Formal Boy (END)

By AzkaAzkia21

96.8K 8.4K 7.7K

Tentang Aksa Gibran Pratama yang dipertemukan dengan orang yang selalu mengejar cintanya, tak lain adalah She... More

PERKENALAN
BAB 1
BAB 2
BAB 3
BAB 4
BAB 5
BAB 6
BAB 7
BAB 8
BAB 9
BAB 10
CAST VECTOR 01
BAB 11
BAB 12
BAB 13
BAB 14
BAB 15
BAB 16
BAB 17
BAB 18
BAB 19
BAB 20
BAB 21
BAB 22
BAB 23
BAB 24
BAB 25
BAB 26
BAB 27
BAB 28
BAB 29
BAB 30
BAB 31
BAB 32
BAB 33
BAB 34
BAB 35
BAB 36
BAB 37
BAB 38
BAB 39
BAB 40
BAB 41
BAB 42
BAB 43
BAB 44
BAB 45
BAB 46
BAB 47
BAB 48
BAB 49
BAB 51
BAB 52 [END]
EKSTRA BAB
FAKE CHAT
QNA FB
EKSTRA BAB 2
FORMAL BOY 2

BAB 50

1.7K 134 98
By AzkaAzkia21

Saat ini Gibran tengah bersiap menuju rumah Arinta. Ia akan benar-benar mengantarkan mamanya bertemu dengan Bu Ningsih.

"Kamu sudah siap?" tanya Elsa mendekati putranya yang tengah berdiri di depan jendela kamar.

Gibran lantas berbalik badan. "Gibran tidak mau mama melakukan hal ini."

"Selama mama nanti di penjara, kamu jaga diri baik-baik. Jagain Bella juga, karena mama sekarang sayang banget sama dia."

Pelukan erat mereka berdua rasakan. Seolah-olah tak mau untuk berpisah. Ketukan pintu dari kamar Gibran, membuat keduanya sama-sama menoleh.

"Kak Gibran sama mama pelukan kok nggak ajak Bella, sih?" Bella masuk ke kamar dan langsung memeluk kakaknya.

"Sini mama peluk." Elsa merentangkan kedua tangannya.

Dengan cepat Bella beralih ke pelukan Elsa dan tanpa disadari Elsa meneteskan air mata. Walau dengan cepat ia menghapusnya, Gibran lebih dulu melihatnya.

Perasaan campur aduk, kini Gibran rasakan. Ingin sekali ia membantu mamanya, tetapi dirinya tidak bisa berbuat apa pun. Bahkan tadi di sekolah, ia tidak bisa membuat Arinta memaafkan kesalahan mamanya.

"Gibran ayo kita berangkat sekarang," ujar Elsa.

Bella yang nampak kebingungan lantas bertanya, "mama sama Kak Gibran emang mau ke mana? Kok Bella nggak diajak?"

"Kita mau pergi sebentar. Bella di rumah saja."

"Nggak boleh ikut, ya, Kak?"

"Kak Gibran sama mama tidak akan pergi lama, sekarang lebih baik Bella kembali ke kamar."

"Ya udah deh, Kak."

Elsa yang melihat Bella menggembungkan pipinya, tersenyum sambil mencubitnya. Sebenarnya sebelum Gibran lahir, Elsa sempat menginginkan anak perempuan dan sekarang terwujud—meski bukan dari rahimnya sendiri.

Gibran menyambar jaket dan kunci mobil yang tergeletak di atas meja belajarnya. Saat sudah di depan rumah, tiba-tiba saja mamanya kehilangan keseimbangan.

"Mama kenapa?" tanya Gibran.

"Mama tidak apa-apa, sudah ayo kita berangkat sekarang," jawab Elsa.

"Apa tidak sebaiknya mama istirahat saja? Kita bisa ke rumah Bu Ningsih besok."

Elsa menggelengkan kepalanya dan masuk ke mobil, disusul oleh Gibran.

Tak terasa perjalanan begitu cepat, hingga mereka kini tiba di rumah Arinta. Gibran lantas membukakan pintu mobil dan membantu mamanya turun.

Firasat Gibran merasa aneh, sepertinya rumah di depanya saat ini terlihat sepi. Perlahan Gibran mulai mengetuk pintu dan tidak ada orang yang menyahut di dalamnya. Awal-awal ia berpikir jika Arinta dan ibunya tidak akan membukakan pintu untuknya, tetapi saat seorang lelaki paruh baya dengan cangkul di pundaknya mengatakan jika pemilik rumah itu sedang tidak ada di rumahnya.

