PARALYSED [END]

By Miss_Ristyaningsih

7.6K 1.8K 4.1K

Kecelakaan yang terjadi karena rasa benci yang tertanam dalam hati dan pikiran membuat nyawa seorang gadis be... More

A T T E N T I O N
C A S T
P R O L O G
B A B 1
B A B 2
B A B 3
B A B 4
B A B 5
B A B 6
B A B 8
B A B 9
B A B 10
B A B 11
B A B 12
B A B 13
B A B 14
B A B 15
B A B 16
B A B 17
B A B 18
B A B 19
B A B 20
B A B 21
B A B 22
B A B 23
B A B 24 (END)
E P I L O G

B A B 7

169 77 131
By Miss_Ristyaningsih

Baju yang sebelumnya bersih, kini sudah kotor karena terkena sedikit tanah, dan Ainsley yang beberapa kali menyeka tangannya terlebih dahulu di baju atau celananya, karena dirinya ingin mengelap keringatnya yang mengalir di dahinya yang sampai terkena matanya itu.

Selesai dari menyirami seluruh tanaman dengan air, Ainsley langsung mulai mencabuti rumput-rumput liar yang baginya menganggu pemandangan indah dari tanaman yang berada di halaman rumahnya dengan tangannya.

Matahari belum menampakkan dirinya, jadi cuaca tidak terasa panas. Syukurlah Ainsley memiliki kulit yang normal, yang di mana ketika kulitnya terpapar cahaya matahari, tidak akan terjadi apapun pada kulitnya.

Ada 5 orang bodyguard yang berjaga di gerbang rumahnya, dan sedari tadi mereka memperhatikan majikan mereka yang sangat rajin itu. Di zaman sekarang, jarang terlihat anak perempuan seumuran dengan Ainsley, yang mencabuti rumput liar yang ada di rumah mereka dan melakukannya dengan senang tanpa mengeluh dan menggerutu. Kelima bodyguard itu, semuanya masih muda. 3 orang berusia 20 tahunan, dan 2 orang sisanya berumur 17 dan 19 tahun. Ketika bersama mereka berlima, Ainsley lebih menyukai memanggil mereka dengan panggilan kakak saja dari pada bapak atau om. Karena, itu menurutnya tidak pantas dengan usia mereka yang masih muda.

Rani berlari kecil ke arahnya dan berjongkok di samping Ainsley yang sedang sibuk mencabuti rumput dengan posisi duduk itu. "Nona Ainsley. Biar bibi saja yang melakukannya. Sebentar lagi, matahari akan naik dan cuaca akan menjadi panas. Lebih baik nona menyudahi ini semua, dan biarkan saja. Nanti, bibi yang akan melanjutkannya," pinta Rani dengan wajah yang tidak tega ketika melihat Ainsley yang sudah berkeringat.

"Tidak, bibi. Ainsley tidak apa-apa. Ainsley suka melakukan ini. Karena, jika Ainsley diam saja. Maka, tubuh Ainsley akan merasa sakit karena tidak bergerak," tolak Ainsley dengan menatap sekilas dan tersenyum kepada Rani.

"Bibi lebih baik kembali ke dalam rumah saja. Dan mengerjakan pekerjaan yang lain. Soal ini, biar Ainsley saja yang melakukannya," sambung Ainsley dengan menghentikan kegiatannya, lalu mengalihkan sepenuhnya pandangannya kepada Rani dan tersenyum kepadanya.

"Bibi kasihan melihat nona berkeringat seperti ini. Ditambah lagi, bajunya nona sudah kotor karena tanah. Masuk saja ya nona." Rani menyeka keringat Ainsley dengan handuk kecil yang ia bawa, dan menatap Ainsley dengan sendu dan berharap agar Ainsley menuruti perkataannya.

Terlebih dahulu Ainsley menyeka tangannya di celananya, lalu menggenggam tangan Rani. "Bibi Rani yang Ainsley sayang seperti mama. Ainsley enggak papa, bibi sayang. Jadi, bibi enggak usah sedih dan merasa khawatir ya. Karena, Ainsley hanya mencabuti rumput liar biasa yang tidak memiliki duri. Jadi, bibi enggak perlu khawatir kalau Ainsley akan terluka nantinya. Kalau pekerjaan bibi sudah selesai, bibi istirahat saja. Tidak usah bekerja lagi ya," tutur Ainsley tersenyum manis dan mengusap lembut kedua tangan Rani.

Ainsley sangat menyayangi Rani dan semua pekerja yang ada di rumahnya, bahkan sampai bodyguard sekalipun. Layaknya, keluarganya. Karena, mereka memang sudah seperti keluarga bagi Ainsley. Mereka juga menyayangi dirinya dan selalu bersama dengannya selama ini, jadi alasan apa yang bisa membuat Ainsley tidak menyayangi mereka?. Tidak ada, tidak ada alasan baginya untuk tidak menyayangi mereka semua.

