butterfly disaster

By cosmicandteddy

50.4K 8K 954

ACT 1 - BE YOUR ENEMY ❝Sampai kapan permusuhan ini akan berakhir?❞ Anora tidak terlahir dari keluarga kaya, i... More

Pembuka: Sirkus & Para Pemainnya
1. Bermula
2. Ibu Kota
3. Rival & Lamaran
4. Titik Ini
5. Sepayung
6. Hari Pertama
7. Lingkaran
8. Mengikat Waktu
9. Runyam
10. Kebangkitan Sang Badai
11. Sebuah Karma
12. Gerbera Palace
13. Konversasi
14. Hutang dari Luka
16. Kita & Hidup
17. Gerbang Malam
18. Pesta Ulang Tahun
19. Kupu-Kupu Datang
20. Apartemen
21. Burai
22. Menghindar
23. Permainan Menuju Pulang
24. Stroberi, Aroma, Dekapan
25. Malam Mengerikan
26. Tak Akan Ada yang Mati
27. Badai Prahara
28. Gie & Rencananya
29. Melepaskan
30. Kita Tak Akan Pernah Baik-Baik Saja
31. Hantu
32. Kelana [I]: Pergi
33. Kelana [II]: Cerita di Sisi Lainnya
34. Kelana [III]: Pulang
35. Dejavu
36. Kisah Tak Terduga
37. Malam Pameran
38. Dalam Mimpi Kita
39. Bagaimana Semesta Menarik Kita
40. Badai Kita Tak Pernah Berakhir
41. Ikatan
42. Pernyataan
43. Perjalanan Jauh Untukmu
44. Kupu-Kupu Lainnya Telah Lahir
45. Berakhir
Terima Kasih!
Babak Kedua

15. Tiupan Trauma

994 212 37
By cosmicandteddy

Gerbera Palace

Dulunya Azka pernah tinggal di tempat ini, hingga setahun setelahnya ia memutuskan untuk pergi dan memberikan rumahnya kepada kakeknya yang baru pulang dari Belanda.

Ia meninggalkan surga paling terkenal untuk orang kaya di ibu kota ini. Untuknya, cukup mudah mendapatkan satu rumah di sini tanpa harus bersaing dengan banyak orang di luar sana yang juga merebut tempatnya.

Sekarang Azka sudah memiliki tempat tinggalnya dengan menetap di salah satu apartemen mewahnya di Jakarta.

Maka pagi pada pukul sepuluh ini, ia memutuskan kembali untuk menemui kediaman kakeknya di Gerbera Palace. Sekarang ia terduduk di kursi yang berada di halaman belakang, sambil menyesap teh earl grey miliknya, Azka mengamati dari kejauhan sang kakek yang tengah memberi makan ikan koinya.

Pria tua itu masih cukup kuat untuk beraktivitas dan sangat menghindari tongkat maupun alat bantu lainnya untuk ia bergerak. Setiap pukul sepuluh pagi, kakek pasti juga rajin memberikan makan untuk ikan koinya di kolam pada halaman belakang ini.

Setelah selesai dengan kegiatannya tersebut, maka kakek bergerak menuju tanaman monstera yang berada tak jauh dari kursi seberang Azka duduk saat ini.

"Kakek denger kamu sering keluar kantor." Dan dibukalah percakapan mereka di pagi ini.

Azka menyesap pelan minuman tehnya, kepalanya menunduk menatap cairan bening di cangkir tehnya itu.

"Kemana aja kamu?" tanya kakek.

"Urusan," jawab Azka singkat.

"Dengan pacar kamu?"

Untuk pertanyaan yang satu ini, ia tak kuat menahan senyumnya. Maka Azka menggeleng pelan selagi tersenyum tipis, "Azka nggak punya pacar, Kek."

Kakek pun lantas kembali menuju tempat duduknya lagi. Ia menyesap pelan teh earl grey-nya tersebut, lalu mengedarkan pandangannya ke monstera yang berada di dekatnya tadi.

"Itu akibatnya kalo kamu naruh langsung di matahari."

Pandangan pria muda itu beralih melihat tanaman yang kakeknya maksud itu terlihat daunnya yang mulai mengerucut. Beberapa bercak kuning muncul di sekitar tangkai dan daunnya.

"Hati-hati sama wanita, Azka" Mata pria tua itu diam-diam melirik pada cucunya yang berada di depannya.

