butterfly disaster

By cosmicandteddy

46.3K 7.8K 952

[SEGERA TERBIT] ACT 1 - BE YOUR ENEMY ❝Sampai kapan permusuhan ini akan berakhir?❞ Anora bukan berasal dari g... More

Pembuka: Sirkus & Para Pemainnya
1. Bermula
2. Ibu Kota
3. Rival & Lamaran
4. Titik Ini
5. Sepayung
6. Hari Pertama
7. Lingkaran
8. Mengikat Waktu
9. Runyam
10. Kebangkitan Sang Badai
11. Sebuah Karma
12. Gerbera Palace
13. Konversasi
14. Hutang dari Luka
15. Tiupan Trauma
16. Kita & Hidup
17. Gerbang Malam
18. Pesta Ulang Tahun
19. Kupu-Kupu Datang
20. Apartemen
21. Burai
22. Menghindar
23. Permainan Menuju Pulang
25. Malam Mengerikan
26. Tak Akan Ada yang Mati
27. Badai Prahara
28. Gie & Rencananya
29. Melepaskan
30. Kita Tak Akan Pernah Baik-Baik Saja
31. Hantu
32. Kelana [I]: Pergi
33. Kelana [II]: Cerita di Sisi Lainnya
34. Kelana [III]: Pulang
35. Dejavu
36. Kisah Tak Terduga
37. Malam Pameran
38. Dalam Mimpi Kita
39. Bagaimana Semesta Menarik Kita
40. Badai Kita Tak Pernah Berakhir
41. Ikatan
42. Pernyataan
43. Perjalanan Jauh Untukmu
44. Kupu-Kupu Lainnya Telah Lahir
45. Berakhir
Terima Kasih!
Babak Kedua

24. Stroberi, Aroma, Dekapan

1.5K 202 44
By cosmicandteddy

Kilometer 4

Ada satu arena balap yang baru dibuka dan menjadi buah bibir bagi setiap anak muda di ibu kota. Tempat itu terkenal setelah banyak selebriti dari berbagai platform sosial media kerap menghampiri ke sana. Tapi ada peraturan sana yang tak memperbolehkan bahwa semua orang bisa memasukinya. Hanya beberapa kalangan saja, terutama mereka yang mau dirogoh ongkos lebih banyak untuk bermain di tempat itu.

Azka menyebutkan bahwa Kilometer 4 adalah tempat yang paling payah yang pernah ia kunjungi di Jakarta. Tempat yang sudah hilang keelitannya karena terlalu banyak bocah labil yang kebelet eksis tanpa tahu cara menikmati dan bermain dengan sesungguhnya di sini.

Kilometer 4 tak lebih dari sebuah kelab yang memiliki arena balap mobil maupun motor. Azka sebenarnya ogah ke tempat ini, tapi terkadang ia membutuhkan sesuatu untuk mengeluarkan adrenalinnya dan balapan menjadi pilihannya akhir-akhir ini.

Maka ia pergi memasuki tempat ini, dengan setelan khas berupa jaket kulit hitam dan boots dengan warna senada, ia merasa kembali menjadi anak labil umur dua puluh tahunan dulu.

Azka menghampiri salah satu temannya yang sedang duduk di pojok ruangan itu. Seorang laki-laki dengan rambut pirang tengah menghisap vapenya di sana.

Namanya Victor—Vic, kerap ia sapa dengan panggilan itu. Teman yang sempat menemaninya selama berkuliah S2 di Amerika beberapa tahun yang lalu. Dan yang menjadi 'pengendali' di tempat ini.

Azka datang lalu terduduk di kursi seberangnya tanpa perlu menyapa sedikitpun.

"Mau main lagi?"

"Ya."

"Tuh."

Tanpa menoleh padanya sekalipun, Victor menyerahkan rokok elektrik itu kepadanya. Azka menaikkan satu alisnya melihat kemasan berwarna silver itu.

"Rasa?"