Maka dari itu, ia juga akan merasa khawatir jika mereka makan tidak tepat waktu. Atau istirahat dengan waktu yang kurang dari seharusnya. Atau ketika salah satu dari mereka sakit, maka yang paling khawatir adalah Ainsley.

Waktu itu, Ainur pernah terpeleset di kamar mandi. Saat itu, pikiran Ainsley sudah tidak bisa berpikir jernih. Ia takut terjadi sesuatu kepada Ainur, maka dari itu di saat itu ia langsung menelepon dokter agar beliau dapat memeriksa kondisi Ainur. Mungkin orang lain mengatakan bahwa Ainsley lebay, namun inilah dirinya yang akan khawatir jika terjadi sesuatu bahkan hal kecil kepada orang yang ia sayang.

"Baiklah, nona. Tetapi, jika nona sudah merasa lelah. Nona langsung tinggalkan itu saja, nanti biar bibi yang melanjutkannya," ujar Rani dengan tetap tersenyum.

"Iya bibi," jawab Ainsley dengan membalas senyuman Rani. Setelahnya, Rani beranjak masuk ke dalam rumah dan kembali melanjutkan pekerjaannya. Ainsley tetap menatap Rani sampai beliau masuk ke dalam rumah. Lalu, ia kembali melanjutkan kegiatan mencabut rumput liarnya yang terhenti itu.

Sejenak Ainsley mengistirahatkan tangannya yang sudah mulai terasa lelah itu, dengan meluruskan kakinya ke depan.

Setelah merasa cukup, Ainsley meletakkan tangannya di belakang tubuhnya, menahan tubuhnya dengan kepala yang ia hadapkan ke atas dengan kaki yang masih di luruskan. Tampaknya, matahari masih belum menampakkan dirinya di langit pagi yang cerah. Hanya sebentar ia menatap ke atas, lalu ia mengalihkan pandangannya ke depan, lebih tepatnya menatap ke lima bodyguard yang masih menatapnya itu.

Awalnya Ainsley heran, kenapa para bodyguard menatap dirinya. Namun, ia berusaha tidak mempedulikannya dan malah tersenyum kepada mereka, yang di balas oleh 3 orang saja. Kalau, bodyguardnya yang berumur 19 dan 17 tahun, memang memiliki karakter yang dingin dan cuek, jadi mereka jarang tersenyum. Namun, Ainsley tidak apa-apa akan hal itu. Karena, ia tahu bahwa semua orang itu tidak memiliki karakter atau sikap yang sama.

Mereka semua menggunakan pakaian serba hitam, namun masih terlihat gagah dan tampan.

Dengan pelan, Ainsley mencoba untuk berdiri, ia hampir jatuh karena tidak menjaga keseimbangannya, jika saja tidak ada tangan yang menggenggam erat tangannya, mungkin ia sudah jatuh. "Hati-hati," tukas bodyguard berumur 19 tahun, yang bernama Arwarkh Fauzi Ashlahi. Pria blasteran Indonesia-Turki itu masih memegang tangan Ainsley, dan menatap dirinya dengan tatapan tajamnya.

"Makasih kak," ucap Ainsley dengan tersenyum tipis. Sedetik kemudian, Ainsley terkejut ketika tatapan tajam Azi berubah menjadi tatapan lembut dengan dia tersenyum tipis, dengan gugup Ainsley membalas senyuman itu.

Ainsley memang memanggilnya dengan panggilan Azi, karena nama dari pria itu sangatlah susah untuk di ucapkan olehnya, jadilah ia memanggilnya dengan Azi saja. Sedangkan orang lain memanggilnya, Arfa.

Azi kembali ke gerbang setelah melepas pegangan tangannya. Ainsley terkadang terkejut akan perubahan sikap Azi yang secara tiba-tiba seperti tadi. Azi adalah sosok pria yang susah untuk di tebak. Raut wajahnya kadang datar tanpa ekspresi atau kadang tidak terbaca dengan di ikuti tatapannya juga.

Karena, sudah merasa lelah. Ainsley memutuskan untuk masuk ke rumah nya saja. Setelah dirinya yang memberikan senyuman dan membungkukkan tubuhnya sedikit kepada para bodyguard, pertanda bahwa dia ingin pamit masuk ke dalam rumah, yang di balas oleh anggukan kepala oleh mereka semua.

Ainsley masuk ke dalam rumah, lalu menutup pintu rumahnya. Ia menuju ke dapur terlebih dahulu, untuk melihat dan menyapa Fida dan mungkin Geffie juga sudah bangun.

"Assalamu'alaikum mama cantik," ujar Ainsley dengan tersenyum manis dan memeluk Fida dari belakang.