Azka menggeleng lemah. Obrolan mereka masih kembali ke pertanyaan sebelumnya. Sang kakek meraih pelan teko tehnya, lalu menuangkan teh tersebut ke cangkir teh Azka.

"Biar Az-"

"Jangan ninggalin pekerjaan kamu hanya karena mereka."

Gerakan tangannya berhenti untuk menahan satu tangan tersebut. Azka menerima tuangan teh yang diberikan kakek kepadanya. Beliau tak biasanya seperti ini, seperti ia pulang dan mereka minum teh bersama, Azka lah yang selalu menuangkan untuknya.

"Azka bisa atur fokus antara pekerjaan sama urusan lainnya."

"Bagus."

"..."

"Kamu nggak mau berakhir'kan kayak orang tua kamu.."

BRAAAK!

Tangan tua itu tak kuat menahan teko tehnya lagi, hingga akhirnya lepas tepat di tengah meja, lalu terjatuh membasahi lilin penghangat di bawahnya. Acara minum teh mereka berakhir dengan sedikit kekacauan yang dibuat oleh kakek.

Azka buru-buru menyerahkan sapu tangannya untuk mengelap tangan sang kakek yang terkena cairan panas teh tersebut. Kulitnya sedikit memerah, tapi beliau tak mengeluh sedikit pun.

"Lebih baik kita nggak pernah ngomongin orang tuamu lagi," ucap kakek. Setelahnya Azka tertinggal dalam bisu atas kalimat beliau barusan.

Dua orang pelayan buru-buru datang menghampiri meja mereka setelah melihat sedikit kerusuhan akibat teko teh barusan. Gerakan tangan Azka lantas terhenti, sorot matanya langsung melemah dengan pelan-pelan.

Kakek mengingatkannya lagi dengan sebuah trauma di masa lalu. Trauma yang dibuat oleh mama, menantu beliau yang tak diinginkannya.

__________

"Lo ada kerjaan gak hari ini?"

"Nggak. Aku lagi libur di Elephant Love."

"Bagus. Kalo gitu mampir aja ke butik gue siang ini."

Percakapan singkat dengan Sella di pagi tadi lantas membawa Anora pergi ke salah satu butik yang berada di Jakarta Pusat. Butik Kembang Ayu, berikut nama butik yang dimaksud oleh temannya itu. Yang tak lain juga adalah butik milik ibunya.

Anora memasuki butik dengan nuansa ruangan yang lebih banyak didominasi oleh warna putih itu. Ia lebih dulu menghadap ke salah satu pegawai yang berada di depan meja tempat ini.

"Saya mau ketemu sama Sella-"

"Alka! Ayo ke sini!"

Sella hadir lebih tepat dari yang ia kira. Di dekat pintu masuk ke dalam butik ini, Anora segera menuju tempatnya berada itu.

"Tumben ngajakin aku ke sini," buka Anora.

"Kamu baru pertama kali 'kan ke sini?"

"Iya."

"Kita tur dulu."

Maka Anora hanya menurut mengikuti Sella dari belakangnya. Mereka berjalan memasuki koridor kecil di tempat ini, lalu tiba di salah satu pintu putih yang berada di kanannya.

"Ini ruangan kerja aku," ucap Sella.

Maka ketika dibuka, mata Anora langsung disambut dengan ruangan besar yang menjadi studio tempat Sella merancang pakaian buatannya. Tempatnya sedikit berantakan diakibatkan banyaknya kain perca yang bercecer di lantainya, tapi fokusnya tertuju dengan banyaknya manekin yang dibaluti dengan kebaya maupun gaun lainnya dari rancangan milik Sella.

"Sel, ini keren banget!" Tentunya Anora tak bisa tak dibuat kagum dengan seluruh karya dari tangan ajaib Sella ini.

Anora berjalan sendiri melihat satu persatu manekin tersebut, seluruh kebaya yang dibuatnya tampak begitu cantik. Kebaya tersebut meliputi untuk acara pernikahan, lamaran, wisuda ataupun untuk kebutuhan lainnya.

Matanya pun lalu beralih ke satu objek manekin dimana terdapat gaun setengah lutut berwarna putih di sana. Gaun ini tampak beda dari yang lainnya, dimana di ruangan ini yang mendominasi adalah kebaya rancangan Sella semua.

