Ana dan Alvian masih terus berlari, sampai suara Ana mengintruksikan membuat Alvian menghentikan larinya. "Bentar kek, istirahat ha..ha... Capek nih." Ucap Ana pelan lalu memberhentikan larinya.
Mereka berhenti sejenak untuk bernafas dengan tenang.
Mata Alvian mengedarkan pandangannya dan bertubrukan dengan sepasang mata tajam yang tengah memperhatikan mereka, lebih tepatnya memperhatikan Ana.
"Eh! Eh!" Panggil Alvian.
"Apa sih?" Kesal Ana karena ia tengah merasakan kepalanya yang tiba-tiba pusing.
"Itu kakak kelas yang di sana kayanya ngeliatin kita terus deh." Ucap Alvian.
"Hm." Jawab Ana acuh.
"Hm? by the way nama lo siapa? Lo kan udah tau nama gue, tapi gue belum tau nama lo." Tanya Alvian.
karena tak mendapatkan jawaban dari Ana, membuat Alvian sendiri kesal. "Ck! Punya mulut kan?"
"Ck! Ternyata Lo orangnya kepo-an ya, banyak nanya." Jawab Ana dengan kesal, sebenernya itu tidak bisa disebut sebagai jawaban atas pertanyaan yang di ajukan oleh Alvian.
"Sumpah lo ngeselin banget jadi cewek." ucap Alvian, membuat Ana memutar bola matanya.
"Udah mau lari lagi?" tanya Alvian, sebab Ana yang sudah bersiap untuk lari kembali.
"Berisik lo! Lo nggak liat tuh di lantai tiga ada yang ngawasin, mending lari lagi daripada ditambah hukumannya, biar cepat selesai!" Alvian melihat sosok pak Asep di lantai tiga tengah memperhatikan mereka.
BRUK!
Alvian menengok ke arah sumber suara, ternyata Ana yang terjatuh saat hendak kembali lari.
"Lo gak papa? Eh! tapi muka lo pucat banget, lo sakit?" tanya Alvian sambil membantu Ana untuk berdiri.
"Gue gapapa." Ucap Ana yang ingin kembali berlari tapi lengannya terlebih dahulu di cekal karena tubuhnya yang ingin kembali jatuh.
"Biar gue aja." Ucap seseorang yang tiba-tiba datang dan langsung mengendong Ana menuju UKS.
Ana yang sepertinya paham betul suara siapa itu, membiarkan dirinya diangkat.
Alvian masih memperhatikan sosok yang telah membawa Ana pergi.
"Ngeliatin apa? Lanjut lari!" Alvian yang tau suara siapa itu, langsung saja melanjutkan hukumannya.
***
Arga terus memandangi wajah Ana yang masih pucat dengan khawatir.
"Enghh!"
"Gue dimana?" tanya Ana yang masih belum menyadari kehadiran Arga di sampingnya.
"Kamu di UKS." Jawab Arga berhasil membuat Ana kaget.
"Arga! Ugh!" Arga membantu Ana untuk duduk, tak lupa ia mengecek suhu tubuh Ana kembali namun masih belum kembali normal.
"Kamu demam Ana, kamu pasti melewatkan sarapan mu?" tanya Arga dengan lembut, membuat Ana merasa bersalah padanya.
"Kamu tau kan kalo kamu punya maag? Kenapa masih ngelewatin sarapan? Ditambah sekarang malah demam." tanya Arga lagi.
"Udah telat juga ih." jawab Ana dengan lirih sambil menundukkan kepalanya.
Arga menghela nafas panjang, lalu mengusap puncak kepala Ana, membuat gadis itu menatap wajahnya.
"Tunggu disini, aku beli sesuatu dulu." Ucap Arga sebelum berbalik untuk pergi lengannya lebih dahulu dicekal oleh Ana.
"Ikut!" ucap Ana pelan.
Arga mengangguk dan membantu Ana untuk turun dari brankar.
Ceklek!
"Loh loh mau kemana Ana? Lo masih sakit kan?" ucap Alan yang tiba-tiba muncul.
"Iya lo masih sakit tapi udah mau pergi aja." sahut Rian yang ternyata juga berada dibelakang Alan.
"Suka suka gue dong." Ucap Ana dengan kesal jika bukan karena Alan kejadian ini tidak akan terjadi.
"Kok marah."
"Aw aw! Santai dong bang!" ujar Rian karena dirinya yang di dorong begitu saja oleh Arga.
"Susul gak?" tanya Rian yang disetujui oleh Alan.
***
Arga, Ana, Alan dan Rian sedang duduk dikantin sembari menikmati makanan mereka, lebih tepatnya hanya Ana dan Rian yang sedang makan.
"Ana, kok lo bisa telat?" Tanya Alan.
"Gara-gara lo gue terlambat tau gak!" Ucap Ana dengan ketus.
Alan mengrinyit kan dahi bingung. "Gue? kok lo nyalahin gue?" tanya Alan tak terima.
"Iya lah coba aja lo bangunin gue. Lo tau sendiri ibu lagi gak ada kan yang ada cuma bapak aja udah gitu jalanan macet." Keluh Ana mengingat kejadian pagi tadi.
