1825 [ON HOLD]

By Tanialsyifa

813 114 15

Blurb : Kyra Willa Bachtiar mendapatkan julukan sebagai Putri Pengganti setelah menjadi bagian dari Keluarga... More

Prolog + Prakata
Urgent!
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33

Chapter 24

2 1 0
By Tanialsyifa

Beberapa jam sebelumnya

Kyra melihat lingkaran merah yang menandai tanggal beserta hari di mana pada akhir pekan sekarang ini, tugas Alister sebagai orang yang membesuk Nadira. Memang tidak mudah untuk dapat menjenguk putri kesayangan keluarga Bachtiar yang dianggap orang-orang layaknya putri tidur yang berharga.

Tidak seperti dirinya. Status serta kedudukan yang dimilikinya hanyalah bersifat sementara. Kelak, di suatu hari, dia mesti mengembalikan semua itu pada orang dan waktu yang tepat.  Kyra pun sudah payah memberikan senyuman, meski yang tersungging pada bibirnya menyiratkan makna kesenduan.

Jika diingat-ingat, egonya yang mendadak setinggi langit itu, menyuruh Kyra untuk berharap lebih. Lebih berambisi, lebih membuktikan bahwa dirinya pantas jika hidup berdampingan dengan keluarganya saat ini, hingga lebih-lebih dalam melakukan sesuatu yang membantunya untuk mendapatkan validasi dari orang-orang.

Namun, Kyra juga tahu ketahanan fisik, batin serta ambisi bertahan hidupnya tidak sebesar itu, tetapi juga tidak sekecil yang dikira hingga memikirkan percobaan bunuh diri, misalnya. Kyra rasa, pemikiran itu sudah seharusnya lenyap. Jika tidak, mungkin saja ambisi itu akan kembali sewaktu-waktu, ketika Kyra sedang terpuruk lagi.

Tangan mungil Kyra membalikkan kalender dengan latar biru tua menuju halaman-halaman berikutnya. Kedutan pada sisi bibir yang melengkung, membuat Kyra tanpa sadar berdecak. Lingkaran warna merah lainnya, menandakan waktu yang dia habiskan di kediaman Bachtiar mendekati angka setahun.

“Papa  ....” gumam Kyra dengan lirih.

Sebulir air perlahan jatuh dari kelopak matanya, tanpa Kyra sadari kalau matanya telah melelehkan air mata yang cukup deras hingga membuatnya terdesak--minta dikeluarkan. Benak Kyra dipenuhi dengan kenangan pada Zahair.

Berbagai ingatan tentang kebersamaan mereka, seakan membeludak memenuhi ruang memori Kyra. Sudah hampir menyerupai umur jagung, dia tidak lagi melihat sosok Zahair secara langsung. Mereka hanya bisa saling sapa melalui dunia virtual karena terikat dengan peraturan sekolah.

Sebetulnya, SMANSA bisa terbilang sebagai sekolah asrama yang ketat. Namun, ada juga beberapa peraturan yang dilonggarkan.  Tentu saja makna bebas di sini  tetap mengarah pada keterkaitan aturan tertentu yang harus dipatuhi. Sehingga--meskipun ingin--Kyra tidak bisa sembarangan meminta izin untuk cuti atau tinggal di luar asrama selama masa sekolah sedang berlangsung.

Pembatasan penggunaan telepon seluler juga diberlakukan di SMANSA, hingga tak jarang siswa di sekolah tersebut benar-benar menggunakan gawai mereka untuk keperluan tertentu. Karena dengan alasan keamanan, SMANSA juga kerap memantau pemanfaatan gawai yang dilakukan siswanya.  

Wali siswa juga tidak memiliki kebebasan untuk mengunjungi siswa yang diwalinya. Makanya, Kyra harus berpuas-puas diri dengan bertatap maya dengan Zahair. Setidaknya hingga akhir semester nanti, atau paling-paling saat trisemester nanti, telah terlalui—bertepatan dengan jadwalnya menjenguk Nadira—barulah Kyra bisa bertemu kembali dengan Zahair. Itu pun jika Zahair tidak sedang dinas keluar kota atau bahkan keluar negeri.

Setelah Kyra memantapkan hati untuk tidak menangis, serta-merta dia menyeka sudut matanya yang berair cukup deras hingga ke pipi. Kyra menyimpan kembali kalender tersebut di atas nakas. Kini, kalender dengan model seperti album dengan ring dibagian puncak, berderet rapi bersama susunan buku-buku yang ditata secara vertikal.

“Udah siap buat jalan, Tuan Putri?” interupsi Hana yang mengalihkan atensi Kyra untuk menengok ke arahnya.

Gadis yang memakai jilbab moka yang serasi dengan gamis berujung renda di bagian tepinya, tengah  berdiri dekat ambang pintu sambil bersedekap. Dia menunggu kesigapan Kyra untuk memenuhi janji mereka. Jalan-jalan di akhir pekan!

