PARALYSED [END]

By Miss_Ristyaningsih

7.4K 1.8K 4.1K

Kecelakaan yang terjadi karena rasa benci yang tertanam dalam hati dan pikiran membuat nyawa seorang gadis be... More

A T T E N T I O N
C A S T
P R O L O G
B A B 1
B A B 2
B A B 3
B A B 4
B A B 5
B A B 6
B A B 7
B A B 8
B A B 9
B A B 10
B A B 11
B A B 12
B A B 14
B A B 15
B A B 16
B A B 17
B A B 18
B A B 19
B A B 20
B A B 21
B A B 22
B A B 23
B A B 24 (END)
E P I L O G

B A B 13

140 43 54
By Miss_Ristyaningsih

Ainsley membuka mulutnya ketika Fida menyuapinya dengan makanan.

Fida telah datang ke rumah sakit, setelah beberapa menit Ainsley masuk ke dalam rumah sakit sehabis dari taman.

Awalnya Ainsley berpikir Fida akan lama untuk datang ke rumah sakit, namun ternyata tidak.

Tiba-tiba ponsel milik Fida berbunyi, membuat Fida yang mau menyuapi Ainsley menjadi tidak jadi, lalu mengambil ponselnya yang berada di atas nakas.

Ainsley menutup mulutnya yang terbuka karena Fida menurunkan sendok dan mengambil ponsel.

Sekarang Ainsley sedang duduk di kursi roda, tepatnya di depan jendela yang langsung terlihat gedung-gedung dan kendaraan yang berlalu lalang. Super VIP room berada di lantai enam, jadi Ainsley dapat melihat pemandangan dari atas sini, dengan Fida yang berada di sampingnya.

Fida menjawab panggilan telepon yang ternyata dari Aqila. "Assalamu'alaikum. Ada apa, nak?" tanya Fida.

"Wa'alaikumussalam. Mama, aku sebentar lagi sampai ya," jawab Aqila.

"Oh iya, hati-hati ya. Assalamu'alaikum," pinta Fida.

"Iya mama. Wa'alaikumssalam," jawab Aqila.

Sambungan telepon mati setelahnya, Fida meletakkan ponselnya di atas nakas. Lalu kembali menyuapi Ainsley yang sedari tadi hanya diam dengan menatap ke arahnya.

"Kenapa, hm?" tanya Fida dengan tersenyum setelah menyuapi Ainsley.

"Enggak papa mama," jawab Ainsley dengan membalas senyuman Fida setelah menelan makanan di dalam mulutnya.

"Mama, aku mau cerita," celetuk Ainsley.

"Iya, nak. Cerita saja," sahut Fida.

"Tadi Ainsley bertemu dengan seorang anak seperti Ainsley. Maksudnya, dia lumpuh namun untuk selamanya. Dia juga mengidap penyakit kanker otak yang ganas dan sudah menyebar di beberapa bagian tubuhnya. Di saat tadi, dia juga bilang kalau dia sudah menyerah dalam berjuang untuk bebas dan sembuh dari penyakitnya. Tidak hanya itu, dia juga termasuk anak yang orang tuanya gila akan pekerjaan, sehingga membuatnya kekurangan kasih sayang dan perhatian dari orang tuanya."

Ainsley sedih mendengarnya, dan dada Ainsley terasa sesak. Kemudian, Ainsley berusaha untuk membuat semangatnya kembali lagi dan tidak menyerah untuk berjuang agar sembuh dari penyakitnya karena perjuangannya sudah sejauh ini. Dan akhirnya dia mau untuk kembali berjuang. Oh iya, namanya Jio. Jio bilang kehadiran Ainsley membuat dia merasakan kasih sayang seorang ibu dan kakak. Ainsley lalu mengatakan bahwa Jio bisa menganggap Ainsley sebagai kakaknya. Dan Ainsley juga mengatakan bahwa akan tetap menemuinya walaupun sudah bisa pulang dari sini. Ainsley senang rasanya melihat dia kembali tersenyum dan semangat, mama. Rasanya ada sedikit kelegaan di hati Ainsley" urai Ainsley dengan tatapan sendu namun tersenyum.