Melihat Anora yang tengah mengamati gaun tersebut, lantas membuat Sella segera menghampirinya.

"Yang ini bagus, Sel," komentar Anora.

"Ah.. yang itu nggak sengaja bikin karena lagi pengen aja. Gue rencananya mau bikin banyak dress kayak ginian, tapi pasti bakal diomelin mama karena nggak sesuai sama di butiknya. You know lah, mama suka yang kebaya," jelas Sella.

Melihat temannya yang satu ini merasa cukup tertarik, lantas memunculkan satu ide yang terbesit di kepala Sella saat ini.

"Al, coba pake."

"Hah?"

"Pake dressnya."

"Aku?"

"Iya."

Tanpa pikir panjang Sella lantas melepaskan gaun tersebut dari manekinnya dan menarik Anora segera ke kamar ganti.

"Ini beneran aku yang pakenya??"

"Iya."

"Kalo gak muat?"

"Masa sih!? Badan sekecil kamu pasti muat lah."

Butuh beberapa menit untuk Sella menunggu Anora berganti baju. Hingga berikutnya, ketika tirai itu terbuka di saat itu juga ia mendapati temannya itu berubah penampilan seutuhnya.

"Ya tuhan!! Demi apa!"

Sella memekik heboh karena saking tak percayanya ia melihat gaun rancangannya itu tampak sempurna di badan Anora, "Dressnya pas banget!" serunya.

Atas reaksinya itu, maka Anora berbalik ke cermin besar yang berada di dekatnya. Dari pantulan di bedan itu, ia dapat melihat dirinya berubah total dengan gaun ini. Ibaratnya ia adalah seorang putri raja sekarang.

"Dress kamu cantik banget, Sel."

"I know."

Diam-diam tanpa sepengetahuannya, Sella memotret Anora dari belakangnya. Ia pun beralih membuka aplikasi pesan dan mengirimkan foto tersebut ke orang yang ingin ia hubungi saat ini.

________

Azka
|Hari ini|

Sibuk gak? |

| 5 menit lagi rapat
| Mau apa?

/mengirimkan gambar/ |
Cantik gak? |

| Itu Anora??

Yap |

| Cantik
| Cantik banget
| Dia main ke butik lo?

Yap |
Gue ajakin dia ke sini |

| Kenapa gak bilang??

Aduuh sayang banget pak azka |
Bentar lagi anda rapat |
Udah dulu ya |

_________

Sella tertawa puas melihat isi percakapannya dengan Azka itu. Pria yang satu ini akan dibuat semakin gila jika ia memberikan lebih banyak foto temannya kepadanya.

Mendengar suara tawa Sella itu lantas membuat Anora berbalik padanya.

"Sorry, tadi gue lagi chat sama temen gue," jelas Sella.

Gaun putih yang Sella pinjamkan padanya itu benar-benar sangat cantik. Ketika ia melihatnya ia merasa senang, seperti seorang putri raja, tapi semakin lama ia melihatnya juga, Anora merasa ia tak pernah cocok memakai gaun seperti ini.

Terlalu mewah untuknya, walaupun gaun ini bebas dipakai oleh perempuan mana saja, tapi ia merasa tak pantas bahkan tak bisa menerimanya. Akhirnya ia kembali ke ruang ganti untuk mengenakan pakaian lamanya lagi.

Beberapa menit kemudian, ia langsung keluar dari ruangan tersebut. Anora segera merapikan gaun itu sebelum diberikan kepada Sella lagi.

"Dressnya bagus. Aku suka."

"Kamu minat?"

"Hmm sebenarnya, aku... nggak punya momen bagus buat pake ginian."

Bukan, bukan Anora menolaknya, hanya saja dia benar-benar tak ada rencana untuk mengenakannya dalam beberapa waktu mendatang. Seluruh kehidupannya saat ini akan dihabiskan untuk bekerja saja, tak ada berpergian ke pesta.

"C'mon, Ra... nggak perlu momen bagus buat pake ginian. Kamu bisa punya ini kapan aja." Sella memasang kembali gaun itu di manekin yang dipakai sebelumnya.

Tapi tetep aku nggak punya duit buat belinya. Anora tetap menolaknya.

Beberapa jam setelah bermain di butik milik orang tua Sella ini, akhirnya ia pun memutuskan untuk pulang. Anora merasa lelah dan tak ingin menghabiskan waktunya lebih lama lagi di tempat ini. Maka ia pun lekas pergi setelah pamit dengan temannya.