"Wa'alaikumssalam," jawab Fida dengan membalikkan tubuhnya, menghadap Ainsley.

"Astaghfirullah Ainsley! Baju kamu kotor karena apa, nak?" tanya Fida dengan memegang tangan kanan Ainsley.

"Hehe, Ainsley baru saja selesai mencabuti rumput liar di halaman rumah," jawab Ainsley dengan tersenyum manis.

"Kak Geffie belum bangun?" tanya Ainsley dengan tatapan yang meneliti dapur untuk melihat di mana keberadaan kakak iparnya itu.

"Sudah. Tadi sempat membantu mama sedikit, lalu pergi ke kamarnya lagi karena Ardan telah bangun dan meneriaki nama mamanya," jawab Fida dengan tertawa kecil ketika mengingat kejadian tadi, dengan kembali menghadap ke kompor gas karena dirinya sedang memasak.

Ainsley hanya menganggukkan kepalanya saja. "Ya sudah. Ainsley mau ke kamar juga. Mau mandi, terus mau lihat Tiara juga kalau sudah bangun atau belum," ujar Ainsley.

"Iya. Jangan lupa kalian berdua turun ke bawah, untuk sarapan pagi ya." Ainsley lagi-lagi hanya menganggukkan kepalanya saja, dengan berdeham pelan.

Ia lalu beranjak pergi ke kamarnya. Ainsley kembali menggunakan tangga untuk naik menuju ke kamarnya.

Pelan-pelan Ainsley membuka pintu kamarnya, ketika masuk ia merasakan hawa dingin dari kamarnya, karena memang pendingin ruangan di nyalakan sejak tadi malam, namun dengan suhu yang biasa saja. Ia melihat Tiara masih tertidur pulas di atas tempat tidurnya dengan memeluk guling dengan erat.

Ainsley memutuskan untuk mandi terlebih dahulu, memakai pakaian baru, lalu ia akan membangunkan Tiara untuk mandi dan juga sarapan pagi. Karena, takutnya ayah dari anak itu akan datang, namun Tiara belum makan atau belum mandi karena masih tertidur pulas.

Ainsley ingin Tiara sama seperti Ardan, yaitu ketika tidur bersama dengannya, harus bangun pagi, mandi, lalu sarapan pagi. Ia mau mereka terbiasa untuk bangun pagi, agar dapat melakukan banyak kegiatan, atau karena memang bangun terlalu siang itu tidak baik menurutnya.

Ainsley keluar dari kamar mandi, dengan rambut yang basah yang ia keringkan dengan handuk yang ia pegang dan gosokkan ke kepalanya. Dengan memakai t-shirt berwarna hijau tua dengan celana pendek jeans selutut berwarna hitam. Ainsley memang lebih suka memakai pakaian yang biasa saja ketika di rumah, begitu juga ketika ingin bepergian ia lebih suka pakaian yang simple dan tentunya dirinya nyaman memakai pakaian itu.

Ainsley memiliki banyak koleksi baju dengan ukuran oversize, dengan warna putih atau hitam yang lebih mendominasi dari pada warna yang lainnya. Ia merasa nyaman memakainya karena ia tidak suka pakaian yang ukuran pas di tubuhnya, karena itu akan membuat lekuk tubuhnya lebih terlihat dari biasanya, maka dari itu ia lebih suka memakai pakaian oversize.

Setelah merasa tidak terlalu basah, Ainsley langsung menyisir rambutnya agar terlihat rapi. Lalu, ia meletakkan sisir tersebut di meja riasnya.

Lalu, berjalan ke tempat tidurnya untuk membangunkan Tiara. "Tiara. Ayo bangun, sayang. Mandi yuk, habis itu sarapan pagi. Sebentar lagi, ayah kamu akan menjemput kamu sayang. Jadi, ayo bangun cantik," ujar Ainsley dengan menepuk pelan pipi Tiara berulang kali.

Tiara menggeliatkan badannya, lalu merentangkan tangannya. Dengan pelan ia berusaha untuk duduk dengan di bantu Ainsley.

Ainsley menyisir rambut Tiara dengan jari-jarinya, berusaha untuk merapikan rambut yang terlihat acak-acakan itu. "Sekarang, mandi dulu ya. Agar kamu tidak merasa mengantuk lagi. Lalu, kita akan sarapan pagi bersama."

Tiara menganggukkan kepalanya saja, lalu Ainsley menggendong dirinya sampai ke kamar mandi. Ainsley dengan sabar dan lembut memandikan Tiara agar dapat membuat tubuhnya menjadi terasa lebih segar. 