"Innalillahi. Mama juga ikut merasakan sedihnya nak. Karena mama akan salat Zuhur sebentar lagi, mama akan berdoa untuk kesembuhan Jio dan kamu, sayang. Kamu mau tahu sesuatu? Mama bahagia dan bangga memiliki kamu di hidupnya mama," sahut Fida dengan menggenggam tangan Ainsley, setelah meletakkan piring yang sudah kosong ke atas nakas, tepat di samping ponselnya.

"Iya mama. Ainsley juga merasa bangga dan sangat bahagia bisa menjadi anaknya mama, dan terima kasih karena mama mau mencintai dan menyayangi Ainsley dengan tulus, walaupun Ainsley bukan anak kandungnya mama." Ainsley dan Fida berpelukan dengan erat setelahnya.

Pelukan mereka terlepas setelah ada yang membuka pintu ruangannya Ainsley, dan masuk ke dalam. Orang itu adalah Aqila. "Assalamu'alaikum," ujar Aqila.

"Wa'alaikumssalam," jawab Ainsley dan Fida.

"Ainsley. Kakak beli buah-buahan untuk kamu, dimakan ya adiknya kakak Aqila yang cantik," ucap Aqila dengan meletakkan buah ke atas meja yang berada di tengah-tengah ruangan.

"Terima kasih ya kakak. Kakak juga cantik," sahut Ainsley dengan tersenyum.

"Ah, kamu bis-"

"Sudah hentikan! Jika terus seperti itu, maka kalian tidak akan berhenti mengucapkan kata cantik," potong Fida memotong ucapan Aqila, yang membuat Ainsley dan Aqila terkekeh pelan.

"Hehehe, Aqila minta maaf mama," tutur Aqila dengan tersenyum manis.

"Iya nak," sahut Fida dengan mengangguk dan tersenyum.

*****

Hari terus berlalu, sampai tiba saatnya Ainsley pulang ke rumahnya. Semua pakaiannya juga sudah di masukkan ke dalam koper miliknya oleh Geffie dan Aqila.

"Terima kasih ya kakak. Sudah membantu Ainsley mengemasi pakaian Ainsley. Ainsley minta maaf telah merepotkan kakak Geffie dan kakak Aqila," kata Ainsley.

"Iya sama-sama adikku. Tidak sama sekali. Kami tidak merasa direpotkan. Jadi kamu tenang saja," sahut Geffie.

"Iya sayang. Kamu tidak merepotkan kami kok. Justru kami merasa senang karena adik kami sudah bisa pulang ke rumah di hari ini," sambung Aqila dengan menatap Ainsley sebentar dengan tersenyum, lalu kembali menatap ke arah koper.

"Kakak. Aku mau pamit sama Jio dulu ya, sebelum aku pulang ke rumah" tutur Ainsley.

"Iya sayang. Boleh kok, nanti kita singgah ke ruangannya Jio dulu ya," sahut Aqila, Geffie menganggukkan kepalanya pertanda bahwa dia mengizinkan Ainsley untuk pamit kepada Jio terlebih dahulu. Lagi pula untuk apa mereka melarangnya? Jika itu adalah sesuatu yang baik, kenapa tidak?.

Ainsley memang sudah menceritakan tentang Jio. Dan Aqila langsung menangis mendengarnya, sedangkan Geffie hanya bisa berdoa agar Jio segera sembuh.

"Terima kasih," ujar Ainsley.

"Iya sama-sama," sahut Aqila dan Geffie dengan bersamaan.

Selesai melipat baju Ainsley dengan rapi, dan memasukkan ke koper, Aqila dan Geffie membantu Ainsley untuk duduk di kursi roda.

Kursi roda Ainsley di dorong oleh Geffie, dengan Aqila yang berjalan di samping kanan. Koper Ainsley akan di ambil oleh dua orang bodyguard yang terletak di dalam ruangan super VIP room. Jadi, selesai berpamitan ke Jio, mereka akan langsung ke mobil.

Sebelum masuk mereka mengetuk pintu ruangan Jio terlebih dahulu, lalu pintu dibukakan oleh seorang wanita paruh baya. Itu adalah Faria, asisten rumah tangga yang selama ini selalu bersama, menemani, dan mengurus Jio.