"Bye, Ra! Hati-hati!"

Keberadaan Anora seutuhnya telah pergi dari pandangan matanya. Sella menutup kembali pintu butik itu, lalu bergegas menuju ruang kerjanya lagi.

Belum selesai ia dengan urusannya, seseorang tiba-tiba saja datang mengetuk pintu ruang kerjanya. Sella berbalik dan mendapati pegawai butik mamanya bersama seorang perempuan lain di belakangnya.

"Mbak Sella, ini ada tamunya mama," jelas pegawai itu.

Maka dari depan sana, Sella mendapati ada sosok Iris berdiri seorang diri setelah pegawai mamanya telah pergi dari hadapan mereka berdua.

"Aku mampir buat ambil pesanan kebaya aku sama tante Tatiana, tapi mama kamu lagi nggak ada ya?" buka Iris lebih dulu di hadapannya.

"Mama lagi di luar kota sekarang," balas Sella.

Iris hanya ber'oh' menanggapinya. Mau tak mau, jika mama sudah sibuk sampai urusan keluar kota, maka Sella harus menggantikan posisi kerjanya. Seperti ini misalnya, memberikan pesanan untuk pelanggan mama.

Ini pertama kalinya ketika Sella melihat Iris bermain di butiknya, ia tahu baik mereka berdua adalah sama-sama seorang desainer busana. Tapi tetangganya ini memilih untuk memesan sebuah kebaya kepadanya dibandingkan harus membuat sendiri (jika ia tak ingin repot).

Sella bergerak menuju satu lemari besar yang berada di ruang kerjanya. Mama biasanya meletakkan pakaian pesanan pelanggan di tempatnya, dikarenakan lemari besar milik mama sudah penuh dengan kebaya rancangannya semua.

Singkatnya, kebaya milik Iris ini adalah kebaya rancangan Sella.

"Ris, yang ini?" Kebaya berwarna krem yang telah diberi kertas penanda bahwa ini milik Iris, lantas segera ia tunjukkan padanya.

Iris tak langsung menoleh, tapi fokus wanita ini tertuju pada satu manekin yang terletak tak jauh dari ruang ganti, "Dressnya cantik." Ia berkomentar pasal gaun yang sebelumnya sempat dikenakan oleh Anora sebelum pulang tadi.

"Ini rancangan kamu, Sel?"

"Iya."

Sella segera terpaku, entah ia mendadak déjavu ketika Iris tengah melihat gaunnya. Seolah Anora juga pernah melakukan ini sebelumnya, hanya saja mereka berbeda orang.

_________

Kelas tembikar Anora untuk hari Senin ini baru saja berakhir. Beberapa minggu telah berlalu, melihat perkembangan anak muridnya cukup membuat ia merasa puas dengan kerja keras dalam mengajar.

Semua muridnya sudah dapat berkreasi dengan lebih banyak dan bahkan beberapa dari mereka bercerita, bahwa hasil kerajinan tanah liat mereka juga diberikan kepada orang tua masing-masing.

Sangat melegakan sekaligus membuatnya bangga dengan mendengarkan apa yang dia usahakan membawa hasil yang baik untuk muridnya.

Siang ini Anora tak punya jadwal lagi, maka ia memutuskan untuk pulang lebih awal. Biasanya ia akan pulang bersama Nata dengan menaiki motornya, itupun jika jadwal pulang mereka sedang sama. Tapi jika tidak, maka ia yang harus pulang sendiri.

Anora sedang menunggu di lobi depan saat itu dan bersamaan itu juga Violet muncul untuk menunggu jemputan dari orang tuanya. Anak kecil ini sering hadir bersamanya setiap jam pulang siang.

"Miss Nora, coba lihat. Vio bikin ginian sama papa."

Violet berada di samping Anora dan ia mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya.

"Tadaaa!!" seru Violet ketika ia mengeluarkan benda tersebut. Bentuknya kecil dan jumlahnya ada sekitar lima buah.

Anora mendapati berbagai macam clay dengan bentuk berbeda. Ada yang berbentuk hati, pita, bintang, beruang ataupun kupu-kupu.

"Cantik banget." Anora tersenyum ketika melihat clay dengan banyak varian tersebut. Bentuknya memang tak sempurna, tapi ini cukup cantik di matanya.