Ibu dan Bapak yang Ana maksud adalah Asisten rumah tangga yang sedari kecil merawat dan menjaga Ana karena kedua orang tuanya yang selalu sibuk dengan urusan dunia.
"Justru gue nanya begitu ke lo soalnya sebelum berangkat gue udah ngecek kamar lo tapi lo udah nggak ada wujudnya di tempat tidur." Alan menatap Ana jengah.
"Terus lo berfikiran kalo gue udah berangkat gitu?" Alan mengangguk membuat Ana menghela nafas lelah.
"Emang lo kemana? Bisa gak ada di kamar."
"Gue ada di kamar bang. Cuma lo aja yang gak tau."
"Lo di kamar mananya?" Alan semakin dibuat bingung oleh Ana.
"Gue gelinding ke bawah jadi tidur di lantai." Ujar Ana ketus. Alan tertawa mendengarnya.
"Bisa gelinding begitu ya." Ucap Rian terkekeh.
Setelah hening beberapa menit ada sebuah suara yang memecahkan keheningan yang tercipta di antara mereka, "Eh! Lo?" Mereka menengok secara bersamaan ke arah sumber suara.
"Lo! benar-benar, lo pasti pura-pura pingsan kan? ngaku aja lo!" ucap sosok laki-laki yang tiba-tiba muncul dan langsung meminum es teh yang Ana pesan, membuat Ana kesal seketika.
Arga yang melihat ulah laki-laki tersebut memandangnya datar.
"Ish! Lo apaan sih datang-datang main nyosor minuman gue!" Ana menatap Alvian dengan kesal.
laki-laki tersebut adalah Alvian, alasan dia datang ke kantin karena haus, dia baru saja selesai dari hukuman yang diberikan oleh pak Asep ditambah Alvian juga harus mengantikan hukuman Ana.
"Asal lo tau, tadi lo pingsan terus gue disuruh ngelanjutin hukuman lo, jadi gue larinya berganda, eh taunya lo ternyata pura-pura pingsan!" Serkas Alvian kesal.
"Gu-
SREK!
Arga melempar obat maag dan demam yang berada di kantongnya ke arah Alvian membuat pria menatap Arga bingung.
"Itu bukti kalo dia memang benar benar pingsan." Ucap Arga santai.
Alvian mengangguk dengan ragu. "Tapi kenapa dia disini?"
"Dia belum sarapan." Ucap Alan dengan santai.
Rian melihat jam pada ponselnya. "Kita udah harus ada di lapangan sekarang, nanti dicariin lagi." Ujar Rian berjalan meninggalkan mereka.
Arga menepuk puncak kepala Ana dan pergi meninggalkan kantin.
"Jangan lupa minum obatnya!" titah Alan lalu menyusul kedua sahabatnya.
"Mereka temen lo?" tanya Alvian yang masih menatap kepergian tiga orang tadi yang beberapa menit lalu masih duduk bersama mereka.
Ana menggeleng, "yang satu Abang gue, satu lagi pacar gue, dan terakhir temen mereka berdua."
"Gue tebak, pasti pacar lo yang mukanya kaga nyelo tadi kan?" tanya Alvian yang tidak dijawab oleh Ana.
"Ck! Lo diam berarti iya, by the way nama lo siapa? sampai detik ini kita duduk berduaan di kantin tanpa tau nama lo."
"Nama gue? nama gue Anandira Shintania Aditama, lo bisa manggil gue Ana, PUAS!" jawab Ana dengan penekanan pada akhir kalimat.
Alvian mengangguk. "Perasaan namanya kalem tapi orangnya bar bar, gak cocok." Ana yang mendengar perkataan Alvian, rasanya ingin menampol Alvian sekarang juga.
"Tapi lo anak kelas berapa? jangan jangan lo adik kelas gue?" tebak Alvian.
"Kaya lo kakak kelas aja." Sindir Ana.
Alvian menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal sambil tersenyum membuat Ana berdecak.
"Lo anak kelas 10 MIPA 3 kan? Dikira gue gak tau kali." ujar Ana santai.
Kenapa Ana bisa mengetahuinya kelas Alvian? Karena sahabatnya sering menceritakan sosok yang dia sukai bernama Alvian dan berada dikelas 10 MIPA 3.
"Wih berarti Lo kenal gue, wajar sih soalnya gue ganteng jadi siapa yang gak kenal gue coba." Ujar Alvian dengan bangga.
"Ada yang gak kenal Lo, yaitu gue."
"Lo kenal gue! Buktinya lo tau kelas gue." Ujar Alvian dengan santai.
"Dih pede banget mas-nya." Ana menatap Alvian dengan jengkel dan hendak pergi meninggalkan kantin namun pergerakan nya terhenti.
"Mau kemana?"
"Balik ke kelas." jawab Ana.
"Ngapain balik, bentar lagi juga jam istirahat."
dan benar saja terdengar bel dan pengumuman untuk istirahat.
TBC.
Hai Hai support ku terus yaaa, coba tebak foto yang aku jadiin covernya itu yang jadi siapa Alvian or Arga?