"Selamat sore bibi Faria," ujar Ainsley dengan tersenyum.

"Selamat sore juga nona Ainsley. Mari, silakan masuk. Nak Jio ada di dalam," jawab Faria dengan tersenyum dan membuka pintu lebih lebar agar Ainsley, Geffie, dan Aqila dapat masuk ke dalam ruangan.

Mendengar nama Ainsley disebut, Jio dengan cepat membalikkan kursi rodanya menghadap ke arah pintu ruangannya yang semulanya menghadap ke arah luar lewat jendela. Dan benar, itu adalah Ainsley, Geffie, dan Aqila. Jio tersenyum ketika melihat Ainsley mencium punggung tangan Faria yang diikuti oleh Geffie dan Aqila.

"Terima kasih Tuhan, karena menghadirkan kakak Ainsley beserta keluarganya di kehidupan Jio. Mereka orang-orang yang baik Tuhan, terima kasih banyak," batin Jio dengan tersenyum lebar.

"Halo tampan. Kamu apa kabar, sayang?" tanya Aqila dengan berjongkok di depan Jio, lalu mengusap lembut tangannya.

"Halo bunda. Keadaan Jio baik, bunda. Bunda kabarnya bagaimana?" jawab Jio.

"Alhamdulillah bunda baik kok sayang," sahut Aqila dengan tersenyum manis.

Aqila memang meminta Jio untuk memanggilnya dengan bunda saja, dan menganggapnya sebagai ibunya. Karena Aqila yang tidak bisa memiliki anak, jadi ia selalu menganggap anak-anak yang ia temui adalah anaknya sendiri, mengobati rasa keinginannya untuk memiliki seorang anak. Ditambah ia juga hanya sendirian di rumah, jadi ia mungkin akan sering menemui dan menjenguk Jio di rumah sakit. Daripada ia tidak melakukan kegiatan apapun, jadi lebih baik ia datang menemui Jio dan menemaninya.

"Kakak Ainsley," panggil Jio dengan tersenyum kepada Ainsley.

"Iya sayang, kakak ada di sini," sahut Ainsley dengan tersenyum dengan mendekati Jio, kursi rodanya didorong oleh Geffie.

"Apa kakak sudah mau pulang?" tanya Jio.

"Iya sayang. Tetapi, tenang saja ya. Karena kakak pasti akan menepati janji kakak untuk datang dan menemani kamu di sini," jawab Ainsley.

"Lagi pula, ada bunda yang akan sering datang juga sayang ke sini, jadi kamu jangan khawatir ya. Kamu fokus saja ke pengobatan kamu, agar kamu cepat sembuh," timpal Aqila.

"Iya bunda, kakak," sahut Jio dengan tersenyum

Ainsley, Geffie, dan Aqila menghabiskan waktu selama dua puluh menit untuk berbincang ringan dengan Jio dan Faria. Lalu mereka memutuskan untuk segera pulang.

"Kakak pamit dulu ya sayang. Insya Allah, kakak akan sering mengunjungi kamu di sini," kata Ainsley.

"Iya kakak. Hati-hati ya," sahut Jio.

"Bibi Faria. Kami semua pamit dulu ya," ujar Aqila.

"Iya nona. Hati-hati di jalan ya nona," balas Faria dengan tersenyum ramah, yang diangguki oleh Ainsley, Geffie, dan Aqila.

Ainsley, Geffie, dan Aqila keluar dari ruangannya Jio lalu berjalan pelan ke arah parkiran.

Sesampainya di parkiran, lebih tepatnya di samping mobil milik Fida, Aqila masuk terlebih dahulu di kursi panjang yang berada di tengah dengan duduk di sebelah kanan. Lalu, di susul Ainsley yang dibantu dengan Geffie, Azi, bodyguard berumur 19 tahun, untuk masuk ke dalam mobil dan duduk di tengah-tengah antara Geffie dan Aqila.