Tentu saja jalan-jalan yang maksud hanya sebatas dilingkungan Bambu Apus saja, atau paling mentok pun siswa SMANSA hanya diperbolehkan keluar paling jauh hingga ke Monumen Pancasila Sakti dan Rambutan.

Kyra menutupi wajahnya dengan sebelah tangan karena malu. Sedangkan tangan yang lainnya memindahkan beberapa perintilan kecil yang hendak dimasukkan ke dalam tas selempang. “Apaan, sih, Han. Berhenti godain aku kayak gitu.”

Melihat barang keperluannya sudah berada di tas, Kyra  mencangklongkan tas selempang biru, lalu menarik tangan Hana supaya mengikutinya. “Jangan banyak omongon dulu, aku lagi malu,” ancam Kyra dengan wajah yang bersemu merah.

“Iya, iya, tahuuu. Putri kecil ini lagi cengeng-cengengnya karena ditinggal sama kakak kesayangan yang nyusulin Putri Tidur. Mirip kisah princess yang di teve itu, ‘kan, ya?”

Godaan dari Hana sontak membuat Kyra menggembungkan pipinya. Dia pun mendengkus, perkataan Hana barusan mempengaruhi suasana hatinya jadi buruk.

Apaan sih, aku ini! Biasanya juga,  biasa aja, tuh. Kalau-kalau dia nyamperin Nadira, ya ... terserah dia aja. Kyra lantas menggelengkan kepalanya beberapa kali karena pemikiran abstrak-nya mulai muncul. Sekarang, kok, rasanya... ah, tahu deh!

Kyra mencoba menepis berbagai prasangkanya supaya tidak berakhir kecewa. Dia kembali menyeret tangan Hana untuk mengikuti langkah kaki mungilnya.

“Eh, Ky!”

Tak ayal mata Hana melotot sempurna kala mendapati kecepatan berjalan Kyra jadi bertambah. Keningnya makin berkerut karena tingkah Kyra yang aneh. Bahkan gadis itu baru sadar, jika tangan Kyra sudah tidak berkaitan dengannya.

“Tungguin, hei!” Hana pun berdecap saat Kyra terlihat pura-pura tidak mendengar suaranya. Padahal, banyak orang yang bilang kalau suaranya sudah mirip dengan pengeras suara. Bahkan perkataan itu ditunjukkan ketika dia berkata dengan nada normal.

Hana meringis seketika. Apa suara aku separah itu, ya, kedengarannya? Dia pun tiba-tiba merasa merinding ketika membayangkan suaranya yang menggelegar. Jika perkataan orang-orang itu benar, maka sepertinya dia tidak akan memerlukan pengeras suara lagi saat ada perlombaan pidato.

•oOo•

Azriel malas mengakuinya. Namun, apalah daya, dia memang orang yang setia kawan. Bahkan saking setia kawan, mau-maunya dia melakukan sesuatu tanpa diminta oleh kawan laknatnya itu. Padahal bisa saja dia memilih bungkam dan membiarkan si Hati Beku itu mengalami kesulitan, karena kartu siswa SMANSA milik Alister berada di genggamannya.

Biar tahu rasa dia, pikirnya dengan picik.

Kartu Tanda Siswa, atau siswa SMANSA lebih sering mengenalinya dengan sebutan KTS ini, bisa digunakan untuk berbagai kesempatan dan wajib dibawa tiap kali siswa tersebut berada di lingkungan sekolah. KTS juga berlaku sebagai kartu akses  keluar-masuk di SMANSA.

Bahkan jika seorang siswa seperti Alister yang kelupaan membawa KTS ini, bisa saja dia tidak diizinkan memasuki SMANSA meskipun para penjaga sekolah mengenalinya.

Kalau Alister tidak menyerahkan KTS ini kepada para penjaga, otomatis Alister –secara terpaksa—mendapatkan poin minus pada moralnya. Meski dia tersohor sebagai anak berprestasi sekali pun. Penambahan poin minus tetaplah berlaku. Poin minus sendiri bisa dihilangkan, jika di akhir semester nanti, Alister mau menutupinya dengan melaksanakan tugas-tugas tertentu sesuai dengan tingkatan kesalahannya.

Azriel melihat lingkaran jam pada pergelangan tangan menunjukkan pukul sebelas siang. Dia menghela napas dengan pelan. Bibirnya menggerutui Alister yang sempat-sempatnya bertingkah ceroboh dan berakhir dengan merepotkan dirinya. Meski demikian, dia tetap ingin membantu Alister sekali pun dengan bersungut-sungut.

Ketika langkah Azriel terpaku pada lapangan trek lari, dia berpapasan dengan salah satu anak cheers yang digadang-gadang akan menjadi ketua di kelompok tersebut tahun depan.

“Hei, Rain!” Muka semringah disertai lambaian tangan dan senyum cerah Azriel, dibalas dengan pandangan sinis dan entakkan kaki penuh kekesalan.

