"Hoekk uhukk uhukk."
Pagi pagi gue udah muntah muntah. Yang gue keluarin cuma air liur doang.
Beberapa hari belakangan ini gue suka muntah pas pagi hari. Gue sendiri enggak tahu kenapa. Om Chan bilang gue sakit. Tapi gue gak ngerasa sakit.
Gue gak ngerasa pusing atau meriang. Suhu badan gue juga masih normal. Cuma sering mual aja gak tau kenapa.
Haduh gue jadi takut jangan jangan gue kena jampi jampi dari mantannya Om Chan.
Iya Kak Jihyo. Udah sebulanan dia gak gangguin gue sama Om Chan. Seneng sih soalnya kehidupan gue sama Om Chan normal lagi tanpa kehadiran Kak Jihyo.
Tapi gue takut jangan jangan dia nyusun rencana sedemikian rupa buat ngerebut Om Chan dari gue.
Eh, gue gak boleh overthinking gini.
"Masih mual? Ke dokter aja gimana?" Om Chan masih setia mijitin tengkuk gue.
"Nggak usah, Om. Paling karena masuk angin."
"Saya takut kamu kenapa Napa, Ra. Saya juga hari ini bakal ngelembur sampe malam banget. Ada meeting sama perusahaan sebelah."
"Aku gak apa apa, Om."
Sebenernya hari ini gue pengen ngehabisin waktu seharian sama Om Chan. Gue pengen cuddle seharian sama suami gue ini.
Gue gak tahu kenapa akhir akhir ini gue jadi pengen nempel terus dan dia.
"Om gak bisa ya meeting nya ditunda besok?" Tanya gue.
Om Chan menghembuskan nafas pelan kemudian ngelus rambut gue lembut.
"Maaf, sayang. Tapi ini nggak bisa ditunda. Ini penting banget." Katanya sambil masih ngelus rambut gue.
"Aku pengen Om nemenin aku seharian ini." Gue menunduk, mau nangis.
Selain gue yang selalu pengen nempel sama Om Chan, gue juga jadi sensitif akhir akhir ini.
"Saya janji abis semuanya selesai, saya secepatnya pulang." Katanya kemudian nyubit pipi gue pelan.
"Hm, oke."
"Kamu kerumah bunda Jisoo aja ya? Atau mau ke cafe nya? Saya gak tega ninggalin kamu sendirian."
"Aku ke cafe bunda aja."
Setelah sarapan abis, gue nyuci dulu piring kotor sebentar.
"Ayo berangkat."
Gue ngangguk kemudian gandeng tangan Om Chan menuju parkiran.
Di sepanjang perjalanan menuju cafe nya bunda, gue terus menggenggam erat tangan Om Chan. Gue gak mau lepas.
"Tangan kamu gemetar. Kamu kenapa?"
Gue sontak ngelihat tangan gue sendiri. Ah bener, tangan gue tremor. Padahal biasanya enggak gini. Gue gak tahu kenapa tapi perasaan gue gak enak.
Setelah sampai di cafe bunda yang masih sepi karena baru buka, Om Chan ngebuka pintu mobil gue.
"Jangan kemana mana sendiri. Kamu bisa telpon saya kalau butuh supir. Saya agak lama jadi jangan ditunggu. Tapi saya pasti pulang kok. Kamu jangan lupa makan juga biar gak sakit." Kata Om Chan.
"Iya iya, bawel banget suami aku."
"Saya pergi dulu."
Gue melambaikan tangan ke arah mobil Om Chan yang perlahan menjauh.
Gue memegang dada gue sendiri, jantung gue berpacu dua kali lebih cepat. Perasaan gue gak enak.
"Gue ini kenapa?"
Gue mencoba bernafas tenang dan ngehilangin berbagai macam pikiran buruk dalam otak gue.
Setelah ngerasa gue udah lebih tenang, gue masuk ke dalem cafe.
•••
"Ah sial, disini juga macet!" Chan kembali mukul setirnya.
Masih pagi, tapi dimana mana udah macet. Chan jadi kesel. Dia ada meeting penting pagi ini.
"Apa gue puter balik lewat jalan lain aja ya? Tapi agak jauh." Monolognya.
Chan ngeluarin kepalanya jadi jendela dan ngelihat jalanan masih bener bener macet. Sampe bikin kemacetan super panjang.
Cowo berdarah Australia itu memutuskan buat puter balik. Memilih buat cari jalan lain yang lancar meski agak jauh.
Tiba tiba handphone nya berdering.
Babu Kucing is calling...
Chan kemudian segera ngangkat telepon dari Minho itu.
"Halo, Min?"
"Chan, Lo dimana? 15 menit lagi meeting mau dimulai."
"Gue kejebak macet, Min. Ini gue puter balik cari jalan pintas yang agak jauh. Semoga aja gue bisa sampe kantor tepat waktu."
"Iya, agak cepet ya Chan. Gue tunggu di kantor."
Telpon dimatikan oleh Minho. Chan mendesah pasrah. Dia kemudian menambah kecepatan mobilnya.
Eh handphone nya kembali bunyi.
Jihyo is calling...
