Masih nungguin gak nih? Harus masih donggg
Happy Reading
Ana mengenal motor siapa yang berhenti di hadapannya.
Malas meladeni orang tersebut, Ana memilih pergi.
"Ana!" Ana terus berjalan mengabaikan sebuah suara yang memanggilnya.
"Ana!" Orang tersebut menghalangi jalan Ana menggunakan motornya.
Ia menatap jengah sosok di depannya, "Kenapa?"
"Mau pulang bareng?" Tanya Alvian, melirik jok belakangnya yang kosong.
"Nggak! Makasih!" Ana melanjutkan langkahnya meninggalkan Alvian.
"Arga balik sama cewek, masa lo balik sendiri? Gue tau lo gak ada temen balik Ana." Langkah Ana terhenti saat mendengar perkataan Alvian.
Seketika Ana berbalik dan berjalan mendekati Alvian, "Berisik lo!" Lalu ia naik ke atas motor Alvian.
Alvian tersenyum, "Udah?"
"Udah! Jalan tinggal jalan ribet banget."
"Kalo udah, silakan turun!"
BUGH!
"Akh!" Ringis Ana kesakitan karena ia memukul helm full face Alvian. Membuat Alvian tertawa kencang.
"Goblok lo! Tau ini helm keras main bogem bogem aja."
"Tau Ah! Udah jalan!" Titah Ana kesal.
"Ya udah Ya udah, mari kita buat Arga panas!" Alvian menjalankan motornya dengan lumayan kencang membuat Ana memeluk pinggang Alvian.
***
Setelah mengantar Ara pulang, langsung saja ia menuju rumah Ana untuk menjelaskan semuanya.
"Loh? Nak Arga sendiri?" Tanya Bu Nani yang sedang menyirami tanaman.
Arga menghentikan langkahnya dan tersenyum ramah, "iya Bu, Ana udah pulang Bu?"
Bu Nani mengerinyit heran, "Belum tuh, Ana nggak pulang bareng kamu?" Arga menggeleng.
"Yang udah pulang itu baru Den Alan saja." Jika Alan sudah pulang maka yang pulang bersama Ana siapa?
Brumm...
Terdengar suara motor di depan rumah Ana, terlihat Ana yang baru saja turun dari motor yang persis ia lihat saat ia mencari Ana hujan-hujanan.
Arga berjalan menghampiri mereka.
"Ana!"
Ana mengerinyit, kenapa Arga bisa dirumahnya? Bukannya dia mengantar si murid baru?
"Kenapa pulang bareng dia?"
"Tumpangan gratis." Ujar Ana santai.
"Kenapa harus dia? Kan bisa numpang sama Bella, sama Alan, bahkan kamu bisa naik angkutan umum."
"Sumpah Ga, waktu pembagian otak lo kemana sih? Masa pacar sendiri disuruh naik angkutan umum sedangkan lo, malah lebih milih nganter cewek lain di depan pacar lo sendiri?" Kesal Alvian.
Arga mengerinyit bingung, maksudnya Ana menyaksikan dirinya nganter Ara pulang begitu?
"Kamu salah paham Ana, Ara itu bukan siapa siapa aku, dia cuma sepupu aku." Ujar Arga bohong.
Ia akan memberi tahu kebenarannya bila waktunya sudah tepat, entah itu kapan yang jelas Arga ingin Ana menerima dulu situasi seperti ini.
"Yaudah, aku juga nggak marah kok, tapi kenapa kamu marah kalo aku pulang bareng Alvian?"
"Aku nggak marah, cuma gak suka aja kamu dekat dekat cowok lain."
"Kamu pikir aku nggak marah Ga? Saat aku liat kamu di deketin cewek lain?"
"Yaudah Alvian gue masuk dulu ya, thanks tumpangan nya." Alvian mengangguk dan meninggalkan mereka.
"Ayo masuk Ga!"
***
"Assalamualaikum! Mah! Mama! Mah!" Arga terus mencari keberadaan Ira. Namun tidak ada di dapur maupun di taman rumah.
"Mama di gudang sayang."
Arga melihat Mama nya sibuk mencari sesuatu di gudang, "Mama ngapain?"
"Mama lagi cari album foto kamu waktu kecil sayang." Ucap Ira yang masih fokus mencari.
"Ah! Ketemu!" Ira mengangkat album foto usang yang ia temukan di bawah rak gudang.