Songak saja kelakuan Rain yang biasanya hangat padanya membuat alis Azriel mengerut. Feeling-nya mengerucut pada salah satu x-faktor yang bisa membuat orang-orang yang dekat dengan Azriel, mendadak jadi seperti terkena penyakit darah tinggi tiap kali berpapasan.

Padahal mulanya mereka akan bersikap ramah-ramah saat bertemu dengan Azriel. Namun, faktor  Anak Batu itu, sering kali membuatnya jadi ikutan kesal.

Azriel sendiri sudah bosan menghitung beberapa komplain dari perempuan yang sudah terkena patah hatinya akibat seorang Alister. Hal tersebut juga akan berimbas pada perlakuan mereka terhadap Azriel. Kegagalan karena tidak dapat meluluhkan hati Pangeran Es, bahkan dengan bantuan Azriel sekali pun, membuat mereka tak ayal ikut menyimpan kegeraman terhadap Azriel.

Padahal, ‘kan, itikad gue, tuh, baik. Azriel sudah sering menjadi perantara dan menjadi batu loncatan bagi perempuan yang ingin melemparkan diri mereka pada Alister. Dia juga ikut andil untuk mempertemukan mereka dengan sang pujaan hati yang terkenal karena kelangkaan keberadaannya yang sulit ditemui.

Azriel mengeluh, sembari mengalihkan pandangannya dari Rain. “Ck, ck, ck, kali ini apa lagi masalah yang kau tinggalkan untukku, Alister Bachtiar.”

Manik matanya menangkap makhluk  yang mirip dengan Nadira—perempuan yang diamatinya pernah berbicara akrab dengan Alister di kantin dan pernah menggemparkan SMANSA karena kabar kedekatannya dengan dua saudara Bachtiar—kini tampak beriringan dengan siswi berjilbab. Mereka terlihat mengarah ke pintu gerbang SMANSA.

Menariknya, bukan kedua insan feminin yang membuat Azriel mengumpat keras-keras. Melainkan sosok di belakang mereka yang tampak sedang menguntit salah satu di antaranya. Herannya lagi, dia tak melihat penjaga yang bersikap waspada terhadap kehadiran orang tersebut yang sebetulnya cukup mencolok dengan pakaian serba hitam.

Azriel mempercepat langkahnya menuju gerbang. Sebelumnya dia beramah-tamah dengan para penjaga dan berdalih akan keluar sebentar, untungnya peruntungan Azriel kali ini sedang berjalan baik. Dia tidak dipersulit oleh satpam-satpam itu, mungkin karena sebentar lagi memasuki jam istirahat mereka, jadi penjagaannya agak longgar.

Letak kacamatanya yang melorot, lebih dulu Azriel benarkan. Walaupun dia memiliki kelemahan dalam melihat, tetapi mata sipitnya tetap awas untuk mengamati pergerakan orang yang menutupi hampir seluruh identitas wajahnya di siang bolong seperti sekarang.

Hanya berbekal buku catatan kecil dan pulpen yang pegang, serta adanya kamera yang melingkar pada leher pria itu, justru membuatnya patut untuk diwaspadai.

Dia itu orang gila mana, sih! rutuk Azriel dalam hati.

Kalau dia orang waras, pasti tidak akan memilih memakai pakaian yang mampu menimbulkan kecurigaan orang-orang. Terlebih lagi, dari gelagatnya saja Azriel mengamati kalau orang itu seperti mengincar salah satu dari dua gadis yang diikutinya sejak tadi.

Sensor sensitif orang berpakaian hitam itu mendeteksi adanya keberadaan orang lain yang mengikutinya. Dia pun membalikkan tubuh dan matanya berpapasan dengan si Mata Empat yang tampaknya terlalu kaget dengan aksinya untuk menoleh, sehingga anak lelaki itu tidak sempat menyembunyikan diri.

Sial. Azriel merasa hari-hari keberuntungannya tidak berjalan mulus. Mata mereka sudah bertemu, sehingga tidak ada jalan lagi baginya untuk kabur. Dan, yang lebih menyebalkan lainnya adalah penyebab nasib buruknya itu pasti berhubungan dengan Mahavir Alister Bachtiar!

Continue Reading

You'll Also Like

1.7M 82.8K 54
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...
2.1M 93.8K 53
SEQUEL "THE DEVIL WANTS ME" Bisa di baca terpisah [FOLLOW DULU SEBELUM BACA!] DON'T COPY MY STORY❌️‼️ 17+ Awal dari bencana ini di mulai ketika Edel...
6.1M 318K 58
Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusaknya sejak 7 tahun lalu. Galenio Skyler hanyalah iblis ya...
7.1M 347K 75
"Baju lo kebuka banget. Nggak sekalian jual diri?" "Udah. Papi lo pelanggannya. HAHAHA." "Anjing!" "Nanti lo pura-pura kaget aja kalau besok gue...