Setelahnya Azi masuk ke dalam mobil dan mulai menjalankan mobilnya. Hari ini, Azi sengaja ingin menjemput Ainsley dari rumah sakit, yang seharusnya Imran yang menjemput mereka. Namun, karena Azi sangat menginginkan untuk menjemput Ainsley, Geffie, dan Aqila, maka Imran setuju dengan hal itu.

Di dalam mobil hanya terdengar suara radio yang mengalunkan sebuah lagu yang berjudul Home, nama penyanyinya adalah Raina. Ini adalah lagu original soundtrack part 5 dari film After School. Lagu berjudul Home ini adalah termasuk lagu favorit Ainsley.

Dari awal pertama Ainsley mendengarnya, ia ingin mencari tahu arti dari lagu ini, namun sampai sekarang belum sempat melakukannya. Mulutnya bersuara mengikuti lagu yang terputar, suaranya pelan, namun Geffie, Aqila, Azi, dan satu bodyguard yang duduk di samping Azi dapat mendengarnya.

Azi melirik Ainsley yang berada di tengah-tengah dengan posisi tubuh bersandar ke belakang, menutup matanya, dengan bibir yang mengikuti lirik lagu yang terdengar, hanya sebentar, lalu Azi kembali menghadap ke depan, fokus ke jalanan, hanya telinganya yang fokus ke Ainsley, mendengar suara lembut gadis itu.

Suara Ainsley mengalun merdu, halus dan menenangkan ketika didengar.

Setiap orang yang melihatnya pasti menganggap bahwa Ainsley adalah perempuan yang hampir sempurna. Memiliki wajah yang cantik, baik kepada siapapun, ramah kepada siapapun, kecuali untuk kaum laki-laki yang asing baginya, memiliki kepintaran yang di atas rata-rata, rajin, suka kebersihan, dan masih banyak kelebihan yang dimiliki oleh Ainsley yang belum tentu dimiliki sepenuhnya oleh seseorang.

Aqila dan Geffie hanya tersenyum sambil melirik sebentar kepada Ainsley. Mereka yang di dalam mobil semakin merasa rileks dengan lagu yang terputar dan juga suara Ainsley yang terus mengikuti setiap lirik lagunya sampai selesai.

Lagu itu selesai, berganti dengan lagu berikutnya. Judulnya adalah Know Me Too Well yang dinyanyikan oleh
New Hope Club dan Danna Paola. Ini adalah lagu favoritnya Azi dan Ainsley. Azi menyanyikannya di bagian suara laki-laki, dan Ainsley menyanyi di bagian perempuan. Ainsley membuka matanya yang terpejam, dengan mulut yang tetap bergerak mengikuti lirik yang dinyanyikan oleh Danna Paola. Suara keduanya terdengar, Azi yang memiliki suara berat dan serak, sedangkan Ainsley memiliki suara yang halus dan lembut. Perpaduan yang enak didengar.

Ainsley melirik ke depan, lebih tepatnya ke arah Azi yang menatap lurus ke depan. Ainsley tersenyum tipis, lalu kembali memejamkan matanya. Lagu itu berdurasi tiga menit dua puluh dua detik.

Tepat lagu itu berakhir, mereka sampai di depan rumah. Gerbang dibukakan oleh satpam. Gerbang yang besar itupun perlahan terbuka.

Azi dan bodyguard yang duduk di sampingnya keluar terlebih dahulu, mengambil kursi roda Ainsley yang terlipat dan terletak di dalam bagasi mobil. Lalu, diikuti Geffie dan Aqila yang keluar. Azi menggendong Ainsley ala bridal style, lalu mendudukkannya di atas kursi roda dengan sangat pelan, seolah-olah Ainsley adalah kaca yang harus diletakkan dengan pelan atau akan pecah nantinya.

Ketika di rumah sakit, Geffie yang mendorong kursi roda Ainsley, dan sekarang Aqila yang mendorongnya dengan pelan.

Azi memasukkan mobil ke dalam garasi. Lalu keluar dengan menutup pintu garasi terlebih dahulu. Lalu berjalan ke gerbang, berjaga di sana.

Ainsley mengerutkan keningnya ketika melihat mobil yang tidak asing baginya. Mobil itu adalah milik Arley. Tidak mau menduga-duga, Ainsley kembali menatap lurus ke depan.