"Apa sih—gue lupa, tapi enak loh. Kayak yang dipake sama Awkarin."

"Awkarin make rasa apa?"

"Gak tahu anjir, TokyonarillaAmerican breakfast. Gak tahu, nama vape pada aneh-aneh semua."

Azka mendengus, ia segera mengambilnya dan mulai menghisapnya dengan pelan. Sensasi pahit dan harum dari cairan itu memasuki tenggorokannya seketika, tapi ia tak bisa menikmati sepenuhnya.

Azka terbatuk segera begitu mengetahui rasa vape itu, "Stroberi!??" Ia memekik dan menatap temannya dengan tak percaya.

Victor terdiam dan dibuat kebingungan dengan reaksinya, tapi tak berapa lama ia juga ikut terkejut.

"Lo alergi?? Gue nggak tahu, gue asal nyomot aja waktu itu. Tapi gak papa sih, enak 'kan?"

"Gak. Kayak vapenya bocil."

"Bocil mana ada ngevave, Az."

"Vape yang rasa buah-buahan itu adalah vape paling cupu sedunia. Vape payah."

Terserah, Victor tak peduli, tapi ia tahu kalau Azka kerap memilih rasa tertentu yang menurutnya enak dan kuat. Segera Azka menghentikan sejenak menghisap benda itu, hingga beberapa detik kemudian ia menghisapnya lagi.

"Tadi bilangnya gak suka," celetuk Victor.

"Gue lagi mau, jangan diganggu," balas Azka.

Satu kali Azka menghirup, asapnya segera membuyar cepat dan pekat. Menghasilkan gumpalannya yang menutupi sejenak pandangannya dan setelah semua itu hilang, ia dikejutkan diam-diam dengan kedatangan sesosok gadis yang duduk di samping Victor.

"Hai Az," sapa gadis itu dan senyumannya begitu menawan saat Azka melihatnya, "lama nggak ketemu ya."

Ia tak membalasnya, ia kenal dengan gadis ini. Orang yang kerap mengikutinya sejak SMA hingga berkuliah pun mereka berada di tempat yang sama.

Teresia Jeviara, model keturunan Jerman-Indonesia yang sering terlihat mengisi cover majalah fesyen di beberapa bulan tertentu. Selain terkenal karena kerap dijumpai di cover majalah, Teresia juga pernah membintangi beberapa film.

Keduanya berada di satu sekolah yang sama dan Azka sudah mengetahui bahwa sejak dulu gadis ini begitu menyukainya. Terlihat dari tingkahnya yang menurut pria ini begitu kolot, kala Teresia nyaris mengejarnya sampai ia bisa berkuliah di Los Angeles, di kampus yang sama dengannya juga. Untung saja mereka tak berada di satu jurusan yang sama.

Sudah tak terhitung lagi berapa usaha yang dilakukan oleh gadis ini. Azka terlalu lelah untuk bermain dan terus-terusan berada di tempat yang sama dengannya.

"Mau balapan juga?" tanya gadis itu.

Azka mengabaikannya, "Siapa aja yang main, Vic?" Ia beralih dengan bertanya pada temannya itu.

"Timo tuh, yang main sama lo kemarin. Paling anak-anak yang itu aja," jawab Victor.

"Skip. Males."

Di hisapan kelima Azka segera melepaskan vape tersebut.

"Kalo males kamu mau apa, Az?" tanya Teresia.

"Pulang," singkat Azka.

"Kita bisa main kok."

Ucapan Teresia sontak membuat kedua laki-laki itu tertawa, Azka tersenyum singgung karena menganggap gadis ini semakin konyol saja tak peduli mereka yang sudah dewasa sekarang.

"Maksud aku kita nggak main balapan, tapi kita main yang lain. Biliar gitu?" Tentu, Teresia tak ingin berakhir secepat itu saja.

"Lo main sama si Vic aja," saran Azka yang tentunya ditolak mentah-mentah oleh Teresia.

"Az, Jum'at ini kosong?"

Pembicaraan keduanya teralih lagi. Teresia tiba-tiba menawarkan sesuatu.

"Kenapa?"

"Mau nonton opera? Papa yang ngadain acara itu sekaligus buat sumbangan pembangunan panti asuhan. Sebenarnya papa juga mau ketemu sama kamu sih."

"Huftt...." Azka sempat terdiam lalu menoleh lagi pada gadis itu, "Gue udah punya partner buat pergi nanti."

"Partner?? Az—"

James Tamaratno, orang tua dari Teresia yang juga sama seperti anaknya—terlalu mengejar dirinya. Azka bukan terlalu percaya diri, tapi di dunia kerjanya, perusahaan James sangat ingin bekerja sama dengannya. Dan ia tak bisa menolak tawaran tersebut, karena pada akhirnya kendali Azka akan berada pada kakeknya kembali.

Kedua orang tua ini sudah terlalu dekat dan akan sangat sulit untuk Azka menolaknya. Karena itu, Azka harus menghormati sosok papa Teresia ini. Bahkan di setiap ada pertemuan, ia juga terlihat akan mengikuti sang kakeknya.

Victor hanya tersenyum begitu mengetahui Azka menekan kata 'partner' yang ia maksud. Teresia tak sengaja menangkap ekspresi itu.

"Dia lagi deket sama yang lain?" tanya gadis ini pada laki-laki yang di sampingnya.

"..."

"Vic!?"

"Tanya sama orangnya coba."

Tapi Teresia tak berani menanyakannya langsung.

"Atau cewek itu lagi?" bisiknya. Teresia mendadak teringat akan sesuatu, "kamu nggak mungkin sama cewek itu lagi."

"Siapa yang lo maksud?" celetuk Azka.

"Cewek yang kamu bela mati-matian dulu. Oh, let me guess, Anora right?"

Tebakan itu tak melenceng. Azka tak berkutik dan masih terlihat tenang di tempatnya. Tapi begitu Teresia mengucapkan nama itu, ia seakan teringat akan satu kejadian lalu.

"Bener 'kan?"

"Vic, gue cabut ya."

"Lah, nggak main?"

Kehadiran gadis itu sudah tak membuat tenang sejak awal tadi dan terlebih ketika mereka sudah membahas hal ini. Anora. Topik yang terlalu sensitif untuk Azka apalagi mengingat kejadian mereka waktu sekolah dulu.

"Dia masih belum move on!? Bodoh banget sih ngejer cewek kayak gitu! Anora apa kerennya coba dari pas SMA—kayak dia biasa aja, miskin lagi iya. Terus dia sempet dimainin sama Raka juga 'kan? Kayak waktu itu—" 

"Nah, gue nggak satu SMA sama lo berdua. Jangan cerita sama gue," potong Victor.

Azka yang sudah separuh jalan untuk keluar dari tempat ini, tiba-tiba saja berbalik lagi menuju meja barusan. Ia mendengar ucapan itu.

Teresia masih di sana dan ia membuang napasnya dengan kesal. Entah pembicaraan gadis yang Azka sukai di masa lalu itu sudah membuat hatinya terasa panas. Padahal masih ada yang lebih baik dari Anora.

Azka menghadap gadis itu langsung dan Teresia terkejut begitu ia menghampiri lagi dengan tiba-tiba. Kini mata pria itu telah menatapnya dengan tajam.

"Jaga ucapan kamu, Ter. Lebih baik diam kalo nggak tahu kebenaran yang sebenarnya."

Pelan dan menusuk. Kemudian Azka meraih kembali vape yang sempat ia pakai tadi, "Vic, gue ambil ini."

Victor mengangguk dan setelah itu Azka segera menghilang sepenuhnya dari tempat ini. Begitu Teresia melihat keberadaan dirinya, ia tak menyangka akan dibuat begitu takut saat Azka mengucapkan kalimat peringatan itu.

Anora lebih baik mati..

_________


Sebelas tahun yang lalu. Tiga hari sebelum perayaan ulang tahun sekolah.

Jika sudah mendekati acara besar, biasanya sekolah akan sibuk mengurus ke persiapan untuk acara itu dan membuat lebih banyak jam kosong untuk para muridnya. Privilese seperti itu tentu tak dinikmati oleh anak kelas dua belas karena mereka lebih harus bergelut dengan soal SBMPTN tahun kemarin dibandingkan diberi jam bebas.

Anora menutup bukunya, sudah terlewat bosan karena tak tahu harus melakukan apalagi. Sella yang biasa berada di sampingnya hari ini tak muncul seperti biasa. Gadis itu sedang sakit dan masih beristirahat di rumah sejak kemarin.

Semua temannya sibuk dengan kegiatan masing-masing, hingga seseorang datang mengetuk pintu kelas dan mengalihkan semua pandangannya ke sana.

"Permisi. Yang namanya Anora dipanggil keluar."

Keluar? Kemana?

Anora mau tak mau menurutinya. Semua temannya tak menghiraukannya dan kembali melupakan realita di sekitarnya. Alhasil ia menghampiri orang tadi di sana.

"Saya?"

"Iya. Dipanggil ke sana."

"Di toilet?"

"Ada yang nyariin."

"Siapa?"

"Kurang kenal. Tapi masih murid sini kok."

Siapa?

Orang itu pergi dan Anora pun juga memutuskan untuk pergi ke sana. Aneh, ia mendadak mengalami perasaan tak enak. Atau jangan-jangan ini adalah permainan dari orang jahat lagi.  Apa Raka yang berada di balik semua ini? Ia masih menjadi rasa sakit hatinya sampai hari ini.

Begitu ia menghampiri arah toilet perempuan, ia tak menemukan siapapun. Anora seratus persen yakin jika ini adalah permainannya.

"Anora ya?"

"HAAH!?"

Begitulah suara itu muncul tanpa ada siapapun dan menyergap perasaannya secara cepat. Anora langsung berbalik dan mendapati seorang murid perempuan lainnya di sini.

"Maaf."

"Anak kelab buku?"

"Kelab literasi?"

"Ah itu maksudnya."

Mereka berbicara, tapi perhatian Anora teralih segera saat melihat ada dua orang lainnya yang datang di belakang orang asing ini. Ia kira mereka hanya murid lainnya yang ingin ke toilet, tapi keadaan berubah saat orang itu mendekatinya.

"Ini kenapa ya?" Alarm tanda berbahaya berbunyi. Perasaan buruk itu menyeruak cepat tanpa ia duga.

Dan itulah ketika Anora berhadapan dengan satu anak yang menjadi pentolan di ekskul paduan suara. Yang sama sekali tak ia kenal, tapi anak ini terlalu populer di mata semua murid di sekolah ini.

"Kamu kenal Azka?" Orang itu cantik, rambutnya panjang dan tampak halus. Bibirnya merah dengan olesan liptint. Ia cantik dan membuat Anora berpaling sejenak melihatnya.

Anora mengangguk.

"Jangan deketin dia ya."

"Emang kami deket?"

"Deket loh. Azka sering bantuin kamu, 'kan?"

"Kamu siapa sih?"

"Masa gak ken—"

Lalu satu temannya berceletuk, tapi orang ini memberi kode untuk diam saja.

"Teresia."

"Oh.." Sejujurnya Anora juga tetap saja tak kenal siapa ia, walaupun orang ini sudah lebih dulu mengenali dirinya dan dari mana asalnya yang bisa membuat ia begitu populer.

"Sebenarnya aku nggak mau ngapa-ngapain. Tapi aku dengan Azka—"

"Kamu bukan pacarnya," potong Anora.

Inilah permainannya. Akan ada lebih banyak kebohongan yang terdengar dari orang-orang yang mencoba memainkannya. Maka kebenaran harus lebih dulu Anora berikan untuk memberi tahu kenyataannya.

Teresia tertawa dan ia anggap Anora terlalu melawan. Hingga sesuatu mengejuti di sela-sela keduanya saat satu teman lainnya tiba-tiba mendorong begitu saja.

Anora nyaris tersungkur ke belakang, tapi ia masih bisa berdiri tegap dengan cepat. Begitu ia mundur, maka ia tak sadar lantai di sana begitu licin dan kejadian tak terduga langsung menimpa dirinya.

BRUUUK!!

Semua tertawa dan Anora meringis begitu merasakan nyeri di bagian bokongnya akibat benturan keras itu.

Tanpa semua orang tahu di sana, bahwa Azka juga lewat di tempat itu dan sangat terkejut melihat apa yang terjadi pada Anora. Ia berlarian untuk menghampirinya, tapi baru setengah jalan, langkahnya sudah berhenti begitu saja.

Panggung drama ini sudah terlalu banyak pemain dan lagi pahlawan yang tak diharapkan kembali datang.

"Anora!?"

Azka mencengkram erat tangannya saat melihat Raka yang tiba-tiba menghampiri di depan toilet itu. Kenapa kedatangannya selalu seperti hantu, begitu tiba-tiba dan mengejutkan.

Raka mendatanginya bak seorang pahlawan, bahkan ia juga membantunya untuk berdiri. Tapi Anora menolak, sambil mengabaikan rasa sakit, ia berdiri segera.

"Rok kamu basah, kamu—"

"Bentar-bentar— ini ceritanya Kak Raka ngapain di sini?" Teresia memotong kedua orang itu.

"Emang toilet cuman dipake buat kalian doang sambil ngerundungin anak-anak yang nggak berdosa di sini?" balas Raka.

Maka senyum tipis Teresia lantas muncul, "Bukannya kakak juga sering gitu?? Dan yang lagi kakak tolongin ini juga, korbannya kakak, 'kan? Munafik jatuhnya sih, Kak."

"Kenapa rame-rame di sini?"

Azka tak tahan dan ia ikut menghampiri semuanya di situ. Begitu melihatnya, Raka buru-buru menarik Anora untuk pergi, tapi Azka menahannya dengan segera.

Terjadilah tarik menarik antara Azka dan Raka pada Anora yang berada di pihak tengahnya.

"Bukannya anak kelas dua belas harusnya lagi belajar di kelas? Kakak kenapa keluar?" tanya Azka tertuju pada Raka.

"Oh... kebetulan lagi ke toilet, terus lewat lihat ginian." Raka mendesis, ia tahu orang yang menahannya ini juga sangat tak menyukainya.

"Ya udah kakak pergi aja."

"Kamu juga ngapain di sini?"

"Lewat juga. Tapi sekalian mau patroli kalo ada anak kelas dua belas yang masih keluar."

"Dih."

Tarikan tangan keduanya segera dilepaskan oleh Anora. Ia pergi dari hadapan semuanya dan merasa malu atas apa yang telah terjadi.

Tak ada yang peduli mau ia yang terkenal dari ekskul padus, yang sering merundunginya, ataupun si ketua OSIS. Anora tak mau terlibat pada semua orang itu. Maka ia pergi dan kembalilah muncul perasaan takut yang begitu kalut untuk mendominasi hatinya. Semua orang itu terlalu kacau.

__________

Tak ada yang menginginkan kenangan buruk terulang kembali. Azka memutuskan pergi dari Kilometer 4 sambil menaiki motor ninjanya menembus jalanan ibu kota. Ia masih tak ingin pulang selagi belum memasuki jam sepuluh malam, alhasil ia hanya berkendara saja di jalanan itu tanpa tahu kemana ia akan pergi.