"Ini buat, Miss."

Violet memberikan sebuah clay berbentuk kupu-kupu berwarna ungu kepadanya.

"Ini buatan Vio?" tanya Anora.

Gadis kecil ini menggeleng, "Itu buatan papa. Papa buat banyak banget, Miss!" balas Violet.

Mendengar jawaban Violet itu lantas membuatnya terdiam. Mata Anora mengamati kupu-kupu dari clay tersebut dimana ukurannya hanya sekitar lima sentimeter dan detail yang terukir di sana cukuplah bagus dan rapi. Sepertinya Raka juga berbakat.

"Vio yakin mau ngasih ini ke Miss?"

"Iya."

"Oke, Miss simpan. Makasih ya, Vio."

"Jangan hilang ya, Miss."

"Nggak bakal hilang kok. Miss bakal jaga baik-baik."

Tak ada alasan untuk menolak, maka Anora mau untuk menyimpannya. Walau ada sedikit ragu untuk menerimanya, tapi kupu-kupu ini akan terus mengingatkannya pada Raka dibandingkan Violet.

Obrolan singkat mereka baru saja berakhir. Diam-diam tanpa disengaja Anora melihat Davin yang lewat di luar lobi. Gerak-gerik anak itu sedikit aneh, karena penasaran maka ia langsung pergi untuk menghampirinya.

Davin selalu pulang sendirian akhir-akhir ini setelah Azka tak menjemput ke rumahnya kembali. Anora tahu bahwa anak itu selalu diantar-jemput oleh 'orang tua'nya, tapi kali ini ia sedang sendirian.

Sambil berdiri di ujung gerbang, dimana ia  bersembunyi di balik salah satu mobil hitam yang terparkir di sana. Anora pelan-pelan menghampirinya.

Di balik sana, ia mendapati Davin tengah memainkan korek api gas.

"Davin?"

Suaranya membuat anak kecil itu terkejut. Buru-buru ia menyimpan koreknya segera di bagian belakang.

"Kamu ngapain di sini?"

Davin menggeleng.

"Kamu mainin korek ya?"

Tak ada respon, Anora sesekali mengintip ke arah belakangnya, tapi Davin juga berusaha menutupinya.

"Miss nggak bakal marah kalo Davin mainin korek tadi," ucap Anora.

Beberapa detik menunggu, akhirnya Davin mau mengeluarkan juga sebuah korek api gas yang ia sembunyikan tadi.

"Davin ngapain main ini?" tanya Anora.

"Aku mau tiup lilin, Miss. Hari ini aku ulang tahun, jadi aku main tiup lilin," balas Davin.

"Tapi Davin nggak boleh maininnya. Kalo kena api tangannya bakal sakit," jelas Anora.

Mungkin nasihat ini akan terdengar membosankan, tetap saja beberapa anak kecil akan ada yang menentangnya dan tetap bermain api.

Ketika Anora tengah bersama Davin,  tiba-tiba saja Violet datang sambil berlarian menghampiri mereka.

"Miss ngapain di sini?" Pandangan gadis kecil itu tertoleh ke seorang anak laki-laki sebaya yang berada di dekat Anora.

"Nggak kok cuman ngobrol bentar," balas Anora.

Davin hanya terdiam melihat kedatangan sosok lainnya. Sekarang posisinya seperti tengah tertangkap basah walau Anora tak memarahinya. Sedangka itu, gurunya yang satu ini justru mendadak kepikiran satu ide.

"Ayo, kita rayain ulang tahun Davin," ajak Anora selagi menyodorkan tangannya yang terbuka di hadapan muridnya itu.

"Davin ulang tahun, Miss?" Violet lantas penasaran, maka Anora mengangguk menjawabnya, "Ayo rayain!" seru anak kecil ini.

Anora mengajak Davin untuk keluar dari Elephant Love. Ia berencana untuk membeli makanan kecil untuk ulang tahunnya. Bersamaan waktu sekarang, Violet juga mengikuti mereka.

"Violet yakin mau ikut?"

"Iya."

"Tapi nanti papa Violet bakalan jemput loh."

"Papa lama, Miss."

Ada ragu untuk mengajak gadis kecil ini pergi keluar dari Elephant Love. Maka sebelum mereka berjalan, Anora mengecek lebih dulu jam di ponselnya saat ini dan menyiapkan rencana untuk pergi dengan waktu secepatnya.