Ketika mereka tepat berada di depan pintu, tiba-tiba terbuka oleh Ainur.

"Nona Ainsley! Nona apa kabar? Saya sangat merindukan nona Ainsley," tanya Ainur dengan memeluk pelan tubuh Ainsley. Ainur tidak memeluknya dengan erat karena takut menyakiti Ainsley.

"Iya bibi ini Ainsley. Alhamdulillah Ainsley baik-baik saja. Lalu, kabar bibi bagaimana?" tanya Ainsley dengan lembut dan tersenyum kepada Ainur ketika pelukannya terlepas.

"Alhamdulillah, bibi juga baik-baik saja nona. Mari nona Ainsley, nona Geffie, dan nona Aqila, kita masuk ke dalam. Banyak yang sudah menunggu kedatangan nona Ainsley sedari tadi," jawab Ainur dengan membuka pintu lebih lebar lagi.

Aqila kembali mendorong kursi roda Ainsley, dengan Geffie yang berada di samping kanan mereka, sedangkan Ainur berada di belakang mereka bertiga.

Di dalam ruang keluarga sudah banyak orang yang di duduk di sana. Mereka semua tersenyum ketika melihat Ainsley yang sudah datang dengan bibirnya yang tersenyum manis.

Tiara berlari kecil ke arahnya. "Jangan lari-lari sayang, nanti kamu jatuh," ujar Ainsley yang tidak dipedulikan oleh Tiara yang terus berlari ke arahnya.

Tiara memeluk kakinya dengan erat, menyalurkan rasa rindu yang selama ini ia tahan. Setelah beberapa bulan tidak bertemu, mustahil rasanya jika Tiara tidak merindukan Ainsley yang ia anggap mamanya itu.

Ainsley sedikit menunduk, berniat ingin menggendong Tiara dan mendudukkannya di atas pahanya, namun Arley bersuara. "Tidak usah menggendongnya. Kamu baru sembuh, dan tidak boleh beraktivitas banyak atau berat," tukas Arley dengan menggendong Tiara.

"Jangan dulu meminta untuk digendong oleh mama. Mama baru pulang, jadi hanya bisa memeluk, namun tidak erat, paham?" ujar Arley dengan nada suara yang dingin kepada Tiara.

Tiara tidak mengerti apa yang Arley ucapkan, namun ia hanya menganggukkan kepalanya saja, menuruti ucapan papanya, walaupun ia tidak mengerti apapun.

"Jangan marah kepada Tiara, kakak. Dia masih kecil, dan dia belum mengerti apapun. Kakak mau memarahinya dan melarangnyapun itu hanya percuma, karena dia tidak mengerti apapun. Jadi lebih baik, kakak jangan bersuara seperti tadi, atau Tiara akan takut dengan suara kakak," pinta Ainsley dengan suara lembutnya.

Kemudian, Ainsley mencium punggung tangan milik orang-orangnya yang lebih tua darinya, yang berada di ruang keluarga.

"Di mana kakak Ikhsan?" batin Ainsley bertanya-tanya akan keberadaan dari kakak keduanya itu.

Walaupun ikhsan membencinya, tetapi ketika ada perkumpulan keluarga seperti ini, atau ada hal yang penting, terutama jika Aqila berada di dalamnya, maka pasti Ikhsan juga akan ikut. Namun, kenapa hari ini pria itu tidak ada?

"Kakak Aqila. Di mana kakak Ikhsan?" tanya Ainsley dengan mengangkat kedua alisnya.

Semua orang terdiam ketika Ainsley menanyakan keberadaan Ikhsan. Termasuk Ardan dan Tiara. Yang hanya menatap polos semua orang.

TBC.

Continue Reading

You'll Also Like

2.7K 218 22
Akibat kecelakaan parah yang dia alami membuat seorang Zeyvanno Chaiden de Bartles harus rela kehilangan ingatan dan penglihatannya. Bukan hanya itu...
665K 8.8K 24
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+
MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

1.5M 11K 4
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
1.3M 94.7K 43
Aneta Almeera. Seorang penulis novel terkenal yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwanya...