PARALYSED [END]

By Miss_Ristyaningsih

7.5K 1.8K 4.1K

Kecelakaan yang terjadi karena rasa benci yang tertanam dalam hati dan pikiran membuat nyawa seorang gadis be... More

A T T E N T I O N
C A S T
P R O L O G
B A B 1
B A B 2
B A B 3
B A B 4
B A B 6
B A B 7
B A B 8
B A B 9
B A B 10
B A B 11
B A B 12
B A B 13
B A B 14
B A B 15
B A B 16
B A B 17
B A B 18
B A B 19
B A B 20
B A B 21
B A B 22
B A B 23
B A B 24 (END)
E P I L O G

B A B 5

308 106 338
By Miss_Ristyaningsih

Ainsley terbangun ketika merasa sebuah tangan kecil mengelus lembut wajahnya. Dengan pelan ia membuka matanya, dan melihat wajah menggemaskan milik anak yang tidur di sebelahnya tadi. Ia tersenyum ketika melihat anak itu tersenyum.

"Mama," celetuknya dengan suara yang pelan sembari terus mengelus wajahnya.

Ainsley hanya menganggukkan kepalanya saja. Karena, jika ia membantah ucapannya maka ia mungkin akan menangis nantinya. Jadi, biarlah anak yang sedang ia peluk ini memanggil dirinya dengan panggilan mama.

"Kamu lapar, enggak?" tanya Ainsley dengan tersenyum. Anak itu hanya menganggukkan kepalanya saja.

"Mama mau ke kamar mandi dulu ya," ujar Ainsley dengan menunjuk kamar mandi, anak itu hanya menganggukkan kepalanya saja.

Ainsley langsung turun dari tempat tidurnya, lalu berjalan ke arah kamar mandi untuk mencuci wajahnya. Setelah selesai, dia mengelapnya dengan handuk kecil. Ainsley keluar dari kamar mandi, dan kembali berjalan ke tempat tidur dan duduk di samping anak kecil yang juga sedang duduk sambil mengayunkan kedua kakinya.

Ketika sedang memperhatikan anak kecil yang berada di sampingnya ini, Ainsley baru menyadari bahwa anak itu memakai sebuah kalung liontin yang melingkari lehernya. Liontinnya berbentuk sebuah nama, yaitu 'Tiara'.
Mungkin itu adalah nama dari anak kecil ini.

"Nama kamu Tiara, ya sayang?" tanya Ainsley dengan mengusap lembut rambut berwarna hitam dan halus milik Tiara.

"Ya," jawabnya dengan menganggukkan kepalanya.

Tiara baru bisa mengucapkan kata, mama, papa, lapal (lapar), tidul (tidur, jika Tiara mengatakan tidur, berarti ia sedang mengantuk dan ingin tidur), dan ya (iya)

"Ya sudah. Kita turun ke bawah ya." Ainsley menggendong Tiara dan membawanya ke lantai satu dengan menutup pintu kamarnya terlebih dahulu. Ainsley memutuskan untuk naik lift saja. Ia takut tidak bisa menjaga keseimbangannya, jika ia turun ke bawah memakai tangga karena sedang menggendong Tiara.

Mereka hanya diam saja ketika berada di dalam lift, sampai Ainsley membuka suaranya. "Kamu mau makan, apa?" tanya Ainsley dengan masih menggendong Tiara.

"Bagaimana, kalau mama masak tumis nugget sosis?" tanya Ainsley dengan mencubit pelan pipi sebelah kanannya Tiara.

Tiara hanya menganggukkan kepalanya saja, karena memang dirinya sudah merasa lapar. Yang ia tahu ia akan segera makan, makanya ia menganggukkan kepalanya saja.

"Oh, ok. Nanti mama masak itu ya," ujar Ainsley.

Setelah pintu lift terbuka, mereka langsung menuju ke ruang makan. Karena, Ainsley yakin bahwa keluarganya sekarang sedang makan siang. Dan dugaannya benar, namun ia sedikit terkejut ketika melihat kakak keduanya dan juga istrinya, sedang duduk di kursi makan. Semua orang terkejut ketika melihat Tiara yang berada di dalam gendongannya, kecuali Fida dan Ardan tentunya.

Ainsley tidak langsung menjelaskannya. Ia malah beranjak ke dapur untuk mencari Ainur untuk menjaga Tiara, karena dia ingin memasak makanan untuk anak itu.

"Bibi Ainur, Ainsley minta tolong jaga Tiara ya. Ainsley mau masak makanannya dulu. Terima kasih bibi," ujar Ainsley dengan menyerahkan Tiara ke Ainur dengan tersenyum.