Tanpa diketahui saat itu juga, sebuah sedan putih melaju memasuki gerbang tempat kursus ini. Itulah mobil Iris yang hendak menjemput Violet sekarang.

Wanita itu segera keluar setelah mermarkirkan kendaraannya, ketika tiba di lobi depan tempat biasanya sang putri menunggu, Iris justru tak mendapati keberadaan sosoknya di sana.

"Violet, anak saya dimana?"

_________

Pada awalnya Anora tak punya ide untuk mencarikan dimana kue untuk Davin. Setelah mereka berjalan menuju minimarket yang tak berada jauh dari Elephant Love, pandangan Anora segera tertuju pada salah seorang bapak tua yang tertidur di teras depan sana.

Di dekat beliau ada sepeda lama dimana terdapat tumpukan kotak kue yang ditaruh  di kursi belakang. Anora mengamati apa yang ada di dalam tersebut.

Ketika dia melihatnya, sesuatu datang dan mengerubungi perasaannya dengan cepat. Ada yang familiar dan begitu lekat dengannya.

Kue donat

Makanan manis ini membuatnya kembali teringat dengan masa lalu di hidupnya. Membuat Anora mendadak merasakan kembali sentruman trauma yang dibentuk ketika melihat kue yang satu ini.

Donat adalah saksi perjuangannya dan juga keluarganya. Waktu ia masih duduk di bangku SMP, Anora berjualan kue ini di sekolahnya. Ia kerap menitipkannya di kantin jika saat itu masih ada tempat untuk ia berjualan, tapi jika tidak, maka Anora yang harus menjualnya sendiri di kelas.

Pada waktu itu, ia kerap merasa malu saat menjual makanan ini. Tak ada satu pun temannya yang berjualan di sekolah dan hal itu yang membuatnya sering mendengar desas-desus dari orang.

Ia dicap miskin oleh teman-temannya. Pada kenyataannya ia memanglah seorang miskin.

Tak mudah berjualan seperti itu, jika tak habis maka ia yang harus menghabiskannya. Pernah satu waktu dimana donatnya masih tersisa banyak sampai pulang sekolah. Anora tak ingin ibu kecewa karena tak ada yang laku, maka selama perjalanan pulang sekolah, ia menghabiskan separuhnya dengan menahan rasa sakit dan isakan tangis di tengah jalan.

Pada akhirnya ia yang mengganti sebagian donat jualan ibu dengan uang tabungannya. Lalu ia akan berpura-pura memberitahu beliau, bahwa jualannya sudah laku setengah.

Masa itu memang pahit dan bapak tua yang tertidur di depannya sekarang kembali mengingatkan masa tersebut.

"Ada donat warna-warni di sana, Davin mau nggak?"

Anora bertanya lebih dulu pada anak kecil yang berulang tahun ini. Davin mengangguk cepat. Segera ia menghampiri sang penjual untuk membangunkannya karena mereka ingin membeli kue tersebut.

Anora membelikan Davin tiga buah donat dan Violet dua buahnya. Mereka memilih sendirian varian yang masih tersisa banyak di tumpukan kotak itu. Setelah mendapatkan semua pilihannya, Anora juga membeli lagi sisanya sebanyak lima buah.

"Makasih ya."

Melihat senyum bapak tua itu membuat ia merasa hangat bercampur haru. Anora pernah di kondisi sepertinya. Kondisi berat yang memaksakan mereka harus berjuang sekeras mungkin.

Setelah selesai dengan perbelanjaan kecil mereka, Anora mengajak Davin dan Violet untuk masuk ke dalam minimarket. Ia mentraktir dua muridnya ini untuk membeli susu, tak lupa juga membeli lilin warna-warni untuk perayaan kecil mereka.

Selesainya, mereka bertiga memutuskan untuk mengadakan perayaannya di meja yang berada di luar minimarket ini.

"Nah, ini untuk Davin." Anora menancapkan salah satu donatnya dengan tiga lilin kecil di sana.

"Kayak kue ulang tahun!" seru Violet.

Lilin itu dihidupkan Anora dengan memakai korek yang disembunyikan Davin tadi. Setelah semuanya lengkap, maka perayaan mereka dimulai.

Violet memimpin lebih dulu dengan menyanyikan lagu selamat ulang tahun diiringi tepuk tangan Anora dan Davin. Saat lilin itu tertiup, mereka langsung bersorak dengan girang.