Hanya beberapa menit di dalam kamar mandi, Ainsley dan Tiara keluar dengan Tiara yang sudah mengenakkan handuk di tubuhnya. Ainsley menyetarakan tingginya dengan Tiara, lalu mengeringkan tubuhnya dengan handuk, lalu memakaikan minyak kayu putih, setelahnya memakai bedak bayi miliknya di seluruh tubuh Tiara dan juga memberikan sedikit di wajahnya. Selanjutnya, ia dengan pelan memakaikan celana dalam kecil kepada Tiara, lalu memakaikan baju dan celananya.

Ia kembali berdiri untuk mengambil sisir rambut yang ia letakkan di meja rias tadi. Lalu, menyisir rambut Tiara dengan pelan. Sebagai pemanis, Ainsley menjepit rambut Tiara dengan penjepit rambut kecil yang bermotif strawberry pink, membuatnya terlihat serasi dengan baju dan celana yang di pakai Tiara yang berwarna sama yaitu pink atau merah muda. Terakhir, Ainsley memakaikan sedikit minyak wangi kepada beberapa bagian, lalu setelahnya ia tersenyum ketika hidungnya mencium aroma wangi dari tubuh Tiara yang bercampur dengan aroma dari minyak wangi yang ia pakai.

Tiara tersenyum dengan melompat kecil satu kali ketika melihat dirinya yang sudah mandi dan terlihat cantik di cermin. Ainsley hanya tersenyum melihatnya, lalu mereka berdua memutuskan untuk turun ke lantai satu, dengan Ainsley yang merapikan kamarnya terlebih dahulu.

"Mama lapal," celetuk Tiara dengan tangan kirinya mengusap perutnya yang terbalut baju. Sedangkan tangan kanannya senantiasa menggenggam tangan milik Ainsley sambil berjalan ke arah lift.

"Iya sayang. Nanti kita sarapan pagi di ruang makan ya. Kita lihat, Oma masak apa untuk pagi ini," jawab Ainsley dengan melirik Tiara sekilas.

Ainsley terkejut oleh Ardan yang tiba-tiba masuk ke dalam lift ketika pintu lift hampir tertutup, untung saja tubuhnya yang kecil bisa masuk ke dalam, lewat di antara pintu lift yang perlahan tertutup.

"Ardan. Lain kali berbicaralah jika kamu ingin masuk. Jangan seperti tadi. Bagaimana kalau kamu terjepit di pintu itu, hm?" tanya Ainsley dengan suara yang tegas, agar Ardan tidak mengulanginya lagi nanti.

Seketika Ardan menundukkan kepalanya dengan dalam, ia sedikit takut ketika Ainsley berubah menjadi serius dan tegas seperti itu. ia salah, Ia tahu itu, dan memang sepantasnya Ainsley memarahi dirinya. Mungkin jika itu Vadim, ia sudah di marahi habis-habisan. Namun, ia bersyukur hanya ada Ainsley di sini dengan Tiara yang sedari tadi hanya diam dengan memperhatikannya dengan tatapan polosnya.

"Aldan minta maaf kakak. Aldan janji, tidak akan mengulanginya lagi. Kakak jangan malah, Aldan takut," cicit Ardan dengan suara yang sangat pelan, namun masih dapat terdengar jelas di telinganya.

Tidak tega, Ainsley langsung mensejajarkan tingginya dengan Ardan dan menatapnya dengan lembut sambil menggenggam tangannya. "Iya. Kakak juga minta maaf karena kakak membuat mu takut. Tadi itu berbahaya, dik. Kalau misalnya kamu terjepit di antara pintu yang tertutup itu, kakak akan merasa sangat bersalah dan sedih sayang. Kakak enggak mau kamu kenapa-kenapa, kakak sangat menyayangi kamu dik," sesal Ainsley dengan memeluk erat tubuh kecil Ardan, yang di balas tidak kalah erat oleh Ardan.

Karena melihat Ainsley yang memeluk Ardan membuat Tiara bergabung dalam pelukan itu, yang membuat Ainsley merentangkan tangannya agar dapat memeluk kedua anak kecil yang sangat ia sayangi itu.

Mereka berpelukan sampai lift terbuka, pertanda bahwa mereka telah sampai di lantai satu. Ketiganya berjalan bersama-sama dengan tangan kanan Ainsley memegang tangan Tiara dan tangan kirinya memegang tangan milik Ardan.

Mereka berjalan bersama-sama ke arah meja makan yang sudah ada Fida, kakaknya dan kakak iparnya. Kakak keduanya dan istrinya sudah pulang, beberapa menit sebelum Ainsley, Ardan, dan Tiara turun ke lantai satu. 

TBC.

Continue Reading

You'll Also Like

896K 66.6K 31
ace, bocah imut yang kehadirannya disembunyikan oleh kedua orangtuanya hingga keluarga besarnya pun tidak mengetahui bahwa mereka memiliki cucu, adik...
611K 23.9K 36
Herida dalam bahasa spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...
1M 15.3K 27
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+
1.5M 129K 61
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...