"Dan kamu, jangan nakal ya. Main dulu sama bibi Ainur. Mama mau masak makanannya kamu," lanjutnya dengan mencolek hidung Tiara, lalu mencubit gemas kedua pipinya, yang membuat Tiara tertawa karena geli.

"Ya mama," sahut Tiara setelah tertawa dengan menganggukkan kepalanya. Ainur tentu saja seperti keluarganya, yaitu terkejut ketika melihatnya. Namun, ia tidak punya hak untuk bertanya lebih tentang siapa anak yang sedang ia gendong sekarang. Biarlah ia mengikuti perintah dari anak majikannya ini.

Ainsley menyiapkan bahan-bahannya terlebih dahulu yang ia bersyukur semuanya ada di dalam kulkas. Ainsley menghabiskan waktu hampir 22 menit. Setelah selesai, ia menyajikan masakan yang ia buat di piring. Ia tersenyum ketika melihat masakannya telah jadi. Ainsley memang tahu memasak, karena ia sering membantu Fida atau art di rumahnya ketika mereka memasak.

Terlebih dahulu ia mencari keberadaan Ainur dan Tiara, dan ternyata mereka sedang bermain ayunan di taman belakang rumah. "Tiara, sini sayang. Makanannya sudah siap."

Dengan cepat Tiara turun dari ayunan yang di bantu oleh Ainur, dan berlari kecil ke arahnya. "Jangan lari-lari, nanti kamu jatuh."

Ainsley langsung memeluk dan menggendong Tiara dan membawanya ke ruang makan. Dan duduk di antara keluarganya yang menatapnya dengan bingung. Tiara duduk di pangkuannya, karena memang kursi yang ada di meja makan tersisa satu.

Ainsley langsung menyuapi Tiara dengan telaten, sampai dirinya selesai makan. "Tiara main lagi sama bibi Ainur, ya. Soalnya mama mau berbicara dengan keluarga mama." Tiara hanya menganggukkan kepalanya saja, dan turun dari pangkuannya, lalu berjalan ke arah Ainur.

Tiara memegang jari telunjuk milik Ainur ketika sudah berada di dekatnya.

Setelah memastikan Tiara, benar-benar pergi. Ainsley kembali menghadap ke keluarganya. Yang sejak tadi, sudah penasaran tentang Tiara.

"Ainsley mau menjelaskan tentang Tiara. Jadi, ketika Ainsley sedang beristirahat sebentar di taman karena lelah joging. Tiba-tiba Tiara datang dan menggenggam tangan Ainsley. Tentu saja Ainsley terkejut di buatnya. Ainsley sudah tanya kepadanya, tentang di mana orang tuanya. Namun, Tiara tidak menjawabnya. Jadi, kami memutuskan untuk mencari orang tuanya di sekitar taman, dan di luar kawasan taman. Dan hasilnya, Ainsley tidak menemukan orang tua darinya, atau orang tua yang sedang mencari anaknya. Karena, memang kondisi taman yang tidak terlalu ramai saat itu. Tiara menganggap Ainsley, adalah mamanya. Awalnya Ainsley membantah dan menolak ucapannya," ujar Ainsley.

"Namun, ketika Ainsley melakukannya, matanya sudah mulai berkaca-kaca, dengan bibir bawahnya yang ia majukan, pertanda bahwa dia akan menangis. Ya sudah, karena pagi sudah mulai semakin panas, Ainsley memutuskan untuk membawanya ke sini. Sementara dia di sini saja, ya. Sampai Ainsley menemukan siapa orang tuanya. Karena, tidak mungkin Ainsley meninggalkannya sendirian di taman yang belum tentu akan ada yang menolongnya. Bisa saja jika di biarkan, ia akan di culik nantinya. Jadi, lebih baik dia tinggal sementara di sini," lanjutnya sambil menatap seluruh anggota keluarganya.

"Sepertinya, dia bukan anak yang terlantar di jalanan," ujar Vadim.

"Iya. Dia memang bukan termasuk ke dalam anak-anak yang tidak memiliki orang tua atau anak-anak yang hidupnya di jalanan. Dia memiliki sebuah kalung yang tertulis namanya. Dan penampilannya ketika bertemu dengan Ainsley tadi, seperti dari keluarga yang berada. Ainsley yakin, orang tuanya tidak sengaja hilang pengawasannya terhadap Tiara. Dan pasti mereka juga akan mencari anak mereka yang hilang," sahut Ainsley.

