

TBC.

Continue Reading

You'll Also Like

33.3K 6.2K 96
Terjemahan Bahasa Indonesia dari Novel Omniscient Reader's Viewpoint Volume 2 (Chapter 189-284) karya Singshong "Hanya aku yang mengetahui akhir dari...
7.3K 813 7
[ SEASON II ] Setelah semua sakit, bukankah seharusnya terbit senyuman; seperti pelangi yang hadir sehabis hujan turun? Namun, hidup mu dalam kehidup...
887K 66.1K 31
ace, bocah imut yang kehadirannya disembunyikan oleh kedua orangtuanya hingga keluarga besarnya pun tidak mengetahui bahwa mereka memiliki cucu, adik...
3.3M 159K 25
Sagara Leonathan pemain basket yang ditakuti seantero sekolah. Cowok yang memiliki tatapan tajam juga tak berperasaan. Sagara selalu menganggu bahkan...