"Vio selalu doa dulu sebelum tiup tadi," ucap Violet.

"Nggak papa kok. Davin boleh doa pas lilinnya udah ditiup," balas Anora.

Sambil membuka kedua tangannya, Davin melanturkan harapan besarnya di sana, "Semoga aku bisa dapet sepeda. Semoga aku bisa masuk surga. Semoga aku bisa kaya raya. Amin."

Doa Davin, doa yang paling tulus untuk anak seusianya. Doa yang mungkin dianggap beberapa orang sangat sepele, tapi Anora bersungguh-sungguh mengaminkannya.

Mereka bertepuk tangan sekali lagi, lalu memakan donat tersebut segera. Tak jauh dari tempatnya, sang penjual donat juga menjadi saksi atas kebahagian kecil tersebut.

Semuanya berjalan begitu lancar dan begitu menikmati santapan donat itu. Hingga lima menit berselang, sesuatu datang mengejutkan semuanya.

"Violet?!"

Suara panik seorang wanita menghampiri tempat ini. Anora tersontak ketika melihat banyak orang yang juga berdatangan. Ada beberapa petugas yang berasal dari Elephant Love yang menemuinya di sini.

"Kamu kemana aja sayang!? Mama nyariin kamu—kamu di sini lagi ngapain!??"

"Vio ngerayain ulang tahunnya Davin."

Iris menghampiri langsung putrinya yang duduk di sebelah Anora. Segera saja ia menarik Violet untuk menjauh dari dua orang itu.

Buru-buru Anora segera berdiri untuk memberikan penjelasan pada semuanya.

"Maaf, saya gurunya Violet. Tadi saya ngajakin anak ibu-"

"Kamu guru Violet yang mana?" potong Iris.

"Saya guru keramiknya Violet."

"Kamu tahu nggak apa yang kamu lakuin ini bisa aja jadi bahaya!? Gimana kalo orang tua mereka nyariin mereka? Orang tua bisa aja mikir macam-macam kalo anak mereka diculik!??"

Tak ada celah untuk membelah, Anora sadar dirinya memang salah. Segera, salah satu satpam Elephant Love yang sempat membantu Iris mencari putrinya ini, menengahi mereka berdua.

"Maaf..." Anora melirih ketika Violet segera diajak Iris pergi darinya.

Ia membuat kehebohan dengan memanggil banyak orang untuk mencari Violet. Satu lagi, petugas Elephant Love yang bertugas sebagai staf pengawas guru mendatangi Anora.

"Sudah ini kamu ke ruangan kepala kursus. Ada yang harus dibicarakan."

Maka mimpi buruk dimulai. Anora membuat kesalahan dan harus berhadapan dengan atasannya. Ia tahu, jika ia sudah melanggar peraturan.

Davin yang bersamanya tadi, juga langsung ditemani oleh salah satu petugas dan dipulangkan kepada orang tuanya yang juga sudah menunggu.

Anora berjalan menuju kembali Elephant Love yang jaraknya sangat tak jauh dari minimarket tempatnya sekarang. Setibanya di depan pintu gerbang, perhatiannya tak sengaja tertuju pada Raka yang menyambut kedatangan putrinya itu.

Orang tua itu sama-sama mencari putrinya. Lalu Raka memandang ke arahnya. Di sini Anora terlihat seperti tahanan penjahat yang sedang berjalan menuju ruang pengadilan.

__________

BERSAMBUNG

Continue Reading

You'll Also Like

6.4K 1.1K 16
Dan akhirnya selalu ada batas dalam setiap perjalanan, dan selalu ada kata selesai untuk sesuatu yang dimulai.
42.9K 8.1K 42
#1 mimpi dari 8,15k cerita Kata Papa Fany, dokter adalah satu-satunya profesi ideal di bumi. Maka anak-anaknya tidak boleh mencari profesi lain selai...
1.3M 5.9K 14
Area panas di larang mendekat 🔞🔞 "Mphhh ahhh..." Walaupun hatinya begitu saling membenci tetapi ketika ber cinta mereka tetap saling menikmati. "...
5.2M 280K 58
Serina, seorang gadis cantik yang sangat suka dengan pakaian seksi baru lulus sekolah dan akan menjadi aktris terkenal harus pupus karena meninggal o...