"Dia sangat menggemaskan, Ainsley. Kakak lebih suka, jika dia berlama-lama di sini," sela Aqilla dengan wajah yang terlihat senang.

"Walaupun baru pertama kali bertemu, tetapi Ainsley sudah menyayanginya. Dan, Ainsley juga menginginkan seperti apa yang kakak ucapkan. Tetapi, kita tetap harus mencari orang tuanya, dan menyerahkannya kepada mereka. Karena, pasti mereka khawatir akan anaknya," ucap Ainsley.

"Ainsley, benar nak. Bagaimanapun kita tetap harus mencari orang tua dari anak itu. Mereka pasti merasa khawatir," sambung Fida.

Pandangannya beralih ke Ardan yang diam saja sejak tadi. "Kamu kenapa, dik?" tanya Ainsley.

Ardan hanya menggelengkan kepalanya, dengan mulutnya yang tidak mengucapkan apapun.

"Kamu mau kakak, buatkan sesuatu?" tanya Ainsley tidak menyerah, untuk mencoba agar keponakannya itu bisa ceria seperti biasa.

"Bagaimana, kalau kakak buatkan cake bayam keju?" tawar Ainsley dengan berjalan ke tempat duduk Ardan.

Dengan pelan, Ardan menganggukkan kepalanya pertanda bahwa dia mau di buatkan cake bayam keju olehnya.

"Sebelum itu, kakak mau tanya. Kamu enggak senang ya, karena ada Tiara?" tanya Ainsley dengan mengelus lembut tangan kecil milik Ardan.

"Enggak. Aldan masih telkejut saja kalena dia ada di sini," jawabnya dengan jujur dan menatap dalam Ainsley.

"Ya sudah. Habis makan, nanti ajak main Tiara ya." Ardan hanya menganggukkan kepalanya saja dengan tersenyum.

Ainsley kembali berdiri dan berjalan ke dapur. Untuk membuat cake bayam keju untuk Ardan, ia akan melebihkannya agar Tiara juga dapat memakannya.

Sedari awal ia datang ke ruang makan, ia tidak menatap atau melirik ke kakak keduanya. Lagi pula, setiap ia menatap Ikhsan, pasti selalu di balas dengan tatapan yang tajam atau aura wajah yang dingin. Namun, ia tetap menyayangi Ikhsan, walaupun dia tahu bahwa kakaknya itu membenci dirinya.

Karena, terlalu fokus membuat cake. Ia tidak menyadari bahwa kakak pertamanya sedang berencana untuk mengagetkannya. "Ainsley, ada tikus di dekat kaki kamu!" seru Vadim dengan suara yang keras yang membuat Ainsley terlonjak karena kaget dan menatap di bawah kakinya. Namun, ia tidak menemukan tikus yang di maksud oleh kakaknya itu.

"Jangan ganggu aku, kak. Lebih baik, kakak lakukan sesuatu yang lebih bermanfaat. Kakak lupa ya, kalau aku tidak takut dengan tikus?" tegas Ainsley dengan menatap sinis kakaknya yang berada di sampingnya itu.

"Yah, gagal dong. Wah, pasti enak nih cake buatan adik kesayangannya kakak. Boleh minta, enggak?" tanya Vadim.

"Boleh. Ini juga aku mau buat lebih agar yang lain bisa makan juga," jawab Ainsley.

"Kakak ikhsan dan kakak Aqilla, mau menginap?" tanya Ainsley.

"Katanya sih, enggak," jawab Vadim yang berjalan ke bar, dan duduk di kursi bar dan terus memperhatikan gerak-gerik adiknya.

"Terus, kakak pulangnya kapan?" tanya Ainsley.

"Besok," jawab Vadim.

Selanjutnya, keduanya hanya diam sampai Ainsley selesai membuat cake, dan menyajikannya di piring. Ia mengambil piring kecil dan menaruh sedikit cake, dan memberikannya ke Vadim. Sebagiannya ia taruh di kulkas, dan sisanya akan ia berikan kepada Tiara dan Ardan. "Aku mau ke Tiara dan Ardan dulu. Kalau sudah selesai makan, piringnya taruh di wastafel. Nanti aku yang cuci." Setelahnya, Ainsley langsung mencari keberadaan dari Tiara dan Ardan, dan mendapati mereka sedang berlarian di halaman rumah.

"Kalian jangan lari-lari, nanti jatuh. Luka dan berdarah nanti," tegur Ainsley yang langsung dituruti oleh mereka berdua.