Dan di saat itu, ia tiba-tiba ingat akan sesuatu. Maka ia memutuskan belok menuju lainnya untuk menghampiri seseorang di sana. Perjalanan Azka memasuki lorong-lorong kecil yang terlihat ramai karena aktivitas para penjual makanan di sini.

Hingga tibalah motor ninja itu di depan sebuah rumah bertingkat tiga, dimana tempat itu pernah ia kunjungi sebelumnya tanpa sang pemilik tahu terlebih dahulu.

Azka mematikan motornya segera, lalu ia merogoh kantong di jaketnya dan mengambil ponselnya di sana.

Satu nomor panggilan segera ia hubungi dan pihak seberang menjawab lebih cepat dari yang diduga.

"Halo?"

"Bisa keluar sebentar kalo kamu nggak sibuk dan mau tidur?"

TUUUT..

Senyuman pria ini perlahan mengembang, ia tak perlu menunggu lama untuk seseorang yang ia inginkan kehadirannya malam ini untuk keluar menemaninya.

Anora yang rupanya Azka tunggu. Dari tempat kosnya, Azka sudah melihat Anora yang berlari terburu-buru sambil mengeratkan jaketnya. Belum lagi sanggulan rambut gadis itu terlihat begitu acak, membuat Anora begitu natural dengan penampilannya.

"Az? Kamu ke sini? Ngapain?" Gadis itu menghampirinya yang berada di luar pagar.

"Kamu sibuk? Kamu lagi ngantuk nggak?" tanya Azka.

Anora menggeleng, ia terkekeh sambil memijit keningnya, "Aku habis ngurusin tugas. Evaluasi anak murid selama seminggu ini."

"Maaf, aku nyamperin tiba-tiba. Aku bingung aja mau kemana, jadi ke tempat kamu," ucap Azka.

"Kamu bawa motor? Tumben sih," kekeh Anora di akhir kalimatnya.

"Karena mau aja. Ra, kalo nggak sibuk, temenin aku ya."

"Temenin kemana?"

"Jalan aja. Belum jam sepuluh, 'kan?"

"Belum, Az."

"Temenin aku beli martabak aja deh."

"Hah??"

Karena ajakan itu yang lantas membuat keduanya tertawa. Azka meintanya untuk menemani ia membeli martabak di sekitar sini, alhasil Anora tak dapat menolaknya. Ia mau menemani pria ini juga.

"Bentar, aku mau ganti baju aja deh. Ini nggak enak aja—"

"Nggak, Ra. Jangan. Gitu aja nggak papa."

Anora sempat ingin berganti baju lebih dulu karena ia sedang memakai piyama sekarang dan Azka lah yang memakai baju yang bagus untuk berjalan keluar. Bukankah aneh untuk dilihat? Tapi Azka menolak karena Anora tampak lebih lucu dengan pakaian tidurnya itu.

Akhirnya mereka pun pergi setelah Azka memarkirkan motornya di dalam parkiran kos. Sambil berjalan kaki, keduanya dihinggapi sunyi dengan suasana yang hangat dan begitu mendukung.

"Aneh.." Anora yang tiba-tiba bersuara dan membuat Azka menoleh padanya.

"Kenapa, Ra?"

"Aku nyium aroma stroberi."

"Aku pake parfum stroberi."

"Serius?"

Pandangan gadis ini begitu jelas tertuju padanya. Azka tertawa pelan melihat rasa penasaran Anora itu.

"Atau jangan-jangan itu tandanya kamu lagi pengen roti bakar selai stroberi," guyon Azka.

Anora tertawa, "Aah... bener juga."

"Ayo beli itu juga."

"Bukannya tadi mau martabak?"

"Kalo bisa beli dua-duanya kenapa nggak?"

"Dasar.."

Jika ia memilih berada di Kilometer 4 tadi mungkin Azka tak bisa merasakan suasana hati sebagus ini. Kehadiran Anora selalu menjadi pembangkit perasaan yang paling baik. Karena ia tahu, gadis ini hangat bersama kesederhanaannya.