Orang itu mengatakan jika Ningsih dibawa oleh seseorang masuk ke mobil dengan kondisi tak sadarkan diri dan entah kenapa pikirannya tertuju pada Sherin, setelah ia mendengar ciri-ciri yang disebutkan.

"Terima kasih, Pak atas informasinya."

"Iya, sama-sama."

Gibran beralih menatap mamanya yang tampak mengembuskan napas. "Mah, lebih baik sekarang kita pulang. Mama istirahat saja di rumah."

"Mama nggak tenang, Gibran. Lebih baik sekarang kamu telepon Sherin, mama yakin orang yang dimaksud bapak tadi itu pasti dia."

"Mama yakin mau menemui Bu Ningsih sekarang?"

"Sangat yakin. Sudah sekarang cepat telepon Sherin dan tanya di mana dia membawa Bu Ningsih."

Gibran segera merogoh celananya guna mengambil ponsel berwarna hitam itu, ia mencari kontak bernama Sherina dan langsung meneleponnya. Panggilan pertama sayangnya tidak terjawab, sampai pada panggilan keempat akhirnya diangkat juga.

-----

Saat ini, Gibran bersama mamanya sudah berada di depan ruang IGD rumah sakit. Tampak di sana juga ada Sherin dan Arinta.

"Kamu yang sabar, Ta. Aku yakin Bu Ningsih nggak bakalan kenapa-napa," ujar Sherin berusaha menenangkan Arinta.

"Gue nggak mau kehilangan ibu gue, Rin. Sama seperti gue kehilangan sosok ayah." Arinta melirik sekilas ke arah Elsa.

"Terpenting sekarang kita berdoa saja,  Ta. Dokter di dalem pasti ngelakuin yang terbaik buat Bu Ningsih."

Semua terlihat cemas, menanti dokter yang menangani Ningsih belum keluar juga. Padahal sudah lebih dari satu jam lamanya.

Elsa memberanikan diri mendekat ke arah Arinta, tentunya diikuti Gibran di belakangnya.

"Arinta ... ada yang mau tante bicarakan kepada kamu."

Melihat Arinta yang terdiam, Elsa kembali berkata, "kedatangan tante di sini ingin minta kepada kamu dan Ningsih. Tante ngaku sangat salah karena sudah kabur begitu saja saat kejadian itu terjadi dan rencananya tante juga akan segera menyerahkan diri ke kantor polisi."

Mendengar hal itu terucap, bukan hanya Arinta saja yang kaget. Melainkan Sherin pun terlihat sama, ia bahkan sampai menutup mulutnya dengan kedua tangannya.

Rasanya ingin sekali Sherin ikut andil dalam masalah yang terjadi, tetapi jika dipikir lebih lanjut sepertinya ia tidak mempunyai hak di sini.

"Kenapa kamu masih diam, Arinta? Apa perlu saya telepon pihak polisi sekarang juga?"

Arinta menarik napasnya dalam-dalam dan mengembuskan secara pelan. "Saya sudah memaafkan tante dan di sini saya juga ingin minta maaf atas sikap saya yang kemarin-kemarin. Sama satu lagi, masalah kejadian beberapa tahun yang lalu itu nggak perlu dibawa ke jalur hukum."

Ketika Elsa dan Gibran hampir tidak percaya dengan perkataan itu, Sherin justru tersenyum sambil mengelus pundak Elsa yang kini tepat di hadapannya.

"Apa kamu yakin Arinta?" tanya Elsa.

"Saya sangat yakin, tapi Tante mau kan maafkan semua kesalahan ibu saya?"

Elsa mengerutkan dahinya. Dalam masalah balas dendam itu, Gibran belum menceritakan kepada mamanya sebab ia takut akan kondisi fisik dan mental mamanya, jika mengetahui yang sebenarnya.

"Di sini tante yang salah, bukan ibu kamu Arinta."

"Apa Tante be–belum tahu sesuatu, tentang apa yang dilakukan ibu saya?"

Elsa menggelengkan kepalanya. "Memangnya sesuatu apa?"

"Kak Gibran belum cerita ke Tante Elsa?"

Elsa beralih menatap putra sulungnya. Seraya bertanya maksud perkataan Arinta. Namun, begitu Gibran ingin menjawabnya, terhenti oleh dokter yang baru saja keluar dari ruang IGD.

"Keluarga Bu Ningsih?" tanya dokter itu.

"Saya anaknya, Dok. Bagaimana kondisi ibu saya sekarang? Beliau baik-baik saja kan?"

"Alhamdulillah sekarang keadaan ibu kamu sudah stabil, setelah tadi hampir saja kehilangan detak jantung karena mengalami serangan jantung. Saran saya ibu kamu jangan terlalu banyak pikiran dan melakukan pekerjaan yang berat-berat." 