Ardan yang lebih dulu melihat kakaknya membawa pesanannya, langsung kembali berlari ke arah Ainsley dan duduk di sampingnya. Awalnya Tiara bingung, karena Ardan yang terlihat bersemangat ketika berlari ke arah Ainsley. Namun, setelah melihat sesuatu yang berada di meja kecil yang berada di depan Ainsley, membuatnya juga ikut berlari mendekati Ainsley.

Ainsley hanya menggelengkan kepalanya saja, melihat kedua anak yang selisih satu tahun itu ketika ia sudah menegur mereka untuk tidak lari, namun mereka tidak mendengarkannya.

Ardan duduk di samping kiri Ainsley, dan Tiara duduk di samping kanannya. Ainsley memberikan cake kepada keduanya yang di taruh di piring kecil. Mereka berdua sudah sibuk dengan makanannya, tanpa menghiraukan sekitar. "Pelan-pelan makannya. Enggak ada yang akan mengambil makanan kalian," ujar Ainsley dengan mengusap area mulut Tiara, karena gadis kecil itu memakan cake nya dengan cepat dan berantakan.

"Bagaimana, apa rasanya enak?" tanya Ainsley dengan menatap keduanya.

Karena, mulut mereka penuh dengan cake, mereka hanya menganggukkan kepalanya saja untuk menjawab pertanyaannya. Rasa dari cake yang ia buat sudah terbukti, dengan Ardan dan Tiara yang memakannya dengan lahap dan cepat seolah-olah cake itu akan hilang jika tidak segera mereka makan.

"Wah, lagi pada makan-makan nih. Oma gabung boleh, ya?" tanya Fida.

Ardan dan Tiara menganggukkan kepalanya dengan bersamaan.

Fida langsung duduk di samping Tiara yang sebentar lagi akan menyelesaikan kegiatan makanannya. Mereka berdua, sampai tambah 2 kali.

"Bu Fida, ada seseorang yang ingin bertemu dengan ibu," ujar Daniel sebagai satpam, dengan menghampiri Fida.

Ketika ingin menanyakan siapa seseorang itu, yang ingin bertemu dengannya. Menjadi tidak jadi ketika melihat seorang pria muda tampan yang berjalan mendekati dirinya. Fida mengerutkan keningnya, ketika merasa asing dengan pria yang berada di depannya ini.

"Maaf, anda perlu apa?" tanya Fida dengan mengangkat kedua alisnya.

Belum sempat pria itu menjawab, Tiara datang berlari mendekati pria itu. "Papa," pekik Tiara dengan memeluk kaki dari pria yang belum di ketahui namanya itu. Melihatnya membuat Ainsley berdiri dari duduknya dan melihat siapa tamu yang datang dan kenapa Tiara memanggilnya papa, apa mungkin itu ayahnya yang datang untuk mengambilnya? Ainsley tidak dapat melihat wajah pria itu, karena mamanya menghalangi penglihatannya.

"Sebelumnya perkenalkan nama saya, Arley Alison Bancroft. Saya papa dari Tiara. Lebih tepatnya, Tiara Allura Camila Alison Bancroft. Saya marah dan takut ketika babysitter nya Tiara pulang tanpa dirinya. Namun, setelah mengetahui bahwa dia bersama kalian. Saya menjadi lega, karena yang menjaga anak saya adalah orang-orang yang baik," jelas Arley dengan tersenyum ramah.

Entah kenapa, Ainsley tidak ingin berpisah dengan Tiara. Namun, ia tidak bisa berbuat apa-apa, jika orang tua dari anak itu ingin mengambilnya dan membawanya pulang. Ia berharap mereka akan kembali bertemu, dan Tiara masih mengingat dirinya di saat itu.

"Ya sudah, mari masuk terlebih dahulu. Tidak enak, jika berbicara di luar dan sambil berdiri seperti ini," ajak Fida dengan tersenyum.

Arley dan Tiara berjalan bersamaan mengikuti Ainsley, Ardan, dan Fida yang berjalan lebih dulu.

Sesampainya mereka di ruang keluarga, mereka duduk di sofa yang ada di sana. Dengan Fida yang duduk di sofa single.

"Mau minum apa nak?" tanya Fida kepada Arley.

"Tidak usah repot-repot bu," tolak Arley dengan halus dan tersenyum tipis sambil tangannya mengusap lembut rambut Tiara.

Ainsley hanya diam sedari tadi, ia akan berbicara jika memang di perlukan.

"Tidak repot, nak. Ya sudah, biar Ainsley buatkan ya," ujar Fida, dengan cepat Ainsley ke dapur dan mengambilkan minuman untuk Arley. Ia meletakkan di nampan dengan dua toples kecil yang berisi camilan.