Perjalanan membeli makanan tak menghabiskan waktu yang lama. Tempat mereka yang tuju berada di dekat kosannya Anora. Begitu sampai keduanya juga kerap bercerita di sela-sela menunggu pesanan mereka.

Pada jam setengah sepuluh malam ini perjalanan keduanya pun berakhir. Kini mereka harus berpisah saat ini juga.

"Az, makasih buat yang satu ini." Anora menunjuk kresek hitam yang berisi kotak roti bakar itu padanya. Azka yang membelikan itu untuknya.

"Makan yang banyak ya, Ra" balas Azka yang disambut anggukan dari gadis itu.

"Azka?"

"Ya?"

"Aku baru sadar."

Anora datang mendekat tiba-tiba kepadanya dan ia menarik satu benda yang berada di kantong luar jaket kulit Azka.

"Ini beneran parfum ya?" tanya gadis itu dan Azka terpaku melihati Anora yang mengambil vapenya itu.

Pria ini menggeleng. Ia mengakui bahwa itu bukan parfum.

"Kamu nggak suka?" tanya Azka.

"Hah? Nggak, Az. Aku tahu kok ini tuh apa. Vape? Aku nggak masalah mau kamu ngerokok atau ngevape. Itu hak kamu," balas Anora.

"Aku nggak maniak vape, Ra. Ataupun sering ngerokok. Cuman sesekali doang. Aku bisa berhenti—"

"Az, maaf aku jadi ngebebani. Aku nggak bermaksud kayak gitu—"

"Ra, kamu suka wangi stroberi?"

Masih obrolan satu topik, tapi Azka seolah bisa mengalihkannya.

"Suka-suka aja. Wangi buah-buahan 'kan, biasanya enak."

"Kalo gitu..."

Tanpa perlu meminta izin padanya, Azka langsung menarik tubuh gadis itu dan memasukkan ke dalam dekapannya.

"Maaf aku lancang meluk kamu. Tapi aku boleh minta sebentar aja, 'kan?" bisik Azka.

Anora mengangguk, ia memang terkejut atas aksi yang tiba-tiba itu. Maka untuk mengimbangi, ia membalas pelukan itu dengan menepuk pelan pundaknya.

"Ra, aku suka kamu."

DEG

itu ibarat mantra yang mampu membuat tubuhnya mengkaku di tempat. Suara itu membisik telinga dengan halus dan meninggalkan perasaan baru yang masih asing untuknya.

"Az, aku nggak mau kita dipergokin orang-orang di sini."

"Maaf."

Dekapan itu berakhir. Azka melepas terlebih dahulu dan setelah tak ada yang ingin dibahas lagi, ia pun memutuskan pamit dari hadapan Anora.

"Besok lagi, Ra."

"Iya. Hati-hati, Azka."

Ini bukan aroma stroberi dan rasanya yang manis itu. Apa yang terjadi hari ini adalah permulaan bahwa badai kupu-kupu telah datang menghampiri mereka.

___________

BERSAMBUNG

Continue Reading

You'll Also Like

1M 63.4K 36
Delissa Lois adalah seorang gadis cantik yang terkenal barbar, suka mencari perhatian para abang kelas, centil, dan orangnya kepo. tapi meskipun begi...
76.8K 12.1K 30
Lalisa Manoban, gadis lajang berusia 22 tahun yang memiliki kehidupan begitu santai karena semua kehidupan nya mengalir begitu saja membuatnya merasa...
37.8K 3.2K 6
Spin-off Still into You. Mereka menikah. Bukan karena saling mencintai. Tapi karena keadaan yang mengharuskan pernikahan itu terjadi. Nathan harus me...
57.5K 5.8K 43
[Cerita Terpilih untuk Reading List @WattpadRomanceID - SPOTLIGHT ROMANCE OF NOVEMBER 2023] Menjadi lebih dekat dengan seorang Adhyaksa Januar merupa...