"Sial, dia ngapain anjing pagi pagi nelpon." Umpat Chan.
Chan lebih memilih gak ngangkat telepon Jihyo dan berkonsentrasi buat mengemudi biar cepet sampe kantor.
Taunya Jihyo enggak menyerah. Dia masih nelpon Chan terus menerus bahkan spamchat juga.
"Sial!"
Chan menengok kesamping dimana handphone nya berada. Tanpa dia ketahui didepan nya ada mobil box yang melaju kencang. Rem mobil box itu gak berfungsi, apalagi jalanan menurun.
Ketika Chan mengangkat kepalanya, dia kaget ngelihat mobil box melaju kencang kearahnya.
Chan nginjek rem, tapi gak bisa. Mobilnya tetap melaju. Rem mobil Chan juga gak berfungsi.
"CHAERA!!"
Bruk!
Mobil box dan mobil sport Chan tabrakan. Kenceng banget sampe mobil Chan ringsek ke belakang dan nabrak pohon.
Asap mulai mengepul bersamaan dengan kesadaran Chan yang perlahan menghilang.
"C-chaera..." Chan gak kuat, dia menutup matanya sepenuhnya.
Mobil Chan ringsek tak berbentuk. Mari kita doakan agar pengemudi nya baik baik aja.
•••
Chaera kembali megangin dadanya yang kerasa sakit. Jantungnya berdetak dua kali lebih cepat.
"Om Chan..." Panggilnya
"Ra? Lo gapapaa?" Tanya Yena
Chaera menggeleng. Dia enggak baik baik aja. Dia kepikiran Chan terus daritadi.
"Nih, minum." Yena nyodorin segelas air minum.
Chaera ngambil gelas itu dengan tangan gemeteran.
Prang!
"OM CHAN!"
Gelas jatuh ke lantai dan pecah gak berbentuk.
Badan Chaera oleng. Untung Yena segera megangin jadi Chaera gak jatuh.
"Ra? Lo sakit?" Tanya Yena.
"G-gue mau Om Chan, Kak."
"Huh?"
"Gue mau suami gue."
Bruk!
"Eh eh, Ra!"
Chaera ambruk ke lantai. Dia gak sadarkan diri.
•••
Jisoo natap gusar putrinya yang ada di bangsal rumah sakit. Udah satu jam tapi Chaera belum juga siuman dari pingsan nya.
Tangan Jisoo bergerak membelai surai hitam legam milik putrinya.
"Ayo bangun. Kamu ini kenapa? Kok gak bilang bunda kalo lagi sakit?"
Denger suara lembut Jisoo, mata cantik Chaera terbuka perlahan.
Bau semerbak khas rumah sakit langsung masuk ke dalam indra penciuman nya.
"Bunda..." Panggilnya
"Iya, sayang. Bunda disini."
Chaera ngubah posisinya jadi duduk. Dia masih megang kepalanya yang kerasa pusing banget.
"Aku kenapa?" Tanya Chaera ke Jisoo.
"Kamu baik baik aja. Mungkin kamu kecapekan."
Chaera natap Jisoo bingung. Lah dia ga kerja berat anjir. Kok bisa kecapekan.
Cklek!
Pintu ruangan terbuka. Menampilkan sosok dokter ganteng disana.
"Oh kamu udah siuman?"
Dokter Eunwoo berjalan mendekat kemudian meriksa kondisi Chaera sebentar.
"Putri saya kenapa ya, Dok?" Tanya Jisoo.
"Dia baik baik aja. Dia masih ada di trimester pertama, jadi ini wajar."
Chaera natap Dokter Eunwoo bingung soalnya enggak ngerti. Sedangkan Jisoo yang ngerti langsung natap Chaera dengan mata berbinar.
"Maksudnya gimana ya? Saya enggak ngerti."
Dokter Eunwoo kemudian nyodorin amplop hasil laporan pemeriksaan ke Chaera.
"Selamat, kamu saat ini sedang hamil 4 minggu."
Chaera diem. Masih loading.
"Kamu hamil Chaera!" Jisoo guncangin bahu Chaera pas tau anaknya itu masih diem linglung.
Sedetik kemudian Chaera natap perutnya yang masih datar dan diusap pelan.
Perasaannya campur aduk. Tapi yang paling dominan dia bahagia. Anak yang paling dinanti kehadiran nya sama Chan akhirnya berkembang juga.
"This is your mommy, baby bang." Katanya pelan. Gak sadar air mata Chaera udah netes.
"Chaera!"
Jisung tiba tiba dateng dengan wajah super paniknya. Dia kemudian langsung lari ke Chaera.
"Lo baik baik aja?" Tanya Jisung.
"Sepupu kamu baik baik aja, Sung. Dia lagi hamil."
Jisung sontak membulatkan matanya. Matanya menyiratkan kebahagiaan tapi ada sedikit kesedihan disana.
"Pertama gue ucapkan selamat buat lo ya. Akhirnya keponakan gue hadir juga. Yang kedua..." Jisung natap Chaera ragu sambil gigit bibir.
"...Ra, suami lo kecelakaan."
—tbc