Ia membawanya ke ruang keluarga dan meletakkannya di meja, lebih tepatnya di depan Arley. Dan kembali ke dapur untuk meletakkan nampan.

Ia kembali ke ruang keluarga dan duduk di samping Fida. Tatapan matanya bertemu dengan Arley, hanya sebentar dengan Ainsley yang mengalihkan pandangannya ke Tiara yang juga menatapnya sambil tersenyum manis, bibirnya ikut tertarik ke atas membentuk sebuah senyuman yang juga manis untuk Tiara. Tanpa ia sadari, Arley masih menatap ke arahnya dengan dalam.

Arley mengalihkan pandangannya, dan menatap wanita paruh baya yang duduk di sofa single. "Saya minta maaf, jika Tiara merepotkan keluarga ibu."

"Tidak, nak. Tiara adalah anak yang baik, dan tidak nakal. Dia juga anak yang penurut. Jadi, tidak ada yang merasa direpotkan, nak. Dan, cucu saya juga menjadi memiliki teman baru," sahut Fida dengan menunjuk Ardan dengan dagunya yang menatap Arley dengan bingung.

Arley yang merasa tenggorokannya kering pun, meminum minumannya dan kembali meletakkan gelasnya setelahnya. "Ya sudah. Kalau begitu, saya dan Tiara izin pamit pulang dulu ya Bu."

"Loh, cepat sekali. Apa nak Arley tidak ingin ikut makan malam bersama kami?" tanya Fida.

"Ah, iya Bu. Maaf, saya tidak bisa. Soalnya saya juga baru pulang dari kerja, langsung ke sini untuk menjemput anak saya," tolak Arley dengan tersenyum tipis.

Tiara menggelengkan kepalanya berulang kali. "Mama," sela Tiara dengan berlari ke arah Ainsley dan memeluknya dengan erat.

Tentu saja Arley terkejut ketika anaknya memanggil mama kepada seorang gadis muda yang sedari tadi hanya diam.

"Tapi, kita harus pulang nak. Papa juga sudah lelah, karena baru pulang dari kantor," ujar Arley dengan mendekati Ainsley dan Tiara dan mensejajarkan tingginya dengan Tiara dengan berjongkok.

Dengan cepat Tiara menggelengkan kepalanya, menolak ucapan Arley yang memintanya untuk pulang dengan semakin mengeratkan pelukannya ke tubuh Ainsley yang masih diam dan memperhatikan interaksi yang terjadi antara anak dan ayah itu. Vadim, Geffie, ikhsan, dan Aqilla datang ke ruang keluarga karena mendengar dari bibi Ainur bahwa ada tamu yang datang.

"Nak Arley, apa tidak sebaiknya Tiara menginap di sini saja? Karena, di lihat dari kondisinya, Tiara tetap menolak untuk pulang ke rumahmu nak. Dan, kamu juga sebaiknya makan malam bersama kami semua di sini," ujar Fida.

Arley mengembuskan napasnya dengan pelan, dan mengiyakan ucapan Fida. Ainsley tersenyum manis mendengar bahwa Tiara akan tidur bersama dengannya. Hal itu di lihat oleh Arley, ia merasa senang karena anaknya bahagia. Terutama, Tiara bukanlah anak yang gampang berbaur dan akrab dengan orang baru, namun ketika bersama dengan gadis muda yang di peluk erat oleh anaknya itu, Tiara terlihat senang dan bahagia.

Jika di perhatikan baik-baik, memang Ainsley memiliki kemiripan dengan almarhumah istrinya yang sudah meninggal dunia saat melahirkan Tiara. Istrinya memiliki mata yang sama dengan Ainsley. Mungkin karena itu, anaknya memanggil Ainsley dengan sebutan mama. Karena, dirinya pernah memperlihatkan foto wajah istrinya kepada Tiara.


TBC.

Continue Reading

You'll Also Like

912 84 30
Ada sebuah keluarga dengan lima bersaudara dengan Marisa adalah anak bungsu dan satu-satunya perempuan di sana. Memiliki empat abang dengan kepribad...
22K 2.1K 41
Bersaing dengan orang lain āŒ Bersaing dengan sepupu sendiri āœ… Dalam bahasa latin, RABIDUS FAMILIA berarti KELUARGA GILA. Maka sesuai dengan judulnya...
1.4M 128K 61
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...
1.4K 326 4
(.) | And in the middle of my chaos there was you. ___ Sebuah book spesial untuk merayakan hari ulang tahun cowok kita bersama alias Mark Lee, wish u...