"Tapi sekarang apa saya sudah boleh masuk?"

"Boleh, silakan, tapi dibatasi hanya dua orang saja. Sebab ibu kamu juga belum sadarkan diri. Kalau begitu saya tinggal dulu."

"Makasih, Dok."

Arinta segera masuk menemui ibunya.

"Gibran mama mau ke dalam dulu, kamu tunggu di sini saja."

"Apa tidak sebaiknya Gibran ikut ke dalam, Mah?" tanya Gibran yang khawatir ketika nantinya mamanya akan mengetahui yang sebenarnya.

"Kamu nggak dengar tadi dokter bilang apa? Cuma dua orang yang boleh masuk sekarang. Lagi pula kalau kamu ikut ke dalam, nanti Sherin akan sendirian di sini."

Merasa namanya disebut, Sherin lantas mengangkat kepalanya yang semula menunduk. Sebenarnya sedari tadi Sherin merasakan pusing. Namun, ia dengan berhasil menyembunyikan rasa sakit itu pada orang di sekitar.

"Ya sudah, Mah Gibran tunggu di sini."

Begitu Elsa masuk, Gibran segera duduk di tempat Arinta. Ia melirik sekilas ke arah Sherin yang tengah menundukkan kepalanya, sambil meringis.

"Anda kenapa?"

"Hah?"

"Saya melihat Anda sedang meringis kesakitan, apa yang sedang Anda rasakan?"

"Aku baik-baik aja."

"Benar begitu?"

"Iya, Kak."

"Sebentar saya panggilkan suster untuk cek kondisi Anda sekarang." 

Sherin heran dengan apa yang terjadi. Mengapa Gibran masih terlihat peduli dengannya. Sampai-sampai dia memanggilkan suster untuk cek keadaannya, padahal ia sendiri sudah mengatakan tidak perlu melakukan hal itu.

Terkadang, Sherin pun masih menaruh harapan agar ia bisa merasakan cinta terbalas oleh Gibran. Sherin juga merasa rindu akan sikapnya yang dulu, selalu menghampiri Gibran di kelasnya walau tak mendapat respon yang baik.

"Jadi, bagaimana dengan teman saya, Sus?" tanya Gibran setelah suster selesai memeriksa keadaan Sherin.

"Teman atau pacar, nih?" goda suster yang terlihat masih sangat muda itu.

Baik Sherin atau pun Gibran sama-sama terdiam. Terlebih Sherin yang merasa malu.

"Bercanda saja saya. Teman kamu ini tidak kenapa-napa, hanya saja sekarang dia butuh istirahat."

"Terima kasih, Sus."

"Sama-sama, kalau begitu saya tinggal dulu."

Tanpa berkata apa pun, Gibran tiba-tiba mendorong kursi roda Sherin. Berulang kali Sherin memberontak untuk minta berhenti, tetapi tidak dihiraukan oleh Gibran. Hingga akhirnya dering ponsel berbunyi dan terpaksa Gibran berhenti.

Kecemasan Gibran benar-benar terjadi, barusan ia mendapat telepon dari Arinta yang mengatakan jika mamanya kini tak sadarkan diri.

"Kak! Tante Elsa kenapa?" tanya Sherin.

"Mama saya pingsan di ruangan," jawab Gibran.

"Ya udah sekarang Kak Gibran cepat kembali lagi ke sana."

"Bagaimana dengan Anda?"

"Aku bisa dorong sendiri sampai depan, lagi pula aku ke sini nggak sendiri kok, tapi sama sopir juga. Terpenting sekarang keadaan mama Kak Gibran, nggak usah khawatirin aku."

"Baiklah saya tinggal dan hati-hati."

.
.

Lanjut next part!

Jangan lupa Vote dan Coment ya 😍

Sekian dan Terima Kasih.

Sampai ketemu di BAB 51.

✎﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏

Salam sayang
Azka.

Continue Reading

You'll Also Like

697K 63.1K 26
Jeon Wonwoo yang polos dan manja, bertemu dengan Kim mingyu CEO perusahaan keluarga Kim. Start: 14.09.16 End: 11.02.21 #Rank 173 of fanfiction #Rank...
707K 57.7K 51
Walaupun jahil semua orang menyukai Alingga. Kecuali Lyana. Alingga akan bersikap baik pada semua orang. Kecuali pada Lyana Start : 20 maret 2022 Fin...
6.5M 277K 59
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...
41.3K 3.7K 59
[TIDAK REVISI! MAAF JIKA ADA TYPO] "Mau bikin kenangan di masa putih abu abu gak?" -REGAN2021 °°°°°° Kania, gadis yang lumayan dalam segala hal namu...