"Kamu kenapa pulang-pulang langsung teriakin Mama?" Ira menatap putranya heran.
"Kenapa Ara bisa sekolah di sekolah aku? Dan kenapa Mama nggak ngomong sama aku? Asal Mama tahu, tadi itu Ana curiga sama aku." Tercetak jelas raut wajah frustasi anaknya.
Ira memandang anaknya prihatin. Ira menuntun putranya menuju ruang tamu.
"Mama ingin menunjukan ini sama kamu." Ira mengangkat album foto yang tadi ia susah payah cari-cari.
Ira membuka dan terlihat foto-foto sewaktu Arga masih kecil dan seorang wanita bersamanya.
"Ini?"
"Ara, ini Ara dan keluarganya." Ujar Ira memberikan selembar foto kepada Arga.
Arga mengerinyit, "kok Papa nya beda dengan yang sekarang Mah?"
"Papa Ara itu sudah meninggal saat Ara berusia 8 tahun, saat mereka sudah pindah dari kota ini."
"Kenapa mereka pindah Mah?"
"Karena urusan pekerjaan Papa Ara dan untuk menyembuhkan penyakit Jantung Ara."
"Penyakit jantung?"
"Iya, selama ini Ara menderita Jantung Kardiomiopati atau Lemah jantung, Papa Ara meninggal juga karena penyakit itu dan penyakit itu sekarang menurun pada Ara."
"Tapi sudah sembuh kan Mah?"
"Alhamdulillah sampai saat ini kondisi Ara stabil semenjak Tante Sarah menikah dengan Om Adit, selama menjalani pengobatan tanpa sosok ayah, Ara sering kambuh dan drop. Namun sekarang ada sosok Adit yang menjadi Ayah terbaik untuk Ara."
"Tapi apa sewaktu waktu gejala itu kambuh Mah?" Arga menatap Mama nya serius.
Ira mengangguk, "oleh sebab itu Ara membutuhkan kamu disisinya, agar kamu selalu mengawasi dan mensupport Ara." Ujar Ira menatap Arga lembut.
Arga terdiam, jadi apa yang harus ia lakukan? Apakah ia harus menjauh dari Ana? Bukankah itu akan menyakitinya?
"Mama paham kamu lagi ada di fase yang membingungkan, tolong pilihlah sesuai dengan keinginan hati kamu bukan dengan nafsu otak kamu Arga, walau ini akan menyakiti salah satu dari mereka. Mama akan selalu mendukung pilihan kamu." Ira mengusap kepala putranya dengan sayang.
***
ARGA✨
Arga?
Hm? Kenapa?
Besok jemput aku bisa?
Bisa banget
Okei, jangan lupa yaa
Aku takut kesiangan lagi
Siap komandan
Ih! Komandan komandan
Yaudah ya aku tidur dulu
Selamat malam Ana
Malam juga Arga, sampai besok bye
Dengan terburu-buru Ana berjalan sempoyongan menuju kamar mandi untuk membilas darah yang keluar dari hidungnya.
Uhuk! Uhuk!
Ana mendapati dari yang keluar dari mulutnya, ia jadi memikirkan perkataan dokter Gibran.
"Penyakit ini sudah memasuki tahap 3 Ana, dan sudah terjadi pembesaran pada hati kamu dan bila di biarkan akan semakin berbahaya! Kamu harus segera di operasi Ana dan ini benar-benar Danger!"
Ana mendudukkan dirinya di tembok kamar mandi, memejamkan mata menikmati dinginnya dinding keramik, "Tuhan, tidak untuk sekarang."
Jika dilihat lebih teliti, di tubuh Ana sudah muncul beberapa memar merah yang tidak menghilang, kata dokter Gibran ini adalah salah satu gejalanya.
Ana menyadari penyakit ini saat ia berada di bangku kelas 9 SMP dimana ia tiba-tiba pingsan dan untungnya yang menemukan dirinya ini dokter Gibran yang sekarang menjadi dokter pribadi sekaligus sosok abang untuk Ana.
Saat itu Ana divonis mengidap kanker darah atau bisa di sebut penderita leukimia, stadium 2.
TBC...
Jangan lupa votement nya vrenn✨🤩😈
Biar cepet lanjut kita buat nyiksa Ana 😈
Nanti malem up lagi kok✨ gasskeun
Jangan lupa follow Instagram
@arga.adpt
@anandira.shta
@luxcyera
Untuk mengetahui info part selanjutnya!✨